Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Berbagi Ranjang
Suka
Favorit
Bagikan
7. Siapa Putra sebenarnya?
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

26.INT. KANTOR- RUANGAN PUTRA. DAY

Afsari berdiri di depan meja kerja Putra.

PUTRA

Malam ini, saya ada urusan. Mungkin yang datang ke rumahmu hanya pengacaraku.

Afsari mengangguk, wajahnya sedih.

PUTRA

Baiklah. Kamu bisa pergi.

Afsari mengangguk lagi, dia pun berbalik dan melangkah meninggalkan ruangan Putra.

Putra melihat punggung Afsari hingga dia hilang di balik pintu.

PUTRA (V.O)

(mengembuskan napas)

Semuanya akan baik-baik saja, kan?

Putra pun kembali mengerjakan pekerjaannya.

CUT TO

27.INT. RUANG TAMU-RUMAH AFSA. NIGHT

Esok harinya. Pengacara keluarga Putra berada di rumah Afsa. Dia berdiri dan sedang membawa kertas.

PENGACARA

Bagaimana, apa ada yang bisa ditanyakan?

Ayah, Ibu, dan Afsa memegang sehelai kertas. Wajah mereka terlihat melongo. Di kertas tertulis: Perjanjian Pra nikah (prenuptial aggreement) dengan hurup tebal.

PENGACARA (CONT'D)

Dan yang saya bisa simpulkan bahwa perjanjian ini akan lebih menguntungkan pihak wanita. Jadi, sepertinya tidak ada yang perlu dikuatirkan. Benar, kan, Pak Amin?

AYAH AFSA

(tertawa kaku)

I...iya.

IBU AFSA

Akan ada hadiah di setiap ulangtahun pernikahan dan anak-anak?

AFSA

Nafkah yang diberikan setiap bulan adalah... 200 juta?

PENGACARA

Iya. Apa kurang? Mungkin Bu Afsa bisa...

AFSA

Nggak, nggak. Bukan gitu.

PENGACARA

Menurut saya... yang harus diperhatikan adalah poin ke 4. Jika ada orang ketiga, maka harus membayar denda sebesar 1 juta dollar. Dan saya rasa, ini ditujukan untuk Pak Putra. (tertawa kecil)

Ayah dan Ibu Afsa saling berpandangan dan mengatakan "Satu juta dollar" tanpa suara dengan mata mereka yang terbuka lebar.

PENGACARA (CONT'D)

Jadi, pastikan kalau Bu Afsa tidak pernah selingkuh.

Semuanya tertawa kaku.

PENGACARA (CONT'D)

Baiklah, kalau tidak ada yang ditanyakan.

AFSA

Sebentar, Pak Pengacara.

PENGACARA

Iya?

AFSA

Saya mau bertanya mengenai poin terakhir, yaitu jika ada perpisahan, maka...

PENGACARA

(melihat kertas)

Ya. Jika ada perpisahan, maka 50% aset Putra Coorporation akan jatuh kepada mantan istri.

AFSA

Apa ini serius?

PENGACARA

Apa ini terlihat main-main?

AFSA

Ya. Bagi saya, ini seperti...

PENGACARA

Sebagai pengacaranya, saya pun kurang setuju dengan pembagian ini. Tapi, menurut saya, perjanjian ini di buat agar Pak Putra tidak bermain-main dengan pernikahannya. Bu Afsa tahu kan bagaimana sepak terjang Pak Putra?

Pengacara itu tersenyum lebar. Afsa dan Ayah, Ibunya menatapnya.

PENGACARA

Apa ada yang mau ditanyakan lagi? (menoleh kepada ayah, ibu Afsa) Ibu, Bapak?

AYAH AFSA

Cukup, Pak.

PENGACARA

Baiklah, kalau begitu. Saya harus melaporkan ini segera. Jadi, saya harus pergi.

Ayah, ibu, dan Afsa berdiri.

AYAH AFSA

Iya. Terima kasih banyak, Pak.

Mereka saling berjabat tangan, dan pengacara itu pun pamit keluar rumah.

CUT TO

28.EXT. HALAMAN RUMAH AFSA. NIGHT

Pengacara masuk ke dalam mobilnya.

PENGACARA

Mari, semuanya. Oia, Bu Afsa, selamat atas rencana pernikahannya.

AFSA

Iya... Terima kasih.

PENGACARA

Akhirnya, petualangan Pak Putra berakhir. (tertawa kecil)

Afsa tersenyum.

PENGACARA (CONT'D)

Baiklah. Mari.

Mobil pengacara pun melaju. Terlihat ayah dan ibu Afsa merangkul putrinya.

AYAH AFSA

Apa ayah bisa bicara sama kamu?

Afsa menoleh kepada ayahnya dan mengangguk.

CUT TO

29.INT. RUANG TAMU-RUMAH AFSA. NIGHT

Afsa duduk di hadapan ayah dan ibunya.

AYAH AFSA

Apa... ada yang ingin kamu bicarakan dengan ayah?

AFSA

Maksud... ayah?

AYAH AFSA

Ya... Ayah ingin tahu bagaimana kamu dan Nak Putra bisa bertemu.

AFSA

Oh... Dia... Bos Afsa.

AYAH AFSA

Ah...

AFSA

Memangnya apa yang Ayah pikirkan?

AYAH AFSA

Yah... mungkin seperti... kamu menikahi Nak Putra agar bisa melunasi utang, seperti itu.

AFSA

Lalu, kenapa kalau memang iya?

AYAH AFSA

Hah?

AFSA

Sekarang Afsa mau tanya, apa yang Ayah lakukan dengan ginjal Ayah?

Ayah Afsa salah tingkah.

AYAH AFSA

(merasa bersalah)

Ya... Ayah takut, Nak, kalau rentenir itu macam-macam sama kamu. Jadi... Ayah tidak berpikir panjang.

AFSA

Apa Ayah tahu? Tindakan Ayah seperti ini membuat Afsa semakin merasa bersalah. Semua gara-gara Afsa, Ayah berhutang karena Afsa, Ayah kehilangan ginjal karena Afsa.

AYAH AFSA

Nggak Nak. Nggak... Bukan salah kamu, Nak.

AFSA

Semua karena Afsa, Yah.

Afsa menangis keras. Menutup wajahnya.

AYAH AFSA

Nggak, Nak. Jangan ngomong gitu.

AFSA

(kesal)

Lalu apa yang akan Ayah lakukan sekarang? Bukannya uangnya kurang? Tapi ginjal Ayah sudah di ambil. Ayah dengar apa yang kata Pak Putra bilang... bahwa Ayah udah melakukan tindakan ilegal. Ayah bisa dipenjara.

AYAH AFSA

(sedih)

Iya...

AFSA

Jadi... hanya ini yang bisa Afsa lakukan.

AYAH AFSA

Maksud kamu?

Afsari kesal. Dia menghapus air matanya dengan kasar.

AFSA

Saat itu, karena terdesak, Afsa meminjam uang kepada Pak Putra, tapi Pak Putra justru mengajak Afsa menikah. Katanya... dia sudah lama suka sama Afsa... dan susah untuk deketin Afsa, jadi saat ada kesempatan ngobrol... Pak Putra langsung...

AYAH AFSA

Ngajak kamu nikah?

Afsa mengangguk.

AFSA (V.O)

Maafin Afsa udah bohong, Yah.

AYAH AFSA (CONT'D)

Lalu, kamu nerima gitu aja?

AFSA

Memangnya, Afsa bodoh, menolak laki-laki seperti Pak Putra? udah tampan, kaya, baik...

AYAH AFSA

Lalu... kamu juga suka sama Nak Putra?

AFSA

(malu-malu)

Memangnya... bisa menolak suka sama Pak Putra?

AYAH AFSA

(tersenyum lega)

Maafin Ayah, Nak. Ayah lega kalau kamu bisa bahagia dengan Nak Putra. Mengenai sisa utangnya, biar kami kumpulkan lagi. Kamu tidak perlu pikirkan kami. Meskipun kamu nanti banyak uang...

AFSA

(kesal)

Bagaimana bisa, Yah? Bagaimana bisa Afsa tidak memikirkan ayah dan ibu? Bagaimana bisa?

Afsa akhirnya berderap menuju kamarnya. Ayah dan ibunya mengejar dan mengetuk pintunya, tapi Afsa tidak keluar kamar lagi.

CUT TO

30.INT. KAMAR AFSA. NIGHT

Afsari berbaring di kasurnya.

AFSA (V.O)

Jadi... apakah aku benar-benar harus melakukannya? Menikah dengan Pak Putra? Inikah jalan agar aku bisa membebaskan orang tuaku dari penderitaan?

Afsari menghela napas berat. Dia pun membenamkan diri di bantal.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar