Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
56.INT. RUMAH AFSA. DAY
Terlihat Ibu Afsa yang membuka pintu.
IBU AFSA
Loh... kamu sendirian?
Afsa mengecup punggung ibunya dan masuk ke dalam rumah setelah membuka sepatunya.
AFSA
Mas Putra kan harus kerja, Mah.
IBU AFSA
Lah, terus kamu enggak?
AFSA
Aku disuruh resign. Kan aneh, istri Bos masih kerja di sana.
IBU AFSA
Oalah... gayamu, Nak. Terus kamu tinggal di mana sekarang?
AFSA
Di daerah Batu Tunggal. Rumahnya gede, Mah. Nanti Mamah sama Ayah temenin Afsa ya.
Afsa tersenyum kaku.
IBU AFSA
Eh... kamu harus mandiri dong. Di temenin terus. Nggak beda sama belum nikah dong. Terus gimana bulan madunya? Sukses nggak?
AFSA
(salah tingkah)
Apa sih, Mah?
IBU AFSA
Eh... Mama kan pengen cepet dapat cucu.
AFSA
Ya ampun. Udah ah. Gimana keadaan Ayah, Mah?
IBU AFSA
Baik. Bekas operasinya bagus, kok.
AFSA
Terus, ada kabar dari si rentenir nggak?
Tiba-tiba ayah Afsa keluar dari kamar.
AYAH AFSA
Ada. Mereka bilang Ayah bayar utang kalau udah ada uangnya. Gitu. Hebat banget sih, Nak Putra, bisa bikin rentenir itu tekuk lutut.
IBU AFSA
Oia, Ibu mau buat opor ayam buatan Ibu, ya. Nanti kamu kasihin ya buat Nak Putra.
AFSA
Hah? Nggak usah lah, Mah. Mana suka orang kaya Mas Putra masakan gitu?
IBU AFSA
Eh, kata siapa? Yang penting itu... siapa yang masaknya. Udah ya, Ibu mau siapin sekarang.
Ibu Afsa menuju dapur dengan semangat.
AYAH AFSA
Sepertinya Ayah kalah sama Nak Putra. Sepanjang hari, Mamah kamu ngomongin dia terus.
Afsa hanya terdiam.
CUT TO
57.INT. APARTEMEN PUTRA. NIGHT
Afsari tiba di lobby apartement sambil membawa sebuah bungkusan. Dia mengamati para penghuni yang menempelkan sebuah kartu di sebuah alat sehingga mereka bisa memasuki tower di apartement.
AFSA (V.O)
Ini benar tempatnya,kan? Tapi, sepertinya aku tidak bisa masuk.
Afsa mengeluarkan ponselnya dari tas dan mengetikkan pesan kepada Putra. "Aku ada di apartemen Mas. Kita harus bicara."
Afsa kembali memegang ponselnya menunggu jawaban. Namun, pesannya hanya centang satu. Dia pun menekan tombol panggilan, tapi nomor telepon Putra tidak aktif.
AFSA (V.O)
Bagaimana ini?
Afsa memutuskan untuk bertanya kepada satpam.
AFSA
Malam, Pak. Apa saya bisa masuk ke tower E. Saya mau menemui Pak Putra.
SECURITY
Oh... Pak Putra yang baru menikah itu?
AFSA
Iya. Saya istrinya. Tadi Mas Putra dihubungi tidak aktif.
SECURITY
Oh, begitu. Mba belum dikasih kartu aksesnya?
AFSA
(menjawab ragu)
Iya. Be.. belum. Mungkin lupa.
SECURITY
Baiklah. Kalau begitu saya antar ke unit Pak Putra. Tapi, sepertinya Pak Putra belum pulang.
AFSA
Iya, nggak apa-apa, Pak. Saya tunggu di luar kamarnya.
SECURITY
Baik kalau begitu. Mari ikut saya.
Security melangkah dan diikuti Afsa. Setelah tiba di sebuah pintu masuk, satpam itu menempelkan sebuah kartu dan pintu pun terbuka. Security menekan tombol 20 di dalam lift.
SECURITY
(menahan lift)
Silahkan, Mba.
AFSA
Iya. Pak. Makasih banyak, Pak.
SECURITY
Sama-sama, Mba.
Pintu lift tertutup.
CUT TO
58.INT. APARTEMEN PUTRA. NIGHT
Afsa melangkah keluar lift. Dia bingung karena dia tidak mengetahui harus ke arah mana. Dia pun memutuskan untuk menunggu di dekat lift.
Afsa melangkah menuju jendela. Dia melihat pemandangan dan menghela napasnya. Matanya beralih ke kantong yang dibawanya.
Tak lama, terdengar pintu suara lift yang terbuka. Afsa pun menoleh ke arahnya. Dan keluarlah Putra dari dalam lift. Putra melangkah menuju kamarnya tanpa melihat Afsa.
Afsa pun mengikutinya diam-diam. Dan Putra pun tiba di pintu kamarnya dan masuk ke dalam. Afsa masih mengintip.
AFSA (V.O)
Kenapa aku jadi sembunyi gini, sih?
Afsa menarik napasnya. Dia terlihat tegang. Dia pun melangkah menuju pintu Putra. Dan sesampainya di depan pintu, dia menekan bel.
Setelah beberapa lama. Putra membuka pintu dan Afsa langsung menerobos apartemen Putra. Mendorong Putra.
PUTRA
Hei!
AFSA
Wah... Jadi ini tempat tinggal Mas ya?
PUTRA
Hey! Bagaimana kamu bisa di sini?
Afsa terus menerobos memasuki unit apartemen Putra. Terlihat ruangan yang dominan dengan warna monokrom. Ada beberapa ruangan di dalamnya.
AFSA
Wah... Ternyata apartement Mas luas juga ya. Mas tinggal sendiri di sini?
Afsa menuju dapur.
PUTRA
Hey! Siapa bilang kamu boleh masuk?
AFSA
(membuka lemari es)
Ada apa di sini? Wah... makanan cepat saji semua.
Putra memperhatikan dari jauh dengan kesal. Afsa membuka kantung yang dibawanya. Mengeluarkan wadah yang berisi opor ayam ibunya.
AFSA (CONT'D)
(sibuk mencari wadah)
Oia, apa Mas sudah makan? Lihat, Mama buatin ini buat kamu. Aku sih nggak yakin Mas bakal suka. Tapi kasian Mama, dia udah semangat buatnya, aku jadi nggak enak nolak.
PUTRA
(bersikap dingin)
Keluar!
Afsa menghentikan apa yang dilakukannya.
PUTRA (CONT'D)
Aku paling tidak suka seseorang memasuki tempatku.
Afsa menutup kembali wadah opor ayam dan memasukkannya ke dalam kulkas.
AFSA
Sepertinya... Mas nggak mau makan.
Putra menatap tajam Afsa. Dan Afsa masih mengacuhkannya. Afsa kembali melangkah.
AFSA (CONT'D)
Di mana kamarnya? Aku boleh menginap di sini, kan?
Afsa hendak membuka sebuah pintu.
PUTRA
Berhenti!
Afsa tidak jadi membuka pintu, dan Putra pun berderap menghampirinya Afsa, dan berdiri di hadapannya.
PUTRA
(menatap tajam)
Apa mau mu?
Afsa dan Putra saling berpandangan. Afsa melepaskan pegangannya dari kenop pintu.
AFSA
Apa Mas masih tidak ingin mengatakan sesuatu?
Putra menatap Afsa.
PUTRA
Pergi.
AFSA
Apa? (beat) Itukah... yang ingin Mas katakan?
Mata Afsa mulai berkaca-kaca. Putra memalingkan muka.
AFSA (CONT'D)
Lalu, bagaimana dengan hubungan kita?
PUTRA
Memangnya apa yang kamu harapkan? Kesepakatan kita batal.
AFSA
(kaget)
Hah?
PUTRA
Tenang saja, kamu tetap mendapatkan bagianmu. Tapi mungkin kita harus mengatur ulang--
AFSA
Apa Mas tahu... apa yang aku lalui sampai berada di titik ini? (Beat)
Apa karena aku pernah di perkosa, lalu Mas memandangku jijik?
Air mata Afsa jatuh.
AFSA (CONT'D)
Bagaimana bisa, dengan mudahnya Mas berkata seperti itu kepadaku? Apa Mas tidak berpikir bagaimana perasaanku saat mendengarnya? Apa Mas memang mau menghancurkanku?
Afsa mulai menghela napasnya dengan berat.
PUTRA
Dengar. Aku memang keterlaluan saat itu, itu karena aku benci dengan orang-orang yang berpura-pura baik-baik saja.
AFSA
Bukankah yang berpura-pura selama ini, itu kamu, Mas? (Beat)
Benar, kan? Bahkan Mas tidak mampu menghadapi ketakutan Mas. Mas selalu lari, iya, kan?
PUTRA
Berhenti.
AFSA (CONT'D)
Tidak mudah untuk menjalani hidup dalam ketakutan. Lalu Mas seenaknya mengingatkanku dengan ketakutanku, dan Mas berharap aku baik-baik saja?
Air mata Afsa mengalir di pipinya, meski Afsa masih bersikap tenang dan terkendali.
AFSA
(sambil memegangi dadanya dan menutup mata dan menghirup napasnya perlahan)
Afsa... tidak apa-apa. Kamu berharga bagiku. Aku tetap mencintaimu.
Afsa masih memegangi dadanya. Sekuat tenaga dia menahan tangisnya lebih pecah, dia menutup mulutnya dengan tangan.
AFSA
(menangis sakit)
Semuanya baik-baik saja. Kamu kuat, Sa. Kamu hebat.
Putra yang melihatnya salah tingkah.
PUTRA
(hampir tidak terdengar)
Sorry...
Afsa mendonggak menatap Putra. Putra memalingkan wajahnya.
PUTRA
Seharusnya aku tidak melakukan dan berkata hal seperti itu...
AFSA
Tiap hari... aku selalu berusaha untuk hidup lebih baik. Aku tidak mau mengorbankan masa depanku hanya karena masa laluku yang penuh luka.
Putra menunduk.
AFSA (CONT'D)
Aku selalu berusaha meyakinkan diriku... setiap hari... bahwa aku akan mendapatkan kebahagiaanku. (beat)
Jujur... ucapan Mas, benar-benar melukai aku. Aku nggak tahu, kenapa begitu sakit.
Mungkin karena aku akan sembuh
PUTRA
Apa... maksudmu?
AFSA
Mas pernah dengar, katanya, saat luka terasa sakit lebih dari biasanya, saat itulah kita akan semakin pulih dari luka itu.
Afsa dan Putra saling berpandangan.
PUTRA
Sudahlah. Hentikan obrolan ini. Hari ini aku benar-benar lelah.
Afsa pun menghapus air matanya.
PUTRA (CONT'D)
Sebenarnya, aku nggak pernah mengizinkan siapapun menginap di sini.
AFSA
Jadi?
PUTRA
Tapi apa boleh buat, ini sudah larut. Dan aku pun tidak bisa untuk mengantarkanmu pulang. Kamarnya di sana. Aku tidur di sofa.
AFSA
Mas tidur saja di kamar. Aku yang tidur di sofa.
PUTRA
Jadi, kamu biarkan aku jadi cowok brengsek lagi?
AFSA
Eh?
PUTRA
(membukakan pintu kamar)
Sana. Tidur di kamar. Dan ingat, kunci pintunya.
Afsa tersenyum samar.
PUTRA (CONT'D)
Ayo masuk.
AFSA
Iya.
Afsa pun memasuki kamar Putra, kemudian Putra segera menutup pintunya.
PUTRA
Ayo kunci kamarnya.
AFSA (V.O)
Nggak apa-apa, kok.
PUTRA
Ayo kunci!
Afsa pun mengunci kamarnya.
PUTRA
Ingat, jangan keluar sebelum aku ketuk pintu.
AFSA (V.O)
Aneh banget.
PUTRA
Denger nggak?
AFSA
Iya.
Afsa pun kemudian melihat sekeliling kamar Putra. Terlihat ranjangnya yang rapi. Afsa pun duduk di kasurnya.
AFSA (V.O)
Sebenarnya kenapa sih sama Mas Putra? Ah, sudah deh. Aku mau bersih-bersih dulu. Toiletnya di mana ya?
Afsa pun beranjak menuju toilet.
CUT TO
59.INT. KAMAR PUTRA. NIGHT
Afsa keluar dari kamar mandi. Dan dia memegang tenggorokkannya.
AFSA (V.O)
Duh, aku pengen minum. Masa sih nggak boleh keluar kamar?
Afsa pun perlahan membuka kuncinya dan mengintip keluar kamar.
CUT TO
60.INT. RUANG TAMU APARTEMEN PUTRA. NIGHT
Afsa melangkah keluar kamar dan melihat Putra yang sudah terlelap. Perlahan, Afsa pun menuju dapur dan mengambil air minum.
Afsa meminum beberapa teguk dan melangkah menuju Putra yang sedang tidur. Afsa membawa gelas ditangannya.
AFSA
Apa harus kupakaikan selimut ya?
Afsa meletakkan gelas di meja dekat sofa dan menatap Putra. Terlihat pelipis Putra yang penuh keringat.
AFSA
Apa dia sakit ya?
Afsa hendak menyentuh kening Putra. Namun, tiba-tiba Putra mencekik lehernya.
Mata Putra terpejam, namun dia bergerak. Afsa terdorong ke arah meja oleh Putra yang terus mencekiknya. Tangan Afsa memukul-mukul tangan Putra, tapi tidak bereaksi. Tangan Afsa meraba-raba meja, dan menemukan gelas, dia pun melemparkan gelas itu, hingga pecah. Putra pun terbangun dan Afsa pun langsung terbatuk.
PUTRA
(mata Putra terbuka, dia syok)
Ke... Kenapa?
Afsa masih terbatuk di lantai. Putra melihat sekeliling. Gelas pecah, dan menemukan Afsa yang terkulai di lantai. Dia kaget dan berderap menghampiri Afsa.
PUTRA (CONT'D)
(menghampiri dan langsung memeluk erat Afsa)
Ibu!
Afsa menghela napas berat, dengan sesekali masih terbatuk.
PUTRA
(menangis histeris)
Ibu! Maafin, Putra! Ibu! Maafin, Putra! Ibu...!
Afsa kebingungan.
PUTRA (CONT'D)
Ini semua gara-gara dia, Ibu. Ini semua gara-gara dia. Maafin, Putra!
Putra bicara dengan amarah.
PUTRA (CONT'D)
Ibu percaya sama Putra, kan.
AFSA
(bicara dengan susah payah)
Mas... Apa Mas mimpi buruk?
Putra berhenti mdari tangisnya. Dia melepaskan pelukannya dan mengamati Afsa.
PUTRA
(melepaskan pelukan)
Kamu.
AFSA
Mas. Kenapa?
Putra berdiri dengan wajah syok. Dia menjauh dari Afsa.
AFSA
Mas... Mas Putra?
Afsa berdiri dan berderap menghampiri Putra. Dia pun meraih tangan Putra.
AFSA
Mas Putra.
PUTRA
(menghardik tangan Afsa)
Pergi! Kamu harus pergi.
Putra kembali melangkah dengan terhuyung menuju ruangan yang penuh dengan lukisan. Afsa masih membuntuti Putra.
AFSA (V.O)
Mas Putra...
Afsa melihat sekeliling dan ke arah lukisan-lukisan pemandangan. Lukisan itu hanya memiliki warna hitam, putih, dan abu-abu.
Putra pun berhenti di sudut ruangan. Berjongkok. Dia mulai menangis lagi. Dia melihat kedua tangannya dan kemudian menjambak rambutnya.
Afsa berderap menghampiri Putra.
AFSA
Mas. Hentikan, Mas.
Putra menjambak rambutnya seraya menangis putus asa.
PUTRA
Pergi, Sa...
Afsa menggeleng.
AFSA
Kenapa Mas? Apa yang terjadi?
PUTRA
Pergilah. Kalau nggak, aku bisa membunuh kamu.
Afsa sedikit kaget.
AFSA
Nggak, Mas. Mas nggak bakal bunuh aku. Mas nggak akan mungkin lakuin itu.
PUTRA
(menggeleng)
Aku pembunuh, Sa.
Afsa menggeleng.
PUTRA (CONT'D)
Aku... bisa bunuh kamu, seperti aku ngebunuh ibu.
AFSA
Mas.
Kepala Putra menunduk. Dia frustrasi.
AFSA (CONT'D)
Jadi, karena ini, Mas membuat kesepakatan itu?
Putra hanya menangis putus asa.
AFSA (CONT'D)
Pasti, hari-hari, Mas sulit ya.
Perlahan, Afsa memeluk Putra.
AFSA (CONT'D)
Tapi sekarang ada aku. Mas boleh cerita apapun.
Putra terus menangis dan Afsa mengusap punggung Putra sambil memeluknya.
CUT TO