Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
A Prenup Letter
Suka
Favorit
Bagikan
13. #13

CUT TO:

 

48. INT. RUMAH SUSAN. RUANG TAMU. PAGI

Cast. Susan. Kusnadi. Miran. Extrass

 

Dua koper besar ada di ruang tamu. Kusnadi berdiri termangu menatap koper-koper itu. Terdengar langkah-langkah kaki berjalan memasuki ruang tamu dari arah ruang tengah. Miran dan Susan muncul.

 

    KUSNADI

    (menatap Miran dengan pandangan memohon)

    Kau… nggak bisa memikirkannya lagi?

 

    MIRAN

    (menatap suaminya dingin)

Tidak! Kalau kau sudah menyelesaikan urusanmu dengan keluarga Danny, aku akan memikirkannya lagi.

 

    KUSNADI

Tapi… itu urusanku… nggak ada hubungannya dengan keluarga kita!

 

    MIRAN

Begitu menurutmu? (menghela napas) Aku kecewa sekali… Aku sudah menyerahkan hidupku selama hampir 30 tahun pada seseorang yang tidak bertanggung jawab atas utangnya.

 

Miran menatap sekelilingnya dengan muram.

 

    MIRAN

Aku tak pernah membayangkan jika kita sudah bersenang-senang di atas penderitaan orang lain! Itu… menyedihkan…

 

KUSNADI

Bukan seperti itu!

 

MIRAN

Jadi… seperti apa?

 

Kusnadi terdiam, sama sekali tidak harus menjawab apa. Miran berpaling pada Susan yang menyaksikan kedua orang tuanya dengan raut wajah yang tak kalah muram.

 

    MIRAN

Susan… tolong sampaikan permintaan maaf Mama pada Danny dan orang tuanya, ya? Mama malu ketemu mereka kalau Papa nggak mau beresin urusannya.

 

Susan mengangguk, dia sendiri bingung bagaimana mau menyampaikan permintaan maaf dari Miran karena Enni jelas-jelas tidak mau menemuinya.

 

Sopir masuk ke ruang tamu.

 

    SOPIR

    Kopernya ini saja ya, Bu?

 

    MIRAN

    Ya.

 

Sopir menarik kedua koper dan keluar. Sekali lagi Miran menoleh ke arah Kusnadi.

 

    MIRAN

Jika kau sudah membereskan semuanya, kau tahu di mana bisa menemuiku. (berpaling pada Susan) Mama berangkat ya, San? Kamu bisa sering-sering telepon Mama.

Susan mengangguk sekali lagi. Miran berjalan keluar ruang tamu, meninggalkan Kusnadi dan Susan dalam keheningan.

 

CUT TO:

  

49. INT. KANTOR KUSNADI. RUANGAN KUSNADI. SIANG

Cast. Susan. Kusnadi.

 

Kusnadi termenung di meja kerjanya. Mendadak, Susan masuk, bahkan tanpa mengetuk pintu. Kusnadi terlonjak kaget.

 

    SUSAN

Pa, kalau Papa memang punya salah pada orang tua Danny, seharusnya Papa minta maaf. Kalau Papa punya utang, seharusnya Papa kembalikan sekarang, bagaimana pun caranya. Bukankah itu yang selalu Papa ajarkan pada anak Papa ini? (Susan menunjuk dirinya sendiri)

 

Kusnadi menatap wajah putrinya lekat. Dia tersentak, dan merasa ditegur. Dia yang selalu mengajarkan hal-hal itu pada putrinya, tapi dia sendiri tidak mau menjalankannya.

 

Tapi itu artinya dia mengakui bahwa dia memang bersalah. Kusnadi masih berusaha mempertahankan rasa gengsinya.

 

    SUSAN

Apa Papa nggak pernah mikirin gimnana perasaan Mama? Atau perasaanku? Aku malu ketemu Danny atau orang tuanya, Pa! (berubah sedih) Aku nggak menyangka ternyata Papa setega itu…

 

KUSNADI

Susan! Bukan begitu…

 

SUSAN

Adanya surat perjanjian pra-nikah itu aja jelas-jelas merusak hubungan Susan dan Danny. Ditambah utang Papa ke orang tuanya! Papa tega… (sebutir air mata mengalir di sudut mata)

 

Susan berbalik, meninggalkan ruangan. Kusnadi termangu-mangu.

 

50. INT. RUMAH IBUNDA MARCO. RUANG TENGAH. PAGI

Cast. Ibu Marco

 

Ibunda Marco duduk melamun di sofa. Di tangannya tergenggan ponsel. Dia baru saja bicara dengan seseorang, dan sekarang dia sedang berpikir. Beberapa saat kemudian, dia membuka ponsel dan menekan nomor putranya, menunggu agak lama, bari dijawab.

 

    IBU MARCO

Halo… Marco, kamu ada di mana? (mendengarkan) … Alina baru saja menelepon. Mami tahu semuanya… (mendengarkan) … Pulanglah, Nak. Selesaikan masalahmu dengan Alina… (mendengarkan) … Kalau kamu menghilang nggak ada kabar, Alina juga yang susah… Kamu tahu, dia jadi terlibat dengan urusan di perusahaanmu… (mendengarkan) … Kamu nggak bermaksud membawa lari uang orang lain, kan? Jangan bikin malu nama keluarga, Marco… (mendengarkan) … Oke, Mami tunggu (mendengarkan)…

 

Ibunda Marco menutup ponsel lalu mengembuskan napas lega. Sebentar kemudian ditekannya nomor Alina.

 

    IBU MARCO

    Alina… ini Mami…

CUT TO:

 

51. INT. HOTEL BINTANG LIMA. KAMAR SUPERIOR. PAGI

Cast. Marco

 

Marco sedang duduk di tepi tempat tidur. Dia baru saja menutup pembicaraan dengan ibunya. Dia termenung.

Beberapa saat kemudian, terdengar bunyi notifikasi pesan masuk ke nomornya. Marco membuka ponsel dan membaca di WhatsApp.

 

    ALINA

Apa kamu mau aku masuk penjara gara-gara kamu kabur bawa uang investor?

 

Marco tercekat membaca pesan itu.

 

    ALINA

Cepat pulang! Kecuali kamu mau aku masuk kantor polisi untuk menanggung dosa-dosamu!

 

Tak lama masuk pesan satu lagi.

 

    ALINA

    Marco, pulanglah cepat! Aku membatalkan perceraian.

 

Wajah Marco berubah menjadi cerah. Seketika bibirnya menyeringai lebar.

 

Dia menekan nomor Alina, menunggu beberapa detik sebelum terdengar suara Alina di seberang sana.

 

    MARCO

Okeeee… Aku pulang! Aku cari pesawat paling cepat. I love youuuu…

 

Tanpa menunggu balasan, dia menutup ponsel, namun menelepon lagi sedetik kemudian.

 

    MARCO

    Tunggu aku di apartemen. Oke? I love you…

 

Marco menutup ponsel dan melemparnya ke atas tempat tidur, lalu dia menarik koper dan mulai membereskan barang-barangnya sembari bersiul-siul.

CUT TO:

52. INT. RESTORAN. MALAM

Cast. Danny. Susan. Extrass

 

Suasana restoran yang elegan dan tenang. Lampu-lampu penerang ruangan temaram. Terdengar lagu-lagu romantis yang diputar restoran. Beberapa meja terisi dan pelayan lalu lalang menerima dan mengantar pesanan.

Danny dan Susan duduk berhadap-hadapan. Raut wajah Danny menunjukkan ketenangan, sementara Susan terlihat sedikit tegang. Tapi keduanya terlihat sama-sama muram. Ada kesedihan yang membayang. 

Selama beberapa saat, Danny dan Susan saling memandang dengan intens. Ada hasrat dan kerinduan yang tak terucapkan di antara mereka.

Susan menunduk, mengambil kotak kecil berlapis beludru dari dalam tas tangannya. Diletakkannya di meja lalu mendorongnya ke depan Danny.

SUSAN

    Maaf… aku harus mengembalikan ini… (menunduk sedih)

 

Danny menarik napas tertahan. Susan mendongak, ada setitik air di sudut mata yang cepat-cepat dihapus dengan punggung tangannya.

 

    SUSAN

    Tolong maafin Papaku…

 

Danny mengangguk. Ada jeda panjang di antara mereka. Sementara lagu Noah “Separuh Aku” mengisi ruangan.

 

Danny meraih tangan Susan dan menggenggamnya di atas meja, memandangnya sayu.

 

DANNY

Aku juga minta maaf… untuk Mamaku… dia masih belum bisa memaafkan papa kamu… Maaf… aku tidak bisa memilih…

 

Sebutir air mata kembali jatuh di pipi Susan. Suara Ariel Noah memenuhi ruangan.

 

Aku ingin kau merasa / Kamu mengerti aku mengerti kamu / Aku ingin kau pahami / Cintamu bukanlah dia… Dengar laraku / Suara hati ini memanggil namamu / Karena separuh aku / Dirimu…

CUT TO:

53. RUMAH DANNY. RUANG MAKAN. SIANG

Cast. Enni. Extrass (penelepon)

Enni sedang duduk di depan meja makan, menatap kosong pada taplak meja bermotif bola-bola itu sementara diam-diam pikiran dan perasaannya berkelana kemana-mana.

Mulanya dia berpikir perasaannya akan kebas mendengar Danny sudah memutuskan hubungan dengan Susan. Jika Danny tidak lagi menemui gadis itu, sudah pasti dia tak perlu berurusan dengan ayahnya. Dan, cerita antara keluarganya dan keluarga Kusnadi, selesai sudah.

Namun, ternyata perkiraannya itu salah. Melihat kemurungan Danny, dia jadi bertanya-tanya dalam hatinya, haruskah kepahitan dalam hatinya harus dirasakan pula oleh putra sulungnya itu? Haruskah Danny dan Susan ikut menanggung kesusahannya?

Enni menarik napas dalam-dalam. Tidak ada yang mudah, tapi semua harus dijalani.

Mendadak ponsel di depan Enni berdering keras, membuatnya terlonjak. Diliriknya angka-angka yang tertera di layar. Nomor tak dikenal.

 

    ENNI

Halo.

 

SEKRETARIS KUSNADI

Halo, selamat siang. Dengan Ibu Enni?

 

ENNI

Ya, saya sendiri. Dari mana?

 

SEKRETARIS KUSNADI

Saya Ulfa, sekretaris Pak Kusnadi dari Miran Logistics.

 

ENNI

Ya? (dahinya berkerut heran). Ada apa?

 

SEKRETARIS KUSNADI

Bu Enni, maaf… Apakah saya bisa minta alamat lengkap Ibu? Ada beberapa dokumen untuk Ibu yang harus saya kirim secepatnya.

 

ENNI

Dokumen? Dokumen apa?

 

Sejenak terdengar suara gesekan kertas di seberang sana sebelum suara Ulfa kembali terdengar.

 

    SEKRETARIS KUSNADI

Ini ada sertifikat tanah yang akan dibalik nama untuk Ibu Enni dan Bapak Eka Suhendra. Juga permintaan nomor rekening Ibu Enni atau Bapak Eka untuk pengiriman sejumlah uang dari Pak Kusnadi.

 

    ENNI

    (terkejut)

    Sertifikat tanah? Nomor rekening?

 

    SEKRETARIS KUSNADI

Iya, Bu. Ini instruksi dari Pak Kusnadi. Atau jika Ibu berkenan, saya akan langsung membuat janji dengan notaris untuk pengurusan sertifikat. Kita bisa bertemu di kantor notaris.

 

Tangan Enni gemetar hebat. Ponselnya meluncur lepas dari genggaman, tapi wajahnya menyiratkan kelegaan yang luar biasa.

 

CUT TO:

 

DUA TAHUN KEMUDIAN

  

54. INT. KANTOR KUSNADI. RUANGAN SUSAN. PAGI

Cast. Susan. Extrass.

 

Susan sedang duduk di meja kerjanya, mengetik di laptopnya. Terdengar ketukan di pintu. Susan menoleh, sekretarisnya masuk sambil membawa dokumen dan koran/majalah bisnis.

 

SEKRETARIS

Pagi, Bu Susan.

 

    SUSAN

    Pagi…

 

Sang sekretaris mendekat lalu meletakkan dokumen dan koran/majalah yang dibawanya ke atas meja Susan.

 

    SEKRETARIS

    Ini laporan dari bagian Marketing dan Finance, Bu.

 

    SUSAN

    Oke, terima kasih.

 

    SEKRETARIS

    Saya permisi dulu…

 

Susan mengangguk. Si sekretaris keluar dari ruangan sambil menutup pintu.

Susan mengambil koran dan membolak-baliknya sebentar lalu melipat dan meletakkannya kembali. Lalu pandangan Susan beralih pada majalah bisnis. Ketika dia membuka-buka halaman majalah itu, matanya terpaku.

Foto Danny dan Elisa muncul di salah satu artikel.

Wajahnya yang tampan sedang tersenyum tipis dengan tangan terlipat di depan dada. Pria itu berdiri santai, bersandar di ambang sebuah pintu, mengenakan jas dan celana panjang warna gelap.

Bersandar di sisi pintu yang sebelah lagi, berdiri Elisa, tampak cantik dengan gaun terusan bermotif bunga-bunga warna cerah, tersenyum dan menatap tajam ke arah kamera. Seperti Danny, gadis itu juga melipat tangannya di depan dada.

Hati Susan berdesir. Dibacanya judul artikel yang menyertai foto tersebut.

 

    Strategi Bisnis ala ANOMALI

 

Dengan cepat Susan membaca artikel sepanjang dua halaman tersebut.

Hati Susan terasa hangat. Telunjuk kanannya lamat-lamat menelusuri wajah pemuda itu. Sudah berapa lama mereka tak bertemu?

Susan memejamkan mata. Kerinduannya nyaris tak tertahankan.

 

CUT TO:

 

55. EXT. KEBUN RAYA BOGOR. PAGI

Cast. Susan. Alex. Danny. Alina. Extrass.

Susan dan Alex sedang mengadakan foto pre-wedding. Kebun Raya Bogor tampak sepi siang itu.

Susan tampak cantik dalam balutan gaun pengantin tanpa lengan dengan taburan kristal Swarovski di bagian dada hingga ke pinggang. Gaun berwarna putih itu hanya beberapa senti lebih panjang dari tumitnya. Rambut panjangnya yang coklat kemerahan dibiarkan terurai, hanya dihiasi mahkota dari rangkaian bunga berwarna cerah.

Di samping Susan, berdiri sosok Alex yang rupawan dalam balutan jas dan celana panjang yang senada dengan gaun Susan.

Alina sedang hamil tujuh bulan. Dia mengambil selembar tisu dan perlahan-lahan mengelap butiran keringat di kening Susan

 

    ALINA

Kamu ini aneh. Di sini lumayan berangin, kenapa kamu keringetan kayak gini?

 

Susan hanya tersenyum tipis. Alina menyerahkan kipas lipat ke tangan Alex.

 

    ALINA

Tolong dong, kipasin dia dulu supaya nggak keringetan. Takut make-up nya luntur… Aku mau cek kamera dulu.

    

Alina berjalan menjauh, mendekati fotografer yang sedang sibuk membenahi kameranya. Seraya berdiskusi dengan si fotografer, mata Alina menyipit, memandang ke arah Susan dan Alex.

Meskipun dari kejauhan, Alina bahkan bisa menangkap dengan jelas tatapan Alex yang memuja Susan, sementara gadis itu cenderung bersikap dingin padanya.

Untuk sesaat, Alina menahan napas melihat mereka berdua.

Selesai mengurus kameranya, si fotografer menyatakan siap memulai tugasnya. Alina mengangguk dan berjalan kembali ke tempat Susan dan Alex sedang menunggu, memberi aba-aba mulainya pengambilan foto pre-wedding sesi kedua. 

Mendadak, langkah Alina terhenti. Matanya terpaku pada seseorang yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan dengannya.

 

    SUSAN

    Ada apa, Al?

 

Susan dan Alex bingung melihat Alina yang tiba-tiba diam tak bergerak.

Alina masih membisu, memandang ke satu titik di belakang mereka. Dengan rasa ingin tahu, Susan dan Alex menoleh, mengikuti arah pandang Alina.

Danny sedang berjalan mendekati mereka.

Susan dan Alex membeku.

 

SELESAI

 

 

 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar