Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
A Prenup Letter
Suka
Favorit
Bagikan
8. #8

                           CUT TO:

 

25. INT. RUMAH DANNY. RUANG TAMU. MALAM

Cast. Danny. Eka. Enni. Eddy

 

Eddy turun tangga dengan tergopoh-gopoh. Di anak tangga terakhir, dia ragu-ragu ketika melihat Danny juga sedang duduk di sofa bersama orang tua mereka. Karena dia bengong, Enni melihatnya dengan heran.

 

    ENNI

    Ed, kamu kenapa bengong di situ?

 

    EDDY

Eh, nggak… (dia melihat kertas di tangannya, lalu melihat ke arah Danny, lalu melihat kertas lagi)

 

ENNI

Ada apa, sih?

 

EDDY

    Ini… punya Danny…

 

Mendengar namanya disebut, Danny mengalihkan perhatian dari televisi dan memandang adiknya.

 

    DANNY

    Punyaku? Apa itu?

 

Eddy berjalan mendekat, lalu menyodorkan kertas yang dibawanya pada Danny. Danny kaget melihat surat perjanjian pranikah itu dari tangan Eddy, tapi dia terlambat menyembunyikannya. Enni melongok dari balik bahunya.

 

    ENNI

    Apa itu? (lalu mengeja) Surat perjanjian pra-nikah…

 

Enni menyambar kertas dari tangan Danny, lalu membaca poin-poin yang ada di sana. Raut wajahnya berubah ketika membaca nama Susan dan Danny ada di kertas itu. Selesai membaca, dia mendongak.

 

    ENNI

Danny… ini apa? Kenapa ada surat perjanjian pra-nikah di antara kamu dan Susan?

 

Eka menyambar kertas dari tangan Enni, lalu membacanya dengan dahi berkerut.

 

    DANNY

Itu… eum… permintaan papanya Susan… Sebelum keluarga kita ketemu keluarga Susan, papanya Susan minta aku tanda tangan surat perjanjian ini…

 

Enni dan Eka terpana mendengar pengakuan Danny.

 

    ENNI

Jadi… Kamu juga harus siap rumah dulu sebelum bisa melamar Susan? Dan… kalian harus tanda tangan pisah harta bawaan?

 

Melihat Danny mengangguk, Enni terpana sekali lagi. Sementara Eka bingung melihat surat perjanjian itu.

 

    ENNI

    Astaga!

 

    EDDY

Ah… Jadi itu sebabnya papanya Susan belum mau ketemu keluarga kita? (dengan nada sok tahu)

 

Tidak ada yang menjawab. Mendadak suasana menjadi hening, hanya suara televisi yang terdengar sedang menayangkan berita malam.

 

    EKA

Kalau kamu nggak bikin surat perjanjian pra-nikah ini, konsekuensinya apa?

 

DANNY

Ya… Aku nggak bisa melamar Susan…

 

ENNI

Kenapa harus bikin surat perjanjian pra-nikah? Apa orang tua Susan nggak percaya sama kamu?

 

EDDY

Ya… mungkin mereka takut Danny morotin hartanya Susan… (dengan nada iseng)

 

    ENNI

    Jangan ngomong sembarangan! Kakakmu bukan orang matre!

 

    EDDY

Ya… memang bukan… Itu kan pikiran keluarga Susan, Ma… bukan pikiran kita…

 

    ENNI

    Tentang rumah… gimana, Dan? Kamu sudah dapat?

 

    DANNY

Belum, Ma… Masih cari-cari. Kapan hari aku ke pameran properti, tapi belum ketemu yang cocok.

 

EDDY

Harga rumah kan sekarang mahal banget, Bro… Kamu punya duit buat beli? DP-nya minta berapa persen?

 

Enni dan Eka menatap cemas pada Danny.

 

    EKA

    Danny, kamu punya uang buat beli rumah?

 

    DANNY

Belum cukup, Pa… entahlah, bisa beli atau nggak… Aku sudah cari-cari… Kalau harganya cocok, lokasinya nggak cocok… Kalau lokasinya cocok, harganya yang jadi masalah…

 

Enni dan Eka saling berpandangan sesaat.

 

    ENNI

Danny… tadi kamu bilang… eum… kalau kamu nggak tanda tangan surat perjanjian pra-nikah ini, kamu nggak bisa melamar Susan… Mama… eum… Mama lebih suka kamu… eum… nggak tanda tangan…

 

Eka, Danny, dan Eddy terkejut dengan perkataan Enni. Kini semua perhatian tertuju pada wanita itu.

 

    DANNY

    Aku… eum… harus putus dari Susan?

 

Enni mengangguk dengan raut wajah sedih.

 

    ENNI

    Terpaksa…

 

    EKA

    En… maksudmu…

 

    ENNI

    Mama merasa… eum… surat ini… menghina keluarga kita…

 

    EDDY

    (menjentikkan jarinya)

    Nah! Betul itu! Aku pun merasa seperti itu…

 

    ENNI

    Kamu merasa nggak, sih? (sambil berpalin pada suaminya)

 

Eka hanya menghela napas dan menatap Danny.

 

    ENNI

Bukan Mama nggak sayang sama Susan… Tapi, kalau pakai surat perjanjian pra-nikah seperti ini, kamu… eum… keluarga kita, dianggap apa? Karena kita bukan orang kaya? Jadi, kita nggak setara sama keluarga Susan yang pengusaha, begitu?

 

    DANNY

Tapi… aku… masih sayang sama Susan… Aku juga sudah merasa nyaman sama dia…

 

    ENNI

Mama ngerti… Kamu dan Susan juga sudah lama kan… Sudah berapa tahun? Empat? Lima? Kalau sudah selama itu, pasti nggak gampang juga mau putus… Tapi… ada surat perjanjian pra-nikah ini artinya… eum… keluarga mereka sepertinya nggak percaya kalau kamu jalan sama Susan karena Susan-nya, bukan karena harta keluarganya…

 

Eka menyentuh lengan Enni, lalu menggeleng pelan.

 

    EKA

Danny, begini… Kamu pikirkan dulu setiap konsekuensi yang akan kamu jalani, entah itu kamu tanda tangan surat perjanjian ini, atau sebaliknya. Setiap keputusan, pasti ada akibatnya. Pikir baik-baik, jangan emosi.

 

ENNI

Cinta boleh, tapi logika tetap harus dipakai…

 

Keheningan kembali merayap di ruang tamu itu, sementara jarum jam menunjukkan malam yang semakin larut.

 

 

FADE-IN

FADE-OUT

 

26. INT. GEDUNG. AULA/RUANG PESTA. MALAM

Cast. Danny. Susan. Alex. Elisa. Extrass (pengantin, tamu undangan)

 

Danny dan Susan bergandengan tangan memasuki aula pernikahan. Sudah banyak orang di dalam, tamu berbaur. Di kejauhan pengantin ada di panggung utama.

 

Begitu masuk ke ruangan, beberapa orang mengenali Danny. Mereka teman-temannya SMA-nya.

 

    Extras 1

    Halo, Danny!

 

    Extras 2

    Hai, Dan… siapa ini, istrimu?

 

Danny dan Susan bersalaman dengan mereka, lalu mengobrol. Tidak lama, Elisa memasuki ruang dan mendekat. Semua menoleh.

 

    ELISA

    Hai…

 

    Extras 1

    Hai… Elisa… Apa kabar?

 

    Extras 2

Lis… sombong amat ini nggak pernah kedengaran kabarnya…

 

ELISA

(tersenyum, lalu berpaling pada Danny dan Susan)

Hai, Danny… Susan…

 

Alex yang berdiri tak jauh dari sana, berpaling menatap keramaian di seputar Danny. Matanya segera mengenali sosok Elisa, Danny, dan dia terkejut ketika melihat Susan juga ada di sana.

 

    ALEX

    Susan? (bergumam, lalu bergegas mendekat)

 

Seseorang menoleh melihat Alex mendekat.

 

    Extras 1

Ah… Ini dia pengusaha sukses kita… Pak Alex… silakan… silakan…

 

Danny dan Susan berpaling. Danny tersenyum senang melihat Alex. Susan terkejut karena tak menyangka akan bertemu Alex di pesta pernikahan teman SMA Danny.

 

    SUSAN

    Alex?

 

    ALEX

Hai, Dan… Halo, Susan… (ketika dekat, matanya menangkap tangan Susan kiri Susan yang menggandeng lengan Danny… sesaat dia terpaku)

 

    DANNY

    Eh, kalian sudah kenal?

 

    SUSAN

    (berpaling pada Danny)

    Kamu kenal Alex?

 

    DANNY

    Oya, kami satu SMA… sering satu kelas malah…

 

    SUSAN

    Lex… kenalkan… ini pacarku…

 

Alex menelan ludah, berusaha tersenyum, lalu mengangguk. Tangannya terulur pada Danny.

 

    ALEX

Selamat ya, Dan… Aku dengar dari Susan, sebentar lagi kalian akan tunangan…

 

    DANNY

    Thanks…

 

    Extras 2

Eh, kalian belum salaman sama pengantin, kan? (menunjuk Danny dan Susan). Ayo sana, mumpung lagi sepi, tuh… lagi pada makan.

 

Danny dan Susan menoleh ke panggung, lalu sepakat ke sana.

 

    DANNY

    Oke, aku ke sana dulu, ya… Nanti kita ngobrol lagi…

 

    SUSAN

    Aex… Elisa… aku ke sana dulu, ya…

 

Alex mengangguk. Lalu menatap punggung Danny dan Susan yang berjalan menjauh sambil bergandengan tangan. Hatinya terasa sesak melihat keduanya. Sementara itu Elisa yang berdiri di samping Alex diam saja, hanya memperhatikan kepergian Danny dan Susan.

 

                                                    CUT TO:

 

 

27. INT. RUMAH DANNY. RUANG TAMU. MALAM

Cast. Danny. Eka. Enni.

 

Enni, Eka dan Danny duduk di sofa. Danny baru pulang kerja, masih mengenakan baju kantor. Enni mengulurkan sebuah amplop besar berwarna coklat.

 

    DANNY

Apa ini, Ma? (lalu dia membuka amplop, menarik beberapa lembar kertas dari dalam amplop, dan seketika keningnya berkerut). Ma, ini sertifikat deposito.

 

ENNI

Ya… ini tabungan Mama dan Papa. Kamu pakailah dulu buat bayar uang muka rumah.

 

Danny tentu saja terkejut. Baru beberapa malam sebelumnya orang tuanya memintanya putus dari Susan. Danny memandang Eka dan Enni dengan pandangan bertanya-tanya.

 

    DANNY

    Tapi kan… kemarin Mama minta aku putus…

 

    EKA

    (berdeham)

Begini, Dan… Mama dan Papa pikir-pikir lagi, sepertinya kami merasa nggak adil kalau minta kamu putus begitu aja. Ibaratnya, kamu mundur sebelum berjuang… dan pasti ada perasaan nggak enak, kan? Jadi, Mama dan Papa akan bantu kamu, paling nggak supaya kamu bisa bayar down payment rumah yang kamu mau. Untuk KPR-nya, kamu bisa atur sesuai gaji bulananmu.

 

Danny menelan ludah, merasa tidak nyaman dengan bantuan dari orang tuanya.

 

    DANNY

    Tapi, Pa… ini terlalu besar… Aku nggak bisa terima ini… Ini kan uang kerja keras Papa Mama, seharusnya Papa Mama pakai buat senang-senang, pergi liburan atau apa…

 

    ENNI

Nggak apa-apa… Tabungan ini memang tujuannya buat dipakai kalau keadaan darurat.

 

DANNY

Tapi ini bukan keadaan darurat, Ma…

 

ENNI

Mama anggap ini keadaan darurat. Mau sampai kapan kamu nunggu tabunganmu cukup buat bayar down payment? Setidaknya, kalau kamu sudah bayar uang muka, kamu sudah bisa melamar Susan secara resmi. Itu kan yang papanya Susan mau?

 

    DANNY

    Iya… tapi…

 

    ENNI

Nggak ada tapi-tapi, Dan… Pakai ini… Kalau kamu nggak bisa terima bantuan ini, anggap kamu punya utang sama Papa Mama… kamu bisa kembalikan kapan-kapan kamu sanggup.

 

Danny memandang orang tuanya bergantian, menelan ludah dengan kelu, tak tahu harus mengatakan apa lagi.

 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar