Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
A Prenup Letter
Suka
Favorit
Bagikan
6. #6

FADE-IN

FADE-OUT

 

19. INT. KANTOR SUSAN. SIANG

Cast. Susan. Alex. Extra

 

Susan dan Alex duduk berhadapan. Di meja ada setumpuk kertas, map, alat tulis, dan sebuah laptop yang terbuka di pinggir meja. Posisi layar menghadap Susan dan Alex, menampakan sederet tulisan dan angka.

 

    SUSAN

    (sembari merapikan kertas-kertas yang ada di depannya)

    Jadi, sementara, ini sudah cukup, ya?

 

    ALEX

    (mengangguk)

    Aku akan survey lokasi. Sesudah itu bikin budget.

 

    SUSAN

    (meregangkan punggung dan bahu yang pegal)

Oke. Kamu bisa pergi sendiri ke lokasi, kan? Atau perlu diantar? Aku bisa minta tolong bagian business development buat nemenin kamu.

 

ALEX

Kupikir kamu yang mau pergi sama aku… Kalau pegawaimu yang nemenin, nggak usahlah… Aku pergi sendiri aja…

 

SUSAN

    (tersenyum lebar)

    Nggak… Aku mau ngurus yang lain dulu.

 

Seseorang mengetuk pintu, lalu pintu terbuka. Seorang karyawan Susan masuk sambil membawa kantung kertas berukuran besar.

 

    KARYAWAN

Maaf, ini ada kiriman buat Pak Alex. Baru saja diantar. (meletakkan kantung kertas itu di atas meja sofa)

 

Alex berdiri dari duduknya, lalu menuju meja sofa, sementara si karyawan keluar ruangan. Alex menengok isi kantung itu lalu membawanya ke meja kerja Susan.

 

    SUSAN

    Apa itu?

 

    ALEX

    Sushi kesukaan kamu.

 

Susan sedikit terpana, tak menyangka Alex masih mengingat salah satu makanan favoritnya.

 

Alex menyingkirkan kertas-kertas yang masih bertebaran di atas meja dan menumpuknya jadi satu. Lalu mengeluarkan beberapa pak sushi dan botol mineral dari dalam kantung kertas, menyusunnya dengan rapi di atas meja.

 

    ALEX

    Yuk, makan… (sembari menyodorkan sumpit ke tangan Susan)

 

Susan menerima sumpit tersebut. Alex membuka semua tutup packing sushi dan mulai mencomot satu demi satu. Susan mengikutinya dengan irama yang lebih lambat.

 

    SUSAN

    Eum… Ini enak… (sambil mengunyah)

 

    ALEX

Ini dari restoran Jepang kepunyaan temanku. Kapan-kapan, kuajak kamu makan di sana, ya?

 

Selama beberapa saat, mereka mengunyah lagi.

 

    ALEX

    (dengan gaya acuh tak acuh, tapi butuh informasi)

    Kapan hari kamu bilang, pacarmu sudah melamar, ya?

 

    SUSAN

Belum ada pembicaraan resmi, sih… maksudnya, keluargaku dan keluarganya belum ketemu.

 

ALEX

Oh… Rencananya kapan?

 

SUSAN

    (mengangkat bahu)

    Entahlah… Aku harap dalam waktu dekat.

 

    ALEX

    Eum… Kamu nggak mau ngenalin pacarmu?

 

    SUSAN

    Iya, nanti suatu saat pasti kukenalin…

 

    ALEX

    Oke.

 

Alex meletakkan sumpit. Mendadak nafsu makannya hilang. Diambilnya botol air mineral dan meminumnya. Lalu duduk bersandar dengan wajah lesu, memperhatikan Susan sejenak lalu menghela napas.

 

    ALEX

Aku bener-bener nggak punya harapan, ya? (gumam lirih)

 

SUSAN

Apa? (dengan wajah tak mengerti)

 

ALEX

Nggak apa-apa. (tersenyum tipis)

 

FADE-IN

FADE-OUT

 

 

20. EXT. DEPAN RUMAH MAKAN EKA. SIANG

Cast. Kusnadi, Affandi, Giyarto, Extra (sopir Kusnadi)

 

Rumah makan itu terletak di pinggir jalan yang cukup ramai. Kusnadi turun dari mobil, lalu sopirnya beranjak ke tempat lain mencari tempat parkir. Affandi dan Giyarto, teman lama Kusnadi, berjalan mendekat dari mobil mereka yang parkir tak jauh dari tempat Kusnadi turun.

    

    GIYARTO

    Halo, Kus!

 

    KUSNADI

    (menoleh dan tersenyum lebar)

Halo, Gi… Fan…  (lalu mendongak, menatap plang nama di atas pintu rumah makan yang tampak manis itu, terbaca RUMAH MAKAN EKA)

 

AFFANDI

Ayo, masuk…

 

KUSNADI

Di sini enak?

 

GIYARTO

Top markotop! (sembari mengacungkan jempol)

 

Sebelum masuk, Kusnadi mengamati sejenak pemandangan di depannya. Kedai itu berupa bangunan yang dindingnya tampak baru saja dicat ulang. Pintu terbuat dari separuh kaca dan separuh kayu yang dicat warna coklat tua. Jendela-jendela kaca besar ada di samping kiri dan kanan pintu, dengan kerai yang digulung di sebelah dalam. Di dinding depan kedai, sebelum trotoar, berjajar rapi beberapa pot kecil berisi tanaman hias.

 

Ketiga pria itu turun dari trotoar, mendorong pintu, dan melangkah masuk.

 

FADE-IN

FADE-OUT

 

 

21. INT. RUMAH MAKAN EKA. SIANG

Cast. Enni. Kusnadi, Affandi, Giyarto, Extrass (pelayan rumah makan, pengunjung rumah makan)

 

    PELAYAN

Silakan masuk!

 

Sepintas Kusnadi melihat seorang wanita sedang menunduk di belakang meja bar, sibuk mengolah makanan. Ada tiga orang pelayan yang hilir mudik mengantar piring-piring ke hadapan para pelanggan, menyingkirkan peralatan makan dan membersihkan meja yang selesai digunakan.

 

Kusnadi, Giyarto, dan Affandi mendekati meja kosong di tengah ruangan. Seorang pelayan datang dan memberikan buku menu pada mereka. Ketiganya membuka buku menu dan memilih makanan.

 

    KUSNADI

    Bakmi goreng seafood satu. Teh tawar hangat satu.

 

    AFFANDI

    Saya… eum… sama…

 

    GIYARTO

    Saya minta nasi goreng hongkong satu. Es the manis satu.

 

Kusnadi dan teman-temannya mengembalikan buku menu pada si pelayan yang segera beranjak dari sana, dan menunggu.

 

Tapi, tak sampai lima menit, Enni mendekati meja dengan dahi berkerut.

 

    ENNI

    Kusnadi? (suara terdengar ragu)

 

Kusnadi, Giyarto dan Affandi berpaling ke arah Enni. Kusnadi pun mengerutkan kening, lalu pelan-pelan raut wajahnya terkejut.

 

    KUSNADI

    Enni? (mata Kusnadi membelalak)

 

Kusnadi dan Enni saling memandang dengan raut wajah yang sulit dilukiskan.

 

Di wajah Enni tergambar perasaan antara terkejut, marah, sedih, dan benci, sementara di Kusnadi tergambar perasaan terkejut, ragu-ragu, khawatir, takut…

 

    AFFANDI

Eh… Kau kenal Bu Enni, Kus? Dulu aku lumayan sering makan siang di sini… (lalu menoleh ke Enni)… Wah, sudah agak lama saya nggak datang kemari ya, Bu?

 

GIYARTO

Wah… nggak nyangka juga rupanya saling kenal… Dunia ternyata sempit… (terkekeh dengan leluconnya sendiri)

 

KUSNADI

(menelan ludah, berusaha bersikap biasa, menjawab Affandi) Oh… Bu Enni ini… eum… teman… teman lama… Sudah lama nggak ketemu…

 

Giyarto dan Affandi manggut-manggut mendengar jawaban Kusnadi.

 

    ENNI

    (dengan suara tegas)

Tentu saja saya kenal! Saya sudah menunggu orang ini selama tiga puluh tahun!

 

Giyarto dan Affandi terkejut mendengar perkataan Enni. Mereka berpaling pada Kusnadi dengan raut wajah heran dan bertanya-tanya.

 

    GIYARTO

    Tiga puluh tahun? (lalu berpandangan lagi dengan Affandi)

 

    ENNI

Aku dan Eka mencarimu kemana-mana. Di Jakarta, di Medan… dan terakhir aku dengar kau lari ke Makassar!

 

AFFANDI

Lari ke Makassar? (heran) Ah… Aku memang ketemu kau di Makassar! (sembari menepuk lengan Kusnadi)

 

ENNI

Kalau bukan lari, apa namanya? Kabur? Minggat? Buron?

 

    KUSNADI

    (wajah mulai pucat, gugup, tidak menghiraukan Affandi)

Saya… (menelan ludah)… Saya ada, kok… Saya di Jakarta… Ke Makassar juga… eum… nggak lama… Saya… eh… kerja di sana…

 

ENNI

Terserah! (dengan suara ketus) Sekarang saya tanya, mana uang Eka yang kau pinjam?

 

KUSNADI

(menelan ludah)

U… uang… uang apa?

 

ENNI

(mendengkus)

Hah! Jangan pura-pura lupa! Kau bilang mamakmu sakit parah dan perlu biaya berobat. Kau pinjam uang Eka ddengan janji kembali dalam waktu dua bulan! Kau memanfaatkan kepercayaan Eka! Ternyata kau bohong! Mamak kau sehat-sehat saja! Dan kau malah kabur dengan uang Eka!

 

Kini wajah Kusnadi seputih kapas. Affandi dan Giyarto juga terkejut. Sementara pelayan yang sedianya menyajikan minuman di meja mereka, mundur selangkah dengan mulut ternganga mendengar keributan itu.

 

Orang-orang yang duduk di sekitar meja yang ditempati Kusnadi dan teman-temannya juga mulai ribut, mereka berbisik-bisik.

 

Wajah Kusnadi merah padam karena malu. Sikapnya gelisah. Diambilnya saputangan di kantung celana untuk mengelap butiran-butiran keringat di wajahnya.

 

Affandi yang cepat pulih dari kagetnya segera berdiri, lalu menepuk lembut bahu Enni.

 

    AFFANDI

    Tenang, Bu Enni… Tenang… Mari kita bicara baik-baik, Bu…

 

    ENNI

    (mencibir)

Bicara baik-baik? (jarinya menunjuk Kusnadi) Jangan bicara sembarangan! Laki-laki ini kabur dengan uang warisan dari mertua saya!

 

GIYARTO

(menyodorkan bangku kosong ke dekat Enni) Tenang, Bu Enni… Mari duduk dulu… Saya sudah lama kenal Kusnadi… Saya tahu dia orang baik… Saya nggak tahu masalahnya apa, tapi sebaiknya dibicarakan baik-baik. Tidak enaklah jadi tontonan orang seperti ini.

 

Mendengar kata-kata Giyarto, kemarahan Enni sedikit menyurut. Raut wajahnya menunjukkan dia tidak enak dengan pelanggan yang lain. Dia berpaling pada meja yang paling dekat lalu membungkuk sedikit.

ENNI

Maafkan saya… emosi… urusan pribadi…

 

Pelanggan di meja lain hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanda mengerti dan memaafkan. Lalu Enni menoleh pada Affandi dan Giyarto.

 

    ENNI

Maaf… Saya emosi… Sudah tiga puluh tahun, tapi tidak ada itikad baik dari Pak Kusnadi ini… (menghela napas)

 

Enni menoleh pada pelayan di belakangnya yang membawa minuman pesanan Kusnadi dan kawan-kawannya. Enni memberi isyarat dan pelayan itu menyajikan gelas-gelas yang dibawanya ke atas meja.

 

    ENNI

    (berpamitan pada Affandi dan Giyarto)

    Maaf… Saya permisi dulu…

 

Affandi dan Giyarto mengangguk dan tersenyum tipis. Enni berlalu dari meja dan masuk ke ruangan dalam.

 

Kusnadi masih tepekur, duduk dengan kepala menunduk. Affandi menyentuh lengannya.

 

    AFFANDI

    Kus… Kau baik-baik saja?

 

Kusnadi mendongak.

 

    KUSNADI

Maaf… Aku balik kantor dulu… Kapan-kapan kita ketemu lagi…

 

Kusnadi bangkit dari duduknya, mengambil dompet dari saku dan mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dan meletakkannya di atas meja. Lalu dia berbalik dan melangkah ke pintu keluar.

 

    AFFANDI

    Kus!

 

Giyarto menyentuh lengan Affandi dan menggeleng, sebagai tanda untuk membiarkan Kusnadi pergi.

 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar