Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
FADE-IN
FADE-OUT
19. INT. KANTOR SUSAN. SIANG
Cast. Susan. Alex. Extra
Susan dan Alex duduk berhadapan. Di meja ada setumpuk kertas, map, alat tulis, dan sebuah laptop yang terbuka di pinggir meja. Posisi layar menghadap Susan dan Alex, menampakan sederet tulisan dan angka.
SUSAN
(sembari merapikan kertas-kertas yang ada di depannya)
Jadi, sementara, ini sudah cukup, ya?
ALEX
(mengangguk)
Aku akan survey lokasi. Sesudah itu bikin budget.
SUSAN
(meregangkan punggung dan bahu yang pegal)
Oke. Kamu bisa pergi sendiri ke lokasi, kan? Atau perlu diantar? Aku bisa minta tolong bagian business development buat nemenin kamu.
ALEX
Kupikir kamu yang mau pergi sama aku… Kalau pegawaimu yang nemenin, nggak usahlah… Aku pergi sendiri aja…
SUSAN
(tersenyum lebar)
Nggak… Aku mau ngurus yang lain dulu.
Seseorang mengetuk pintu, lalu pintu terbuka. Seorang karyawan Susan masuk sambil membawa kantung kertas berukuran besar.
KARYAWAN
Maaf, ini ada kiriman buat Pak Alex. Baru saja diantar. (meletakkan kantung kertas itu di atas meja sofa)
Alex berdiri dari duduknya, lalu menuju meja sofa, sementara si karyawan keluar ruangan. Alex menengok isi kantung itu lalu membawanya ke meja kerja Susan.
SUSAN
Apa itu?
ALEX
Sushi kesukaan kamu.
Susan sedikit terpana, tak menyangka Alex masih mengingat salah satu makanan favoritnya.
Alex menyingkirkan kertas-kertas yang masih bertebaran di atas meja dan menumpuknya jadi satu. Lalu mengeluarkan beberapa pak sushi dan botol mineral dari dalam kantung kertas, menyusunnya dengan rapi di atas meja.
ALEX
Yuk, makan… (sembari menyodorkan sumpit ke tangan Susan)
Susan menerima sumpit tersebut. Alex membuka semua tutup packing sushi dan mulai mencomot satu demi satu. Susan mengikutinya dengan irama yang lebih lambat.
SUSAN
Eum… Ini enak… (sambil mengunyah)
ALEX
Ini dari restoran Jepang kepunyaan temanku. Kapan-kapan, kuajak kamu makan di sana, ya?
Selama beberapa saat, mereka mengunyah lagi.
ALEX
(dengan gaya acuh tak acuh, tapi butuh informasi)
Kapan hari kamu bilang, pacarmu sudah melamar, ya?
SUSAN
Belum ada pembicaraan resmi, sih… maksudnya, keluargaku dan keluarganya belum ketemu.
ALEX
Oh… Rencananya kapan?
SUSAN
(mengangkat bahu)
Entahlah… Aku harap dalam waktu dekat.
ALEX
Eum… Kamu nggak mau ngenalin pacarmu?
SUSAN
Iya, nanti suatu saat pasti kukenalin…
ALEX
Oke.
Alex meletakkan sumpit. Mendadak nafsu makannya hilang. Diambilnya botol air mineral dan meminumnya. Lalu duduk bersandar dengan wajah lesu, memperhatikan Susan sejenak lalu menghela napas.
ALEX
Aku bener-bener nggak punya harapan, ya? (gumam lirih)
SUSAN
Apa? (dengan wajah tak mengerti)
ALEX
Nggak apa-apa. (tersenyum tipis)
FADE-IN
FADE-OUT
20. EXT. DEPAN RUMAH MAKAN EKA. SIANG
Cast. Kusnadi, Affandi, Giyarto, Extra (sopir Kusnadi)
Rumah makan itu terletak di pinggir jalan yang cukup ramai. Kusnadi turun dari mobil, lalu sopirnya beranjak ke tempat lain mencari tempat parkir. Affandi dan Giyarto, teman lama Kusnadi, berjalan mendekat dari mobil mereka yang parkir tak jauh dari tempat Kusnadi turun.
GIYARTO
Halo, Kus!
KUSNADI
(menoleh dan tersenyum lebar)
Halo, Gi… Fan… (lalu mendongak, menatap plang nama di atas pintu rumah makan yang tampak manis itu, terbaca RUMAH MAKAN EKA)
AFFANDI
Ayo, masuk…
KUSNADI
Di sini enak?
GIYARTO
Top markotop! (sembari mengacungkan jempol)
Sebelum masuk, Kusnadi mengamati sejenak pemandangan di depannya. Kedai itu berupa bangunan yang dindingnya tampak baru saja dicat ulang. Pintu terbuat dari separuh kaca dan separuh kayu yang dicat warna coklat tua. Jendela-jendela kaca besar ada di samping kiri dan kanan pintu, dengan kerai yang digulung di sebelah dalam. Di dinding depan kedai, sebelum trotoar, berjajar rapi beberapa pot kecil berisi tanaman hias.
Ketiga pria itu turun dari trotoar, mendorong pintu, dan melangkah masuk.
FADE-IN
FADE-OUT
21. INT. RUMAH MAKAN EKA. SIANG
Cast. Enni. Kusnadi, Affandi, Giyarto, Extrass (pelayan rumah makan, pengunjung rumah makan)
PELAYAN
Silakan masuk!
Sepintas Kusnadi melihat seorang wanita sedang menunduk di belakang meja bar, sibuk mengolah makanan. Ada tiga orang pelayan yang hilir mudik mengantar piring-piring ke hadapan para pelanggan, menyingkirkan peralatan makan dan membersihkan meja yang selesai digunakan.
Kusnadi, Giyarto, dan Affandi mendekati meja kosong di tengah ruangan. Seorang pelayan datang dan memberikan buku menu pada mereka. Ketiganya membuka buku menu dan memilih makanan.
KUSNADI
Bakmi goreng seafood satu. Teh tawar hangat satu.
AFFANDI
Saya… eum… sama…
GIYARTO
Saya minta nasi goreng hongkong satu. Es the manis satu.
Kusnadi dan teman-temannya mengembalikan buku menu pada si pelayan yang segera beranjak dari sana, dan menunggu.
Tapi, tak sampai lima menit, Enni mendekati meja dengan dahi berkerut.
ENNI
Kusnadi? (suara terdengar ragu)
Kusnadi, Giyarto dan Affandi berpaling ke arah Enni. Kusnadi pun mengerutkan kening, lalu pelan-pelan raut wajahnya terkejut.
KUSNADI
Enni? (mata Kusnadi membelalak)
Kusnadi dan Enni saling memandang dengan raut wajah yang sulit dilukiskan.
Di wajah Enni tergambar perasaan antara terkejut, marah, sedih, dan benci, sementara di Kusnadi tergambar perasaan terkejut, ragu-ragu, khawatir, takut…
AFFANDI
Eh… Kau kenal Bu Enni, Kus? Dulu aku lumayan sering makan siang di sini… (lalu menoleh ke Enni)… Wah, sudah agak lama saya nggak datang kemari ya, Bu?
GIYARTO
Wah… nggak nyangka juga rupanya saling kenal… Dunia ternyata sempit… (terkekeh dengan leluconnya sendiri)
KUSNADI
(menelan ludah, berusaha bersikap biasa, menjawab Affandi) Oh… Bu Enni ini… eum… teman… teman lama… Sudah lama nggak ketemu…
Giyarto dan Affandi manggut-manggut mendengar jawaban Kusnadi.
ENNI
(dengan suara tegas)
Tentu saja saya kenal! Saya sudah menunggu orang ini selama tiga puluh tahun!
Giyarto dan Affandi terkejut mendengar perkataan Enni. Mereka berpaling pada Kusnadi dengan raut wajah heran dan bertanya-tanya.
GIYARTO
Tiga puluh tahun? (lalu berpandangan lagi dengan Affandi)
ENNI
Aku dan Eka mencarimu kemana-mana. Di Jakarta, di Medan… dan terakhir aku dengar kau lari ke Makassar!
AFFANDI
Lari ke Makassar? (heran) Ah… Aku memang ketemu kau di Makassar! (sembari menepuk lengan Kusnadi)
ENNI
Kalau bukan lari, apa namanya? Kabur? Minggat? Buron?
KUSNADI
(wajah mulai pucat, gugup, tidak menghiraukan Affandi)
Saya… (menelan ludah)… Saya ada, kok… Saya di Jakarta… Ke Makassar juga… eum… nggak lama… Saya… eh… kerja di sana…
ENNI
Terserah! (dengan suara ketus) Sekarang saya tanya, mana uang Eka yang kau pinjam?
KUSNADI
(menelan ludah)
U… uang… uang apa?
ENNI
(mendengkus)
Hah! Jangan pura-pura lupa! Kau bilang mamakmu sakit parah dan perlu biaya berobat. Kau pinjam uang Eka ddengan janji kembali dalam waktu dua bulan! Kau memanfaatkan kepercayaan Eka! Ternyata kau bohong! Mamak kau sehat-sehat saja! Dan kau malah kabur dengan uang Eka!
Kini wajah Kusnadi seputih kapas. Affandi dan Giyarto juga terkejut. Sementara pelayan yang sedianya menyajikan minuman di meja mereka, mundur selangkah dengan mulut ternganga mendengar keributan itu.
Orang-orang yang duduk di sekitar meja yang ditempati Kusnadi dan teman-temannya juga mulai ribut, mereka berbisik-bisik.
Wajah Kusnadi merah padam karena malu. Sikapnya gelisah. Diambilnya saputangan di kantung celana untuk mengelap butiran-butiran keringat di wajahnya.
Affandi yang cepat pulih dari kagetnya segera berdiri, lalu menepuk lembut bahu Enni.
AFFANDI
Tenang, Bu Enni… Tenang… Mari kita bicara baik-baik, Bu…
ENNI
(mencibir)
Bicara baik-baik? (jarinya menunjuk Kusnadi) Jangan bicara sembarangan! Laki-laki ini kabur dengan uang warisan dari mertua saya!
GIYARTO
(menyodorkan bangku kosong ke dekat Enni) Tenang, Bu Enni… Mari duduk dulu… Saya sudah lama kenal Kusnadi… Saya tahu dia orang baik… Saya nggak tahu masalahnya apa, tapi sebaiknya dibicarakan baik-baik. Tidak enaklah jadi tontonan orang seperti ini.
Mendengar kata-kata Giyarto, kemarahan Enni sedikit menyurut. Raut wajahnya menunjukkan dia tidak enak dengan pelanggan yang lain. Dia berpaling pada meja yang paling dekat lalu membungkuk sedikit.
ENNI
Maafkan saya… emosi… urusan pribadi…
Pelanggan di meja lain hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanda mengerti dan memaafkan. Lalu Enni menoleh pada Affandi dan Giyarto.
ENNI
Maaf… Saya emosi… Sudah tiga puluh tahun, tapi tidak ada itikad baik dari Pak Kusnadi ini… (menghela napas)
Enni menoleh pada pelayan di belakangnya yang membawa minuman pesanan Kusnadi dan kawan-kawannya. Enni memberi isyarat dan pelayan itu menyajikan gelas-gelas yang dibawanya ke atas meja.
ENNI
(berpamitan pada Affandi dan Giyarto)
Maaf… Saya permisi dulu…
Affandi dan Giyarto mengangguk dan tersenyum tipis. Enni berlalu dari meja dan masuk ke ruangan dalam.
Kusnadi masih tepekur, duduk dengan kepala menunduk. Affandi menyentuh lengannya.
AFFANDI
Kus… Kau baik-baik saja?
Kusnadi mendongak.
KUSNADI
Maaf… Aku balik kantor dulu… Kapan-kapan kita ketemu lagi…
Kusnadi bangkit dari duduknya, mengambil dompet dari saku dan mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dan meletakkannya di atas meja. Lalu dia berbalik dan melangkah ke pintu keluar.
AFFANDI
Kus!
Giyarto menyentuh lengan Affandi dan menggeleng, sebagai tanda untuk membiarkan Kusnadi pergi.