Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
THROPY KEMATIAN
Suka
Favorit
Bagikan
7. Bagian #7

FADE IN

1. EXT. JALAN RAYA — MALAM

CAST: ALENKA

ALENKA melayang melewati jalanan malam. Lampu kota menyala. Lampu kendaraan bermotor berjajar di sepanjang jalan.

ALENKA berhenti di depan satu rumah kecil sederhana, matanya terlihat mengawasi.


2. INT. RUMAH SEDERHANA - KAMAR — MALAM

CAST: ALENKA

Rumah satu lantai dengan taman kecil terawat dan pagar rendah.

ALENKA melayang menembus dinding kamar.

ALENKA Menatap punggung remaja (17th), yang tengah mengerjakan tugas di meja belajar.

ALENKA melayang mendekat.

Remaja itu menoleh kaget.

ALENKA mengulurkan kedua tangan.

Remaja itu berlari, terjatuh dari kursi, beringsut mundur ketakutan.

ALENKA mencekik leher remaja laki-laki itu. Remaja itu melayang, punggungnya menempel dinding. Mulutnya terbuka, tetapi tidak ada suara yang keluar.

CUT TO:

MONTANGE

1. ALENKA menembus dinding kamar lain. Membangunkan pemilik kamar. Menerornya. Kemudian membunuhnya.

2. ALENKA berpindah ke kamar lain. Masuk menembus pintu yang tertutup. Mencekik remaja perempuan yang sedang terlelap.

4. ALENKA berpindah pada remaja lain yang sedang sibuk menggambar di atas canvas. Remaja itu histeris, berlari. Alenka membungkam mulutnya untuk selamanya.

5. ALENKA menembus dinding kamar ber cat biru laut. Suara merdu remaja laki-laki membuat Alenka membeku. Matanya menoleh ke sudut ruangan, melihat remaja berkopiah sedang melaksanakan shalat. Alenka menghilang.

CUT TO:


3. EXT. SEKOLAH — SIANG

Bangunan sekolah empat lantai, dengan taman dan pelataran parkir yang luas.


4. INT. RUANG KELAS — SIANG

CAST: RUDI, KORI, RONI, GRACE

Jam makan siang. Murid-murid memenuhi kantin sekolah, berkumpul di meja-meja bundar, membuka bekal atau memesan makanan.

RUDI (17th), KORI (16th), RONI(16th), GRACE (17th) berkumpul di salah satu meja cafe sekolah.

RUDI

Sudah ku bilang jangan berangkat. Batalkan saja. Bilang sakit lah, keseleo lah, apa pun yang penting jangan berangkat.

KORI

Atau kalau pun harus berangkat kau kalah saja. Pura-pura keram perut saat bertanding.

GRACE

Kalian ini kenapa sih. Itu kan hanya isu yang belum jelas.

KORI

Kau pikir kematian beruntun selama seminggu ini hanya isu. Mereka semua para atlet-atlet juara.

GRACE

Ku lihat Bara baik-baik saja sampai hari ini. Padahal dia datang kemari membawa segudang piala di ruang tamunya.

RONI

(Menatap meja)

Kalau kau percaya padaku, jangan berangkat. Jangan bertanding.

GRACE

Memangnya kau tahu apa tentang teror Alenka? Kau saja belum genap 3 bulan berada di sini.

RONI

(menggeleng)

Percaya saja padaku.

GRACE

Bilang saja kau pengecut.

RONI menggeleng pelan. Tangannya mengaduk-aduk es kopi menggunakan sedotan.

RUDI

Pembunuhan beruntun ini bukan isu, Grace. Kau lihat, Roni bahkan tidak mau berangkat bertanding. Seorang Roni merelakan sebuah pertandingan itu seperti melihat pinguin terbang tinggi. Mustahil. Kita semua tahu sejak SMP Roni adalah mesin pencetak piala dari berbagai lomba. Tapi kau lihat kan sekarang, dia bahkan tidak ingin berangkat.

GRACE

(Melempar sendok ke dalam cangkir, bersandar ke kursi, tangannya bersedekap)

Terserah apa yang kalian katakan. Aku tidak takut. Alenka hanyalah sesosok hantu. Kenapa pula harus takut sama dia.

KORI

Ssst..! Jaga mulutmu kalo berbicara. (Matanya menatap cemas ke segala arah)


INTERCUT

ALENKA menatap dari sudut gelap, mata dinginnya menyorot Grace.

CUT TO:


KORI menoleh cepat ke tempat Alenka. Dia hanya melihat sudut remang. KORI meraba tengkuk, bergidig.

KORI

Sudah, sudah, jangan membicarakan dia. Bulu tengkuk ku merinding.

RONI mengikuti arah tatapan Kori, mendapati Alenka berdiri di sana mengawasi.

RONI sedikit berdiri, Alenka menghilang.

GRACE

Aah, kau saja yang penakut.

RONI

(Kembali duduk, menatap Grace)

Sudahlah, Grace.(Beat)
Kalian juga (menatap Rudi dan Kori), biar lah Grace menentukan keputusannya sendiri. Jangan memaksanya. Yang penting kita sudah mengingatkannya.

RUDI

Tapi dia akan mati!

GRACE

Aku tidak akan mati, Rudi! Gadis itu tak akan pernah berani mendekatiku.

RONI menggeleng pelan.

RONI

Sudah. Ku mohon sudah. Apa pun yang di lakukan Alenka, tidak pantas kita bicarakan di sini. Dia sudah pergi. Lebih baik kita doakan dia dari pada memperdebatkannya.

GRACE mengentakkan kaki, melangkah pergi

CUT TO:


5. INT. KAMAR MANDI SEKOLAH — SIANG

CAST: GRACE, ALENKA

GRACE mencuci tangan di washtafel, matanya memandangi wajahnya melalui cermin besar.

Terlihat dari pantulan cermin, ALENKA berdiri di belakang Grace.

GRACE menatap kaget, berbalik cepat.

Kosong. Tidak ada siap pun.

GRACE menatap sekeliling, nafasnya memburu, dadanya naik turun.

GRACE

Siapa itu! Jangan coba-coba menakutiku.

Sunyi.

Grace menoleh sekeliling ruangan.

ALENKA melesat cepat, menampar wajah Grace.

Grace mengaduh, memegang pipinya yang memerah.

Grace mendongak cepat, rambutnya terlihat ditarik dengan kuat. Grace menahan rambutnya dengan tangan.

GRACE

Siapa kau! Keluar dan tunjukkan wujudmu kalau berani!

ALENKA tertawa nyaring. Tubuhnya masih tidak terlihat.

GRACE

LEPAS! Keluar dan tunjukkan wajahmu, Alenka. (Masih menahan rambutnya yang tertarik)

GRACE terbanting ke sisi kanan, menabrak tembok.

ALENKA muncul, mencekik leher Grace.

Grace mencoba melawan. Tubuhnya perlahan terangkat, kakinya melayang.

GRACE meronta, menendang.

ALENKA tertawa. Tawanya bergema di seluruh ruangan kecil.

CUT TO:


6. EXT. RUMAH GRACE — SIANG

Terlihat mobil polisi terparkir di depan rumah. Beberapa orang berkerumun, melongok ke balik pagar yang dibatasi pita kuning kepolisian.

Mobil ambulance datang. Kerumunan menyibak.

SOUND EFFECT

Sirine Ambulance

Petugas kepolisian membuka pita kunig, mobil ambulance berjalan mundur hingga berhenti di depan pintu utama.

CUT TO:


7. INT. RUMAH GRACE - RUANG TAMU — SIANG

CAST: RUDI, KORI, RONI

Teman-teman Grace duduk bersila bersama pelayat lain.

RUDI berjalan merunduk, duduk di dekat Roni.

RUDI

(Berbisik)

Bagaimana kejadiannya?

RONI menggeleng kecil. Kepalanya menunduk.

RUDI

(Bergumam)

Sudah di bilang mundur saja. Keras kepala.

KORI

(Berbisik melewati punggung Roni)

Mereka bilang Grace gantung diri.

RUDI

(Berbisik kaget)

Apa?!

RONI

Sssttt.

RUDI dan KORI kembali duduk tegak, kepalanya menunduk.

CUT TO:


8. TEPI JALAN — SIANG

CAST: RONI, KORI, RUDI, DANA, RANI, KANAYA

RONI, KORI, RUDI, DANA (16th), RANI (16th), KANAYA (17th), berkumpul di tepi jalan. Mereka duduk di atas motor masing-masing.

RUDI turun dari motor, berjalan mondar-mandir.

RUDI

(Berbicara gelisah)

Ini semakin mengerikan. Kenapa mereka tidak segera mengusut kematian-kematian ini.

RONI

Sudahlah. Jangan memperkeruh masalah. Grace bunuh diri, bukan di bunuh.

RUDI

Kau tidak melihat perubahan di wajah Grace sejak keluar dari kamar mandi? Dia terlihat ketakutan, Ron!

KORI

Ya. Grace pasti di teror oleh Alenka sampai dia bunuh diri.

KANAYA

Sepertinya Alenka menyerang anak-anak berprestasi. Kalau di lihat dari polanya, setiap korbannya adalah yang sering memenangkan perlombaan.

RANI

Itulah kenapa aku tidak suka ikut lomba. Persaingan itu kejam.

DANA

Kalo kamu sih memang otak pas-pasan. Sok-sokan ngeles pula.

RANI

(Tertawa)

Tapi kau mengakui kan kalo dalam kasus ini menjadi anak sepertiku lebih aman.

KORI

Benar. Mulai hari ini aku akan menjadi Rani. Ibu ku juga sudah bilang, aku tidak boleh lagi ikut-ikutan lomba dan semua piala du rumah disingkirkan dalam kardus.

KANAYA

Piala-pialaku juga sudah disingkirkan oleh mama. Mama bilang berprestasi tak harus punya piala. Dia tidak lagi menuntut juara atas apa pun padaku.

RUDI

Sebenarnya lomba itu juga penting sih, untuk melatih mental bersaing kita. Tapi kalau seperti ini, papaku bilang juga piala tidak ada harganya lagi kalo harus mengorbankan nyawa. Yang penting aku tetap belajar.

RANI

Ibuku tidak pernah menuntut apa pun. Aku juara mereka senang, tidak ya sudah. Mereka percaya aku pasti memiliki kemampuan di salah satu bidang.

KORI

Itu sih tidak ada motivasi namanya.

RANI

Tidak juga. Ayah bilang, sukses tidak harus di cetak dari prestasi di sekolah. Intinya adalah ilmu sebagai bekal, niat sebagai dorongan, dan usaha sebagai alat menuju keberhasilan.

RUDI

Nah semua itu kan sejatinya harus kita pelajari sejak kecil melalui lomba. Di dalam lomba kita juga harus punya ilmunya, bagaimana menguatkan niat dan tekat, serta bagaimana membangun usaha sebagai jalan untuk meraih keberhasilan. Kalau tidak dipelajari sejak kecil, tahu-tahu saat besar nanti kita belum siap.

RANI

Tapi kenyataannya tidak seperti itu kan. Kenyataannya, orang tua sering kali menuntut anaknya berprestasi hanya untuk dipamerkan ke kerabat dan rekan kerjanya. Hanya untuk ajang bangga-banggaan. (Beat)
(Menatap teman-temannya) Apa aku salah?

Beberapa kepala menunduk, mengangguk mendengarkan.

KORI

Ya. Kau benar. Ku pikir semua kekacauan ini juga berawal dari orang tua yang terlalu menuntut anaknya untuk berprestasi hanya untuk dijadikan maskot di dalam keluarganya.

RONI

Sudah, sudah. Jangan membahas ke sana. Yang sudah biarlah sudah, jangan dijadikan bahan gosip. Lebih baik kita jalan sekarang kalau mau ke makam Alenka nanti keburu sore.

RONI memposisikan motor, diikuti teman-temannya. Setelah RUDI di atas motor, mereka melaju perlahan di jalan raya.

CUT TO:


8. PEMAKAMAN UMUM — SORE

CAST: RONI DAN TEMAN-TEMAN, ALENKA

Pemakaman Umum.

RONI dan teman-temannya mengelilingi makam Alenka.

RONI memimpin do'a.

CUT TO:

RONI dan teman-temannya menabur bunga di atas makam Alenka.

Roni dan teman-temannya berjalan meninggalkan makam Alenka.

CUT TO:

ALENKA duduk, menangis, di atas batu nisan makam yang bertuliskan namanya.

FADE OUT



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar