Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT TO
28. EXT. DI HALAMAN SEKOLAH – PAGI
CAST: Ve, Milka, Brilian
Ve berjalan pelan dari gerbang sekolah. Tiba-tiba Milka berlari menghampirinya dan menarik tangannya.
VE
Mau ke mana?
MILKA
(tersenyum)
Nonton cowok-cowok main basket. Lo nggak bosen emang dari berangkat sampe pulang di kelas mulu? Sekali-kali lah lihat cogan di luar. Pemain basket sekolah kita keren-keren lho. Pagi-pagi gini mereka udah main di lapangan basket. Lumayan kan buat cuci mata.
VE
Aku kira cewek tomboi nggak suka lihat cowok keren.
MILKA
Gini-gini gue masih normal kali.
Ve dan Milka tiba di lapangan basket yang ada di halaman sekolah mereka yang luas. Mereka berdiri di tengah kerumunan para gadis yang terpesona melihat aksi memukai para pemain basket andalan sekolah. Apalagi yang bermain adalah sekumpulan para lelaki tampan. Milka ikut berteriak histeris seperti sekumpulan gadis di sana. Sementara Ve justru merasa risih dan tidak nyaman berada di keramaian. Dia tampak tidak peduli dengan para pemain basket yang keran, dan justru menunduk. Mendadak bola basket terlempar dan jatuh tepat di depan kaki Ve hingga membuat Ve kaget. Salah satu pemain basket tersebut mengambil bola yang ada di bawah Ve. Eskpresi wajah Ve pun berubah saat menatap lelaki tersebut. Ve tersenyum tipis.
VE
(memanggil dengan lirih sambil menatap lelaki yang mengambil bola di depan kakinya)
Brilian.
Brilian yang memegangi bola mendongakkan kepala saat Ve memanggilnya. Dia menatap Ve dengan ekspresi datar. Lalu membuang muka dan langsung kembali ke lapangan untuk bermain basket. Ve mengernyitkan dahi, heran karena Brilian bersikap cuek. Ve teringat dengan perkataan Brilian sebelumnya.
FLASHES
Ve duduk bersama Brilian di taman rumah Brilian.
BRILIAN
Kalau hobi aku main sepak bola.
VE
Bukan basket?
BRILIAN
Bukan. Aku nggak suka main basket, bahkan nggak tertarik sama sekali.
VE
(melihat ke arah lapangan basket)
Terus lapangan itu? Kenapa ada lapangan basket?
CUT TO
Ve tersadar lamunannya. Dia terus menatap heran ke arah Brilian yang tampak begitu lihai bermain basket. Bahkan beberapa kali berhasil memasukkan bola ke ring dengan mudahnya. Berbanding terbalik dengan perkataan Brilian sendiri. Di tengah kebingungan Ve, tiba-tiba kerumunan para siswa itu bubar. Mereka seperti terlihat panik dan saling berbisik.
MILKA
(menatap Ve yang berdiri di sampingnya dan mengerutkan dahi)
Ve, ada apa ya kok kelihatannya pada panik? Yuk kita lihat. Pada lari ke depan kantor tuh.
Milka menarik tangan Ve, tetapi Ve menahannya.
VE
Kamu duluan aja. Aku ada urusan sebentar.
MILKA
Oke. Nanti cari aja aku di depan kantor guru, ya.
Ve mengangguk. Milka berlari mengikuti para siswa lainnya. Sementara Ve masih fokus mengamati Brilian yang berjalan menuju ruang kelasnya. Dia mengikuti Brilian dengan pelan, berusaha agar tidak diketahui Brilian.
TEMAN BRILIAN
Rafka, mau ke mana lo? Itu pada rame. Nggak ikut ngumpul ke sana?
BRILIAN
Males. Nggak penting.
Ve menghentikan langkah kakinya saat mendengar salah satu gadis yang memanggil Brilian dengan sebutan Rafka. Bahkan Brilian menjawab gadis tersebut, tidak menolak dipanggil Rafka. Ve mengerutkan dahi. Saat gadis tersebut berjalan hendak menuju kantor guru, Ve berlari dan mengadangnya.
VE
Maaf, aku mau nanya. Laki-laki itu siapa? Bukannya namanya Brilian?
TEMAN BRILIAN
Lo siapa emang? Dia itu Rafka Fernando, bukan Brilian. Ya wajar sih banyak yang nggak kenal dia. Walaupun ganteng, dia orangnya dingin dan jarang bergaul sama temen.
VE
(mengerutkan dahi)
Oh gitu. Aku cuma nanya aja karena pernah nggak sengaja ketemu dia. Ya udah makasih, ya.
Gadis itu melangkah pergi. Ve masih berdiri mematung dengan perasaan bingung. Saat Ve hendak berjalan ke arah Brilian yang duduk di bangku depan kelas, tiba-tiba Milka datang dan memegang tangan Ve.
MILKA
Lo kok malah di sini sih? Anak-anak lagi pada heboh tuh. Ada hot news!
VE
(menatap Milka)
Ada apa?
MILKA
(menatap Ve dengan ekspresi panik)
Askar sama Ardi meninggal dan kabarnya mereka dibunuh. Katanya sih kejadiannya tadi malem. Polisi lagi menyelidiki rumah Askar, tempat mereka dibunuh. Ada wartawan juga sampe beberapa foto mereka udah langsung kesebar di IG. Serem banget tau. Sadis banget sih itu pembunuhnya. Tadi katanya guru-guru juga mau ke sana.
PAUSE
Siapa ya kira-kira yang bunuh mereka? Tapi gue agak seneng sih karena mereka kan sering bully lo sampe keterlaluan banget. Mungkin ini karma kal, ya.
VE
Mendingan kita ke sana aja sama temen-temen yang lain.
Milka mengangguk. Ve dan Milka berjalan menuju halaman sekolah di mana para siswa berkumpul dan saling berbisik, membicarakan kematian misterius Askar dan Ardi. Saat Ve dan Milka tiba, anggota geng RB langsung menatap sinis ke arah mereka. Liana maju mendekati Ve.
LIANA
Jangan-jangan lo yang udah bunuh Askar sama Ardi. Kan mereka udah bully lo. Kali aja lo mau balas dendam.
Milka dengan ekspresi wajah marah langsung maju, menarik mundur Ve dan menyembunyikan di belakang tubuhnya, lalu mendorong Liana.
MILKA
Heh! Lo jangan asal nuduh! Ve nggak mungkin bunuh mereka. Dia bunuh semut aja nggak tega. Kalau dia emang dendam, dia pasti udah bunuh kalian duluan karena lo dan anggota geng lo itu yang selalu bully dia tiap hari. Sementara Askar sama Ardi cuma beberapa kali doang. Itu pun karena lo yang nyuruh.
JESSIE
(menyeringai menatap Milka)
Lo yakin temen lo sepolos itu? Penampilannya aja aneh pasti kelakuannya lebih aneh. Kayanya gue bisa laporin dia sebagai salah satu tersangkanya.
MILKA
(tersenyum menatap Jessie, Alena, dan Liana)
Laporin aja. Lo mau bilang apa? Ve punya motif balas dendam karena di-bully sama Askar dan Ardian? Terus lo akan bilang juga kalau geng lo yang nyuruh mereka bully Ve? Kalian akan bilang juga kalau dari kelas X kalian selalu bully Ve? Jadi nanti yang dipenjara Ve atau kalian?
Jessie, Liana, dan Alena terkejut. Mereka memikirkan ucapan Milka.
ALENA
(berbisik pada Jessie)
Milka bener, Jes. Kita juga akan kena masalah kalau nglaporin Ve. Gue nggak mau ya dipenjara. Jadi lebih baik kita nggak usah ikut campur masalah kasus ini.
Jessie mengangguk.
ALENA
(menatap sinis ke arah Ve dan Milka)
Kalau bukan Ve, mungkin aja pahlawan kesiangannya Ve yang bunuh mereka. Bukannya cowok itu peduli banget sama Ve?
LIANA
(mengernyit menatap Alena)
Pahlawan kesiangannya Ve? Siapa?
ALENA
Waktu gue mau nglukain wajah Ve kan tuh cowok sempet marahin gue dan nglindungin Ve. Gue nggak kenal sih siapa dia. Kayanya cowok dari kelas lain.
LIANA
Ganteng?
ALENA
Lumayan.
JESSIE
(tertawa)
Ada cogan yang jadi pahlawannya Ve? Yakin lo, Na? Kok mau-maunya, ya. Jangan-jangan dia dipelet lagi sama Ve.
MILKA
(memegang tangan Ve dan menatap tajam kepada Jessie, Alena, dan Liana)
Ve, kita pergi aja yuk dari sini. Nggak penting dengerin ocehan mereka.
Milka menarik tangan Ve pergi. Jessie, Alena, dan Liana menatap sinis ke arah mereka.
JESSIE
(menatap Alena dan Liana)
Tapi pembunuhnya bukan di antara kalian, kan?
ALENA
Wah, gila lo, Jes. Lo kan kenal gue udah lama. Lo tau lah gue nggak mungkin senekat itu bunuh orang. Gue emang berani nyiksa Ve, tapi kalau sampe bunuh nggak mungkin. Apalagi itu kan Askar dan Ardi. Mereka ada di tim kita. Apa coba motif gue bunuh mereka.
LIANA
Gue juga enggak. Mereka kan temen gue. Kalau mau bunuh orang, pasti Ve yang gue bunuh.
JESSIE
(mengerutkan dahi)
Yang pasti sih juga bukan gue. Terus siapa, ya? Kayanya Milka bener, nggak mungkin Ve. Cewek lemah itu ngelawan kita aja nggak kuat, nggak berani, cuma bisa nangis doang.