79. EXT. RUMAH RINI – HALAMAN – DAY – LATER
Katya tinggal di mobil. Juni masuk ke rumah.
Katya melihat bunga mawar merah yang mekar disamping di tengah-tengah rumput yang tersusun cantik.
Dia keluar mobil. melihat sejenak bunga itu. lalu duduk di depan teras rumah memandang jalanan depan rumahnya.
Anak-anak melintas. Mereka berlari.
RIAN
(ngos-ngosan) WOY! Bocil-bocil! Jalan santai napa! Patharr! Rapii! Minggir! Jangan di tengah! Ke pinggir! Ada motor lewat! WOI motor! Injak rem! Masih SMP udah sok laju!
Katya melihat Rian yang melintas depan rumahnya. Dia baru menikmati suasana ini.
Juni keluar membawa kotak kardus. Dia duduk samping Katya.
JUNI
Di dalam ini, semua tentangmu. Rini selalu mengirimkannya ke saya.
Katya menatap kotak kardus itu.
JUNI (CONT’D)
Kamu mau melihatnya?
KATYA
Siapa kamu sebenarnya? Apa kamu ayah-
JUNI
(potong) Saya bukan ayah kandungmu.
KATYA
Terus siapa kamu?
JUNI
Saudara tiri. Kita satu ayah.
Katya diam. Kita lihat Katya tidak terkejut karena sudah lelah menangis.
KATYA
Oh.
JUNI
Kamu mau tahu tentang Ayah kita?
KATYA
(geleng) Nggak.
(jeda)
Aku... mengingat pertengkaran dengan ibu sebelum (menelan ludah) kecelakaan.
Juni diam mendengarkan Katya.
KATYA (CONT’D)
Aku berteriak dan menyuruhnya pergi. Benar, ibu pergi jauh dari dunia ini. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku tak sempat meminta maaf dan bilang aku bahagia menjadi anaknya.
(jeda) Aku hanya punya ibu dan rumah ini. Sekarang, aku sendirian.
JUNI
Kamu tidak sendirian. Ada saya.
KATYA
Aku merasa bahwa Ibu rencana mengirimkanmu jika sesuatu terjadi. Ibu sangat mencintaiku sampai nggak mau aku hidup sendiri. (senyum sedih)
Juni hanya mendengarkan.
KATYA (CONT’D)
Ini rasanya mengapa disuruh cerita ke orang yang tepat. Hatiku sedikit lega. Benar kata Aakash.
JUNI
(hati-hati) Saya janji akan jujur beritahu apa yang sebenarnya terjadi dulu tentang Rinidan rahasia yang dia simpan erat darimu.
KATYA
(geleng pelan) Yang lalu biarlah jadi masa lalu. Untuk sekarang aku nggak perlu tahu. Tapi, mungkin nanti.
JUNI
(ulang) Mungkin nanti.
Hening damai. Kata menatap Juni bertanya-tanya.
KATYA
Aku penasaran. Kamu tak pernah kasih tahu nama lengkapmu.
JUNI
Nusantara Juneardi.
KATYA
Panggilan kok Juni?
JUNI
Umumnya, Nusa. Orang terdekat, Juni.
KATYA
Kenapa bisa dipanggil Juni?
JUNI
Ibumu yang buat. Karena suatu kejadian.
KATYA
Oh. Ceritakan.
JUNI
Jangan. Itu memalukan.
KATYA
Oke. Pekerjaan?
JUNI
Pengacara. Lagi OFF karena ngurus kamu.
KATYA
Oh. (tetap penasaran) Menikah atau duda?(melihat cincin di jari manis Juni)
JUNI
Menikah. Dua tahun. Dengan Saba.
KATYA
(pura-pura terkejut) plot twist.
JUNI
Kamu udah tahu. (menunjuk cincin di jari manisnya) Ada lagi?
KATYA
Kita tak pernah benar-benar berbincang.
JUNI
Bisa dimulai dari sekarang sampai seterusnya. Kamu kan kepoan orangnya.
SFX angin berhembus melewati daun-daun yang berjatuhan.
KATYA
Aakash menyukaiku.
JUNI
Saya tahu, buat apa dia datang terus menerus kalau tidak menyukaimu?
KATYA
Tapi, aku biasa saja.
JUNI
Wah, php. Kasian Aakash.
KATYA
(mendengus) Roman picisan bukan genreku.
JUNI
Saya lihat nanti.
Katya melirik Juni. Sesuatu menganggunya.
KATYA
Aku ada permohonan. Bisa kamu berhenti pakai kata ‘saya’? Daripada ‘saya’, mending ‘aku’. Kedengaran geli dan aneh untuk pria om-om sepertimu.
JUNI
Kalau kamu juga berhenti ngomong kata ‘kamu’ ke saya. Kedengaran nggak sopan dan kasar.
KATYA
Cukup adil.
Katya mengelus perutnya.
JUNI
Lapar?
Katya mengangguk sambil memikirkan sesuatu.
KATYA
Iya. belikan aku es krim, Kak. Enam kotak. Rasa stroberi, vanilla, cokelat, ketan hitam, kopyor, dan durian. Semuanya!
Juni merasakan hatinya bahagia. Dia tersenyum sangat hangat ke Katya. Katya pun merasa lega dan bebas menatap manik mata Juni. Kemudian Mereka beranjak berjalan ke pagar.
JUNI
Sebelum itu aku mau makan nasi dulu. Kamu juga ikut makan.
KATYA
Tapi aku mau bakso, mi ayam, soto, dan sate.
JUNI
Bakso aja. Aku lihat ada bakso di dekat gapura. (menunjuk kanan) kita jalan kaki aja.
Mereka menutup pagar. Kita bisa lihat atmosfer hangat antara mereka.
JUNI
(tiba-tiba) Mau plot twist lagi nggak?
KATYA
(penasaran) Apa?
JUNI
Aku yang memberimu nama ‘Katya Juni Amaliah’. Bukan Rini.
Juni berjalan duluan. Katya menyusulnya.
KATYA
(tak percaya) Bohong!
JUNI
(tertawa) Nggak percaya?
KATYA
Bohong dosa lho!
JUNI
Masih nggak percaya. (geleng-geleng)
KATYA
Aku usir lagi nih dari rumah.
JUNI
Nggak jadi beli es krimnya. (ancam)
KATYA
(merengek) Astaghfirullah! Masa nggak jadi, sih. Dasar Kakak Tua jahat!
JUNI
(tak terima) Hei! Aku masih muda ya!
Kita lihat punggung mereka hilang berbelok di tikungan jalan.
80. INT. RUMAH SAKIT – RUANGAN PASIEN - MIDNIGHT
FLASHBACK TO 17 tahun lalu ketika Rini di ranjang menggendong bayi Katya yang baru lahir.
RINI
(tatapan hangat namun terluka) Ibu sayang kamu, anakku. Dan Ibu akan selalu melindungimu.
Juni bersandar di daun pintu. Kita lihat matanya memerah dan bengkak habis menangis. Katya memandang Juni.
RINI (CONT’D)
(menyuruh Juni) Masuklah, Juni. Tak apa-apa. Semuanya baik-baik saja.
JUNI
(melihat bayi Katya tertidur pulas) Dia sangat cantik. Namanya?
RINI
Belum kepikiran. Ada saran nama?
JUNI
Sekarang bulan juni ya. Bagaimana, (jeda) Katya Juni.
RINI
(tertawa kecil) Terdengar bagus. Nama belakangnya?
JUNI
Amaliah.
RINI
Nama tengahku ya. (senyum)
(ke bayi Katya) Hai, Katya Juni Amaliah. Sapa kakakmu yang tua dan ganteng ini.
JUNI
(tawa dipaksakan) Hahaha.
(mengelus pipi bayi Katya) Hai, selamat datang,
adik... (menahan air mata)
Bayi Katya menggeliat kemudian tersenyum. Juni menangis pilu.
FADE TO BLACK
END.