Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Ruang Rahasia Ibu
Suka
Favorit
Bagikan
6. 23-27

23---EXT. Pelataran parkir mesjid. Malam. Langit masih berona merah.

ESTABLISH. Frame bergeser menampakkan pelataran Parkir Mesjid.

 

24---INT/EXT. Dalam mobil Adrian. Malam hari.

Pintu mobil terbuka, memperlihatkan Erin yang masih duduk di tempat yang sama, sedang memainkan ponselnya. Adrian masuk, juga Alex dari pintu belakang mobil.


Erin
“Pa, boleh kita ke Shonen?”
Adrian
Lha, itu kan di depan sekolah kamu? Apa nggak mau yang lebih istimewa? Kita kan mau menjamu Alex?”
Alex
“Saya tidak keberatan. Lagipula ramen di sana memang enak.”


Adrian tersenyum sambil memasang sabuk pengaman.


Adrian
Shonen Ramen it is, then.”

Mesin mobil menyala.

CUT TO

 

25---EXT. Bagian luar sebuah kedai. Malam hari.

BIG CLOSE UP, papan nama kedai Shonen Ramen. Sebenarnya, apapun kedainya yang paling penting adalah letaknya yang berseberangan dengan sekolah Alex dan Erin.

Frame bergeser, memperlihatkan mobil Adrian yang parkir di depan kedai ramen.

 

26---INT. Kedai Shonen Ramen. Malam hari.

Frame membingkai jendela kedai yang menunjukkan tampak depan sekolah Erin dan Alex pada malam hari, yang berlampu dan tampak berbeda. Kemudian fokus berubah menampakkan pantulan bayangan wajah Erin yang menatap keluar jendela. Mereka bertiga sedang menunggu pesanan.


Alex
“Maaf, ini mungkin imajinasiku saja. Tapi, aku bisa bayangkan kamu sama mama kamu pernah ke sini. Kemungkinan waktu pendaftaran sekolah. Benar, nggak?”


Erin berpaling menatap Alex. Matanya mulai berkaca-kaca, meski Erin memasang senyum.


Erin
“Ya, kamu benar. Waktu itu, setelah daftar sekolah, Mama lihat kedai ini, langsung ngajak nyeberang jalan…. A-aku masih sulit percaya kalau Mama sudah tiada….”


Adrian meraih tangan Erin dan mencengkramnya.


Erin
(menahan tangis)
“Maaf, aku mau ke kamar mandi dulu.”

Erin bangkit dan bergegas pergi.

BEAT


Adrian
“Kamu anak yang perseptif, ya?”
Alex
(agak gugup)
“Maaf.”
Adrian
“Maaf kenapa? Kamu tidak salah apa-apa. Aku hanya bilang kamu anak yang cerdas. Aku bisa bayangkan darimana datangnya kecerdasaan itu?”
Alex
“Pak Adrian pernah bertemu ibu saya?”
Adrian
“Maksudku ayah kamu. Ayahmu orang yang cerdas.”
Alex
“Oh, benar. Berarti Pak Adrian belum bertemu ibu saya.”


BEAT

Pak Adrian terdiam sesaat, memproses lelucon Alex sebelum akhirnya tertawa cukup keras.


Adrian
Oh, My God… That’s a good laugh…. Kamu benar-benar anak dari ayahmu, Al! Ayahmu juga pandai memformulasi canda di saat yang tidak disangka-sangka, kamu tahu itu?”

Alex mengangkat bahu dan memasang wajah yang seolah ingin menolak assessment Adrian. Tapi kemudian, Alex memasang gesture serius yang memberi indikasi kalau ia hendak membahas hal lain.


Alex
“Maaf, Pak. Tadi waktu di ruang kerja ibunya Erin, saya tidak melihat pajangan foto atau semacamnya. Piala-piala pun sepertinya tidak dianggap berharga.”


Adrian terdiam dan menatap Alex sesaat.


Adrian
“Dia pernah bilang, ‘Aku tidak berkarya untuk mendapatkan barang murahan!’ Agak terkesan angkuh, sih, tapi in a sense, aku setuju.”
Alex
“Seperti apa orangnya?”

Adrian merogoh saku, meraih ponsel yang ujungnya menunjukan foto ibunya Erin.


Alex
“Boleh?”


Alex meminta ijin memegang ponsel itu. Adrian memberikannya. Alex menatap dalam foto perempuan dewasa bersama Erin. Perempuan cantik berambut hitam, tapi ada kesan bule yang tidak terlalu kental.


Adrian
“Namanya Anum. Dia dari Bandung—yah, nggak terlalu tepat sih. Subang, lebih tepatnya. Kamu tahu, kan? Utara Bandung. Kakeknya Erin petani nanas di sana.”
Alex
“Matanya mirip Erin.”
Adrian
“Kebanyakan sih bilang Erin mirip aku. Tapi, ya, aku setuju. Matanya mirip ibunya.”

Alex mengembalikan ponsel Adrian.


Alex
“Mata yang hanya cocok untuk tersenyum atau tertawa”


BEAT

Adrian menerima ponsel itu tapi dengan kening mengkerut, menatap Alex.


Adrian
“Kamu suka Erin, Al?”
Alex
(Mendadak tergagap)
“Ya-tidak-aku-aku hanya-aku hanya ingin lihat Erin tertawa lagi.”


Adrian tertawa


Erin (VO)
“Apanya yang lucu?”

Erin sudah mendekat dan berdiri di dekat Alex dan Adrian. Lalu ia duduk kembali di samping ayahnya.


Adrian
“Nggak apa-apa. Papa baru nunjukin foto Mama. Alex bilang kamu lebih mirip Mama kalau lagi tertawa. Jadi Papa coba tertawa. Siapa tahu Alex bilang kamu lebih mirip Papa juga.”


Erin tersenyum. Erin tampak segar, mungkin sempat cuci muka atau semacamnya.

Lalu pesanan datang.

DISSOLVE TO

 

27--- Depan Rumah Alex. Malam Hari.

Mobil Adrian berhenti di depan rumah Alex. Alex keluar dari mobil dan berpamitan. Mungkin tak usah bersuara, tapi ketika Alex menghampiri pintu rumah, Adrian memanggil.


Adrian
“Hey, Alex! Bilang sama ayah kamu, nggak usah terlalu cemas masalah proyek. Aku pastikan dia bakal mendapatkannya. Bye!”


BEAT

Alex terdiam sesaat dan belum sempat merespon ketika mobil Adrian telah melaju.

Alex berpaling menghadap pintu dan memasukan kunci ke pintu.

CUT TO

 



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar