Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
68. INT. RUMAH RAHMA – KAMAR – MALAM
Narti duduk di atas tempat tidur dengan gelisah. Ketika Rahma masuk dalam kamar dengan air mata yang masih berlinang dan suara tertahan-tahan, Narti segera berdiri dan memberikan pelukan pada Rahma.
Rahma pun menghabiskan tangisnya dalam pelukan Narti.
RAHMA
Saya gagal, Nar. Semua usaha yang saya lakuin gagal.
Narti lalu mengajak Rahma duduk di atas tempat tidur.
Rahma mengikuti.
RAHMA (cont’d)
Saya nggak ngerti lagi, Nar. Saya pikir ini cara yang paling efektif biar saya bisa lihat Harun lagi, tapi ternyata salah. Ini sama sekali nggak berguna.
NARTI
Tenang, Rahma. Kamu itu perempuan yang hebat. Barangkali belum waktunya saja kamu bisa lihat suamimu, tapi kamu harus percaya suatu waktu nanti, ya suatu waktu nanti kamu pasti bisa.
RAHMA
Semoga saja, Nar.
Rahma merangkul Narti lagi.
Sedang Narti kian gelisah. Tiba-tiba…
NARTI
Rahma, saya harus pulang.
RAHMA
Kenapa?
NARTI
Adek barusan nelepon kalau mamaku drop lagi.
Narti berdiri. Dia memegang tangan Rahma.
NARTI (cont’d)
Rahma, pegang kata-kata saya, suatu waktu nanti kamu pasti bisa lihat suamimu lagi. Percaya itu!
CUT TO
69. INT. TAKSI – MALAM
Narti pulang naik taksi dalam kondisi sedih teringat kejadian demi kejadian yang dia alami.
MONTAGE FLASHBACK
FLASHBACK: Narti cemburu ketika Rahma terus-terusan memuji Harun di sekolah.
FLASHBACK: Narti cemburu melihat Harun yang dari kejauhan terus memandangi Rahma sambil senyam-senyum di sekolah.
FLASHBACK: Narti cemburu melihat Harun yang sedang mengobrol dengan Rahma di halte (scene 27)
FLASHBACK: Seorang perempuan tampak heran saat mengecek nama-nama yang lolos di kertas pengumuman ketika menyadari nama Narti tidak ada di sana.
PEREMPUAN 1
Kok namamu ndak ada? Bukannya nilaimu tinggi?
Narti tersenyum kecut.
PEREMPUAN 1 (cont’d)
Coba lihat nama yang paling atas! Nilainya lebih rendah dari punyamu, kan?
Barulah kita lihat pengumuman itu. Nama yang paling atas dalam daftar adalah RAHMA ANDRIANI.
FLASHBACK: Narti tampak jengkel melihat Rahma dilamar Harun di taman.
CUT TO
70. EXT. RUMAH SANRO PALIMA – HALAMAN DEPAN – MALAM
Taksi berhenti tepat di depan rumah Sanro Palima (60 tahun). Saat itulah, Narti tampak turun dari mobil. Dia memandangi rumah Sanro Palima yang merupakan rumah panggung kayu bernuansa sepi dan remang. Selain itu, rumah-rumah di sana masing-masing berjarak beberapa meter dengan pohon-pohon atau tanah lapang menjadi pemisah.
Narti tampak berkali-kali menarik-buang napasnya.
CUT TO
71. INT. RUMAH SANRO PALIMA – MALAM
Narti duduk berhadapan dengan Sanro Palima. Dia menangis.
Sanro Palima seorang dukun dengan rambut separuh beruban. Dia memiliki janggut dan kumis yang cukup lebat. Dia memakai kemeja agak kebesaran dan sebuah sarung yang dilipat sampai perut.
SANRO PALIMA.
(logat bugis)
Belumpi cukup? Sudah mututupmi rahimnya, sudah muganggu tommi penglihatannya. Apapi?
Narti masih tersedu-sedu.
NARTI
Ndak, Puang. Sudah ndak lagi.
SANRO PALIMA
Kenapa pale datang ke sini?
NARTI
(terisak)
Cabut semua guna-gunanya, Puang. Cabut semuanya.
SANRO PALIMA
Mustahil! Sesuatu yang sudah ditanam tidak bisami dicabut.
NARTI
Tapi, Puang? Saya benar-benar menyesal. Saya sadar kebencian yang bikin saya begini.
SANRO PALIMA
Sudah saya bilang dari awal pas kau datang. Pikirkan kembali yang kauminta karena resiko bisa lebih besar dari perbuatan. Tapi apa yang kaubilang, tidak ada pedulimu sama sekali.
NARTI
Saya tahu, Puang, kesalahanku ini. Tapi izinkan saya perbaiki ini semua. Oke. Puang minta apa? Uang? Sesajen yang lebih banyak? Katakan, Puang! Katakan sesuatu yang bisa bikin semua ini selesai.
SANRO PALIMA
Sebenarnya… ada satu cara, tapi itu pun kalau kau mau.
NARTI
Apa itu, Puang?
SANRO PALIMA
Tumbal.
NARTI
Tumbal?
SANRO PALIMA
Itu satu-satunya cara. Kau tahu sendiriji, yang kau kirim itu bukan cuma satu, sudah komplikasi. Tapi, pikirkan lagi resikonya. Tumbal bukan permainan.
Narti bimbang, gelisah, bingung.
CUT TO
72. INT. KANTOR HARUN – SIANG
Narti gelisah. Wajahnya pucat. Kata-kata Sanro Palima terus membayang-bayang dalam pikirannya. Berkas yang harus diselesaikannya pun terpaksa diabaikan.
SANRO PALIMA (V.O)
Pikirkan lagi resikonya! Tumbal bukan permainan.
Harun lalu datang dari ruangannya. Dia menghampiri Narti yang sedang melamun di meja kerjanya.
HARUN
Narti, laporan bulan ini bagaimana?
Narti diam. Pandangannya kosong.
HARUN
NARTI!
Suara keras Harun membuat Narti terkejut. Dengan lesu, dia menjawab.
NARTI
Iye, Pak, maaf, ada apa?
HARUN
Laporan bulan ini. Sudah kamu rekap?
NARTI
Saya minta maaf, Pak, belum sepenuhnya saya rekap.
HARUN
Kamu kurang sehat?
Narti mendesah berat.
HARUN (cont’d)
Kalau butuh istirahat, lebih baik pulang. Soal laporan, besok-besok bisa kamu kerja.
NARTI
Tapi, Pak…
HARUN
Sudah, tidak apa-apa. Kesehatan lebih penting.
NARTI
Makasih banyak, Pak.
(pause)
Oh iya, Pak… saya mau minta maaf atas semuanya. Sampaikan juga salam saya sama Rahma.
Harun hanya mengangguk seraya tersenyum.
Sementara itu, Narti mulai membereskan barang-barangnya.
Ketika Harun kemudian berjalan, dia berpapasan dengan Fadli.
HARUN
Fadli, bisa ke rumah lagi sebentar malam?
FADLI
Iye, Pak, insya Allah.
CUT TO
73. INT. RUMAH RAHMA – DEPAN KAMAR – MALAM
Cast: Rahma, Harun
Rahma dari dalam kamar berteriak.
RAHMA (O.S)
Untuk apa, Sayang? Kita sudah lakuin itu berkali-kali, tapi hasilnya, nol.
HARUN
Kita tidak boleh pesimis, Sayang.
RAHMA (O.S)
Saya bukan pesimis, Sayang, tapi saya capek.
HARUN
Oke. Ini terakhir, Sayang. Kalau memang tidak ada perubahan, saya pasrah.
Cukup lama Rahma berpikir, akhirnya dia keluar kamar juga dengan kerudung di kepalanya.
Harun segera membalikkan badan saat itu.
CUT TO
74. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TENGAH – MALAM
Cast: Rahma, Harun, Fadli
Fadli meruqyah Rahma kembali. Mereka duduk di lantai. Harun duduk di belakang Rahma, sementara Rahma duduk berhadapan dengan Fadli.
Fadli lantas merapalkan ayat-ayat pilihan, mulai dari alfatihah, al ikhlas, al falaq, an nash, ayat kursi.
Rahma seketika menjerit. Dia bahkan meronta-ronta sehingga Harun harus memegangnya kuat-kuat.
Saat Fadli mulai merapalkan tahlil dan tahmid berulang-ulang, mata Rahma memerah melotot. Air matanya berjatuhan. Dia menggeliat, menendang-nendang. Harun pun terus memegangnya, juga memeluknya sangat erat.
FADLI
Bismillahi arqik // Min kulli syai in yukzik // min syarri kulli nafsin au ‘aini haasid // allahu yashfik // bismillahi arqik
Mata Rahma menajam ke atas, napasnya sesak.
FADLI
Allahuakbar!
Rahma akhirnya tumbang. Dia jatuh di pelukan Harun.
CUT TO
75. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TENGAH – MALAM (LATER)
Rahma membuka matanya pelan-pelan.
POV RAHMA: Agak kabur, perlahan kemudian semua tampak jelas. Dan akhirnya dia bisa lihat wajah Harun lagi.
RAHMA
Sayang?!
Harun refleks memalingkan wajahnya karena berpikir Rahma akan ketakutan lagi.
Rahma pun bangkit. Dia memegang wajah Harun, dan dengan pelan membuat wajah Harun menghadap wajahnya.
RAHMA (cont’d)
Inilah wajah yang saya rindukan.
Rahma langsung memeluk Harun sambil menangis terharu.
Harun masih bingung.
HARUN
Sayang, kamu sudah bisa lihat saya?
RAHMA
Iya, Sayang. Saya sudah bisa. Saya nggak takut lagi.
Saking bahagianya, Harun langsung menekan punggung Rahma sehingga mereka bisa berpelukan semakin erat. Keduanya pun tenggelam dalam kebahagiaan itu dengan air mata penuh keharuan.
Rahma kemudian tersadar. Dia melepas pelukannya.
RAHMA (cont’d)
Sebentar, Sayang, saya harus kasih tahu Narti. Dia sudah banyak bantu kita.
Rahma lalu merogoh HP-nya di saku. Ketika dia membuka HPnya, ada pesan WA masuk,
dari MY NARTI: “ASALAMUALAIKUM. MAAF, KAK. INI ADEKNYA NARTI. MOHON DOANYA. NARTI SUDAH TIDAK ADA. INSYA ALLAH BESOK PAGI DIMAKAMKAN. NARTI SEMPAT BERPESAN KALAU DIA BENAR-BENAR MINTA MAAF SAMA KAKAK.”
Rahma syok membaca pesan WA itu. Dia langsung menjerit dan menangis sekencang-kencangnya. Harun yang bingung segera memberikan pelukan.
CUT TO