Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
35. INT. RUMAH DUKUN SANRO BACO – MALAM
Rahma dan Harun menemui Sanro Baco (60 tahun).
Sanro Baco ialah dukun tua yang senang memakai sarung dan kemeja putih yang agak kebesaran. Tubuhnya kurus dan memiliki janggut yang panjang melintir. Tidak tahu Bahasa Indonesia, dan hanya berbicara dengan Bahasa Bugis.
Saat itu, kita sudah lihat Rahma dan Harun duduk lesehan berhadapan dengan Sanro Baco di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas dan bernuansa gelap. Di ruangan itu kita bisa lihat beragam benda kuno dan mistis.
Harun yang memang orang Bugis bicara dengan Sanro Baco, sementara Rahma yang tidak terlalu paham diam saja sambil menghalangi pandangannya dari Harun dengan sebelah tangannya.
HARUN
Tabe, Puang, engka minasaku, meloka mello tulung, aye kasina bineku malasa makelellaingta uwita.
(Maaf, Pak, saya mau minta tolong. Istriku sepertinya lagi sakit yang agak aneh.)
SANRO BACO
Malasa maga memang’I bineta?
(Memangnya sakit apa istrimu?)
HARUN
Anu, Puang, maja paneddingnata mitaka, pappada mita setang. Aro kasina tuli naballianga pakkita.
(Begini, Pak, perasaannya tidak pernah nyaman setiap lihat saya. Dia seperti melihat hantu. Lihat saja! Dia terus-terusan buang muka pada saya.)
SANRO BACO
Adekke-dekkeki siga uwitai!
(Coba mendekat biar kulihat!)
HARUN
(pada Rahma)
Sayang, dia menyuruhmu mendekat.
Rahma lalu mendekatkan tubuhnya ke Sanro Baco, tangannya masih digunakan untuk menghalangi pandangannya pada Harun.
SANRO BACO
Matammu.
(Matamu)
Sanro Baco mencontohkan mata yang terbuka lebar, dan Rahma mengikuti. Kemudian, Sanro Baco menelisik ke arah mata Rahma beberapa menit, lalu mengangguk-angguk.
HARUN
Magai bineku, Puang?
(Kenapa dengan istriku, Pak?)
SANRO BACO
Polo Mata iyee.
(Ini Polo mata)
HARUN
Polo mata, Puang?
SANRO BACO
Yah. Engka makkunrai malasa ati ri’ bineta. Makunrai sipoji-pojita riolo. Nakiringan’I baca-baca polo mata bare’ maja’ pakkitanna ri’idi.
(Iya. Ada perempuan sakit hati yang mengguna-guna istrimu. Perempuan masa lalumu. Dia mengirimkan jampi-jampi polo mata sehingga penglihatannya tidak nyaman sama kamu.)
HARUN
Mappakogani pale, Puang?
(Terus, bagaimana, Pak?)
SANRO BACO
Sitongenna, maladdeni, tapi weddingma upadecengi, tapi taissengituh… de’ namagampang iye nasaba engkato sedding lellaing uwita.
(Sebenarnya, sudah keras, tapi saya masih bisa sembuhkan. Namun, kamu tahu sajalah… ini tidak mudah, apalagi sepertinya ada hal lain lagi yang kulihat.)
Sanro Baco tersenyum menggoda sebagai israyat dana yang besar.
CUT TO
36. INT. MOBIL – MENYETIR - MALAM
Rahma dan Harun sudah duduk di dalam mobil. Harun duduk di depan menyopiri, sedangkan Rahma duduk di belakang. Sebuah kain sengaja dipasang di antara jok depan dan belakang sehingga mereka tidak saling memandang.
RAHMA
Sayang, tadi dia bilang apa?
Harun diam. Dia bingung.
RAHMA (cont’d)
Sayang, jawab!
HARUN
Guna-guna.
RAHMA
Tuh, kan.
(menahan emosi)
Terus, siapa yang lakuin?
Harun kembali diam.
RAHMA
Sayang, kenapa sih?! Tinggal jawab saja! Siapa orang yang nggak suka sama hubungan kita?
HARUN
Perempuan. Masa lalu.
RAHMA
Mantan?
HARUN
Hmhm
RAHMA
Sayang, kamu selalu bilang kalau kamu cuma punya satu mantan, tapi kamu nggak pernah bilang siapa perempuan itu. Sekarang, jawab! Siapa perempuan itu?
Harun tampak gelisah. Dia bingung sekali bagaimana menjawab pertanyaan Rahma itu.
CUT TO FLASHBACK
37. EXT. SEKOLAH – AREA LAPANGAN – FLASHBACK – PAGI
Rahma dan Narti yang mengenakan seragam SMP karena masih siswa baru sedang mencabuti rumput di pinggir lapangan bersama siswa baru lainnya. Senior mereka yang sudah berseragam SMA tampak memperhatikan.
Saat itu, sambil mencabuti rumput, Rahma terus memandangi Harun yang sedang duduk sendirian di tembok depan kelasnya.
Narti menegur.
NARTI
Lihat apaan sih? Serius betul.
RAHMA
(menunjuk ke Harun)
Coba lihat kakak itu!
NARTI
Kak Harun?
RAHMA
Iya. Dia keren banget sih. Ditambah lagi dua kancing atasnya kebuka, seksi banget, berasa pengen bersandar di dadanya tau.
NARTI
Ihh, dasar! Pikiran kotor!
RAHMA
(tertawa)
Tahu, nggak?
NARTI
Apa?
RAHMA
Dia loh yang nolongin saya pas kekunci di gudang kemarin. Sudah cakep, baik banget lagi. Tapi…
NARTI
Tapi, kenapa?
RAHMA
Pas kemarin pintunya sudah kebuka, saya langsung lari soalnya malu pas lihat mukanya. Ahhh, jadi lupa dah terima kasih.
NARTI
Aduh, Rahma, Rahma. Terus sekarang gimana? Baru mau bilang terima kasih?
RAHMA
Hmhm, entahlah. Masih malu. Cuma bisa berani mandang dia dari jauh.
Rahma senyam-senyum.
RAHMA (cont’d)
Nar, tahu lagi, nggak, ternyata dia yatim piatu dan cuma tinggal sama omnya loh. Terus, sepulang sekolah, dia suka ikut sama omnya jualan di pasar gitu.
NARTI
Kamu mata-matain dia?
RAHMA
Sedikit doang, kok. Kebetulan nemu dia di pasar kemarin, terus pas dia pergi, saya samperin omnya sambil pura-pura beli kemudian nanya-nanya tentang dia. Saya bilang aja kalau saya temannya.
NARTI
Ada-ada aja deh, Rahma.
RAHMA
Nggak tahu deh, Nar, pokoknya dia perfect banget. Cakep, baik, mandiri, nggak gengsian, pasti juga pintar. Coba saya pacarnya, pasti saya beruntung sekali.
NARTI
Dia sudah punya pacar.
RAHMA
Tahu dari mana?
NARTI
Kak Harun itu seniorku waktu SMP.
RAHMA
Beneran?
NARTI
Iya. Saya juga ndak tahu siapa pacarnya. Orang-orang saja yang bilang kalau dia sudah punya pacar, dan dia itu tipe orang yang setia.
RAHMA
Hmhm, betuntung banget sih perempuan itu. Tapi nggak apa-apa deh. Kan baru pacar. Nanti, saya yang jadi istrinya.
NARTI
Mimpi! Kalau mimpi, jangan ketinggian, nanti jatuh, sakit loh!
RAHMA
Biarin! Selama masih gratis, apa salahnya mimpi?! Iya, kan?
NARTI
Terserah deh.
Salah seorang senior perempuan kemudian mendekat, lalu meneriaki mereka.
SENIOR PEREMPUAN
WOI! Kalian! Cerita terus. Buruan cabutin rumputnya.
Rahma dan Narti mengangguk, lalu melanjutkan mencabut rumput.
CUT TO FLASHBACK
38. INT. SEKOLAH – PERPUSTAKAAN – FLASHBACK – PAGI
Kita lihat Harun sedang duduk sambil membaca di perpustakaan.
Kemudian, kita lihat tangan seorang perempuan yang menyentuh pundak Harun sebelah kiri.
Harun lalu menengok ke arah perempuan itu.
HARUN
Sayang?
Saat itulah kita bisa lihat perempuan yang kemudian duduk di sebelah kiri Harun. Dia adalah Narti.
NARTI
Betul-betul capek nih, Sayang. Kakak-kakak senior pada kejam.
HARUN
Sabar, Sayang.
(memijat tangan Narti)
Nih, saya pijat biar capeknya hilang.
Narti tersenyum lebar ketika dipijat harun.
NARTI
Makasih ya, Sayang.
Harun tersenyum sambil masih memijat tangan Narti.
NARTI (cont’d)
Sayang?
HARUN
Iya?
NARTI
Apa kita kasih tahu teman-teman saja kali ya soal hubungan kita?!
HARUN
Untuk apa? Sayang, hubungan itu tidak akan spesial lagi kalau orang-orang sudah tahu. Ditambah lagi, pasti ada saja yang bakal tidak suka sama hubungan kita. Kecuali, kalau saya sudah nikahin kamu.
NARTI
Sayang, saya baru kelas 1 loh.
HARUN
Lahh, kan bukan sekarang juga, Sayang. Nanti kalau kita sudah pada lulus, sudah kerja, baru dah kita nikah.
Narti mengangguk-angguk sambil tersenyum. Kemudian, dia teringat sesuatu.
NARTI
Bentar, sayang!
Narti kemudian merogoh sesuatu dalam saku bajunya. Dia pun mengeluarkan dua karcis film horor.
Harun terkejut.
HARUN
Habis pesan?
NARTI
Iye, Sayang. Nanti sore kita nonton ya.
Harun tampak ragu.
NARTI (cont’d)
Mau jualan ya?
HARUN
Bukan. Kalau itu bisa diatur.
NARTI
Jangan bilang kamu masih takut nonton film horor, Sayang?! Tenang! Saya akan pastiin kamu ndak akan takut lagi, bahkan kamu jadi penggemar film horor, Sayang. Bagaimana? Mau ya?!
HARUN
Hmhm
NARTI
Ayolah… saya sudah capek-capek loh beli tiket ini.
Setelah berpikir, Harun akhirnya mengangguk. Narti senang sekali.
CUT TO FLASHBACK
39. INT. SEKOLAH – AULA – FLASHBACK – PAGI
Kita lihat sebuah spanduk besar di atas panggung yang bertuliskan, WISUDA DAN PELEPASAN SISWA KELAS XII SMAN 1 BONE, TAHUN PELAJARAN 2003/2004
(no dialog)
Saat itu kita lihat siswa kelas XII yang dinyatakan lulus saling memberi selamat dan bersalaman dengan bahagia setelah prosesi kelulusan selesai.
Tampak Harun disalami beberapa siswa lainnya sambil membawa tabung piagam.
Saat itu, Harun dan siswa kelas XII lainnya mengenakan kemeja putih, dasi hitam, dan celana kain hitam, serta sepatu pantofel.
Kemudian, terlihat Rahma dan Narti sedang berdiri di bagian belakang bersama siswa lainnya. Mereka saat itu sudah mengenakan seragam SMA.
RAHMA
Tuh, kan, Nar, Kak Harun itu pasti pintar. Yah, meskipun nggak dapat peringkat terbaik, tapi lolos beasiswa di Jojga. Keren banget tau!
Narti diam saja. Matanya fokus memandangi Harun yang terus disalami siswa-siswa lainnya. Rahma akhirnya menegur.
RAHMA (cont’d)
Nar, kenapa sih? Hmm, kamu suka juga ya sama Kak Harun?
NARTI
Ndaklah. Dia kan sudah punya pacar.
RAHMA
Lah, kenapa? Memangnya kalau dia sudah punya pacar, kita sudah nggak bisa kagum gitu? Kan, nggak. Lagian pacaran itu belum sah tau, masih bisa ditikung, hahaha.
NARTI
Tega ya?! Coba di posisi pacarnya, terus ada orang lain yang rebut orang yang kamu sayang, apa kamu ndak sakit hati?
RAHMA
Hmhm, kamu kok jadi serius gini sih? Saya kan cuma bercanda.
(pause)
Sudah ah, ayo ke kantin! Laper nih.
Rahma pergi duluan. Sementara itu, kita liahat wajah Narti yang tersenyum sambil memandangi Harun.
CUT TO FLASHBACK
40. INT. KAFE – FLASHBACK - MALAM
Harun sangat gelisah. Dia mengatur napas sebelum akhirnya bersuara liris.
HARUN
Sayang, sepertinya hubungan kita harus berakhir sampai sini.
Narti yang hendak meminum minumannya terpaksa urung, dan langsung menatap Harun dengan muka tak percaya.
NARTI
Kok tiba-tiba begini? Saya punya salah?
Harun menggeleng.
NARTI (cont’)
Jadi?
HARUN
Saya harus ke Jogja.
NARTI
Terus, kenapa? Memangnya kalau ke Jogja, kita sudah ndak bisa berhubungan?
HARUN
Bukan begitu, tapi saya mau fokus belajar. Kamu harus ngerti itu, Sayang. Beasiswa ini sudah mati-matian saya dapatkan, dan saya tidak mau ini semua sia-sia.
Narti kian tak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia pun berusaha menahan tangisnya.
NARTI
Omong kosong. Bilang saja kalau kamu ndak sayang saya lagi, atau jangan-jangan kamu sudah punya cewek lain ya?! Jujur!
Harun diam.
NARTI (cont’d)
Kamu suka sama Rahma?
HARUN
SAYANG!
Narti tidak kuasa menahan tangisnya. Dia pun langsung berdiri sambil mengambil tasnya.
NARTI
Ndak usah panggil ‘sayang’ kalau sayangmu itu cuma omong kosong. Kalau kamu maunya begitu, terserah, semoga jadi orang sukses di Jogja.
Narti langsung lari meninggalkan Harun sambil menangis tersedu-sedu.
Harun diam di tempatnya dengan muka yang gelisah.
BACK TO PRESENT
41. INT. MOBIL – MENYETIR - MALAM
Rahma sangat terkejut.
RAHMA
Narti? Narti, sahabat saya, mantanmu?
HARUN
Terus sekarang gimana? Kamu percaya, Sayang, kalau Narti yang lakuin ini?
Rahma diam. Dia masih syok.
HARUN (cont’d)
Sudah saya bilang, Sayang, dukun itu sesat. Sekarang, lihat! Dia malah mengadu domba kita.
(pause)
Oke. Narti memang mantanku. Tapi hubungan kita semua baik-baik saja. Bahkan sebelum kita nikah sampai kita sudah nikah, Narti selalu bareng kita. Kamu juga tahu, kan, Sayang, kalau Narti selalu ada buat kamu. Apa mungkin dia melakukan ini?
RAHMA
Saya nggak tahu, Sayang, saya bingung.
HARUN
Sayang, kamu ingat-ingat. Saat kamu sakit, dan saya tidak bisa berbuat apa-apa, siapa yang datang? Narti. Sahabat kamu.
(pause)
Ayo, Sayang, kamu tidak perlu percaya sama dukun itu. Dia cuma mengada-ada.
RAHMA
Ya sudah, sekarang gimana? Kalau memang bukan Narti, terus siapa, Sayang? Siapa orang sakit hati yang membuat kita seperti ini?
Harum bungkam. Dia juga bingung.
CUT TO