Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
42. INT. KANTOR RAHMA – PAGI
Hari itu hari Jumat, seperti biasa, Rahma mengenakan pakaian training olahraga.
Rahma sedang mengetik di komputernya ketika HPnya berbunyi. Sebuah pesan WA masuk.
Tanpa gairah, Rahma membuka pesan itu.
POP UP Layar Pesan WA RAHMA
/MY NARTI
P
/RAHMA
Y
Rahma hendak meletakkan kembali HPnya, tapi HP itu kembali berbunyi.
POP UP Layar Pesan WA RAHMA
/MY NARTI
Baik-baik saja, kan?
/RAHMA
Iya, kenapa?
Rahma meletakkan HPnya. Dia tampak murung. Tiba-tiba, HPnya kembali berbunyi. Rahma dengan lesu mengambil HPnya lagi, lalu membuka pesan WA itu.
POP UP Layar Pesan WA RAHMA
/MY NARTI
Hampir seminggu WA-mu ndak aktif. Saya khawatir tau. Saya mau ke rumah, tapi adekku masih kemah, ndak enak mama ditinggal sendiri.
/RAHMA
Sorry, Nar, kerjaan kantor lagi menumpuk.
/MY NARTI
Makan siang nanti, bisa ya? Kangen nih.
/RAHMA
Kayaknya nggak dulu, Nar.
/MY NARTI
Masih sibuk?
/RAHMA
J
Rahma meletakkan HPnya ke meja. Dia mengatur napasnya. Kemudian, dia menangkupkan wajahnya dengan kedua tangan.
CUT TO
43. INT. KANTOR HARUN – PAGI
Harun sedang memeriksa berkas laporan penjualan produk bersama rekan kantornya, Burhan (30 tahun). Dia mengambil satu lampiran kemudian diserahkan sama Burhan.
HARUN
Pak Bur, minta tolong, fotokopi yang ini, ya!
BURHAN
Berapa rangkap, Pak?
HARUN
Satu… ehhh, kasih genap saja dua.
Burhan mengangguk. Dia lalu memfotokopi lampiran itu pada mesin fotokopi yang berada di ruangan tersebut.
Sementara itu, Harun kembali memeriksa lampiran lainnya. Dan tiba-tiba berseru.
HARUN (cont’d)
Pak Bur!
Sambil memfotokopi, Burhan menoleh.
BURHAN
Iye, Pak.
HARUN (cont’d)
Ayu masih sakit?
BURHAN
Kayaknya sih, Pak.
HARUN
Sakit apa memang? Sudah dua hari, kan?
BURHAN
Kurang tahu juga, Pak, katanya sih sering kesurupan.
HARUN
Kesurupan?
BURHAN
Iye, Pak, orang-orang bilangnya begitu.
HARUN
Jadi, gimana kondisinya? Dirawat di rumah sakit?
BURHAN
Tidak, Pak, cuma dirawat di rumah.
Burhan selesai memfotokopi, lalu menyerahkannya kembali pada Harun.
BURHAN (cont’d)
Oh iya, Pak, saya baru tahu kalau Fadli ternyata pintar ruqyah. Pas Ayu kesurupan kemarin, ada yang bilang, Fadli yang ruqyah.
HARUN
Beneran?
BURHAN
Yang kudengar sih begitu, Pak. Tapi kalau dilihat dari gayanya, kemungkinan memang bisa.
HARUN
Fadli sudah datang?
BURHAN
Belum kayaknya, Pak
HARUN
Ya sudah, nanti kalau datang, suruh langsung ke saya ya.
BURHAN
Siap, Pak.
CUT TO
44. INT. RUMAH RAHMA – DEPAN KAMAR - MALAM
Harun mengetuk pintu kamar.
HARUN
Sayang, keluar sebentar!
RAHMA (O.S)
Kenapa, Sayang?
HARUN
Sebentar saja. Ada yang mau ketemu.
RAHMA (O.S)
Siapa? Narti? Suruh saja masuk!
HARUN
Bukan, Sayang. Tapi… pasang kerudungnya ya, soalnya yang mau ketemu laki-laki.
Pintu akhirnya berayun terbuka. Harun buru-buru menghindar agar Rahma tidak langsung melihat wajahnya.
Rahma lalu keluar dari kamar dengan mengenakan piyama beserta kerudung warna krem yang dipasang secara sembarangan.
Tampaklah kemudian Fadli yang berdiri sambil tersenyum. Dia mengenakan jaket hitam dengan res terbuka sehingga kaos abu-abu polosnya terlihat, dan celana jin yang tidak cukup ketat.
Harun yang berdiri di belakang Rahma bersuara.
HARUN
Dia Fadli, Sayang. Teman kantor.
FADLI
Asalamualaikum!
RAHMA
Waalaikumsalam. Hmhm, kenapa ya?
HARUN
Fadli itu pintar ruqyah, Sayang.
RAHMA
Maksudnya, saya mau diruqyah?
HARUN
Iya, Sayang. Bagaimana?
RAHMA
Tapi, Sayang…
HARUN
Sayang, daripada dukun, ini lebih baik.
Rahma tampak bimbang.
CUT TO
45. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TENGAH – MALAM (LATER)
Fadli meruqyah Rahma di lantai ruang tengah. Harun memperhatikan sambil duduk di belakang Rahma.
FADLI
Atur napas, ya, Bu.
Rahma mengangguk.
Fadli kemudian melantunkan beberapa ayat pilihan dalam alquran. Alfatihah. Yasin 5 ayat. Ayat kursi. Tanpa menyentuh Rahma sedikit pun.
Saat itulah, Rahma merasa perasaannya tidak enak. Dia mulai menggeliat.
Ketika Fadli mulai melantunkan tahlil dan tahmid berulang-ulang, Rahma menjerit dan meronta-ronta. Harun langsung memegangnya kuat-kuat.
CUT TO
46. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TAMU – MALAM (LATER)
Rahma dan Fadli sudah duduk di ruang tamu. Harun tampak berdiri di belakang sofa yang diduduki Rahma.
RAHMA
Saya kira langsung bisa sembuh.
FADLI
Semua butuh proses, Bu, yang penting rutin. Dan satu lagi, Ibu banyakin dzikir. Banyak ingat Allah. Allah yang menguji dengan masalah, Allah juga yang ngasih petunjuknya.
HARUN
Jadi, kapan ke sini lagi?
FADLI
Mungkin lusa malam, Pak, soalnya kalau besok, saya ada pengajian.
HARUN
Oh oke. Tidak apa-apa. Makasih nah Fadli.
FADLI
Iye, Pak, sama-sama.
HARUN
Makan dulu kuenya. Itu buatan istri saya loh.
FADLI
Iye, Pak.
Fadli mengambil sepotong kue dalam toples, lalu mencicipinya.
RAHMA
Bilang aja kalau nggak enak ya!
FADLI
Alhamdulillah. Enak, kok, Bu.
CUT TO
47. EXT. RUMAH RAHMA – TERAS – PAGI
Harun yang hendak keluar terkejut ketika membuka pintu, Fatma sudah berdiri di luar.
HARUN
Mama?
Harun segera menyalami Fatma.
HARUN (cont’d)
Mau ketemu Rahma, Ma?
Fatma hanya mengangguk.
HARUN (cont’d)
Rahma ada di kamarnya. Langsung masuk saja, Ma.
Fatma kembali mengangguk. Dia baru saja ingin melangkah masuk, tapi Harun kembali bersuara.
HARUN (cont’d)
Oh iya, Ma, Harun pergi dulu soalnya ada kegiatan di luar sama teman kantor.
Fatma sekali lagi cuma mengangguk, kini sambil tersenyum yang sangat tipis, terkesan dipaksakan.
CUT TO
48. INT. RUMAH RAHMA – DEPAN KAMAR – PAGI (LATER)
Fatma mengetuk pintu kamar.
Dari dalam kamar, Rahma berteriak.
RAHMA (O.S)
Kenapa, Sayang?
FATMA
Ini Mama.
CUT TO
49. INT. RUMAH RAHMA – KAMAR – PAGI (LATER)
Rahma dan Fatma sudah duduk di atas tempat tidur.
FATMA
Kalian masih tidur bersama?
Rahma menggeleng.
FATMA
Terus kenapa belum mau pulang ke rumah Mama?
RAHMA
Rahma sudah bilang sama Mama kalau Rahma masih istrinya Harun.
FATMA
Terus, kenapa tidak pisah?
RAHMA
Ma?!
FATMA
Mama paham kalau kamu masih cinta sama suamimu. Tapi cinta tidak bisa dipaksa lagi saat kalian sudah tidak hidup damai. Mama tanya, apa hidup kalian damai?
RAHMA
(menunduk)
Ma, kami sudah berusaha agar hidup normal kembali. Seharusnya Mama doain kami, bukannya nuntut kami terus untuk pisah.
FATMA
Mama bukan nuntut, Rahma, tapi realistis.
(mendesah)
Coba pikir! Kalian sudah nikah tujuh tahun, bahkan lebih, kalian belum punya anak, sekarang kamu tidak berani lihat suamimu. Apa kamu pernah mikir kalian sebenarnya tidak berjodoh?
RAHMA
Ma, kami lebih tahu apa yang sedang kami jalani. Selama tujuh tahun lebih, kami bahkan lebih sadar kalau Tuhan memang menakdirkan kami untuk berjodoh.
(pause)
Kalau Mama ke sini hanya untuk menuntut Rahma pisah dengan Harun, Mama pikirkan kembali niat Mama.
CUT TO
50. INT. KAFE – SIANG
Rahma tampak murung.
Narti yang duduk di hadapannya akhirnya berucap.
NARTI
Coba kamu ndak iyain ajakan saya tadi, sudah saya samperin ke rumahmu.
Rahma tersenyum kecut.
NARTI (cont’d)
Eh, gimana? Masih belum bisa lihat suamimu?
RAHMA
(dingin)
Begitulah.
NARTI
Ayo dong, semangat! Oke, saya paham. Kamu pasti stres mikirin ini semua, kan, Rahma?! Tapi, bersikap seperti ini tak akan mengubah apapun, justru akan membuat masalahmu kian berat. Harusnya kamu tetap semangat dan percaya bahwa kamu pasti akan melihat suamimu lagi.
Rahma mendesah berat.
RAHMA
Nar.
NARTI
Ya?!
RAHMA
Kami habis ke dukun.
Mendengar itu, Narti lumayan kaget.
NARTI
Kalian habis ke dukun? Memangnya suamimu sudah setuju?
RAHMA
Iya.
NARTI
Gimana hasilnya?
RAHMA
Kata dukunnya, guna-guna.
NARTI
Ooo, terus? Dia kasih tahu siapa yang kirim guna-guna?
RAHMA
(menggeleng)
Nggak, Nar, dia nggak bilang orangnya siapa.
NARTI
Jadi, sudah berobat sama dukunnya?
Rahma hanya menggeleng.
NARTI (cont’d)
Kenapa?
RAHMA
Harun kembali nggak mau.
NARTI
Ooo, yang sabar ya, Rahma! Suamimu pasti tahu yang terbaik buat kalian.
Saat itu, pelayan kafe datang membawa makanan dan minuman.
NARTI (cont’d)
Akhirnya. Eh, Rahma, ini nih yang saya kangenin, kangen ditraktir sama PNS. Thanks ya!
Rahma hanya tersenyum sangat tipis.
CUT TO