Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Polo Mata
Suka
Favorit
Bagikan
1. Intro (Scene 1 - 3)

FADE IN

 

1. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TENGAH – MALAM

 

Rahma (32 tahun) sedang menelepon Narti (32 tahun), sahabatnya. Dalam adegan ini, Narti belum diperlihatkan sosoknya, hanya suaranya melalui panggilan telepon.

Kita bisa lihat HP yang digenggam Rahma dan mulut Rahma yang berkomat kamit menelepon tanpa memperlihatkan keseluruhan sosoknya.

RAHMA

(pada HP)

Nar, ke sini ya! Please!

NARTI (PHONE)

Sorry, Rahma. Saya ndak bisa.

RAHMA

Kenapa?

NARTI (PHONE)

Mama lagi kurang sehat nih. Saya ndak enak ninggalin.

RAHMA

Iya juga sih.

(pause)

Tapi gimana ya, Nar, saya nggak berani nih nonton film horor kalau cuma berduaan doang sama Harun.

NARTI (PHONE)

Kalau saya datang, palingan jadi obat nyamuk.

RAHMA

Nggaklah. Yang benar itu kamu jadi pawang biar hantunya jinak.

NARTI (PHONE)

Enak aja. Sudah ah. Suamimu pasti nungguin.

RAHMA

Oke, Nar. Salam sama tante ya. Semoga cepat sembuh.

NARTI (PHONE)

Thank you, Rahma. Selamat berhoror ria.

Rahma menutup panggilan itu seraya tersenyum. Senyum yang sedikit kecut karena kecewa Narti tak sempat datang.

Saat itulah kita lihat sosok Rahma. Dia memiliki rambut yang tergerai panjang dengan bandana kelinci di kepalanya serta piyama cokelat kotak-kotak.

Rahma membalikkan badannya. Di situ, kita lihat Harun (34 tahun), suaminya juga memakai piyama sedang memastikan CD film horornya berjalan dengan baik.

Rahma bergerak lalu duduk di sofa yang menghadap TV 24 inch yang diapit dua lemari besar—lemari sebelah kiri berisi beragam bingkai foto Rahma dan Harun, sedang lemari kanan berisi buku-buku yang tersusun rapi.

RAHMA

Sayang, Narti nggak bisa datang.

HARUN

Tapi kita masih bisa nonton, kan, sayang?

Rahma mendesah ragu.

Selesai mengatur CD film itu, Harun berjalan menghampiri Rahma. Dia duduk di sampingnya, lalu meletakkan bahu Rahma ke dadanya.

HARUN (cont’d)

Ayolah, sayang… nggak usah takut. Saya kan di sini.

RAHMA

Tunda aja ya, Sayang.

HARUN

Loh?

Rahma memperbaiki posisi duduknya. Dia masih terlihat bimbang.

RAHMA

Kamu kan bisa nonton lain kali filmnya, Sayang. Nggak harus malam Jumat juga, kan?!

HARUN

Nonton film horor bukan malam Jumat itu nggak afdol, Sayang. Lagian, udah lama kita nggak nonton berdua. Tiap kali nonton, kamu pasti ngajakin Narti.

RAHMA

Kamu kan tahu kalau saya nggak berani nonton film horor, Sayang. Kalau ada Narti, paling nggak saya sedikit tenang. Kamu juga sih nontonnya film horor terus.

HARUN

Kamu kan juga tahu, sayang, kalau saya cuma suka nonton film horor.

RAHMA

Ya udah, nonton aja sendiri!

Rahma sedikit menjauh dari Harun. Wajahnya mengerut.

HARUN

Ayolah, sayang… nggak mungkin juga kan saya nonton tanpa kamu.

Harun mendekati Rahma. Dia meraih lengannya sambil mengusapnya lembut.

HARUN (cont’d)

Sayang, kita nonton bareng ya! Nggak kasian saya nonton sendirian? Nggak kasian saya sudah bela-belain pulang kerja singgah beli CD?

Rahma kembali mendesah ragu. Tapi akhirnya pelan-pelan, dia mengangguk juga.

Harun tersenyum lebar. Dia langsung mencium pipi Rahma. Kemudiam, dia mengambil remot, lalu memencet tombol play.

TV menyala.

Kita langsung lihat ekspresi Rahma yang mulai tegang.

CUT TO

2. INT. RUMAH RAHMA - KAMAR TIDUR – MALAM (LATER)

 

Rahma tidur dengan gelisah. Dia berpeluh hebat. Berkali-kali dia memutar kepalanya ke kiri ke kanan. Sampai kemudian, dia terbangun kesetanan seraya menjerit. Napasnya sengal-sengal.

Harun yang sementara baring pelan-pelan membuka matanya kemudian bangkit.

HARUN

Ada apa, Sayang?

Rahma masih cukup berkeringat dan badannya agak bergetar. Dia langsung meraih Harun, lantas memeluknya erat.

HARUN (cont’d)

Mimpi buruk ya? Nggak apa-apa, Sayang. Itu cuma mimpi.

CUT TO

3. INT. RUMAH RAHMA - KAMAR TIDUR – PAGI

 

Harun membuka gorden kamarnya sehingga cahaya yang berhasil masuk menerpa wajah Rahma yang masih tertidur. Saat itu, Harun baru saja selesai mandi. Dia hanya memakai handuk.

HARUN

Bangun, sayang!

Rahma belum membuka matanya meskipun dia sudah bergerak demi memiringkan badannya ke kanan.

Harun lalu membangunkan Rahma sambil menepuk-nepuk pundaknya.

HARUN (cont’d)

Nggak mau terlambat, kan, Sayang?

Rahma lalu pelan-pelan membuka matanya, dan…

POV Rahma: Terlihatlah sosok berwajah buruk rupa. Matanya merah. Hidungnya besar dan lancip. Pipinya hitam retak-retak. Dan punya senyuman yang sangat mengerikan.

Rahma menjerit ketakutan. Dia bangkit sambil menutup wajahnya.

HARUN (cont’d)

Kenapa, Sayang?

Merasa mendengar suara Harun, Rahma membuka lagi tangannya pelan-pelan, lalu memperhatikan sosok di hadapannya, dan lagi…

Rahma kembali melihat sosok berwajah buruk rupa tersebut.

Rahma pun sekali lagi menjerit ketakutan. Dia bahkan segera loncat dari tempat tidur lalu menjauh. Badannya tampak bergetar.

HARUN

Sayang, kamu kenapa?

Harun mencoba mendekat. Tapi, Rahma malah berteriak mengusirnya.

RAHMA

PERGI!

HARUN

Sayang, ini saya. Harun. Suamimu.

Di antara celah-celah jarinya, Rahma berujar pelan dan heran.

RAHMA

Harun?

ZOOM OUT

OVER BLACK

OPENING TITLE

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar