Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Perfect Strangers - Script
Suka
Favorit
Bagikan
7. ACT 7 (SCENE 110-121A)

110. EXT. WISATA BALON UDARA, KAMPUNG GAJAH — AFTERNOON

Davela dan Tristan berjalan menuruni bukit.

Kita melihat mereka berjalan menuju BALON UDARA yang terikat dalam posisi tinggi.

Davela dengan sangat gembira naik menaikinya, Tristan menyusul di belakangnya.


111. EXT. DALAM BALON UDARA, KAMPUNG GAJAH — AFTERNOON 

Davela naik balon yang sudah diisi gas. Balon perlahan meninggi tetap dalam prosisi terikat.

Davela menatap ke arah bawah.

POV Davela: Kamera LS pada pemandangan PERBUKITAN HIJAU yang asri. BACK TO:

Davela menatap sekeliling dengan penuh senyuman dan berhenti pada SATU TITIK, lurus ke depan. Sedetik kemudian, ekspresinya berubah sedih.

Davela mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri.


DAVELA

(menunjukkan sebuah foto pada Tristan)

Pas lagi beresin perlengkapan Kak Iris buat dibawa ke RS, gue nemu ini di nakasnya.


Tristan melihat sebuah foto. Foto yang memperlihatkan Radif, Iriska, dan Rio mengenakan seragam SMA dengan tag nama.

Kemudian pada Radif, kita melihat ada guratan pena merah berbentuk HATI yang membingkai wajahnya.


DAVELA (CONT’D)

Gue bener-bener gak nyangka (beat) kenapa Kak Iris bisa belasan tahun nyembunyiin ini semua. Bahkan ini alasan dia kenapa mau jadi pramugari. (suaranya bergetar) Kalo dia jujur dari awal, semua gak akan jadi kayak gini kan? Gue gak akan mungkin nerima Radif!


Tristan terdiam.

DAVELA (CONT’D)

(terisak)

Selama ini Kak Iris pasti udah menderita banget nahan perasaannya. Dan worst-nya, dia gak bisa cerita ke siapa-siapa... padahal orang terdekat dia ya gue dan Radif! Gue ngerasa udah jadi orang yang paling jahat di dunia, Tan!

TRISTAN

Vel... Oke, gue paham. Tapi di sini gue mau bilang kalau itu bukan salah lo. Lo gak jahat. Perasaan Iris, dia gak mau buka hatinya buat orang lain, itu semua udah jadi pilihan dia sendiri. Lagian, Radif kan memang sukanya sama lo?

Tangis Davela makin menjadi.

Tristan bingung dan mengeluarkan sapu tangan dari kantongnya.

Davela menerimanya dan menyeka lagi air matanya yang membanjiri pipi.

DAVELA

Masalahnya pas di rumah sakit, (beat) pas Iris confess... gue denger Radif ngomong... intinya Radif milih mundur karena nggak mau merusak persahabatannya sama Rio. (beat) It means... sebenernya Radif juga sayang sama Iris. Mereka berdua saling sayang! Iya kan?


TRISTAN

Tapi semua udah masa lalu Vel. Iris dan Radif, udah ngambil pilihan masing-masing. Untuk nggak bersama. Jadi lo tuh gak ada salah sama sekali, tau?

 

DAVELA

Tetep aja, Tan. Gue ngerasa sakit. Sakit banget! Karena setelah gue pikir-pikir, sebenernya Kak Iris jauh lebih paham soal Radif dibanding gue. Kak Iris... (beat) dia yang lebih pantes buat dampingin Radif.


TRISTAN

(menghela napas)

Gue rasa, mencintai bukan seberapa dalam seseorang mengenal pasangannya, tapi seberapa besar dia mau belajar menerima dan mempertahankan apa yang sudah menjadi pilihannya. Pertanyaannya, apa lo udah melakukan itu ke Radif?


 Davela merenung sejenak. Seperti mendapat pencerahan.


DAVELA

Gue selalu berusaha. Tapi sekarang gue bisa apa? Semuanya kacau. Gue nggak tau harus gimana. (beat) Gue bahkan nggak sanggup... nggak sanggup liat muka Kak Iris sama Radif sambil pura-pura nggak tau apa-apa soal ini.


TRISTAN

Lo tenangin diri. Sekarang nggak usah mikir yang berat-berat dulu. Yang pasti, gue janji akan bantu lo cari solusi. Oke?


DAVELA

Thanks Tan. Tapi (bingung) kenapa sih, lo peduli banget sama gue?


Tristan tersenyum sambil memotret pemandangan di depannya dengan kamera DSLR-nya.


TRISTAN

(bunyi jepret)

Emang harus ada alasannya ya? (menatap Vela) Kadang, sesuatu bisa terjadi gitu aja. Yang pasti, gue bahagia bisa ngabisin waktu sama lo.


Tristan kemudian menyalakan recording pada kameranya.

Davela menyadari Tristan sedang merekamnya dan buru-buru menyeka matanya yang sembab.


DAVELA

(menutup muka)

Woy. Malu ah. Jangan rekam gue.


TRISTAN

Cantik kok tetep. Ayo sekarang kasih kesan pengalaman lo naik balon udara ini.


DAVELA

(tersenyum melihat pemandangan)

Gue seneng. Sekarang kita di sekitar ketinggian 30 meter dan gue bisa lihat seisi lembang. (menatap kamera) Yeay! Kita harus ke sini sih lagi sih someday!


Tristan menurunkan kamera. Mematikan rekamannya.

Tristan menatap Davela yang sedang memejamkan mata menghirup udara segar dengan wajah cerah terkena sorot matahari.

Balon udara perlahan merendah.


DAVELA (CONT’D)

Yah, cepet banget sih udah turun lagi.

 

TRISTAN

Mau nambah lagi durasinya?


DAVELA

No. Ini udah cukup banget. Paru- paru gue lega! Thanks ya Tan. Gue seneng banget.


Balon udara akhirnya kembali ke tanah. Petugas membuka pintunya.

Tristan turun lebih dulu, setelahnya mengulurkan tangan dan menarik Davela keluar.

Davela kemudian turun dan berdiri di samping Tristan. Davela tersenyum lagi.


DAVELA (CONT’D)

Yuk! Gue pengen foto di sana! (menunjuk arena tenda camping)


TRISTAN

Oke.


Ketika Tristan melangkah, Davela sengaja ikut menyamakan langkahnya, di mulai dari KAKI KIRI.

Davela tertawa lepas.


DAVELA

Pelan-pelan dong! Kaki gue kan pendek!


Tristan ikut tertawa.

FADE OUT


112. INT. KAMAR DAVELA, RUMAH IBU DAVELA — NIGHT

TITLE CARD: “2 Hari Kemudian.”

Davela sedang bicara di HP.


DAVELA

Moy, lo belom dapet kabar apapun tentang Tristan?


Kita melihat dari jendela kamar BULAN PURNAMA bersinar terang. 


MOYA (O.S.)

Belom... Duh, pokoknya gue pasti langsung kabarin lo kalo dia udah bisa dihubungin.


DAVELA

Kok aneh ya, lusa lalu dia masih jalan sama gue, terus tiba-tiba ngilang gitu aja setelahnya. 


MOYA (O.S.)

Ya mungkin ada urusan keluarga. Soalnya di rumahya juga kosong. Udah lo dulu tidur aja, udah malem ini.


DAVELA

Yaudah deh. Nite.


Telepon berakhir.

Davela baru saja hendak menarik selimut, telepon berbunyi. Davela mengangkat HP.

Kamera CU pada layar HP, menampakkan adanya panggilan telepon dari Tristan.

Davela langsung melompat dan cepat mengangkatnya.


DAVELA (CONT’D)

HALOOO TAN! Lo kemana aja sih? Gue tuh khawatir...


Tiba-tiba ucapannya terhenti, selama beberapa waktu ia sibuk menyimak suara dari seberang. Raut wajahnya pun berubah.

Davela langsung bangkit dan bergegas keluar kamar.


113. INT. KAMAR RAWAT TRISTAN, RUMAH SAKIT — MORNING

Tristan membuka mata.

Kita melihat pandangannya dipenuhi oleh wajah Davela.

Tristan masih dengan oksigen di hidung, tak dapat menyembunyikan senyumnya.


TRISTAN

Hai Vel... Kok lo bisa ada di sini?


DAVELA

(menangis)

Nyokap lo yang hubungin gue!


Pandangan Tristan lurus tertuju pada seorang wanita berambut pendek memakai sweater pink dan celana kulot hitam.

LIDIA (57) yang merupakan Ibu Tristan, berjalan ke arah pembaringan Tristan.


TRISTAN

Ma...

 

LIDIA

Mama gak tega dia tiap hari hubungin kamu tapi kamu cuma diem.


Tristan hanya menghela napas.

Tiba-tiba seorang PERAWAT mengetuk pintu dan masuk.


PERAWAT

Pagi... Ibu Lidia. Maaf menganggu waktunya. Mau menyampaikan info dari admin, ada dokumen tambahan yang perlu ditanda tangani oleh wali. Boleh ikut saya ke frontdesk sebentar, Ibu?


LIDIA

Oh, oke baik. (pada Tristan) Nak, Mama tinggal sebentar ya. (pada Vela) Titip Tristan ya, Vel.


DAVELA

Siap Tante.


Lidia pun keluar kamar bersama perawat.

Setelah pintu tertutup, Davela menatap Tristan tajam.


DAVELA (CONT’D)

Kenapa Tan? Kenapa pernah gak pernah cerita soal kondisi lo? Gue...


Tristan hanya tersenyum lalu meraih tangan Davela.


TRISTAN

Sorry Vel... gue gak mau lo worry. Transplantasi juga berjalan lancar kok. Gue pasti segera sembuh.


Davela mengamati dada Tristan yang masih ditutup perban.


DAVELA

Apa rasanya? Pasti sakit ya?


TRISTAN

Nggak sama sekali. Lupa diri gue kalo liat lo senyum.


DAVELA

(tertawa haru)

Jangan pernah lagi pergi tanpa pamit.


TRISTAN

(terbatuk)

Iya. Maaf. Gue janji.


DAVELA

Janji apa?


TRISTAN

Mulai sekarang gue nggak akan ngilang tiba-tiba dari lo.


Tristan mengangkat jempol.

Davela mengangguk dan ikut menempelkan jempolnya. KITA melihat itu tanda janji mereka. 

BLACK OUT:

 

114. INT. RUMAH TRISTAN — NIGHT

Kita melihat rumah Tristan ramai dengan beberapa mobil.


DAVELA (V.O.)

Dari Tristan gue belajar, (beat) bahwa manusia bisa berjanji. Namun adakala-nya waktu dan semesta nggak berpihak pada janji kita yang kita ucapkan.

 

Beberapa orang BERPAKAIAN SERBA HITAM keluar dari rumah itu sambil membawa tumpukan kardus.


DAVELA (V.O.)

(bergetar)

Tristan Rivandar... menolak jantung barunya.

 

Davela dipeluk Moya. Dido dan Tiyo pun ikut berpelukan dan mereka semua berkaca-kaca.


DAVELA (V.O.)

Dan dia pergi, tanpa pamit. Tanpa satu kata pun. Tanpa ucapan perpisahan.


Davela tiba-tiba menangis keras-keras.


DIDO

Selama ini... Tristan nyembunyiin semuanya dari kita supaya dia bisa ngejalanin hidupnya kayak biasa. Lo gak boleh nangis, Vel. Tristan mau kita sekuat dia... 


Namun Dido malah menangis lebih kuat daripada Davela.

Tiba-tiba orang tua Davela keluar dari dalam rumah dan mengahmpiri.


LIDIA

Semuanya, kami sudah selesai dan mau pamit...


Lidia lalu menatap Davela dan mendekat pada gadis itu.

LIDIA (CONT’D)

(memegang tangan Davela)

Davela, tante ucapkan terima kasih, karena kamu udah nemenin Tristan selama di rumah sakit kemarin.


Lidia lalu menyerahkan sebuah buku pada Davela. Davela melihat pada buku.

Kamera CU pada buku, menampakkan judul SAYAP-SAYAP PATAH yang ada sticky note bertuliskan: “JANGAN LAMA-LAMA BALIKINNYA!” - DAVELA - 


LIDIA (CONT’D)

Ini tadi tante temuin di kamar Tristan waktu beres-beres. Punya kamu kan?


DAVELA

(kaget)

Iya tante. Terima kasih...


Kemudian Davela dan teman-teman mengiring kepergian orang tua Tristan.


115. INT. RUANG TENGAH, APARTEMEN MOYA — NIGHT

Establish memperlihatkan apartemen milik Moya yang bernuansa minimalis.

Davela duduk murung di sofa.

Moya memberinya segelas air putih.


MOYA

Vel, minum dulu. Lo dari tadi sore belom minum. Nanti dehidrasi.


DAVELA

(menerima gelas)

Thanks Moy...


MOYA

Lo malem ini boleh nginep di sini (beat) kalo mau.


DAVELA

Iya. Thanks.


Davela melihat ke arah meja.

Kamera MCU pada meja, pada tumpukan BUAH PALSU di meja di depannya. Kamera CU ke APEL.

FLASHBACK TO:


(BAGIAN DARI SCENE 68)

116. EXT. PUNCAK MONAS — NIGHT

Kamera CU pada Apel.

Davela dan Tristan saat di puncak Monas.


DAVELA

(memandangi apel)

Di saat orang-orang ngasih kue, lo malah ngasih buah. Lo nyuruh gue diet apa gimana?


Davela kemudian tertawa.


TRISTAN

Lo jangan salah, itu ada maknanya.


DAVELA

Apa maknanya?


TRISTAN

Kebahagiaan.


KITA melihat Davela menatap APEL dan Tristan bergantian.


TRISTAN (CONT’D)

Kalo menurut lo di dunia ini gak ada orang yang pengen ngebuat lo bahagia secara cuma-cuma... Mulai hari ini, lo harus percaya... kalo orang itu ada.... Orang itu gue.


BACK TO PRESENT:

 

117. INT. RUANG TAMU, APARTEMEN MOYA — NIGHT

Davela mengambil apel itu, lalu menatapnya dan tak mampu menahan tangis.


DAVELA

(teriak)

Kenapa... Kenapa orang sebaik Tristan cepet banget diambil?


Moya pun langsung memeluk Davela dan berusaha menenangkannya.

BCU Davela mengenggam apel di tangannya kuat-kuat.

FADE OUT.


118. INT. KAMAR TAMU, APARTEMEN MOYA — NIGHT

Sambil telungkup di kasur, Davela meraba pelan STICK NOTES yang menempel di buku puisinya.

Ia pun membuka lembaran bukunya satu demi satu.

Davela mengerutkan kening ketika melihat HURUF-HURUF tertentu di tandainya dengan stabilo kuning.

Davela langsung mencoba mengurutkan huruf demi huruf dan jadilah kalimat:

“Kalo buku ini udah di tangan lo lagi, segera ke studio lo.” Davela terkejut.

Ia segera bangkit dan keluar kamar.


119. INT - STUDIO DAVELA, SEBUAH RUKO — NIGHT

Pintu studio terbuka. Davela melangkah sambil mengatur napas yang tersegal-segal. 

Pertama kali yang ia lihat adalah rak bukunya sudah terisi penuh. 

CUT TO:


Lalu ada turntable.

Ada poster-poster Bossanova.

Davela menahan napas. Sambil menelan ludah, ia berjalan mendekati meja karena melihat sebuah handicam.

INSERT TO:


Davela mengambil handicam itu dan menyalakannya. Tak ada wajah Tristan, rekaman itu hanyalah layar hitam. Ia bingung.

Namun tiba-tiba wajahnya muncul dan Davela melebarkan bola matanya.

TRISTAN (O.S.)

Hai Vel, gue baru aja selesai ngerenov studio lo kecil-kecilan. Yah (beat) gak dalam rangka apa-apa sih. Gue cuma pengen lo kaget. Lo marah apa gak, urusan belakangan deh!


Terdengar Tristan tertawa.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Mulai dari sini...


Di layar kamera terlihat rak buku.

Davela pun terkejut, lalu menatap rak buku di depannya.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Gue isi sama kumpulan puisi dari Khalil Gibran, Chairil Anwar, novel- novel sastra, sampe buku motivasi.


Buat ngisi waktu kalo lo bosen.

Layar video berpindah dinding, memperlihatkan poster-poster Bossanova.


TRISTAN (O.S) (CONT’D)

Gue tau lo suka banget sama poster- poster di kamar gue. Ini gue kasih buat lo semua. Turntable juga... jadi lo gak perlu susah-susah nyari toko kaset yang emang udah punah.


Davela terus mengikuti arah gerak layar handicam, Tristan terus membawanya ke objek lain.

Selanjutnya objek berpindah ke foto-foto yang di TEMPEL DI KACA dan disusun menggunakan TALI PANJANG.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Ini koleksi foto-foto favorit gue selama gue kenal sama lo...


SFX: INSTRUMEN MUSIK MELLOW

Davela memandangi deretan foto-foto itu dan mulai berkaca- kaca. Perlahan Davela menyentuhnya satu persatu.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Ah... ada satu rahasia yang belom pernah gue ceritain. (beat) Sebelum pindah ke rumah lama bokap, gue sempet drop dan pingsan seharian.


Davela melihat lagi layar handicam. Kita melihat Tristan tersenyum.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D) 

Dan gue mimpi cukup panjang. Di dalam mimpi itu, gue ngeliat seorang cewek cantik lagi ngiket tali sepatu anak kecil. Dan ternyata... itu elo. 


Davela lalu melihat foto dirinya sedang mengikat sepatu Rico, anak kecil sekaligus tetangganya di komplek.

Kamera BCU: Davela amat terkejut.

INTERCUT:


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Dalam mimpi itu, gue juga tau segalanya. (beat) Gue tau kita akan ketemu lagi di studio pemotretan...


Davela melihat foto lain saat dirinya tak sengaja in-frame di studio.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Gue tau pengalaman apa yang akan gue lalui sama lo...


Kamera CU pada foto Davela saat sedang maik perosotan di Houbii.

Kamera bergeser ke kanan dan memperlihatkan foto Davela sedang memandang hamparan rumput di atas balon udara.


TRISTAN (O.S) (CONT’D)

Dan gue tahu, hari itu akan ada. Hari dimana gue pergi ninggalin lo.


Tristan menghela napas.


TRISTAN (O.S) (CONT’D)

Look at me, Vel.


Davela buru-buru melihat ke arah layar. Ia menarik napas sambil menahan air matanya yang terus berjatuhan.

TRISTAN (O.S) (CONT’D)

Karena itu, gue enggak berambisi untuk ngedapetin lo dalam cinta. Gue tahu lo udah bersama seseorang. Keberadaan lo… bagi gue sangat cukup sebagai sahabat, dalam keterasingan. Meskipun ini akhir menyedihkan buat gue, tapi ini sekaligus pilihan yang membahagiakan.

INSERT TO:


Kita melihat wajah Tristan berkaca-kaca di layar. Davela juga meneteskan air mata.


TRISTAN (O.S) (CONT’D)

Cause finally, I found you! I just want to spent my times with my perfect stranger. It’s you, Davela Isyani. Thank you, karena lo, hari- hari gue jadi penuh harapan...

 

Davela kemudian melihat FOTO BUNGA BINTANG dengan background wajahnya yang agak blur.

KITA melihat di layar HANDICAM tangan Tristan menunjuk foto Davela bersama Radif sedang berpelukan di depan rumah.


TRISTAN (O.S) (CONT’D)

Maafin gue, Vel... (beat) gue datang ke hidup lo dengan konsep simpel sekaligus rumit. Gue banyak bikin masalah. Khususnya kesalahpahaman di antara lo sama Radif. Gue harap, setelah kepergian gue kalian bisa bersama lagi. (tersenyum) Buat nebus semua kesalahan gue, gue mau ngasih hadiah terakhir yang paling spesial buat lo.


Bahu Davela berguncang. Air matanya bercucuran.

Kita melihat Tristan lalu memindahkan kameranya ke arah TANGGA.

Davela mengikutinya. Ia pun naik ke akses ROOFTOP.


120. EXT. ROOFTOP STUDIO DAVELA, SEBUAH RUKO — NIGHT

Masih dengan mata sembab, Davela tercengang.

Kamera CU pada rooftop di mana ada ayunan rotan, pot-pot berisi bunga bintang, dan lampu-lampu kecil yang dililitkan di tembok.

Davela berjalan ke tepi tembok untuk menyalakan lampunya.

Kita melihat sekeliling Davela jadi remang-remang dan indah.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Gimana Vel? Lo suka?


DAVELA

(menatap sekelilingnya sambil terisak)

Suka Tan. Gue suka sama setiap hal yang lo kasih ke gue...


Davela kembali menatap handicam.

INSERT TO:


Kita melihat di sana Tristan meletakkan handicam-nya, lalu ia merenggangkan otot-otot karena pegal. 

Di layar, Tristan menenjukkan taman baru selesai ditata, dan ia mendudukan diri di ayunan.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Gue rasa ini tempat yang pas buat naruh semua hal-hal yang lo suka itu.


Davela pun ikut duduk di BANGKU AYUNAN.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Di sini... lo bisa duduk di ayunan, ngeliat bintang. Lo bisa sambil baca buku dan merawat tanaman.

BCU Davela teringat sesuatu

FLASHBACK TO:

(BAGIAN DARI SCENE 66)

121. EXT. ROOFTOP STUDIO DAVELA, SEBUAH RUKO — NIGHT

Tristan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Agak lama, hingga Davela bertanya.


DAVELA

Lo nyari apa?


TRISTAN

(menggeleng)

Bukan apa-apa.


DAVELA

Hmm... kalo lo suka apa selain kamera dan Bossanova?


TRISTAN

Kejutan.


DAVELA

Semua orang juga suka kali.


TRISTAN

Tapi gue sukanya ngasih kejutan. Bukan dikasih.

 

BACK TO PRESENT:


121A. EXT. ROOFTOP STUDIO DAVELA, SEBUAH RUKO — NIGHT

Davela melihat ke sekelilingnya lagi sambil menangis dan menutup mulutnya dengan satu tangan.

Davela menaruh handicam di atas meja di depannya, sambil menatap Tristan lagi di layar.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Vel, maaf gue gak bisa nepatin janji gue (menelan ludah) untuk selalu ada di sisi lo. (meneteskan air mata) Tapi, gue harap lo gak akan lupain gue. Seenggaknya, lo sisain sedikit ruang di hati lo, untuk gue.


Kamera CU kepada Tristan menyeka air matanya sambil memberikan senyum terbaiknya.


TRISTAN (O.S.) (CONT’D)

Dan terakhir, gue mau bilang... Segala pilihan yang telah dan akan kita buat adalah jawaban atas hidup kita. Jadi pastikan, pilihan - pilihan itulah yang akan membuat lo bahagia. Dan ketika lo bahagia... itu artinya gue juga akan bahagia.


Suara Tristan menghilang, begitu pula dengan dirinya. Layar handicam berubah BLACK OUT.

Davela menangis tersedu-sedu. Ia menutup mukanya dengan kedua tangan.

Kamera track down saat Davela menghabiskan malam dengan duduk di bangku ayunan sambil merenungkan hidupnya. 

SFX MUSIC MELLOW

FADE TO BLACK.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar