Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Karsa
Suka
Favorit
Bagikan
4. Awal Mula
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. ARENA BASKET — MALAM (FLASHBACK)

Ini adalah pertandingan final basket yang dijalani SMA Karya. Suasana Arena Basket itu sangat ramai dipenuhi penonton. Gemuruh suara dukungan memenuhi seisi Arena. Di sisi lapangan, dari bangku cadangan Andhika berdiri bersama pelatihnya bersiap untuk masuk menggantikan pemain lainnya.

PELATIH

Andhika! Kamu masuk ganti nomor 7.

ANDHIKA

Siap!

Andhika pun masuk ke lapangan. Saat itu Papan skor menunjukan angka 60 - 61, SMA Karya tertinggal satu poin dari lawannya dan waktu hanya tersisa 24 detik di kuarter ke empat itu. Suporter SMA Karya sejenak terdiam. Disisa waktu yang sedikit dan dalam posisi tertinggal itu mereka malah harus bertahan.

Andhika yang saat itu sedang bertahan melakukan blok saat lawannya berusaha melakukan shoot. Ia melompat dan berhasil menepis bola hingga terlempar ke arah rekan satu timnya. Andhika lalu berlari untuk membuka ruang. Rekan satu tim nya melihat pergerakan itu lalu melemparkan bola jauh pada Andhika yang sedang berlari dan diterima dengan baik olehnya. Andhika malah diam setelah mendapatkan bola. Seketika kedua matanya menatap ring yang masih sangat jauh itu, lalu melemparkan bola sekuat tenaga. Seketika seisi Arena hening. Waktu serasa melambat. Bola itu masuk dengan mulus kedalam ring bersamaan dengan suara bel yang menandakan waktu pertandingan usai.

Andhika hanya diam terpaku seakan tidak percaya. Tubuhnya masih terdiam namun matanya melirik ke arah papan skor yang menunjukan angka 63 - 61 untuk kemenangan SMA Karya.

ANDHIKA

JUARA!!

Teriak Andhika dengan penuh semangat sambil merentangkan kedua tangannya. Suara penonton yang hening seketika berubah menjadi riuh. Anggota tim basket SMA Karya berlarian menghampiri Andhika lalu mengangkatnya dan merayakan kemenangan bersamanya. Namun tiba-tiba salah satu pemain tim lawan berlari ke arah Andhika lalu mendaratkan pukulan di wajahnya. Karena kejadian itu, kericuhan pun tidak terbendung. Saat para pemain sedang bersitegang, beberapa penonton menyelinap masuk ke area lapangan lalu ikut menambah besar kericuhan yang terjadi.

Beberapa anggota kepolisian yang berjaga disana masuk ke kerumunan berbekal tongkat besi lalu menarik beberapa orang termasuk Andhika. Kericuhan mulai mereda, siswa yang terlibat keributan berlarian meninggalkan Arena.

ANDHIKA

Kami sedang melakukan selebrasi, tapi salah satu dari mereka menghampiri kami dan memulai keributan.

Andhika menjelaskan dengan wajah yang mulai membiru dan darah sedikit keluar dari bibir bawahnya.

PEMAIN LAWAN

Itu bukan selebrasi, itu provokasi!

POLISI

Semuanya salah, saya akan buat laporan pada pihak sekolah terkait kejadian ini.

ANDHIKA

Tapi Pak! Disini saya korban.

POLISI

Jangan mengaku jadi korban, kalian semua ini pelaku. 

EXT. LAPANGAN UPACARA — PAGI (FLASHBACK)

Bu Atut sedang memegangi surat kabar ditangannya. Ia berdiri didepan para murid yang berbaris saat upacara. Di barisan terpisah Andhika dan seluruh anggota tim basket SMA Karya berdiri terpisah dari barisan siswa lainnya. 

BU ATUT

“Kompetisi Basket Antar SMA Berujung Ricuh. Suporter dan Pemain Saling Serang.” Berita kericuhan menjadi tajuk utama surat kabar ternama dan membawa nama SMA Karya. Saya harus bangga? Atau kecewa?

Bu Atut tegas berbicara di depan barisan para siswa. 

BU ATUT (CONT'D)

Ini alasan saya tidak setuju dengan ekstrakulikuler. Karena kejadian ini, saya akan menutup semua ekstrakulikuler kecuali klub matematika, sains dan komputer.

Riuh siswa terdengar karena kekecewaan terhadap keputusan Bu Atut. Dari barisan yang terpisah, Andhika maju.

ANDHIKA

Ibu ga bisa seenaknya gitu dong! Kami sudah berhasil membawa piala untuk sekolah tapi Ibu malah menutup ekstrakulikuler? Ini ga adil! Lagi pula, keributan itu bukan kami yang buat, tapi sekolah lawan.

(menatap tajam)

BU ATUT

Untuk apa piala jika nama sekolah jadi tercoreng? Sudah sering saya mendengar masalah dari siswa seperti kalian. Kalian bersekolah untuk berprestasi, bukan membuat malu nama sekolah.

ANDHIKA

Jadi menurut Anda, piala yang kami dapatkan kemarin bukan prestasi?

BU ATUT

Prestasi itu mengharumkan nama sekolah bukan memalukan. Lagi pula masih ada klub matematika, sains atau komputer yang tidak saya tutup. Kegiatan di klub itu tidak akan menimbulkan kericuhan seperti klub basket.

Bu Atut berdiri menghadap Andhika yang sudah berjalan sangat dekat dengannya. Andhika berbalik menatap para siswa yang hanya menatapnya.

ANDHIKA

Kalian semua kok diem aja? Apa cuma gue yang ngerasa ini ga bener?

Dari arah barisan siswa, Tiara berjalan maju dan berdiri di samping Andhika.

TIARA

aya juga tidak setuju Bu, kenapa klub bidang seni juga ikut terkena dampaknya?

BU ATUT

Klub itu membuat nilai kalian di Kelas menurun dan juga membuat kalian sering meninggalkan pelajaran untuk dispensasi. Keputusan ini sudah bulat. Silahkan kalian kembali ke barisan.

Dari barisan guru, Damar berjalan menghampiri Andhika dan Tiara. Damar merangkul kedua siswa kelas satu itu lalu menggiringnya keluar dari area upacara. Damar sedikit kewalahan karena Andhika masih terus melawan. Damar membawa dua siswa itu kebelakang sekolah dipelataran sebuah sanggar.

EXT. PELATARAN SANGGAR — MOMENTS LATER (FLASHBACK)

Andhika melepaskan rangkulan Damar dengan wajah masih penuh esmosi.

ANDHIKA

Kenapa Pak? Anda juga menganggap kami hanya pembuat masalah?

DAMAR

Denger! percuma kalian melawan Bu Atut seperti itu. Keputusan ini sudah di setujui guru lainnya dan sudah jadi keputusan sejak lama.

TIARA

Iya para guru, termasuk Anda kan?

(menatap kesal)

DAMAR

Sebelum kalian, saya sudah lebih dulu membantah ini. Tapi percuma, suara satu orang jelas kalah.

Damar sambil mengubah posisinya menjadi duduk di tangga sanggar.

DAMAR

Bu Atut sudah menunggu waktu yang tepat untuk mengumumkan ini. Tapi alasan nilai pelajaran yang turun belum terlalu kuat. Insiden kemarinlah yang jadi momen paling tepatnya.

Andhika terdiam sejenak untuk mencoba meredam emosinya

ANDHIKA

Kita harus bicara dengan Bu Atut, saya harus jelaskan kronologi kejadian kemarin.

DAMAR

Percuma, Bu Atut tidak akan percaya. Apalagi ditambah oleh tulisan di media massa yang terbit tadi pagi.

TIARA

Terus kita harus gimana Pak?

DAMAR

Kalian harus membuktikan pada Bu Atut kalau kegiatan ekstrakulikuler bukan alasan nilai kalian turun. Saya ingin kalian dapat nilai bagus saat ujian akhir semester nanti. Hanya itu caranya.

Damar menatap kedua siswa di hadapannya. Mata Andhika menatap Damar seakan setuju dengan solusi yang seakan seperti tantangan baginya. Tiara pun seakan setuju dengan apa yang Damar ucapkan.

DAMAR

Saya akan bantu kalian belajar.

ANDHIKA

Saya setuju.

TIARA

Gue ikut.

DAMAR

Sepulang sekolah, saya tunggu kalian disini.

Damar sambil berjalan pergi meninggalkan pelataran sanggar.

INT. SANGGAR — SORE (FLASHBACK)

Andhika dan Tiara duduk sambil fokus melihat ke arah Damar yang sedang menjelaskakn di papan tulis. 

Diwaktu lain, Andhika sedang memainkan Drum.

Damar dan Tiara sedang memperhatikan Tiara yang menari sendiri dengan luwesnya. 

INT. RUANG KELAS — PAGI (FLASHBACK)

Guru membagikan kertas ujian pada semua siswa termasih Andhika

Andhika mengerjakan soal itu dengan mudah

INT. RUANG GURU — SIANG (FLASHBACK)

Andhika berdiri di depan pintu Ruang Guru

ANDHIKA

Permisi, ada apa ya saya di panggil kemari?

BU ATUT

Masuk!

Andhika perlahan masuk ke Ruang Guru dan berdiri di hadapan Bu Atut. Didekatnya dua orang guru berdiri memperhatikannya dengan tatapan aneh.

BU DIAN

Hasil ujian kamu semuanya hampir sempurna, saya tau kamu pasti mencontek!

Ucap BU DIAN (37), seorang guru wanita yang berdiri di samping Andhika. 

Andhika melihat diatas meja didepannya ada beberapa lembar jawaban ujian miliknya yang tertulis nilai 100, 95 dan 97.

ANDHIKA

Saya ngerjain semua sendiri Bu. Saya tidak nyontek.

BU DIAN

Terus gimana caranya siswa seperti kamu dapet nilai tertinggi di kelas kalau bukan mencontek?

ANDHIKA

Saya belajar, saya berusaha buktikan kalau siswa seperti saya pun bisa dapet nilai bagus.

BU DIAN

Gausah bohong kamu!

Damar mulai agak kesal.

DAMAR

Kenapa kita tidak mencoba memberikan soal berbeda padanya?

Bu Atut menatap Andhika dan Damar tajam sambil mengambil sebuah map dari laci mejanya. Selembar ketas soal dikeluarkan lalu di berikan pada Andhika. Disisi kanan atas kertas itu tertulis "Soal Olimpiade Matematika" dan ada tiga soal didalamnya.

BU ATUT

Saya minta kamu kerjakan semua soal ini di papan tulis. Lengkap dengan cara yang kamu gunakan.

Andhika terdiam, menatap soal itu cukup lama.

BU DIAN

Sudah dibilang, anak bermasalah kaya dia pasti nyontek. Sekarang malah bengong liatin soal. Udah kamu ngaku aja, itu soal ga akan selesai kalau hanya di liatin.

(ketus)

Andhika menatap mata Bu Dian tajam. Tangannya mengambil spidol yang ada di meja lalu menyimpan soal di meja. Dengan cekatan Ia mengerjakan semua soal di papan tulis. Tidak sampai lima menit, papan tulis sudah dipenuhi oleh jawaban dari setiap soal lengkap dengan penjabarannya. Andhika berjalan kembali ke arah meja lalu menyimpan spidol disana dengan sedikit hentakan. 

Bu Dian dan Bu Atut melongo pada Andhika.

ANDHIKA

Sudah selesai.

BU DIAN

Belum tentu ini benar, biar saya periksa dulu.

ANDHIKA

Tidak perlu. Saya tidak butuh penilaian Anda. Benar ataupun salah jawaban itu, siswa pembuat onar seperti Saya tetap akan dipandang salah.

Andhika menatap tajam pada Bu Dian dan Bu Atut.

ANDHIKA

Saya pamit. Selamat siang!

Andhika meninggalkan Ruangan itu.

EXT. HALAMAN SANGGAR — SIANG

Damar dan Albertus sedang duduk berdua sambil makan mie ayam. 

ALBERTUS

Jadi awal perkumpulan ini ada itu sebenernya kelompok belajar?

DAMAR

Betul. Nilai Andhika yang hampir sempurna pun ga bisa ngubah pandangan Guru terhadap siswa kaya Andhika. 

ALBERTUS

Walaupun Kak Andhika udah bisa ngabuktiin pun tetep aja?

Damar hanya mangangguk sambil dirinya menyuap mie ayam.

DAMAR

Saya sudah cukup lama mencoba. Tapi sulit karena yang salah disini bukan cuma sistem yang dibikin Bu Atut. Tapi cara para pendidik itu memandang siswa.

Albertus mengangguk setuju.

DAMAR

Mie ayam saya udah abis. Kita balik ke kelas sekarang. 

EXT. LORONG KELAS — SIANG

Albertus dan Damar berjalan bersama. Langkah Albertus terhenti saat melihat Intan yang duduk di kejauhan sedang sibuk sendiri dengan pensil dan kertas ditangannya. 

ALBERTUS

Pak! Kenapa kak Intan terlihat sangat pendiam? Padahal ketika di Sanggar, dia sangat ceria dan cukup banyak bicara?

DAMAR

Dia murid saya yang paling sulit dipahami. Saya menghabisakan waktu cukup lama untuk bisa mengetahui bakatnya.

Damar mengambil sebuah buku dari tasnya. Damar membuka buku itu lalu mengambil sebuah kertas buram yang dilipat menjadi dua bagian yang terselip diantara halaman buku.

DAMAR

Perhatikan dengan seksama semua hal yang ada dikertas ini jika ingin menemukan jawaban pertanyaanmu tadi. 

Albertus menerima kertas itu

DAMAR

Terimakasih sudah makan siang bareng Saya. Sekarang silahkan untuk kembali ke Kelas.

INT. KELAS — MOMENTS LATER

Albertus duduk di kursinya sambil membuka kertas yang dibawanya tadi. Isi kertas itu hanyalah coretan angka-angka seperti bekas dipakai menghitung soal matematika saat ujian.

Albertus mencoba melihat setiap kombinasi angka namun makin kebingungan.

INT. SANGGAR — SIANG

Albertus hanya sendirian berada di Sanggar. Ia datang lebih dulu. Ia masih terus melihat isi kertas yang diberikan Damar. 

DAMAR

Loh kok baru kamu sendiri?

ALBERTUS

Kita yang terlalu cepat pak.

Damar berjalan dan menyimpan tasnya di meja.

ALBERTUS

Pak! Saya sudah perhatikan kertas yang Bapak kasih. Tapi saya ga menemukan apapun. Saya sudah teliti semua kombinasi angka yang ada tapi tidak ada yang aneh. Bahkan kombinasi huruf pun tidak membentuk kata apapun.

DAMAR

Cara pandang kamu yang salah. Coba lihat agak jauh. Jangan jadikan semua coretan itu berdiri sendiri. Jadikan semua itu satu kesatuan yang membentuk sesuatu.

Albertus kaget, coretan angka sembarang itu membentuk gambar wajah seorang wanita yang sedang menjerit. Bagian kepala wanita itu seperti terbelah dan mengeluarkan angka-angka yang tergulung kusut. Tangan sang wanita di gambar itu seperti sedang menggenggam pisau, namun itu adalah kuas yang meneteskan tinta.

ALBERTUS

Ini lukisan?

DAMAR

Karya pertama Intan yang saya lihat. Butuh dua hari untuk saya...

Ucapan Damar terpotong oleh Intan yang baru saja datang.

DAMAR

Nah ini yang punya gambarnya dateng.

INTAN

(tertawa)

Pak Damar masih aja nyimpen gambar itu.

ALBERTUS

Kak Intan! Jadi apa sebenarnya maksud gambar ini?

Intan duduk di hadapan Albertus

INTAN

Wanita di gambar itu adalah isi hati seorang Intan. Sebuah kisah tentang mimpi Intan yang selalu ingin melawan namun tak pernah ada keberanian dalam dirinya. Tentang seorang Intan yang punya mimpi besar namun tidak pernah dan tidak akan pernah mendapat restu semesta.

ALBERTUS

Jadi ekspresi wanita menjerit disini itu gambaran luapan kekesalan?

INTAN

Simplenya sih gitu. Diri wanita itu sudah tidak sanggup akan semua tuntutan yang tertuju padanya. Kepalanya seakan meledak. Matanya berlinang air mata yang sudah tidak bisa lagi terbendung. Padahal mimpi sebenarnya adalah apa yang ada di genggamannya, sebuah kuas untuk melukis. Dan disitu Intan ingin menggunakan kuas untuk melawan.

Albertus melongo melihat Intan yang sedang menjelaskan. 

INTAN

Pak Damar dan Sanggar ini yang bikin aku percaya diri. Diluar sana mungkin orang-orang hanya ngehargai seorang Intan karena selalu juara olimpiade. Yang kenyataannya itu bukan hal utama yang Aku inginkan. Tapi didalam sini kita bebas untuk berekspresi.

ALBERTUS

Jadi ini alasan Kak Intan punya julukan storryteller. Karena Kak Intan jago ngelukis. Dan didalam setiap coretan yang sekilas sembarangan itu ternyata penuh makna.

Tiba-tiba Andhika masuk ke Sanggar.

ANDHIKA

Sotau lo! Storyteller tuh karena dia banyak bacot.

INTAN

Bacot Lo narsis! 

DAMAR

Kalo gitu berati kamu ngasih saya sebutan The Mentor itu karena umur saya paling tua?

ANDHIKA

Tepat!

Mereka tertawa karena candaan itu.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar