Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dari Aksi ke Aksi
Suka
Favorit
Bagikan
6. Dari Aksi ke Aksi VI
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

JANTER

Terus apa?

DIO

Udah selesai sama dunia yang itu? dunia hayalan lo? Udah kesampaian kan mimpi ketemu Tan Malaka? Berarti lo udah bisa fokus pada dunia lo sekarang.

JANTER

Kok lo jadi ngatur ya?

DIO

Iya, gue ngatur. Lo gak muak sama halusinasi lo sendiri? Kalau gue sih muak. Gara-gara imajinasi itu, lo jauh sama orang-orang terdekat yang ngebantui los selama ini, sama gue, Alvin, NOVA, atau lo gak butuh bantuan psikiater? Kalau butuh, gue ada kontaknya nih.

JANTER

Simpan aja, kasih ke orang yang ambisius, asal-asalan, star syndrom, tapi gagal dan sekarang sokngatur-ngatur kehidupan orang

Mendengar ucapan itu, Nova berteriak ke Janter, Dio berbalik arah, secepat kilat memukul Janter – Janter tergeletak, Alvin langsung menahan tubuh Dio - Alvin menarik kerah baju Dio – Nova berteriak untuk menyudahi konflik panas yang sedang terjadi

NOVA

JANTER! DIO, udah!

DIO

Selama ini gue udah sabar ngadepinlo, ocehan lo, kritik lo, lo pikir enak dihakimi tiap hari sama mulutlo ha!

ALVIN

(Menarik baju DIO) DIO! DIO! DIO! Lu kalau benci, gak gini caranya! (melepas tarikannya), kalau dilihat tetangga gimana!? sekarang lu pulang, pulang!

DIO

Lo ngebelain dia? Orang gak tahuyang bikin lo jadi sibuk gak jelas gini! Lo ngebalain dia?

JANTER

Uang dari Teguh masih lo simpankan? Sana ke terapi, bayar pakai uang itu. Tolol

Mendengar ucapan Janter, Alvin dan Nova melihat Dio.

ALVIN

Dio, lu pulang, pulang deh. Ajak Nova. Nov, lu pulang, istirahat, jangan khawatir, gue pastiin semua akan baikbaik aja, oke. Lu percaya sama gue kan?

Nova yang dari tadi menangis makin mengerang - Nova menuruti perintah Alvin. Sekarang hanya tinggal Alvin dan Janter, Alvin membereskan apa-pa yang berserakan akibat keributan yang baru terjadi – Tiba-tiba Janter juga meminta Alvin untuk ikut pergi

JANTER

Udah gak usah dibersihin. Alvin masih membersihkan kotoran di lantai kamar Janter

JANTER

Gue gak minta lo ada di sini, lo punya rumah lo sendiri buat dibersihin.

Alvin tersentak, menatap mata Janter, lalu mencampakkan kotoran-kotoran yang semula mau ia bersihkan ke lantai – mengambil tas dan peralatannya lalu keluar kos – mengucapkan sesuatu tepat di depan wajah JANTER

ALVIN

Jadi gini hasil ketemu TanMalaka? Makin brengsek.

Alvin pergi dan meninggalkan Janter yang tinggal di kos. Tanpa membersihkan terlebih dahulu, ia merebahkan diri di kasur, memandang langit-langit kamarnya. CUT TO:

EXT. HALTE BUS – SORE.

Bus pergi – Janter duduk di halte, menunggu gelap dan langsung menuju Kota Tua

CUT TO:

EXT. WARUNG KOPI, WULAN, 1945 –MALAM, CONT.

Setelah menyusuri jalan yang sama saat mengejar Tan Malaka, Janter duduk di warung kopi tempat ia kemarin – ia memesan kepada pelayan perempuan yang merupakan anaksang pemilik. JANTER Saya kopi hitam satu ya.

PELAYAN

Baik mas.. Janter yang tadi tidak memperhatikan wajah si pelayan, menjadi memerhatikan wajahnya agak seksama – lalu duduk sembarang tempat.

CUT TO:

EXT. KOTA TUA – CONT.

Alvin, Dio dan Nova mendatangi wilayah kota Tua yang sudah sunyi - mereka mencoba mengikuti jejak Janter, ingin mengetahui kebenaran perjalanan waktu yang dialami Janter. Tiba-tiba di balik sebuah dinding di dekat mereka berdiri, terdengar suara seorang sedang memimpin barisan pasukan – Alvin panik, Nova penasaran, Dio yang dari tadi cuek menjadi lebih peduli.

ALVIN

Eh, apaan itu?

DIO

Kayaknya ada tentara di sana.

ALVIN

Tentara?

Dio berjalan mendekati sumber suara, sementara Alvin dan Nova semakin panik dan melarang Dio – seseorang keluar dari lorong tersebut, mengenakan peci dan pakaian formal khas di tahun ‘45.

ALVIN

Haaah! JANTER benar (Ketakutan) Nov, kita di mana Nov, Dio! Lari.

Dio yang sudah melihat lantas bernafas lega – lalu mendatangi tempat Alvin dan NOVA berdiri. DIO Gak ada, cuma orang bikin konten.

ALVIN

Ah kirain (langsung mengubah sikapnya) gue kira ada apaan.

DIO

Halah gaya lo

NOVA melihat sesuatu di dekat situ, handphone Janter yang sudah dalam keadaan hancur dan rusak.

NOVA

Ini handphone Janter kan?

CUT TO:

EXT. WARUNG KOPI, WULAN, 1945 – CONT.

Pelayan perempuan tadi memberikan pesanan kepada JANTER - ia masih terkesima dengan pelayan tersebut..

PELAYAN

Silakan..

JANTER

Iya, terima kasih.

Karena mata Janter yang masih melihatnya, pelayan tersipu malu dan menanyakan maksudnya.

PELAYAN

Pak? Ada yang mau dipesan lagi?

JANTER

Oooh, nggak-engga (gugup)

Si pemilik yang mengetahui interaksi tidak wajar antara keduanya, segera memanggil si pelayan yang adalah anaknya sendiri.

PEMILIK WARUNG

Nduk, masuk. Sudah maghrib.

PELAYAN

Iyaa pak.

selang beberapa saat, Chaerul Saleh datang dan langsung memergoki Janter.

SALEH

Kau suka sama dia? Namanya wulan, anak yang punya tempat ini

JANTER

Eh, Bung.

SALEH

Jangan menikah dulu sebelum Indonesia merdeka sepenuhnya, 100 prosen.

JANTER

Ahh, iyaa. Bung dari mana?

SALEH

(Berbisik) Menyiapkan aksi raksasa, 19 September. Tumben ngopi di sini? Karena si Wulan?

JANTER

Tidak..

Tan Malaka melewati warung kopi, dilihat oleh Janter dan memanggilnya – Saleh berbisik ke Janter.

JANTER

Pak Hussein!

SALEH

Kalian akrab?

JANTER

Sudah, tenang saja (Bicara ke Saleh), mari mari, mampir (Ke Tan Malaka)

Tidak ingin terlihat mencurigakan, Tan Malaka mengiyakan ajakan Janter – dan duduk di sebelah Janter – mereka berdua berhadap-hadapan dengan Saleh.

JANTER

Lalu bagaimana dengan rencana demonstrasi yang Bung bilang sebelumnya (bertanya ke Saleh)?

Janter memancing agar Hussein bergabung dengan pembicaraan mereka. Saleh tidak menjawab, memberi kode-kode agar pembicaraan soal demonstrasi tidak dibicarakan di depan orang yang masih asing.

JANTER

Oh iya, ini pak Ilyas Hussein (memperkenalkanya ke Saleh)

SALEH

Saya Saleh (Menyalam Tan Malaka)

TAN MALAKA

Tenang saja, Bung Saleh, saya sudah mengetahui perihal aksi massa yang akan digelar.

SALEH

Tahu dari mana? anak ini? (Menunjuk Janter)

TAN MALAKA

Anak-anak dari Prapatan 10 memberitahu

Saleh langsung mengerti apa yang dimaksud oleh Ilyas Hussein (Tan Malaka)

JANTER

Prapatan 10?

TAN MALAKA

Penting agar kita punya aksi massa raksasa untuk menabalkan kemerdekaan se-lekas mungkin, jika tidak mau didikte oleh imperialisme Belanda dan Jepang. Oh iya, kalau membutuhkan sesuatu, atau rapat tertentu, tolong saya diberitahu, termasuk perkembangan seputar aksi (berdiri – ingin pergi)

SALEH

Tapi golongan tua ini terlalu penakut, pengecut.

Tan Malaka yang hendak pergi, kembali duduk dan mendengarkan Saleh.

SALEH

Lihat saja pemerintah hingga hari ini, tidak ada nampak upayanya untuk mengisi kemerdekaan.

TAN MALAKA

Untuk itu aksi ini menjadi perlu. Kita perlu membuat strategi agar demonstrasi ini dapat memisahkan yang kawan dari padayang lawan, untuk mengetahui seberapa kuat kawan kita dan seberapa kuat dari lawan kita.

Mendengar penjelasan Ilyas Hussein, (Tan Malaka) Saleh tidak terkejut karena sudah pernah mendengar Ilyas Hussein mengucapkan hal yang serupa dalam suatu forum. TAN MALAKA Kita harus mengubah ketakutan orang Indonesia menjadi keberanian.

JANTER

caranya?

TAN MALAKA

Saya akan mulai dengan salah satu cerita gembala pengecut di sebuah desa, yang kemudian dikenal sebagai pemberani. Ia sangat takut dengan seekor macan-sampai suatu waktu ia menebas macan tersebut menggunakan parang yang ia pegang setiap hari. Kalian tahu mengapa ia menjadi begitu berani?

Saleh dan Janter menggelengkan kepalanya.

TAN MALAKA

Sang macan tadi memakan kerbau si penggembala. Itulah yang mendatangkan keberaniannya yang dahsyat datang, ia merasa kehilangan karena haknya direbut. Demikianlah orang Indonesia. Kita harus memberitahukan kepada mereka hak kemerdekaan, lalu bagaimana hak itu direbut oleh penjajah.

CUT TO:

INT. RUANG KELAS – SIANG.

Dosen baru selesai memberi kuliah di kelas JANTER menyapa teman-temannya yang lain, tanpa melirik Alvin sedikit-pun.

DOSEN (O.S)

Oke, sampai di sini dulu, materi selanjutnya akan kita bahas minggu depan. Untuk materi hari bisa didownload di website saya ya.

MAHASISWA/I

Iyaa pak.

JANTER

Gue duluan ya (Kepada teman-teman kuliahnya)

CUT TO:

EXT. RUANG E2 – SIANG.

Nova, Dio dan Alvin duduk bertiga, dengan makanan dan minuman masing-masing, membicarakan situasi mereka dan kondisi Janter.

ALVIN

Udah Nov, jangan terlalu khawatir.Dia sehat kok

NOVA

Mck, enggak, gue gak mikirin JANTER kok

ALVIN

Bahkan dia juga udah gak negor gue lagi

NOVA

Seriusan?

DIO

Bisa gak satu hari kita gak ngobrolin JANTER? JANTER bukan satu-satunya orang yang perlu kalian, ahhhhh! Kalian lupa ya, kalau gue juga perlu banget sama dukungan kalian? Kalian sadar gak? Tapi obrolan setiap kita ketemu, JANTER lagi, JANTER lagi! Gue juga punya masalah Nov, Vin! Coba, setelah insiden kemarin, ada gak kalian nanya kabar gue? Ha? Semua fokus ke JANTER.

Alvin dan NOVA terdiam mendegar keluh kesah Dio – lalu Nova balik bertanya ke Dio.

NOVA

Lo kenapa? kok tiba-tiba?

ALVIN

Kenapa sih lo makin suka ngaturngatur? Lo iri?

DIO

Iya, gue iri! kenapa?!

NOVA menundukkan dan menutup matanya yang mengeluarkan air mata – Alvin membalas perlakuan Dio.

ALVIN

Lu kelewatan yo.

DIO

Lo juga. JANTER lo belain terus,gue kapan lo bela!? Kenapa? Karena lo sering tinggal di tempat dia ya kalau orang tua lo ribut? Alvin memukul pipi Dio - yang kemudian dilerai Nova dengan berteriak.

NOVA

Dio! Alvin!

Beberapa mahasiswa yang mendengar teriakan Nova berkumpul di sekitar mereka, melihat kelompok Mahasiswa yang bersahabat ini baku pukul.

ALVIN

Asal lu tahu, ketika lu diserangsama politisi itu, kita semua ngekhawatirin lu, tapi lu bilang apa?Gak perlu. Eh, lu ingat gak orang-orang terdekat saat lo menangsebagai ketua BEM? Gue! NOVA! JANTER! Yang bantuin lu setiap bikin acara, demonstrasi, pamflet? Ingatan lu tuh perbaiki!

DIO

Ohh jadi itu, lo maungungkit-ngungkit itu? Ternyata pertemanan ini gak ada bedanya sama pertemenan-pertemanan palsu di luar sana.

ALVIN

Lu gak nyadar, udah hianati kepercayaan kita dengan nerima duit si Teguh?

Dio mengambil tasnya, dan beranjak pergi meninggalkan NOVA dan Alvin.

NOVA memegangi handphone Janter dan masih menangis - sementara Alvin tampak gusar..

CUT TO:

INT. PERPUSTAKAAN – SIANG

JANTER mencari-cari buku tentang Tan Malaka yang belum ia baca – ia menemukan buku karya Harry Poeza di salah satu rak, yang menceritakan situasi Tan Malaka dan Indonesia paska pembacaan Proklamasi JANTER duduk di perpustakaan membaca halaman/halaman dengan telaten, menyamakan garis waktu saat ia di dunia Tan Malaka.

JANTER (O.V)

Ooh, Menteng 31, ini Prapatan 10. Tan Malaka bertemu Sukarno? JANTER mencatat tanggal-tanggal penting dan berniat mengonfirmasi waktu-waktu itu jika ia bertemu dengan tokohtokoh yang dikisahkan dalam buku itu.

CUT TO:

EXT. HALAMAN PERPUSTAKAAN – CONT.

Setelah terlibat konfrontasi dengan Nova dan Alvin, Dio pergi ke halaman perpustakaan – duduk-duduk di sana menenangkan isi kepalanya. Tidak berapa lama, ia melihat JANTER keluar dari perpustakaan – JANTER berjalan ke arah Dio.

JANTER yang ingin kembali ke parkiran berselisih dengan Dio yang duduk di halaman, mereka berpapasan tanpa mengucapkan satu kata pun. Wajah Dio yang merah, menyesal sekaligus frustasi terhadap situasinya dan pertemenannya. JANTER berjalan ke arah parkiran dengan wajah dingin.

CUT TO:

EXT. RUANG E2 – SIANG.

NOVA menangis tersedu-sedu - Alvin yang masih murka dengan ucapan Dio.

CUT TO:

EXT. TEPI JALAN, 1945 – MALAM.

Jakarta hujan lebat, Janter yang ingin mencari temannya terpaksa menepi untuk berteduh. Di sana ia melihat para tentara Jepang berpatroli dengan senjata lengkap – mereka juga menanggalkan beberapa poster berisi pesan kemerdekaan yang lengket di pohon dan dinding-dinding. Tidak terlalu lama, dari kejauhan seseorang berlari ke arah janter, ternyata ia adalah Tan Malaka yang juga ingin berteduh.

TAN MALAKA

Kau rupanya. Sudah lama? (Membuka helmnya)

JANTER

Tidak, saya juga baru berteduh.

Tan Malaka membenahi badan dan mengipas-ngipas badan dan mengosok-gosokkan tangganya, mengambil secarik kertas dan memastikan kertas tersebut dalam kondisi yang baik-baik saja.

JANTER

Simpan di tas saya saja dulu

TAN MALAKA

Ah, tidak usah (kembali melipatkertas tersebut)

JANTER

Surat penting?

Tan Malaka tidak menjawab pertanyaan Janter. Suara guntur bersahut-sahut-an membuat mereka harus berbicara dengan suara yang agak lantang.

JANTER

Menggelegar, seperti Bung Karno. Apa yang bapak pikirkan tentang Sukarno?

Tan Malaka terkejut.

TAN MALAKA

Heh, kenapa tiba-tiba? JANTER Hanya penasaran saja

TAN MALAKA

Kau baru pulang keliling?

JANTER

Tidak. Ada yang harus dikerjakan siang hari.. hanya bisa sore sampai malam. Sekarang saya menuju tempat mereka

TAN MALAKA

Begitu.. kawan-kawan-Mu terlihat sangat sibuk.Pertama kali saya bertemu Sukarno saat di Bayah. Ya, kami berdebat soalkemerdekaan. Dia berharap Indonesia berbakti terlebih dulu terhadap Jepang.

JANTER

Tidak menggelegar seperti biasanya..

TAN MALAKA

Hm. Kami memiliki perbedaan dalam banyak hal. Bagi saya, kemerdekaan akan Indonesia akan menjadi sekaligus tanda kemenangan. Tanpa harus menunggu balasan dari Jepang.

JANTER

Merdeka 100 persen

TAN MALAKA

Merdeka 100 persen

JANTER

Lalu, sekarang Sukarno sudah tahu keberadaan Pak Hussein?

Tan Malaka kembali terkejut dengan pertanyaan Janter.

JANTER

Pak Hussein sudah bertemu lagi dengan Bung Karno?

Tan Malaka mencoba tenang.

TAN MALAKA

Sudah sepantasnya anak mudapenasaran terhadap segala hal. Sukarno sudah tahu identitas saya dan tahu keberadaan saya (berbisik).

JANTER

Sudah pernah bertemu?

Tan Malaka melihat langit dan merasa hujan berangsur-rangsur reda.

TAN MALAKA

Belum, aku belum bisa memberimu jawaban. Fokus-lah terlebih dahulu ke pergerakan, baru fikirkan yang lain

Mendengar jawaban Tan Malaka, Janter tersenyum kecil.

TAN MALAKA

Yang paling penting saat ini adalah memastikan kemerdekaan Indonesia, sebab, di hari-hari mendatang, konflik akan semakin meruncing. Di hari-hari itu, kesadaran politik dan kegiatan revolusioner rakyat kita harus tumbuh di seluruh lapisan rakyat kita, tanpa konpetai-konpetai ini menyadarinya. Ia harus seperti Padi, yang tumbuh tidak berisik.

3 perempuan – yang salah satunya adalah Wulan jalan terburuburu di depan Janter dan Tan Malaka berteduh, Wulan menatap Janter malu – dan sebaliknya..

TAN MALAKA

Hujan sudah reda, Saya pergi dulu.

JANTER

Hati-hati pak Tan.

Tan Malaka memukul kepala Janter. Janter menyusuri jalan dengan berlari sambil menutupi kepala dengan tangannya. Tan Malaka kembali memastikan kertas yang disimpannya masih dalam keadaan baik, sampai ia melanjutkan kembali perjalannya,

CUT TO:

EXT. JALAN RAYA, SEPEDA, 1945 – MALAM.

Wikana dengan sepedanya baru menyelesaikan sebuah urusan. Ia melihat Janter yang sedang kebingungan, Wikana memanggil Janter.

WIKANA

Ter! Janter! mau ke mana?! Janter menghampiri Wikana. JANTER Saya mencari kalian, tapi lupa * jalannya.

WIKANA

Yasudah, naik.

JANTER

Tapi bisa pelan-pelan, kan?

WIKANA

Naik,

CUT TO:

EXT. JALAN, DI SEPEDA, 1945 – CONT.

Mereka berdua berboncengan menujugedung Menteng 31.

WIKANA

Aku makin menyesal pernah mencurigaimu mata-mata.

JANTER

Kenapa?

WIKANA

Arah jalan saja tidak tahu..

CUT TO:

EXT. LUAR GEDUNG MENTENG 31, 1945 – CONT.

Wikana dan Janter tiba di di depan Gedung. Wikana merapikan posisi sepeda dan membagi bawaannya kepada Janter.

WIKANA

Bersikap biasa saja. Semuanya sedang sibuk, semua bergotong-royong, tawarkan bantuan-mu kepada kawan-kawan yang lain. Persiapan menuju 19 September semakin dekat

JANTER

Baik..

CUT TO:

INT. DALAM GEDUNG MENTENG 31, KAMAR INTEROGASI, 1945 – CONT.

Janter dan wikana masuk - suasana dalam gedung sedang sangat sibuk, tapi tidak berisik, takut menimbulkan kecurigaan dari luar – Wikana mengajak Janter ke kamar interogasi untuk mengemasi barang yang dibawa Wikana dan menjelaskan kepada Janter mengenai rencana yang sedang disusun kelompok Menteng 31

WIKANA

Hari-hari ke depan kita akan sibuk mengurusi aksi raksasa tanggal 19 september, 6 hari lagi. Menteng 31 akan menjadi komite van Aksi, yang mengurusi seluruh kegiatan propaganda dan agitasi. Beberapa alat sudah disebarkan sejak seminggu yang lalu, malam ini kita * akan menyiapkan sisanya untuk disebar besok..

JANTER

Lalu, saya harus?

WIKANA

Ya bantu. Cari Saleh, katanya propaganda yang dia tulis memuat inspirasi sosok yang bertemu dengan kalian...

JANTER

Ilyas Hussein.

WIKANA

Bukan urusanku. Cepat beresi barang barang itu dan bantu kawan-kawan yang lain..

CUT TO:

INT. GEDUNG MENTENG 31, RUANG BELAKANG, 1945 – CONT.

Semua orang mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Janter menggergaji bambu untuk bendera merah putih – di sebelahnya, Saleh mengetik sesuatu, Kamerad 1 mendatangi Saleh. Kamerad 1 menyerahkan sebuah dokumen pada Saleh.

SALEH

Ohh, berikan pada Aidit, dia yang mengurusi seputar perlengkapan itu..

JANTER

Aidit? D.N Aidit?

SALEH

Tahu Aidit? Seingat saya kalian belum pernah bertemu

JANTER

Pernah dengar namanya saja

SALEH

Terkenal juga anak itu. Bung tidak pernah kelihatan siang hari..

JANTER

Masih ada kesibukan lain Bung..

Janter lanjut menggergaji bambu-bambu – melihat seluruh kerja sama yang terjalin dalam satu gedung mengingatkannya pada saat ia, Alvin, Dio, Nova dan teman-temannya yang lain. Saleh memutarkan kursinya dan menghadap Janter

SALEH

Saya baru ingat, Kapan lagi bertemu dengan tuan Hussein itu?

JANTER

Tadi saat menuju ke sini.

SALEH

Kenapa tidak diajak! Lain waktu, kalau mau bertemu beliau, ajak saya lagi.. sudah lama terdengar desas-desus pemikiran beliau cemerlang, tapi saya masih khawatir kalaudia mata-mata Jepang

Saleh kembali ke posisi semula dan mengetik kembali.

SALEH

Besok ke warung si Wulan lagi?

JANTER

Mungkin (malu-malu)

CUT TO:

EXT. JALAN RAYA, DI SEPEDA, 1945 – CONT.

Kamerad 1 diminta membonceng Janter untuk mengantarkannya pulang ke Warung Kopi.

KAMERAD 1

Kenapa tidak tidur di sana saja?

JANTER

Sudah terlalu ramai, saya sungkan

KAMERAD 1

Sama kawan-kawan kolektif tidak boleh sungkan Bung.. Apalagi saya lihat, bung sudah akrab dengan BungSaleh, Bung wikana..

JANTER

Mungkin belum terbiasa.. Mereka orangorang hebat ya. Bung Saleh, Wikana

KAMERAD 1

Bukan hebat lagi, tapi sakti! Hahaha

JANTER

Hahaha.. Jadi karena mereka Bungyakin kalau perjuangan ini berhasil?

KAMERAD 1

Tapi, tidak serta merta. Mungkin mereka pintar, berhasil membina hubungan kolektif dengan semua elemen, memperlakukan kawan secara setara, bekerja keras. Tapi tanpa keberanian rakyat Indonesia, mereka tidak akan bisa apa-apa. Jadi sama-sama kerja, sama berjuang, semoga sama-sama menang. Kamerad 1 mengayuh sepeda dengan santai.

KAMERAD 1

Bukan berarti mereka tidak pernah gagal Bung.. Mereka hanya tidak pernah menyerah.. Saya pernah baca Tan Malaka pernah bilang, Terbentur, terbentur,

JANTER

Terbentuk. Baca buku Tan malaka juga?

KAMERAD 1

Saya cuma mengutip kata-kata yang diucapkan kawan-kawan di Menteng 31.

JANTER

Hebat. Tapi Bung lebih hebat dari Wikana dan Saleh.

KAMERAD 1

Hebat apanya?

JANTER Cara Bung mengendarai sepeda jauh lebih baik dari Saleh, apalagi Wikana Setiap dibonceng Wikana dan Saleh selalu bikin pantat saya sakit..

KAMERAD 1 DAN JANTER

Hahahahaha

CUT TO:

EXT. RUANG E2 – PAGI.

Janter membaca buku Madilog, Nova datang dari belakang dengan dengan wajah keheranan – Dengan hati-hati, Nova duduk di depan Janter. NOVA Kamu gak masuk?

JANTER

Enggak.. Dosennya gak asyik.

NOVA

OOhh.. \

Nova merogoh tasnya – mengambil handphone Janter yang ia temukan di Kota Tua.

NOVA

Ini handphone kamu kan? (menunjukkan handpone)

JANTER tidak mejawab. Nova Meletakkan handphonenya di atas meja – lalu mendorongnya ke arah Janter.

JANTER

Dapat di mana? (mengambil handphone)

NOVA

Kota Tua

JANTER Memerhatikan handphonenya dengan seksama - masih takjub.

JANTER

Kok bisa? Makasih..

NOVA

Makasih untuk apa?

JANTER

Untuk handphonenya, udah dijaga..

Nova kecewa dengan jawaban Janter– ia kembali mengecek kembali handphonennya. * 88.

NOVA

Aku masuk dulu ya, dosennya sudah otw.

JANTER

Okeee-oke..

Setelah berjalan, Nova kembali mendatangi Janter.

NOVA

Kamu jaga kesehatan. Dio menganggukkan kepalanya. Janter menutup bukunya – kembali memeriksa handphonennya yang rusak.

CUT TO:

EXT. TEPI JALAN, 1945 – MALAM.

Kamerad 1 dan Janter berkeliling kampung, menemui warga dan membagik-bagikan selebaran, poster dan perlatan yang mengundang warga untuk datang di aksi raksasa di lapagan IKADA. Kamerad 1 sudah di sepeda, sementara Janter masih berbincang-bincang bersama warga.

KAMERAD 1

Bung! Ayo Bung.

JANTER berjalan menuju sepeda kamerad 1.

KAMERAD 1

Aku mengantuk. Mau minum kopidulu?

JANTER

Di mana?

KAMERAD 1

Di sana saja, (menunjuk warungwulan), sekalian membagikan poster.

JANTER

Boleh.

CUT TO:

INT. WARUNG KOPI, WULAN, 1945 – CONT.

Kamerad 1 memesan kopi dan gorengannya kepada penjaga warung – lalu ia melihat Wulan yang menyiapkan gorengan – ia memanggil Wulan untuk datang ke mejanya dengan Janter.

KAMERAD 1

Jeng Wulan!

Wulan mendatangi Kamerad 1 dan Janter.

WULAN

Yaa?

KAMERAD 1

Kebetulan. Ini, posternya dan sebaran lainnya sudah selesai. Jeng bisa membagi-bagikannya besok ke kaum ibu dan perempuan kan besok?

WULAN

Oohh bisa-bisa.

KAMERAD 1

Oh iyaa, ini Bung Janter, kawannya Bung Wikana dan Saleh.

Janter dan Wulan bersalaman, tapi tangan mereka menempel cukup lama.

KAMERAD 1

Bung?

JANTER

Eh.. Mereka saling melepas tanganmasing-masing..

WULAN

Hehe, kalau gitu, saya mau ke belakang dulu yaa.

KAMERAD 1

Baik-baik

Kamerad 1 mengganggu Janter, karena salaman yang panjang barusan

JANTER

Kenapa?

KAMERAD 1

Makanya, lain kali, datang lebih sore, biar bisa duduk di sini lebih lama..

Tan Malaka berjalan masuk ke warung itu – Kamerad 1 yang tahu reputasi Ilyas Hussein agak gugup dengan kedatangannya..

KAMERAD 1

Sst, Bung, ini orang miserius, hati-hati kalau membicarakan aksi (berbisik-bisik ke Janter)

Tan Malaka duduk berdekatan dengan Janter dan Kamerad 1.

TAN MALAKA

Bagaimana perkembangan situasi? Aku melihat semangat muncul di mana-mana.

JANTER

Saya tidak tahu persis dan tidak bisa menjelaskan situasinya. Mungkin, Bung (Memberi kode agar Kamerad 1 untuk bicara), Oh iya, beliau juga aktif di Menteng 31.

KAMERAD 1

Saya Sidik.

TAN MALAKA

Saya Hussein, Tenang saja, saya mendukung penuh Aksi raksasa nanti. Anda bisa bicara panjang lebar.

KAMERAD 1

Baik.

TAN MALAKA

Semangat sudah menyala di mana-mana

Janter dan Kamerad 1 berdebat dan saling sikut mengenai apakah orang di depannya perlu menerima selebaran dan poster yang mereka cetak – Tan malaka langsung mengerti masalahnya..

TAN MALAKA

Sudah, saya sudah punya. Informasinya tersebar dengan cepat, bagus

KAMERAD 1

Kami mengerti kalau menjadi BENAR saja tidak cukup, kebenaran itu harus diperjuangkan, untuk itulah kami secara kolektif dan cepat, mau datang dari pintu ke pintu ke rumah rakyat

TAN MALAKA

Tapi perjuangan yang revolusioner pun tidak cukup hanya pada aksi.

JANTER

Kita perlu teori maupun programyang revolusioner untuk melandasi perjuangan kita.

Tan Malaka terkejut mendengar Janter karena kalimat yang ia sampaikan adalah kalimat yang ingin disampaikan oleh Tan Malaka sendiri.

TAN MALAKA

Betul.. Pergerakan revolusioner tanpa dilandasi program dan teor revolusioner pun akan mati dengan sendirinya. Kita bisa melihat banyak contoh, Budi Utomo misalnya.

KAMERAD 1

Lalu bagaimana dengan rencana danstrategi yang sudah bapak dengar?

TAN MALAKA

Saya tidak menyimpulkan terlalu cepat. Mari kita lihat ke mana perjuangan ini akan membawa kita.

JANTER

Jika tujuan demonstrasi ini untuk mengisi kemerdekaan dan memisahkan antara kawan dan lawan, bukankah kita berada di jalur yang tepat?

TAN MALAKA tidak memberikan jawaban.

CUT TO:

INT. GEDUNG BIOSKOP MAXIM, 1945 – MALAM.

Ilyas Hussein alias Tan Malaka tampil untuk pertama kalinya di depan publik, di depan gedung bioskop Maxim – Saleh, wikana dan penghuni Menteng 31 mondar-mandir, mereka menyuruh Kamerad 1 untuk berjaga di luar gedung – mengajak Janter.

JANTER

Ayo Bung, keamanan di luar..

KAMERAD 1

Sebentar, itu kan?? orang yang kita temui kemarin kan?

JANTER

Ohh, iyaa.

CUT TO:

EXT. HALAMAN BIOSKOP MAXIM, 1945 – CONT.

Kamerad 1 bersama Janter dan beberapa kawan-kawan lain keluar * gedung untuk mengamati situasi sekitar – Samar-samar suara Tan Malaka keluar gedung – Kamerad menyalakan rokok.

TAN MALAKA (O.S)

Saya ingin tahu kepada kalian apa tujuan kemerdekaan itu? Tujuan kemerdekaan itu adalah pembebasan, kesejahteraan dan total kita lepas dari kepentingan-kepentingan asing yang memperbudak bangsa ini. Di dalam memperjuangkan kemerdekaan.

KAMERAD 1

Rokok?

JANTER

Tidak, saya tidak merokok..

KAMERAD 1

Pak Hussein itu bukan pria yang biasa-biasa saja. Malah ada yang mengira dia itu Tan Malaka.

JANTER

Ha?

KAMERAD 1

Hanya menebak-nebak. Ia pejuang kemerdekaan yang konsisten, tapi misterius. Saking misteriusnya, namanya dipakai pihak Jepang untuk memukul perjuangan, bahkan mengadu domba. Janter hanya mendengarkan ocehan Sidik.

JANTER

Bung ingin berjumpa dengannya?

Salah seorang pemuda ingin masuk ke dalam gedung, menyalam dan bertanya kabar keduanya.

D.N. AIDIT

Semuanya aman?

SIDIK

Aman Bung

D.N AIDIT

terima kasih..

Aidit masuk.

SIDIK

Itu Aidit

JANTER

Ha? itu dia?

CUT TO:

EXT. HALAMAN GEDUNG BIOSKOP MAXIM - CONT.

Beberapa orang keluar, acara di dalam sepertinya sudah usai. Wulan yang ternyata mengikuti rapat keluar gedung dan sedang mencari-cari temannya, ia mau pulang karena baginya waktu sudahterlalu larut.

KAMERAD 1

Loh, Jeng di sini?

WULAN

Iya.. Bung melihat Sri?

KAMERAD 1

Tidak, tadi sama?

WULAN

Iyaa, saya mau balik, takut bapak khawatir, tapi masih harus nunggu Sri.

Sidik menyarankan agar ia diantarkan oleh Janter.

SIDIK

Mau diantar sama Janter?

WULAN

Tidak usah repot..

SIDIK

Sudah, hitung-hitung dia menambah kawan. Soal Sri biar saya yang urus nanti

Janter tidak mengerti maksud Sidik.

SIDIK

Kok diam saja?

JANTER

Diantar pakai apa?

KAMERAD 1

Itu ada sepeda, bisa kan?

Janter mengambil sepeda, menaikinya dengan susah payah.

KAMERAD 1

Bisa?

Janter yang sudah cukup nyaman dengan sepedanya, memanggil Wulan.

JANTER

Ayo,

WULAN

Baik...

Kamerad 1 membisikkan sesuatu ke telinga Janter.

SIDIK

Hati-hati, jangan dulu nyatakan cinta sebelum demonstrasi ini berhasil kita selenggarakeun.

SIDIK

Hati-hati. Wulan, jika si Janter macam-macam, segera sampaikan ke saya

CUT TO:

EXT. JALAN, 1945 – CONT.

Janter dan Wulan naik sepeda menuju rumah Wulan – Janter mengingat-ngingat perkataan Sidik tentang menambah kawan.

JANTER (O.V)

Kawan? Aku punya Alvin, punya Dio? Nova?

Karena melamun, sepeda yang dikendarai Janter tidak stabil.

WULAN

Bung? Bung? Bung JANTER!

Janter menghentikan sepedanya, dan menanggapi Wulan.

JANTER

Eh, iya.. maaf-maaf. WULAN Bung tidak kenapa-kenapa? biar saya saja.

JANTER

Tidak-tidak, biar saya saja..

Mereka berdua kembali menyusuri jalan dengan sepeda.

WULAN

Sudah lama berteman dengan Bung Sidik?

JANTER

Baru beberapa hari.. Jeng memang aktif di gerakan tadi ya?

WULAN

Yah, lumayan. Tapi masih terbatas hanya karena bapak dan kaum laki-laki yang masih merasa aneh kalau melihat perempuan memperjuangkan kehidupannya

JANTER

Ah, gak jauh beda

WULAN

Tidak jauh beda?

JANTER

Enggak..

CUT TO:

EXT. WARUNG KOPI, WULAN – CONT.

Wulan dan Janter baru sampai di depan rumah sekaligus warung Kopi Wulan.

WULAN

Bung gak minum kopi dulu?

JANTER

Enggak enggak.. saya nanti ditungguin sama kawan-kawan yang lain.. Ee, tadi, gak kenapa-kenapa, kan? Ada yang sakit?

WULAN

sedikit.

JANTER

Waduh, maaf..

Mereka saling membalas senyum, dan suasana awkward - Di dalam dapur warung kopi suara piring berjatuhan terdengar sangat keras ke luar.

JANTER

Waduh, yasudah, saya jalan pulangdulu ya.

WULAN

hati-hati yaa

CUT TO:

EXT. PERKAMPUNGAN, 1945 – MALAM.

Janter, bergantian dengan Wikana, Saleh dan Kamerad 1 keluar masuk kampung, berdiskusi dengan warga setempat – menyampaikan rencana aksi demonstrasi yang akan dilaksanakan di lapangan IKADA.

CUT TO:

INT. GEDUNG MENTENG 31 – MALAM.

Rapat terakhir untuk demonstrasi besar besok hari sedang berlangsung – Janter dan Wikana baru masuk ke dalam gedung setelah keluar masuk kampung – Saleh memimpin rapat – seseorang sedang menyampaikan laporan dan aspirasi untuk mempertajam rencana aksi demonstrasi. Wikana mendatangi Saleh dan membisikkan sesuatu – sementara Janter duduk di barisan belakang.

SALEH

Terima kasih Bung.. ide bagus.. Informasi terakhir, Pak Soewiryo, walikota sudah bulat mendukung demonstrasi besok. Kita sebagai Komite van Aksi akan tetap fokus pada rencana-rencana demonstrasi, sisanya, tentang Soekarno dan Hatta yang belum memantapkan sikapnya biar menjadi bagian urusan kelompok lain (Prapatan 10).

WIKANA

Tidak ada yang bisa membatalkan rencana aksi besok. Besok ada hari di mana rakyat Indonesia bersatu dan mengkuhkan kemerdekaan. Besok bukan lagi Aksi raksasa, rapat raksasa, tapi aksi samodra! Orasi Wikana ini disambut meriah oleh para peserta rapat.

SALEH

Agar tidak lagi ada kek-khawatiran atas kompromi-kompromi yang tidak perlu, saya bersamabung Karni akan di gedung Mahkamah Agung tempat dilangsungkannya rapat kabinet. Dari sana kita akan menekan pemerintah supaya mendukung aksi besok, tanpa tedeng aling!

CUT TO:

INT. RUANG KELAS – SIANG.

Kelas baru saja selesai, Alvin memberanikan diri untuk berbicara dengan Janter, menyempaikan kabar bahwa Dio baru saja dijambret dan luka parah.

ALVIN

Dio dijambret orang.

JANTER terkejut, tidak bisa berkata-kata.

ALVIN

Gue sama Nova jenguk agak sorean..lo ikut?

JANTER

Gue gak bisa. 97.

ALVIN

Hm.. lu udah gak tidur berapahari?

JANTER

(mengusap-usap mukanya) ohh, ini,gue tidur kok.. gue cabut ya, ohiya, gue titip salam ke Dio

CUT TO:

EXT. HALAMAN MENTENG 31 – MALAM.

Suasana chaotic akibat pembubaran massa demonstrasi di lapangan IKADA sudah mulai reda saat Janter tiba – semua orang tampak sumringah tanda pencapaian aksi demonstrasi sudah sesuai dengan harapan - seseorang datang ke Janter, membagi batu-batu kecil sebagai jaga-jaga.

JANTER

Terima kasih.

PRAMOEDYA A. TOER

Saya Pram,

JANTER

Saya Janter.

Janter menyadari sesuatu.

JANTER

Pram? Pramoedya Ananta Toer?

PRAMOEDYA ANANTA TOER

Betul

JANTER merasa takjub.

PRAMOEDYA ANANTA TOER

Pekerjaan mengisi kemerdekaan masih sangat banyak. Tetap hati-hati. Saya ke sana dulu, masih ..

Janter mengitari halaman gedung, mencari seseorang yang ia kenali – ia melihat Wulan tertunduk lesu sendirian – Janter * lari dan menggotong Wulan ke dalam gedung dan memberikan perawatan seadanya

CUT TO:

INT. GEDUNG MENTENG 31 – CONT.

Janter memanggil-manggil pertolongan tapi orang-orang masih sibuk dengan urusan masing-masing – seorang pemuda menyarakan Janter mendudukkan Wulan dan memulihkan kesadaran akibat kelelahan.

Janter membuat Wulan duduk – memberinya minum.

WULAN

Sudah, sudah. Saya gak kenapa-kenapa

JANTER

Gak apa-apa gimana? Istirahat saja, sebentar saya bikinkan teh.

Sidik membawakan teh manis.

JANTER

Terima kasih Bung

SIDIK

Iyaa. Ajak dia bicara.

Janter memberikan minumnya untuk Wulan.

JANTER

Bagian mana yang sakit?

CUT TO:

EXT. DEPAN GEDUNG MENTENG 31 – MALAM.

Suasana sudah lebih tenang, Janter mendatangi Sidik yang * sedang merokok di teras gedung.

JANTER

Berhasil?

SIDIK

Lapangan IKADA berhasil dipenuhi Manusia, sementara posisi Pemerintah masih plin-plan. Sukarno hanya pidato 5 menit! Setidaknya untuk kali pertama, saya bisa melihat wajah keberanian rakyat. Namun ada beberapa yang ditangkap konpetai sialan itu.

JANTER

Siapa saja?

SIDIK

Sedang disusul oleh Bung WIkana dan kawan-kawannya. Bagaimana kabar si Wulan?

JANTER

Sudah jauh lebih baik,

SIDIK

Cepat antarkan dia. Sebentar yang lain * akan tiba di sini. *
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)