Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dari Aksi ke Aksi
Suka
Favorit
Bagikan
4. Dari Aksi ke Aksi IV
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. SEKRETARIAT MAHASISWA – SIANG.

Seluruh perwakilan Mahasiswa berbincang-bincang serius – Dio tiba-tiba masuk dan menumpahkan semua kekesalannya hingga memukul jatuh salah satu Mahasiswa – ia pun dihentikan dan dipukul hingga terjatuh. Ia dipegangi oleh 2 Mahasiswa.

DIO

Apa? Kalian mau ngeroyok gue? Mukul gue? Ikut gue keluar sekarang, ikut gue!(Sambil berupaya melepaskan pegangannya 2 Mahasiswa) Anjing lo semua.

MAHASISWA 1

Tenang Bung, kita bicarakan baik-baik.

Suasana berangsur lebih tenang, pipi kiri Dio lebam, ia coba meredakannya dengan mengompres pipi. Begitu pula Mahasiswa yang ia pukul. Meenyusul insiden tadi, mereka duduk bersama – Mahasiswa bergantian menceritakan detil duduk perkara kemarin hingga puncaknya membuat demonstrasi kemarin anti klimaks - tentang Teguh, ancaman yang mereka alami dan mengapa Dio diekslusi dari pertemuan itu.

Di tengah lingkaran mereka, ada tas yang penuh uang mereka kumpulkan.

MAHASISWA 2

Ini tas yang isinya uang dari Teguh. Kita semua sepakat untuk tidak menerima uang ini.

MAHASISWA 1

Kami mohon maaf sebesar-sebesarnya kepada Bung. Ini semua terjadi karena kesalahan kami semua, dan membiarkan Bung DIO sendiri menanggung semuanya sendirian. Dio membuang kompres untuk lebamnya, ia berdiri membuka tas tersebut satu per satu, melihat langsung jumlah uang yang ada di dalam tas.

DIO

Yakin ini semua tasnya?

MAHASISWA 2

Iya, ini semuanya.. 9 tas.

DIO

Berapa jumlahnya?

MAHASISWA 1

Tidak ada yang hitung.

DIO

Bangsat. Ini semua simpan (Menunjuk uang), gue punya rencana sama uang ini. Dio menendang tas di hadapannya, pergi keluar sekretariat. Ia menyalakan motor, membunyikannya keras-keras dan pergi begitu saja.

CUT TO:

INT. KAMAR KOS – CONT.

Janter dan Alvin menyantap makan siang setelah tidur sejak pagi. Suara motor Dio terdengar, dan segera masuk ke dalam kos.

DIO

Udah, makan aja. Eh, Ter, kemana aja sih lo tadi malam?

Dio masuk ke kamar mandi.

ALVIN

Ketemu Tan Malaka

Dio keluar kamar mandi membawa kompres - duduk di kursi belajar Janter - mengompres pipinya.

DIO

Diem lo..

ALVIN

Tanya aja sendiri..

DIO

Ini Beneran?

JANTER Mengangguk. Dio kembali mengekspresikan kekesalannya akibat pertemuan tadi.

DIO

Orang-orang pada kenapa ya.. Gue pikir Mahasiswa nerima duit puluhan juta dari politisi bakal jadi satu-satunya keanehan gue hari ini. Eh masih ada yang lebih aneh..

ALVIN

Lu ke markas mereka?

DIO

Iya..

ALVIN

Sendirian? terus, pipi lu?

Alvin bangkit dari duduknya.

ALVIN

Kita ke sana lagi Yok.

DIO

Udah, udah selesai, ah!

JANTER

Bentar, kok jadi lo yang kena tonjok?

DIO

Gue nonjok duluan

ALVIN

Kenapa lo gak ajak gue!

DIO

Gak ada aja udah kayak gini, gimana mau ngajak lo

JANTER

Terus uangnya?

DIO

Ada rencana gak?

Tidak mendapat tangapan dari Janter dan Alvin.

DIO

Setelah dipikir-pikir, di antara kita, kok jadi gue yang terlihat paling naif ya. Gue kira yang naif itu kalian.. skeptis gak jelas, pesimis, bahkan fatalis.

ALVIN

Narsis lagi. Bukan cuma lu kok yang ketipu. Kita juga. Ini baru 1 aksi yang gagal dibanding banyak aksi yang lu mobilisir.. Udah lu istirahat aja dulu... atau.. kenapa lu gak temenin Janter aja ketemu sama Tan Malaka?

DIO

Ketemu di mana?

ALVIN

Kota Tua.

DIO

(Menunjukkan muka sedih) Vin, gue ini memang naif, bodoh. Tapi gak gila.

Janter pergi tanpa pamit pada mereka.

EXT. KOTA TUA – SORE.

Janter kembali ke kota Tua sendirian. Ia berjalan mengitari jalanan di lingkungan Kota Tua, mencari-cari warung kopi yang ia masuki kemarin sore. Tapi ia tidak menemukannya. Sampai akhirnya ia mengidentifikasi salah satu warung kopi yang dari jenis bangunannya paling klasik di antara yang lain. Ia masuk ke dalam warung kopi.

INT. KAFE – CONT.

Ia langsung duduk dan mengobservasi isi, tata letak, menu, kalender di cafe tersebut. 51. Melihat pelanggan kebingungan, seorang pelayan datang.

PELAYAN

Maaf mas, menunggu. Ini menu-nyaa. JANTER Masih penasaran, ia melihat pelayan tersebut dari kepala hingga kaki.

PELAYAN

Maaf mas?

JANTER

Oh iya, maaf-maaf. Saya pesan kopi hitam aja...

PELAYAN

Tunggu sebentar ya...

Janter kembali mengamati seluruh isi kafe, kali ini pengunjung yang mendapat sorotan matanya, namun ia belum melihat tandatanda yang memenuhi ekspektasinya. Pelayan kafe datang mengantarkan pesanan Janter.. penasaran dengan apa yang dicari Janter sejak datang, si pelayan memberanikan diri bertanya kepada Janter.

PELAYAN

Silakan mas.. Mas lagi nyari siapaya?

JANTER

Oh, enggak, gak ada. Tapi, mas tahu gak kafe, disekitar sini yang dari bangunannya itu klasik banget, jadul.. Tapi saya lupa nama kafenya..

PELAYAN

Mmmm, klasik ya... Ule Kareng mas?

JANTER

Ha? Mas tahu? Itu di mana?

PELAYAN

Ya, di sini mas.

Janter memalingkan mukanya. Belum setengah gelas diminum, Janter memutuskan keluar dari kafe tersebut. Ia membayar tagihannya di meja kasir, lalu keluar.

CUT TO:

EXT. HALAMAN KAFE/SEKITARAN KOTA TUA – MALAM (CONT).

Setelah di luar, ia memutar-memutar badannya untuk melihat sekeliling, masih mencari warung kopi yang ia masuki kemarin. Ia juga melihat orang-orang bergantian melintasi penglihatannya. Janter kembali melanjutkan perjalannya mencari warung kopi tersebut, kemudian handphone-nya berdering – panggilan dari NOVA.

JANTER

Halo?

NOVA (BY PHONE)

Kamu di mana? Jadi ke Kota Tua-nya?

JANTER

Aku lagi di sini..

NOVA (BY PHONE)

Terus gimana? Dapat warung kopiyang kamu cari?

JANTER

Belum..

NOVA

Hmm (memelas) kamu mau cari sampaijam berapa? Udah deh, pulang aja.. istirahat..

Janter tidak menerima saran NOVA, dan bersiasat dengan pura-pura dipanggil seseorang, ia pura-pura diajak seseorang berbicara untuk mematikan telfon dari Nova.

JANTER

Hei, iya mas. Saya baru aja di sini..

NOVA (BY PHONE)

Halo?

JANTER (BY PHONE)

Halo? Eh iya maaf, ada yang ngajakin aku ngobrol, entar aku telfon lagi ya.. Tuutt.. tutt.. tutt...

EXT. HALAMAN KOTA TUA, MALAM – (CONT).

Janter duduk di tempat ia, Nova, Alvin dan Dio duduk kemarin, memandangi handphonenya, pesan dari Alvin, Dio dan Nova berbondong-bondong masuk, layar handphonenya menunjukkan waktu sudah pukul 9. ia kembali melihat sekeliling, berharap mendapatkan petunjuk agar ia bisa kembali datang ke warung kopi tersebut, menjumpai idola yang ia gilai sejak kuliah.

JANTER

Apa memang beneran mimpi ya?

CUT TO:

INT. BEKAS RUANG 2E – SIANG.

Alvin dan Nova duduk berdua, membicarakan soal DIO dan JANTER.

NOVA

Nyesel gue ngajak Janter ke Kota Tua kemarin. Makin aneh dia.

ALVIN

Kenapa nyesel. Gara-gara ke sana, mood mereka langsung berubah cepat, gak berlarut-larut. Ngeliat apa yang dialami Janter sama Dio, gue jadi ngerti Hidup yang sederhana, yang biasa-biasa aja enak juga Nov.

NOVA

Emang kenapa? ALVIN Hidup mereka itu tuh, ribet. Keadilan, lah. Kesetaraan. Mimpi ketemu Tan Malaka.

NOVA

(Gestur dingin) Tapi gimana caramereka memandang juga bikin gue iri. Janter deh, gue Cemburu tahu sama imajinasiya. Dia lebih sibuk dan asik dengan apa yang ada di kepalanya. Itu cemburu kan namanya? Padahal gak ada perempuan lain..

ALVIN

Gak tahu, Janter mungkin orang paling unik yang pernah gue temui. Gue hampir gak bisa nebak satu punyang ada di pikirannya, kayak yang lu bilang. Dalam satu hari, dia bisa jad iorang yang lu sayang banget, tapi di hari yang sama, dia bisa berubah jadi orang yang pengen lu buang ke laut. Nova tidak menanggapi.

ALVIN

Awalnya gue kagum sih sama merekaberdua, sampai akhirnya.. kami minum kopi bertiga, dan tahu gakmereka berdebat tentang apa? 54.

NOVA

Tentang apa?

ALVIN

Tentang jaringan produksi kopi mulai dari petani sampai ke lidah penikmatnya. Ampun dah!

NOVA tertawa.

ALVIN

Gue sering merasa gak cocok, gue pengen hidup sesederhana yang gue bisa, bangun pagi, minum kopi yak karena minum kopi, bukan mikirin petani.

NOVA

Lo pernah sedih?

ALVIN

Pernah lah, barusan gue sedih, karena dua temen gue telat datang ke sini..

NOVA

Bukan sedih yang itu. Lu coba lihat deh kondisi petani-petani yang didebatin Alvin sama Janter. Industri kopi makin bagus, hidup petaninya gitu-gitu aja, lo pasti sedih. Atau lihat mbak-mbak OB di sana, sama satpam yang di sana, pekerjaannya berat, sering diremehin, tapi apresiasi kita mereka gak layak sama sekali..

ALVIN

Gue bukan orang yang gampang sedih sedih..

NOVA

Gue juga maunya gitu. Tapi, menurut gue, sedih adalah rasa yang memberi kita lebih banyak pelajaran dari rasa apapun. Lo bisa jadi semakin simpatik, empatik ke orang-orang.

ALVIN

Nov? .... Lu udah berapa bulan pacaran sama Janter? NOVA satu tahun 7 bulan..

ALVIN

Oke...

Janter datang dari belakang membawa makanan.

ALVIN

Eh, kok tiba-tiba. Dio mana?

JANTER

Itu, di masih di belakang, ngobrol kali.

ALVIN

Terus gimana cerita perburuan semalam?

JANTER

Apaan sih.. Kalian udah makan?

NOVA & ALVIN

Sudah.

Dio datang dengan wajah yang antusias..

DIO

Ayo makan, makan.

Dio dan Janter makan, setelah selesai, NOVA memecah suasana dengan bertanya kepada Janter soal rencananyaa sore nanti.

NOVA

Kamu jadi ke kota Tua?

Alvin dan Dio terkejut, mereka ikut memberondong pertanyaan pada Janter.

DIO

Bukannya lo udah ke sana kemarin? Lo gak jadi nemenin gue ke sekretariat?

ALVIN

Beneran Ter?

Janter tidak menjawab pertanyaan Dio dan Alvin.. tapi menjawab pertanyaan NOVA.

JANTER

Ntar sore ke sana lagi.

ALVIN

Buset.. Sinting nih orang

JANTER (Merespons Alvin)

Kenapa? Lo mau ikut?

DIO

Kan kita udah janji ke sekretariat bareng?

JANTER

Gue gak bilang janji. Sama Alvin aja sana..

CUT TO:

EXT. HALTE BUS – SORE.

Bus yang ditumpangi Janter melintas - Janter berjalan memulai petualangannya sekali lagi.

CUT TO:

EXT. KOTA TUA – CONT.

Janter kembali memulai pencarian warung kopi itu lagi, ia lebih agresif dengan menanyai beberapa pengunjungg yang di sekitar kota tua. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30. Ia berulang kali menerima pesan dari NOVA untuk hati-hati. Tapi JANTER bersikeras untuk terus mencari lagi sampai pukul 9 malam.

CUT TO:

EXT. HALTE BUS - MALAM (CONT).

Janter merenungi pencariannya malam ini, dan menuruti saran Nova untuk pulang.

CUT TO:

INT. RUANG KELAS - PAGI.

Dosen A itu kembali masuk ke kelas Janter dan Alvin – kali ini ia kesal karena tulisannya tidak dimuat koran.

DOSEN A

Tugas kalian sudah selesai? Silakan kumpul.

Mahasiswa/i mengumpulkan tugas tulisan tangan mereka – Dosen A memeriksa satu-satu – Dosen Amarah – Menyerak tumpukan tugas di depannya dan mengejutkan Mahasiswa.

DOSEN A

Ini yang kalian bilang tulisan?

Dosen A mengangkat salah satu kertas.

DOSEN A

Ini yang kalian sebut tulisan? Ia menyobek kertas tersebut. 57.

CUT TO:

INT. KANTIN – SIANG.

Janter dan Alvin baru masuk dan duduk di kursi kantin.

ALVIN

Dosen gak jelas

Janter sibuk dengan handphone-nya, sementara Alvin gusar melihat sikap Janter – Pesanan sudah diantar - lalu mereka makan. Janter selesai terlebih dahulu, pamit pada Alvin yang makin kesal dengan sikap Janter.

JANTER

Gue duluan (Menggendong tas, menyimpan handphonenya ke kantong)

ALVIN

Hee (heran) lu mau ke mana?

JANTER

Ada deh..

ALVIN

Ke kota tua lagi?

Janter hanya mengangguk – lalu pergi lagi. Kali ini Janter lebih mantap dan yakin bahwa apa yang dilihat di warung kopi tradisional adalah nyata, bukan mimpi.

CUT TO:

EXT. HALTE BUS – SORE.

Janter kembali menuju halaman di Kota Tua, kali ini ia tidak langsung mencari warung kopi tujuannya, melainkan duduk sebentar di halaman. Ia memperluas lingkup observasi mengenai misteri Tan Malaka, Saleh, Wikana dan beberapa naman yang terlibat dengan mereka paska kemerdekaan Indonesia. Langit sudah mulai gelap, JANTER bangkit dan pergi mencari tempat makan atau sekadar minum kopi.

CUT TO:

INT. WARUNG KOPI – CONT.

Ia kembali masuk ke dalam warung kopi aneh itu lagi. Ia memutar pandangannya untuk memastikan ia tidak salah lihat, mengucek-ngucek mata. Lalu ia duduk. Tidak ingin dianggap gila oelh Alvin dkk., ia segera mengambil handphone-nya untuk memotret atau video call teman-temannya– tapi handphonenya tidak berfungsi.

Saleh, bersama seorang temannya, Wikana, datang dari belakang Janter, ia memergoki Janter sedang mengotak-atik handphonenya.

SALEH

Sudah lama tidak nampak.

JANTER

Oh (Memasukkan handphonenya ke dalam kantong)

SALEH

Apa itu?

JANTER

Bukan apa-apa.

Saleh yang dari awal curiga,semakin mencurigai Janter sebagai mata-mata. Wikana mengerti sinyal dari Saleh, tapi mereka menutupinya. Mereka berdua berusaha rileks, duduk di samping dan mengajak Janter bicara.

SALEH

Dari mana saja? Lama tidak kelihatan. Sudah bisa mengingat?

JANTER

Sudah, saya sudah ingat. Bung Saleh.

SALEH

Oh, ingat nama saya. Bagus. Ini Wikana (memperkenalkan temannya)

Wikana dan Janter bersalaman. Saleh kembali ke bangku tempat mereka duduk usai memesan pesanan – Janter gugup, dengan pandangan yang tidak terarah..

JANTER

Eeeeh, Bung apa kabar?

SALEH

Saya? Baik. Masih bermimpi tentang Revolusi!

CUT TO:

INT. KAMAR KOS JANTER - MALAM.

Alvin berbaring sendirian di kamar Janter, handphonenya berdering.. dari Nova – Alvin menjawab.

NOVA (BY PHONE)

Lu tahu JANTER di mana?

ALVIN

Biasaa, berburu hantu

NOVA (BY PHONE)

Di kota tua? ALVIN Di mana lagi.

NOVA

Orang gila. Bukannya ngabarin.

ALVIN

Memang.

CUT TO:

INT. WARUNG KOPI, 1945 – CONT.

Wikana, Saleh dan Janter baru selesai minum. Wikana, berinisiatif mengajak Janter ke suatu tempat, Janter menolak. Ia tahu keduanya Mencurigai dirinya sebagai mata-mata. Saleh mengumpankan tawaran berdiskusi di markas mereka, yang membuat Janter tertarik, akhirnya ia mengiyakan.

SALEH

Bung mau bertemu Ilyas Hussein kemarin? yang kemarin kita bicarakan?

JANTER

Serius? Di mana?

WIKANA

Ikut kami.. Mereka bertiga bangkit dari tempat duduk..

CUT TO:

EXT. JALAN RAYA, SEPEDA, 1945 – CONT.

Mereka pergi dengan bersepeda, Janter dibonceng oleh Wikana. Janter kesusahan dibonceng Wikana, sementara Saleh di depan mereka. Dalam perjalanannya, Janter bolak-balik minta berhenti karena bokongnya sakit – Membuat Wikana marah terhadap Janter.

CUT TO:

EXT. DEPAN PINTU GEDUNG BERNOMOR 31, 1945 – CONT.

Wikana, Janter dan Saleh memarkir sepeda, di hadapan mereka sebuah gedung bernomor 31. Wikana menunjukkan kekesalannya.

WIKANA

Baru begitu saja sudah kesakitan.. Ayo masuk.

Janter tidak menjawab, hanya berdiri dan menggerak-gerakkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa sakit dari tulang pantatnya.

INT. GEDUNG MENTENG 31, 1945 – CONT.

Wikana meminta Saleh membawa JANTER ke sebuah ruangan. Sementara Wikana ingin mengambil sesuatu terlebih dahulu.

INT. GEDUNG MENTENG 31, RUANG INTEROGASI, 1945 – CONT.

Saleh mendorong tubuh Janter secara paksa – Janter yang tibatiba diperlakukan seperti itu langsung ketakutan dan menuruti perintah Saleh. Di ruangan itu, ada 2 bangku yang saling berhadapan, mereka berdua duduk di kursi itu – Saleh memulai pertanyaan-pertanyaannya.

SALEH

Siapa nama-mu.

JANTER

Saya? Saya JANTER, Kita sudah berkenalan Bung?

SALEH

Jawab apa yang perlu dijawab. Tinggal di mana?

JANTER

Dari Jakarta. Ini pertanyaan supaya bisa bertemu pak Ilyas Hussein ya?

Wikana datang, ia membawa pisau yang masih basah setelah di asah, ia menghempas-hempaskan pisau agar kering – lanjut membersihkan pisaunya dengan kain baju.

WIKANA

Serahkan yang kau sembunyikan tadi.

Janter yang tadi terlihat bingung, sekarang merasa ketakutan dan menyerahkan Handphonenya begitu saja.

JANTER

Ini bukan apa-apa.

WIKANA

Cepat! (menerima handphone) alat apa ini?

JANTER kebingungan menjawab pertanyaan tersebut, ia tahu, jika dijelaskan dengan benar, ia akan seterusnya dicurigai..

JANTER

Tadi saya ketemu di jalan, tapi tidak berfungsi

Wikana mengetuk-ngetuk-handphonenya ke dinding – JANTER ngilu melihat handphonenya diperlukan seperti palu. Tidak puas, Wikana membanting handphone hingga hancur – Janter berusaha menyembunyikan kekagetannya. Wikana keluar, diikuti Saleh.

CUT TO:

INT. GEDUNG MENTENG 31, RUANG TENGAH, 1945 – CONT.

Wikana dan Saleh keluar dari ruang interogasi ke ruang tengah – mereka berjalan beriringan..

SALEH

Saya sudah punya firasat, mana adamata-mata yang pantatnya sakit naik sepeda.

Saleh dan Wikana beranggapan kalau Janter bukan orang yang berbahaya, Wikana memanggil Janter keluar.

WIKANA

Ter, Janter!

Janter keluar dari ruang interogasi – lalu menghampiri Wikana dan Saleh – sambil berjalan, Saleh dan Wikana masih memberikan pertanyaan introgatif ke JANTER.

CUT TO:


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)