Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
45. I./E. RUANG TAMU/HALAMAN DEPAN – DAY
Lastri membuka pintu rumahnya dan ketika pintu terbuka Pak Tejo, bi Ipah sudah ada di depan pintu dengan tersenyum.
Lastri
Pak lek? Bu lek?
Pak Tejo
Pagi, nduk!!
Yuk, masuk yuk!
Pak Tejo dan bi Ipah masuk ke dalam, di belakang mereka mengikut dua orang laki-laki yang tak ia kenal. Yang satu perawakannya sudah separuh usia, yang satunya lagi masih cukup muda, seusia Lasmini. Lastri bingung.
Pak Tejo
Nduk, duduk, nduk!
Pak Tejo memanggil Lastri untuk duduk di dekatnya.
Lastri
Duh, Pak Lek, Lastri mau mengajar!
(berteriak)
Mbah!! Bu!! Mbak!!
Mbah Piah, bu Ratna dan lasmini tiba d ruang tamu.
Mbah Piah
Opo Toh?!
Lastri
Itu pak lek bawa tamu.
Lastri berangkat dulu, ya!
Lastri ingin segera pergi, namun pak Tejo menghalanginya.
Pak Tejo
Eh..eh! Tunggu dulu!
Sini, toh! Sini!
Lastri
(menghela napas)
Nok, kamu pergi duluan aja, bibi nyusul nanti!
Cahyono
Iya, bi.
Cahyono pergi, Lastri masih terpaku di depan pintu.
Mbah Piah
Kamu ini apa lagi, toh, Jo!
Ndak habis-habis!
Lastri
Lastri itu mau mengajar!
Pak Tejo
Bu, Saya ini begini demi kebahagiaan Lastri.
Aduh, nduk! Kamu kesini!
(memanggil Lastri)
Lastri berjalan mendekati pak Tejo dan duduk di sebelahnya.
Lastri
Apa toh, pak lek?
Pak Tejo
Jadi nduk, ini pak Sukirman dan anaknya mas Sukirno.
Datang kesini mau pak lek jodohkan sama kamu.
Lastri
(Kesal)
Lagi?!
(Memijit-mijit kepalanya)
Aduh, pak lek!
Las mohon sekali, pak lek sama bu lek itu....
Pak Tejo menarik tangan Lastri sampai ke depan pintu, agar ia leluasa berbicara. Bi Ipah juga mengikut di belakangnya. Mereka berbicara sedikit berbisik.
Pak Tejo
Pak Lek juga memohon sama kamu, kali ini kamu terima ya.
Capek lho pak lek kamu buat begini, nduk!
(menunjukkan tiga jari)
Ti..ga ka..li!
Bi Ipah
Tiga kali, nduk! Ingat, tiga kali.
Pamalih kalo kata orang kamu nolak tiga kali, ndak ada jodohmu nanti!
Mujur kamu ini yang keempat masih ada yang mau ke rumah.
Lastri
Bu lek, mau sepuluh kali pun yang datang, kalau Las belum siap menikah, Las tidak akan terima.
Kenapa tidak mencarikan saja jodoh untuk mbak?
Mbak lebih butuh dan lebih siap.
Bi Ipah
Nduk, kamu apa ndak paham?!
Mbakmu itu ndak sekelas sama kamu, dia janda, anak satu, cuma tukang cuci. Ndak mungkin orang seperti mas Sukirno mau sama mbakmu.
Tuh kamu lihat mobilnya, mewah!
(menunjuk ke arah mobil)
Sama mbakmu yo ndak mungkin!
Lastri menghela napas. Ia seperti putus asa. Lastri mengangguk.
Lastri
Oh, jadi karena itu. Lastri paham sekarang.
(mengangguk, lalu tersenyum)
Yaudah!
Bi Ipah
Kamu mau?
Lastri
(tersenyum kecut)
Bi Ipah
Mas, Lastri mau, Mas!
(kegirangan)
Pak Tejo
Tuh, kan, apa aku bilang, Lastri itu anaknya sangat penurut dan baik hati.
Ya sudah, Ayo kita masuk!
Pak Tejo dan bi Ipah menarik tangan Lastri kembali duduk di ruang tamu. Bu Ratna, Lasmini dan mbah Piah bingung dengan yang mereka bicarakan.
Pak Tejo
Yaa, jadi pak Sukirman, setelah kami berbincang-bincang tadi.
Jadi ponakan saya yang cuantik ini, mau dijodohkan dengan mas sukirno.
Bukan begitu, nduk?!
Lastri tersenyum dengan senyum yang kecut tanpa mengangguk atau menggeleng. Mbah Piah, bu Ratna dan Lasmini kaget mendengar itu.
Mbah Piah
Nduk?!!
Pak Tejo
Ya, jadi karena sudah pada setuju, sepertinya akan cocok! yang satu cantik, yang satu guanteng!!!
Sepertinya kita sudah bisa membicarakan tanggal dan segala macamnya.
Lastri terperanjak dengan pernyataan pak Tejo. Ia sama sekali tak mau.
Lastri
Pak lek, jadi begini, Lastri kan baru mengenal mas..mas..
Pak Tejo
Mas Sukirno!
Lastri
Ya, mas Sukirno!
Hmm...
Apa mas Sukirno nggak pertanyaan untuk saya?!
Sukirno
Ndak, dek!
Saya terima adek apa adanya.
Jawaban Sukirno semakin membuat Lastri tersenyum kecut. Ia melebarkan kedua bola matanya sebagai bentuk tanda tak suka. Ia seperti ngeri dan geli mendengar jawaban itu.
Lastri
Oh, begitu, ya!
Kalau begitu saya bertanya. Boleh?
Sukirno
Oh, boleh dek. Silakan.
Lastri
Kalau mas bisa jawab, pasti akan saya terima.
Kalau tidak, pintu rumah saya terbuka lebar.
Pak Tejo menyenggol Lastri karena mengatakan hal seperti itu. Berbisik pada Lastri.
Pak Tejo
Ndak sopan kamu, toh!
Lastri
(tersenyum)
Jadi mas, di dalam Al-Qur’an terdapat satu buah surah yang tidak memiliki bismillah di awalnya. Surah apa itu, mas?
Pak Tejo, bi Ipah, Sukirno dan pak Sukirman ternganga dengan pertanyaan Lastri. Mbah Piah tersenyum puas dengan sikap Lastri. Ia menyenggol Lastri yang keterlaluan.
Pak Tejo
(berbisik)
Ndukk... kamu ini piye toh? Soal begitu jangan dikasih ke mas Sukirno.
Dia ndak kuliah seperti kamu.
Lastri
Itu bukan soal anak kuliah, pak Lek!
Sukirno hanya bisa menunduk karena tidak tahu apa jawaban dari pertanyaan itu. Ia terdiam sejenak, lalu memegang tangan bapaknya.
Sukirno
(berbisik)
Pak, kita pulang ajalah. Aku ndak sanggup kalau begini.
Pak Sukirman
(mengangguk)
Ya sudah, ayo kita pulang.
(menatap pak lek)
Pak lek, sepertinya perjodohan ini kita batalkan saja.
Kami permisi.
Pak Sukirman dan Sukirno bangun, wajah keduanya tampak malu dan kesal. Mereka pamit dan melangkah ke arah luar. Pak Tejo terbelalak, ia mencegat pak Sukirman dan anaknya.
Pak Tejo
Lho, lho, pak! Ndak bisa begini, pak!
Kita sudah janji toh mau jadi besanan!
Piye iki, pak?
Pak Sukirman
Permisi, pak! Kami mau lewat.
Pak Tejo
Eh, iya pak!
(memberi jalan)
Pak, gimana toh ini, pak?!
Mobil pak Sukirman pergi meninggalkan halaman rumah Lastri. Dengan rasa gelisah, ia pergi masuk ke rumah.
Lastri
(bangun)
Kalau begitu Lastri pamit, ya!
Sudah siang ini!
Lastri melangkah pergi, tapi pak Tejo menahannya.
Pak Tejo
Tunggu dulu kamu toh, nduk?
Sudah menyusahkan tidak mau tanggung jawab!
Lastri
Pak lek, Lastri hari ini ada mengajar!
Dan sekarang sudah terlambat!
Jadi Lastri mau pergi, permisi pak lek!
Assalamu’alaikum!
Pak Tejo
Wa’alaikumsalam.
Dengan senyum yang sangat puas Lastri berjalan melenggang keluar rumah. Di dalam rumah Pak Tejo dan bi Ipah sangat kesal dengan sikap Lastri.
Pak Tejo
(meremas tangan)
Lastri!!!
Mbak anakmu tuh kenapa, toh?
Mbak kenapa diem aja?!
Anakmu bikin masalah, tau ndak?!
Bu Ratna
Sudahlah, jo! Biarin aja!
Mungkin dia belum mau menikah, ndak perlu kita paksakan kehendak!
Pak Tejo
Anak mbak itu keras kepala!
Dia sudah membuat keluarga kita malu!
Bu Ratna hanya diam. Mbah Piah mengetuk meja dengan tongkat.
Mbah Piah
Tejo!
Jaga mulutmu!
Dia sudah bilang tidak mau,
Ya jangan dipaksa!
Pak Tejo
Bu, tapi ibu lihat sendiri tadi sikap Lastri,
Malu bu, malu!
Mbah Piah
Makanya, toh!
Kalau mau ngapa-ngapain itu yo dibicarain dulu, ditanyain dulu, dia mau apa ndak!
Ini kamu malah bawa semua laki-laki ntah darimana asal usulnya, bagaimana orangnya, mana mungkin Lastri mau.
Dan aku pun juga ndak sudi mereka jadi cucu menantu aku, Paham?!
Kamu juga Rat,
(menunjuk ke arah bu Ratna)
anakmu dihina malah diam saja!
Kamu lagi, adekmu bukannya dibela!
(matanya menatap Lasmini)
Bu Ratna dan Lasmini yang tak bisa banyak bicara hanya diam dan menunduk.
Bi Ipah
Begitu toh Bu?!
Maksud e mas, Lastri kan tidak bekerja lagi, dia juga tidak jadi kuliah, jadi ya lebih baik dinikahkan saja, toh?!
Daripada menyusahkan.
Mbah Piah tak terima bi Ipah menjelekkan cucunya. Ia kesal dan menunjuk bi Ipah dengan tongkatnya. Bi Ipah terbelalak.
Mbah Piah
Kata siapa?!
Kata siapa dia menyusahkan?!
Dia tidak pernah menyusahkan kalian!
Mbah Piah menunjuk ke orang-orang yang ada di sekitar rumah.
Mbah Piah
Kalian yang menyusahkan diri kalian sendiri!
Ingat, yo...
Dia ndak pernah minta apa-apa dari kita.
Dari kota di pulang kesini, dia ndak diem di rumah. Dia bantu janda-janda di sini mencari uang.
Dia ndak pernah bergantung sama kita.
Lastri bisa hidup tanpa kita, tapi kita?
(menggeleng)
Ndak bisa.
Lasmi!!
Lasmini
Ya, mbah!
Mbah Piah
Siapa yang ngasih kamu uang untuk belanja?
Lasmini
Lastri, mbah..
Mbah Piah beralih kepada bi Ipah. Ia memukul tongkatnya tepat dihadapan bi Ipah yang membuat wanita itu kaget dan matanya terbelalak.
Mbah Piah
Siapa yang yang cicil kreditmu?!
Bi Piah
Las...tri
Mbah Piah memukul lagi tongkatnya. Bi Ipah syok lagi.
Mbah Piah
Jelas, toh!
Siapa yang bergantung sekarang?!
Awas ya kalau kalian ulangi lagi!
Bi Ipah hanya memanyunkan bibirnya. Sejenak keadaan hening. Tiba-tiba gawai bi Ipah berbunyi. Sebuah pesan masuk. Ia membuka pesan dan matanya terbelalak.
Bi Ipah
Waww!!
Mantep iki!
Mas, mas, liat ini!
(menyolek suaminya)
Bi Ipah menunjukkan sesuatu pada suaminya.
Pak Tejo
Opo toh?!
(melihat ke layar)
Bi Ipah
Iki lho, anaknya mbakku. Sudah punya anak lagi, anak kedua. Padahal umurnya lebih muda daripada Lastri.
Gimana cocok?!
Nanti kalau sudah tua susah punya anak banyak.
Ya toh, mas?!
(menaikkan alis sambil tersenyum)
Pak Tejo
(manggut-manggut)
Oh, iya iya! Cocok!
Mantep puooolll!
Malah masih bisa nambah anak lagi, toh?
Bi Ipah
Lha, Iyo! Masih muda.
Pak Tejo dan bi Ipah melemparkan gelak tawa yang sama sekali tak dimengerti oleh Lasmini, mbah Piah dan bu Ratna. Mbah Piah mengetuk meja lagi. Mbah Piah tertawa yang mengundang pertanyaan bi Ipah.
Bi Ipah
Ibu kenapa, toh? Ketawa-ketiwi sendiri.
Mbah Piah
Kuwe usia udah tua, toh?
Anak e mana?!
Sudah keriput begitu.
Seketika wajah bi Ipah cemberut dan pak Tejo juga terkejut, begitu pun dengan Lastri dan bu Ratna. Dengan wajahnya yang manyun ia bangun dan pergi meninggalkan rumah.
Pak Tejo
Ibu!!!
Pak Tejo ikut meninggalkan rumah Lastri dan mengejar istrinya.
Bu Ratna
Sudah toh, bu. Aku ndak enak sama Ipah nanti.
Pasti sakit hatinya ibu bilang begitu.
Mbah Piah
Lho, lho, memang omongan dia tidak menyakiti hati kalian?
Bu Ratna dan Lasmini terdiam.
Mbah Piah
Mulai sekarang, coba untuk tidak mengurusi urusan Lastri, biarkan dia dengan pilihannya.
(menatap Lasmini)
Las, coba toh kamu ikut program mengajarnya Lastri, mungkin ada hal yang baru yang bisa kamu dapatkan disana. Kan ndak mungkin selamanya kamu jadi tukang cuci, ndak mungkin juga kamu terus-terus bergantung sama dia. Apapun statusmu sekarang, kamu harus bisa berubah jadi lebih baik.
Lasmini diam sejenak, lalu pergi meninggalkan bu Ratna dan mbah Piah masuk ke dalam kamar. Ia pergi dengan wajah yang kesal.
Mbah Piah
Lho, lho. Itu aja marah,
Kamu liat toh?
(menoleh ke bu Ratna)
Anak-anakmu itu dua-duanya sama,
Keras kepala dan ndak mau diatur.
Jadi Lastri itu mau dipaksa bagaimanapun dia ndak akan mau.
Bu Ratna
Iya, bu. Saya mengerti, nanti saya bilang baik-baik sama Tejo.
CUT TO :
40. INT. RUANG KELAS – DAY
Sebuah ruang kelas yang sempit dan terdiri dari beberapa bangku serta meja yang terbuat dari kayu. Di sekitar dinding ada beberapa tempelan sebagai hiasan hiasan dinding. Di depan kelas ada sebuah papan tulis hitam yang tak lagi hitam, usang berbekas kapur tulis yang telah ditulis berulang kali. Lastri sedang menulis di papan tulis itu. Ia menuliskan beberapa jenis kata benda dalam bahasa inggris. Murid-muridnya juga turut menulis apa yang ditulis Lastri. Setelah menulis, Lastri meletakkan kapur tulis di sisi papan tulis, lalu duduk di kursinya. Ia menunggu murid-muridnya selesai.
Lastri
Sudah?!
Murid-murid
Sudah, bu!
Lastri
Kalau begitu, ayo kita baca bersama-sama ya.
Semuanya ikut ibu, ya!
(mengambil penggaris)
Book!
(menunjuk ke papan tulis)
Murid-murid
Book!!
Lastri
Buku!
Murid-murid
Buku!
Lastri
Door!
Murid-murid
Door!
Lastri
Pintu!
Murid-Murid
Pintu!
Lastri
Bag!
Murid-murid
Bag!
Lastri
Tas!
Tiba-tiba lonceng berbunyi. Lastri berhenti.
Lastri
Baik, cukup belajarnya hari ini!
Sekarang bereskan tas kalian ya,
Masukan barang-barangnya dan jangan sampai ada yang ketinggalan.
Lastri menunggu murid-muridnya selesai mengemasi barang-barangnya. Satu persatu muridnya bangun dan menyalaminya, mereka pamit untuk pulang.
Lastri
Hati-hati di jalan!
Langsung pulang ke rumah, ya.
Jangan kelayapan,
Ganti baju dulu, ya!
Setelah murid-muridnya keluar dari kelas, Lastri juga ikut keluar dari kelas. Tiba-tiba gawainya berdering. Lastri mengangkatnya.
Lastri
Ya, bu Atik?!
....
Oh, iya! Lastri baru selesai mengajar, bu.
Sebentar lagi kesana, bu.
....
Baik-baik, bu. Terima kasih.
Lastri mematikan teleponnya.
Lastri
Ganti baju dulu, ah. Baru pergi!
Lastri melangkah pergi.
CUT TO :