Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
177. INT. RUANGAN DI BAWAH TANGGA - TENGAH MALAM - 2014
IBU
"Yang memilih Ayah?"
Ibu mengangkat sebelah tangan di tempat duduknya. Di seberangnya, Ben tanpa ragu ikut mengangkat sebelah tangannya.
IBU
"Tiga suara untuk Rizka, dua suara untuk Ayah. Martin, tinggal kamu yang belum memberikan vote. Siapa yang ingin kamu pilih?"
Semua pasang mata di ruangan itu tertuju pada Martin yang terikat tali di kursinya. Martin tertunduk memandangi meja kayu di hadapannya.
MARTIN
"Aku memilih diriku sendiri."
Ben memandangi Martin tajam dari tempatnya.
BEN
"Apa yang Kakak lakukan? Memilih diri sendiri? Apa maksudnya? Hasil voting masih bisa seri! Rizka masih punya kesempatan!"
MARTIN
"Tidak ada yang bisa dilakukan Ben. Semuanya sudah berakhir."
BEN
"Apa maksudnya berakhir?"
IBU (O.S.)
"Aturan kelima."
MARTIN
"Ketika keadaan voting seri, Setan berhak memilih siapa yang diinginkannya. Dan Rizka, dia tidak punya kesempatan, mereka akan memilihnya."
BEN
"Bagaimana Kakak bisa begitu yakin mereka akan memilihnya? Orang-orang mati itu mengatakannya? Bukankah setidaknya kita mencoba dan hasil biarlah menjadi urusan belakangan?"
Jeda
BEN
"Cepat tarik ucapan Kakak sebelum mereka menghitungnya sebagai suara yang sah."
MARTIN
"Aku minta maaf, Ben."
IBU (O.S.)
"Aturan keenam."
MARTIN
"Voting yang sudah diucapkan tidak bisa diubah."
BEN
(Memukul meja)
"Arggh."
Rizka menunduk di tempatnya. Berusaha sebisa mungkin menyimpulkan satu senyuman paksaan di wajahnya.
RIZKA
"Tidak apa-apa, Kak. Aku juga yang menginginkan seperti ini. Dan memang sudah seharusnya seperti ini."
BEN
"Kakak tidak mengerti kenapa kamu mengorbankan diri, Rizka. Benar-benar tidak. Kamu pikir orang-orang ini lebih berhak hidup dari pada dirimu? Orang-orang ini lebih baik? Kamu akan lihat bahwa kamu salah."
Ben beranjak dari kursinya, tidak ingin melihat kelanjutan dari cerita keluarga ini. Perlahan Rizka beralih memandanginya Ben sejenak, sebelum memandangi Ayah dan Ibu dari kursi mereka.
RIZKA
"Pa, Ma, terima kasih ya sudah membawa Rizka ke keluarga ini."
AYAH
"Sudah mau mati tapi masih banyak bicara."
IBU
"Biarkan dia menyelesaikan yang ingin dikatakannya, Adrian."
SLOWMOTION: Ben semakin mendekati pintu ruangan.
RIZKA
"Sepuluh tahun lebih Rizka diberi kesempatan merasakan sebuah keluarga yang berbeda, tidak seperti di panti. Di sini Rizka bisa pergi ke luar, bersekolah, pergi kuliah. Benar di panti juga punya keluarga, menyenangkan karena banyak teman, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan perasaan Rizka di keluarga ini. Suatu kesempatan yang menyenangkan bagi Rizka berada di sini."
SLOWMOTION: CLOSE UP: Wajah Ben semakin dekat ke pintu (CAMERA). Air mata jatuh setetes dari sebelah matanya.
RIZKA
Rizka minta maaf, ya, Pa, Ma, Kak Adam, Kak Martin, Kak Ben. Rizka tahu belum menjadi anak angkat dan adik angkat yang diinginkan bahkan kerap merepotkan. Terima kasih buat semua kebaikan keluarga ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Kebaikan kalian semua. Dan tidak ada apapun yang Rizka lakukan bisa menebusnya.
INSERT: SLOWMOTION: EXTREME CLOSE UP: Ben memegangi gagang pintu untuk membuka.
Martin merasakan kehadiran sesuatu yang lain di ruangan itu. Bukan Abdi ataupun perempuan bergaun dan pria paruh baya. Melainkan sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih besar dan jahat. Martin memalingkan kepalanya ke belakang untuk melihat.
Sesuatu bergerak dari balik kegelapan di belakang Rizka. Sebuah RANTAI besi terdengar terseret di lantai. Ben berbalik di depan pintu ruangan bawah tangga.
Perlahan sosok yang tidak menyentuh lantai muncul. Sosok itu sangat tinggi, 3 meter. Memakai jubah hitam bertudung. Wajahnya tidak ada, melainkan hanya kegelapan di balik tudungnya. Rantai besi yang berderit berasal dari ikatan di kakinya yang bersembunyi di balik jubah.
WIDE: ZOOM IN: Ben menganga di tempatnya melihat sosok yang baru saja keluar dari kegelapan.
Sosok itu mendekat pada Rizka yang bahkan tidak bisa memalingkan wajahnya ke belakang.
Ibu bergetar di tempatnya. Ia tidak pernah melihat makhluk itu sebelumnya, tidak di ritual sebelum-sebelumnya.
IBU
"Ma-malaikat yang jatuh."
Tepat di belakang Rizka, sosok itu membuka sayapnya yang pun berwarna hitam. Ukurannya besar hingga bisa melingkupi penjang meja di tengah ruangan.
Malaikat yang Jatuh dengan cepat menutup mulut Rizka dengan satu tangan, dengan tangan lain berada di atas kepalanya. Kedua tangan itu berupa tulang-tulang yang kotor.
BEN
"Apa yang akan kau lakukan!"
Ben bergerak menghampiri Rizka dan makhluk itu. Abdi menghalangi jalannya.
Rizka berpaling ke arah Ben. Keduanya saling berpandangan. Tangan Malaikat yang Jatuh yang menutup mulut Rizka membuat Ben tidak bisa melihat bagaimana ekspresi Rizka saat itu. Tapi kedua mata Rizka yang memicing, cukup meyakinkan bahwa ia tengah tersenyum di tengah horor yang terjadi.
Malaikat Jatuh menggenggam rahang bagian bawah Rizka, lalu dengan gerakan yang sangat cepat suara tulang yang patah terdengar. Rizka lemas, tubuhnya menabrak meja. Semua anggota keluarga di ruangan itu menyaksikannya dengan keterkejutan kecuali Ayah.
Sekejap seperti hembusan, Malaikat Jatuh telah hilang ke dalam kegelapan bersama dengan Rizka. Kursi Rizka jatuh ke belakang. Lalu keheningan.
AYAH
"Selesai sudah pertunjukkannya."
Ayah beranjak keluar dari kursinya, melangkah ingin keluar dari ruangan di bawah tangga. Ibu mengambil sebuah pistol yang disiapkannya di bawah meja.
IBU
"Pa."
Satu tembakan di dada terdengar. Ayah memegangi dadanya sebelum tumbang ke lantai. Ibu beralih pada Martin yang memandanginya, lalu pada Adam.
IBU
"Jaga baik-baik keluarga ini, Dam. Cari cara, apapun itu, agar cerita horor keluarga ini berakhir. Tidak ada darah, tidak kegilaan seperti ini lagi. Maafkan Mama karena tidak bisa berbuat lebih banyak untuk kalian. Mama terlalu bodoh."
Ibu beralih pada Ben di kejauhan di dekat pintu ruangan bawah tangga.
IBU
"Mama sayang kalian."
Dengan gerakan cepat, Ibu menempatkan pistol di samping kening.
ADAM
"Ma-"
Tembakan yang lain yang terdengar di ruangan itu.
SLOWMOTION: MUTE: Adam bergerak dari tempat duduknya, mendatangi Ayah dan Ibu mereka yang tergeletak tak berdaya. Martin menatap ke depan tempat kematian ibunya. Ben terduduk di lantai. Abdi masuk kembali ke dalam kegelapan.
FLASHBACK CUT TO:
178. INT. RUANG DI BAWAH TANGGA - MALAM - 2027
Adam, Martin dan Ben saling berpandangan di dalam ruang di bawah tangga yang terang benderang di sekitar meja.
IBU (O.S.)
Aturan ketujuh. Perjanjian akan tetap berlangsung hingga garis keturunan keluarga berakhir.
CUT TO BLACK:
WINA (O.S.)
"Tapi kenapa voting, Ma?"
IBU (O.S.)
"Menggoda, Wina. Tujuan utama dari mereka, para iblis, adalah menggoda manusia. Mereka akan bertepuk tangan setiap kali manusia 'jatuh' sebagaimana mereka dahulu jatuh dari surga. Melalui voting mereka ingin melihat sejauh apa harta ataupun ketakutan menggoda manusia untuk mengorbankan satu sama lain. Voting, dalam kasus ini, ibarat hiburan sebelum mereka mendapat hidangan utama; tumbal."
End credits berjalan diiringi musik.
CUT TO: