Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
95. INT. MALL - SIANG
Ben memasukkan plastik berisikan peralatan melukis yang baru saja dibelinya ke dalam tas.
DEA
"Aku baru tahu ini kamu melukis."
BEN
"Iseng-iseng."
Ben dan Dea keluar dari toko.
DEA
"Kapan-kapan boleh dong aku lihat lukisannya."
BEN
"Ada tuh di rumah. Datang aja lagi."
DEA
"Beneran enggak apa-apa?"
BEN
"Serius."
Ben sambil mengangguk-angguk.
DEA
"Hari ini?"
BEN
"Hari ini aku mau mengerjakan proyek. Lain kali mungkin?"
DEA
"Boleh. Proyek apa?"
BEN
"Sebenarnya bukan proyek yang dipikir kebanyakan orang sih. Biar kelihatan keren saja pas menyebutkannya. Aku cuma mau buat lukisan untuk Rizka. Bukan proyek gimana gitu."
DEA
"Rizka?"
BEN
"Iya, kemarin lukisan yang aku kasih ke dia rusak. Sekarang aku mau coba gambar ulang. Semoga saja hasilnya enggak lebih buruk."
Dea tidak memperhatikan.
BEN
"Tapi kalau diingat-ingat, lukisan aku yang rusak itu aneh. Siapa coba di rumah sendiri yang mau buat begitu? Di rumah cuma ada Mama, Papa, Kak Wina, Danu, Kak Adam, Kak Martin-"
DEA
"Ben, sebaiknya kamu berhenti."
BEN
"Berhenti maksud kamu?"
DEA
"Kamu sama Rizka. Walaupun faktanya Rizka anak angkat, Rizka tetap adik kamu, Ben. Kamu tidak boleh sebegitunya dengan dia."
Jeda.
DEA
"Aku bisa lihat. Orang-orang lain yang peduli sama kamu aku yakin juga. Kamu sebaiknya-"
BEN
"Jika dari kemarin-kemarin aku tidak menganggap Rizka sebagai adik, aku rasa aku sudah menyatakan perasaanku dan sekarang kami jadian."
Ben menatap Dea. Mata keduanya beradu.
DEA
"Atau justru rasa nyaman di antara kalian selama ini akan hilang. Kamu tahu Rizka tidak akan pernah mau melakukannya, berpacaran dengan kakaknya sendiri."
Hening.
DEA
(Dea bergerak menghampiri Ben)
"Ben-"
Ben menghindar. Matanya berpaling dari Dea.
BEN
"Aku ingin mampir ke tempat teman lagi untuk membahas beberapa hal. Sebaiknya kamu menelepon sopir atau memesan taksi."
Ben pergi beberapa langkah, lalu berbalik.
BEN
"Dan sebaiknya jangan coba untuk menghubungiku lagi. Apapun itu. Walaupun sekadar menanyakan hal-hal dari pesan singkat. Mungkin aku akan terlalu sibuk untuk membalas."
Ben pergi. Dea memandangi Ben yang semakin menjauh.
CUT TO:
96. INT. MEJA MAKAN - SIANG
Ben baru pulang. Pintu ruangan bawah tangga terbuka. Ben bisa melihat kegelapan di dalamnya. Ben memandangi sekitar, tidak ada siapa-siapa di sana. Ia mendekat, mencoba untuk menutup pintu atau justru memasukinya. Ia juga belum memutuskan.
Ayah keluar begitu tepat ketika ia sudah di ambang, membuatnya sedikit terkejut. Ayah memandanginya. Lalu menutup dan mengunci pintu. Ayah meninggalkan Ben tanpa berkata-kata.
CUT TO:
97. INT. LANTAI DUA - SIANG
Ben menaiki tangga. Ia memperhatikan kamar Rizka yang tertutup, sebelum akhirnya masuk ke kamarnya sendiri.
Kamar Rizka terbuka sesaat Ben menutup pintu kamarnya. Rizka dan Eka (dengan ransel) keluar dari kamar, menuruni tangga.
CUT TO:
98. INT. KAMAR BEN - SIANG
Ben menutup pintu.
Saat berbalik, Ben menemukan kamarnya berantakan. Kanvas-kanvas, baik yang sudah tergambar ataupun belum, jatuh dan sobek, cat-cat bertumpahan ke dinding dan lantai.
Ben maju mendekat. Sebuah potret Rizka tampak berada di dinding kamar. Potret itu belum selesai, Rizka baru digambarkan setengah jadi dari rambut hingga rahang atas-belum ada rahang bawah. Dalam potret tersebut, mata Rizka jelas tampak membelalak ketakutan.
BEN
"Apa-apaan ini?"
CUT TO: