Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
120. INT. RUANG MAKAN - PAGI
Anggota keluarga sedang sarapan pagi seperti biasanya. Tidak ada yang membahas apapun. Tidak ada suara apapun kecuali gerakan tangan menyendoki nasi di atas piring.
Rizka mencoba bersikap biasa baik mengenai ajakan Martin ataupun kejadian kemarin tadi malam yang sempat dibahas Martin dan Ben. Namun, kemudian Rizka merasa ada yang aneh dengan kursi yang diduga.
Rizka menatap ke bawah dan menemukan bahwa dia tidak sedang duduk di kursi meja makan biasanya, melainkan di atas sebuah kursi roda.
Rizka gelisah, mengalihkan pandangannya ke depan. Di tempatnya, Wina melihat Rizka bergerak-gerak tak tenang, tetapi ia tidak melihat keberadaan kursi roda itu. Tidak ada yang bisa melihat kecuali Rizka.
Di belakang Rizka, seorang perempuan bergaun dan berambut panjang berdiri tegak lurus memegangi pegangan kursi rodanya. Perempuan bergaun itu kemudian membungkuk, memposisikan kepalanya tepat di samping kepala Rizka. Perempuan berambut panjang itu menatapnya.
Rizka bisa merasakan kehadiran perempuan itu. Namun ia tidak memalingkan wajahnya sedikit pun untuk melihat. Tubuh Rizka gemetar. Lampu di meja malam itu terang dan redup. Tak ada yang menyadari kecuali Rizka.
Setiap kali lampu di ruangan itu redup, meja makan yang tadinya ramai dengan orang-orang yang menikmati sarapan menjadi hanya Rizka seorang. Begitu menyala, orang-orang kembali terlihat mengelilingi meja makan.
Beberapa kali lampu di ruangan itu berkelap-kelip dan situasi di meja makan berubah dari ramai ke sepi, hingga kemudian lampu itu redup dan tak kembali terang lagi.
CUT TO:
121. INT. RUANGAN DI BAWAH TANGGA - PAGI
Rizka duduk di sisi meja panjang di tengah ruangan dengan kursi di bawahnya bukanlah sebuah kursi kayu melainkan kursi roda. Tidak ada siapa-siapa di ruanga itu selain dirinya sendiri.
BEN
"Rizka, kamu tidak apa-apa?"
Ben tiba-tiba saja hadir di hadapannya. Rizka seketika memperhatikan Ben.
BEN
"Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Jangan takut."
Ben mengulurkan sebelah tangannya ke atas meja. Rizka memandangi tangan Ben yang terulur lalu pada Ben sendiri. Ben tersenyum dan mengangguk.
Sambil memandanginya, Rizka menyambut tangan Ben di atas meja makan dengan tangan kanannya. Terasa sedikit canggung, tetapi ia merasa aman di sini bersama Ben di tengah kegelapan yang mengerihkan. Rizka tersenyum, perlahan mulai beralih memandangi wajah Ben.
Rizka terkejut. Ben yang tadinya di hadapannya telah berubah menjadi seorang perempuan bergaun dan berambut panjang berwajah pucat yang kini memandanginya dengan tatapan tajam. Perempuan berambut panjang menggenggam tangan Rizka lebih keras.
Rizka kesakitan. Berusaha sekuat tenaga melepas tangannya dari genggaman perempuan itu. Saking kuatnya Rizka menarik, ia sampai spontan berdiri dari kursi rodanya saat genggaman itu terlepas.
CUT TO:
122. INT. RUANG MAKAN - PAGI
Rizka berdiri di samping kursi meja makan. Anggota keluarga yang lain menghentikan sarapan mereka dan memperhatikannya tanpa terkecuali.
BEN
"Rizka, kamu enggak apa-apa?"
Rizka bergetar di tempatnya. Keringat muncul di wajahnya. Ia memandangi Ben.
Rizka pingsan ke lantai. Martin dan Ben serentak berdiri dari tempat duduk mereka, dan menghampirinya sementara anggota keluarga yang lain saling tukar pandang. Martin dan Ben berjongkok mengelilinginya Rizka.
MARTIN
"Beri dia ruang untuk bernafas."
Ben sedikit menggeser menjauh.
IBU
"Ada apa, Martin?"
Ibu bertanya, nadanya khawatir, tetapi ia tidak beranjak dari tempat duduknya.
MARTIN
"Aku rasa Rizka kelelahan. Aku harus membawanya ke rumah sakit."
Ayah dan Adam saling berpandangan.
ADAM
"Mungkin dia hanya butuh istirahat di kamar saja, Martin. Tidak perlu repot membawanya ke rumah sakit. Bibi dan Wina bisa menjaganya sepanjang hari. Benar kan, Wina?"
Adam memandangi Wina di sampingnya. Wina yang saat itu juga membawa Danu untuk makan bersamanya, ragu, tetapi segera mengangguk.
MARTIN
"Kita tidak ingin mengambil resiko. Aku akan membawanya ke rumah sakit."
Martin mengangkat dan menggendong Rizka di depan tubuhnya.
AYAH
"Martin, dengarkan saja Adam. Dia benar. Tidak perlu repot membawanya ke rumah sakit pagi-pagi seperti ini. Bawa saja dia kembali ke kamar lalu turun lagi untuk habiskan sarapanmu. Ben, bantu kakakmu membawa Rizka ke kamarnya."
Martin dan Ben saling berpandangan.
MARTIN
"Martin tetap akan membawa Rizka ke rumah sakit, Pa. Peralatan di sana lebih lengkap. Kalau terjadi apa-apa, bisa lebih cepat. Ben, kamu ikut aku."
Martin membawa Rizka pergi. Ben menyusul di belakangnya.
AYAH
"Martin! Ben! Kalian dengar apa yang Adam dan Papa katakan? Tidak perlu dibawa ke rumah sakit! Bawa Rizka ke kamarnya sekarang!"
Ayah menggebrak meja. Orang-orang terpaku dengan suasana saat itu. Danu menangis karena terkejut teriakan suara Ayah.
ADAM
(Berbisik kepada Wina)
"Bawa Danu ke kamar."
Wina menurut. Wina pergi bersama Danu.
MARTIN
"Maafkan Martin, Pa."
Martin meninggalkan ruangan, disusul Ben.
AYAH
"Martin! Kamu sudah berani melawan Papa?"
Suara Ayah makin lantang, tetapi Martin tidak menggubris dan terus berjalan. Adam menghalangi jalan Martin dan Ben.
ADAM
"Jangan lakukan ini, Martin."
Martin memandang Ayah yang juga memandanginya dari sudut mata.
MARTIN
"Kalian yang jangan melakukan ini. Aku hanya ingin menolongnya. Tidakkah kalian lihat? Kalian ingin bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa dengannya di rumah ini?"
Adam dan Martin saling bertatapan.
MARTIN
"Ayo, Ben."
Martin dan Ben pergi meninggalkan meja makan.
AYAH
"Kembali, Martin! Martin!"
Ayah memegangi dadanya. Jantungnya terasa sakit sekali. Ayah menopang dirinya dengan kedua tangannya di atas meja.
IBU
"Papa!"
Ibu memegangi Ayah dan menuntunnya hingga terduduk kembali ke kursinya.
IBU
"Adam, ambilkan obat Papa."
Adam menggangguk dan segera pergi dari sana.
IBU
"Pa, tarik nafas, Pa."
(Ibu menggoyang-goyangkan lengan Ayah, lalu beralih ke arah Adam pergi)
"Adam, cepat!"
CUT TO:
123. INT. MOBIL MARTIN - PAGI
Martin menyetir. Ben duduk di kursi belakang bersama dengan Rizka yang tidur di atas pangkuannya.
BEN
"Apa itu tadi? Kenapa harus ada perdebatan hanya untuk memutuskan merawat Rizka di mana?"
Jeda
BEN
"Aku tidak mengerti kenapa Papa harus sekeras itu. Seolah-olah ia takut sesuatu terjadi jika Rizka meninggalkan rumah."
Martin memandangi adiknya dari kaca mobil yang ada di atasnya, lalu memandangi jalan lagi. Martin akan memberi tahu Ben sebuah rahasia.
CUT TO:
124. EXT. JALAN - PAGI
Mobil Martin melaju dengan cepat di jalanan.
CUT TO: