Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bunga dan Pena
Suka
Favorit
Bagikan
8. Chapter 8

60. INT. ASRAMA PUTRI - KAMAR NAILA - NIGHT

Naila sedang duduk di kursinya, mengamati Fatimah yang mondar-mandir di depannya dengan memegang secarik kertas.

FATIMAH

Njenengan yakin mbak yang nulis dia?

Naila hanya mengangguk lalu mengulurkan tangannya untuk meminta kertas itu.

FATIMAH

Tanpa nama?

(pause)

Sebentar, dia nulis surat dengan bahasa yang semacam ini kepada perempuan yang baru ditemuinya.

(pause)

Bukannya malah mencurigakan?

NAILA

Iya, ya.

(pause)

Aduh, kenapa juga aku balas suratnya ya?

FATIMAH

Hadeh, ya karena dia ganteng Mbak.

NAILA

Fatimah!

(air muka serius)

FATIMAH

Eh..he

(mengankat kedua tangannya)

Oke, serius.

Fatimah kemudian duduk di samping meja Naila.

NAILA

Terus ini kira-kira aku harus balas bagaimana?

FATIMAH

Eh?

(pause)

Dibalas?

CUT TO:

61. EXT. ASRAMA PUTRA - TERAS KAMAR MUHTAR - AFTERNOON

Muhtar hanya duduk termenung melihat para santri yang lalu lalang. Air mukanya datar. Kemudian lamunannya dibuyarkan oleh suara burung yang bertengger di pohon dekat kamarnya. Ia lihat burung tersebut cukup lama, kemudian ia mendekat ke pohon tersebut. Burung itu hanya bergerak ke ranting lainnya.

MUHTAR

(ke burung)

Bagaimana? Ada yang disampaikan?

(pause)

Woi! Ada pesan apa? Tidak ada?

(pause)

Ya sudah kalau tidak ada.

Burung tersebut terbang menjauh dari pohon itu menjangkau pohon lainnya.

MUHTAR

(ke burung)

Coba diingatkan, siapa tau dia lupa!

CUT TO:

62. INT. WARUNG POJOK - MEJA DEKAT JENDELA - NIGHT

Umam sendirian duduk di meja tersebut. Kopinya hampir habis. Kemudian Jalil dan Fajar masuk ke warung dan melihat ke meja yang biasa mereka tempati. Fajar berjalan ke arah penjaga warung untuk memesan.

JALIL

Eh! Bosku di sini!

(berjalan ke arah Umam)

UMAM

Muhtar di mana?

JALIL

Jam segini kalau cari Muhtar ya di perpustakaan!

UMAM

Ya aku tau itu.

JALIL

Terus?

UMAM

Gini, tadi itu cuma basa-basiku saja.

FAJAR (O.S)

Lil, minum apa!

JALIL

(ke Fajar)

Samain aja!

Fajar kemudian bergabung dengan Jalil dan Umam.

UMAM

Aku ke sini nyari kalian. Kalau aku lihat, kalian yang paling dekat dengan Muhtar.

JALIL

Ini ada apa, kok sepertinya agak,

UMAM

(menyela)

Iya, cukup serius!

FAJAR

Ini bahas apa ya?

JALIL

(menyela)

Bentar Jar! Jangan dipotong dulu.

UMAM

Muhtar diperpuskan,

(pause)

Ayo ditemui di sana. Dibahas di sana.

JALIL

Ya ayo. Ini beneran penting, kan?

UMAM

Iya! Penting!

Umam dan Jalil beranjak dari meja.

FAJAR

Lah, pada mau kemana?

JALIL

Jar, kau ikut! Ayo!

FAJAR

Eh? Kopinya, sudah dipesan!

JALIL

Nanti ke sini lagi!

(ke penjaga warung)

Kang, nanti ke sini lagi!

PENJAGA WARUNG

Oke, di atas meja ya!

CUT TO:

63. INT. PERPUSTAKAAN - NIGHT

Jalil, Umam, dan Muhtar berdiskusi dengan tempo yang cukup serius. Fajar sibuk melihat-lihat koleksi buku dan kitab yang ada di perpustakaan.

MUHTAR

Yang dikatakan Umam tadi memang benar. Tapi,

JALIL

Benar! Edan!

(pause)

Siapa-siapa? Cantik?

MUHTAR

Ya...

(pause)

Iya, cantik!

JALIL

Terus, terus. Balasannya gimana?

UMAM

(menyela)

Lah! Ini diskusi buat cari solusi, kok malah gini?

MUHTAR

Ya, belumada balasan.

JALIL

Aduh! Kok belum?

(ke Umam)

Kok belum ada balasan Mam? Kemarin dia ke koperasi, gak?

UMAM

Iya, kemarin ke koperasi.

(pause)

Lah, Lil! Ini malah gini, sih?

JALIL

Halah, gina-gini. Ya memang harus begini! Pokoknya minggu depan kau tanyakan ke Mbaknya!

Di tengah pembicaraan mereka, Kasi Dirasah masuk membuka pintu perpustakaan. Ia mendapati Jalil dn teman-temannya. Ia berdiri sejenak, sedangkan mereka yang ada di dalam perpustakaan hanya terdiam.

KASI DIRASAH

Tenaga tambahan?

JALIL

Ehe,

(pause)

Iya kang.

KASI DIRASAH

Sip! Bagus kalau begitu. Bisa selesai lebih cepat.

(berjalan ke mejanya)

Kebetulan ada beberapa kitab yang sama sekali belum diterjemahkan. Nah teman-teman bisa bantu yang bagian itu.

Jalil dan Umam hanya saling pandang. Jalil hanya merespon tatapan umam dengan wajah cengengesannya lalu menggeleng. Muhtar melihat mereka berdua dan menahan tawa.

MUHTAR

Ini bagianmu, Lil.

(menyodorkan sebuah kitab)

Sepertinya kalau dua orang bisa lebih cepat, jadi itu digarap berdua saja.

(pause)

Oh iya. Kamus.

(kepada Fajar)

Jar! Tolong kamus.

CUT TO:

64. INT. WARUNG POJOK - MEJA DEKAT JENDELA - NIGHT

Umam, Jalil, Muhtar, dan Fajar duduk satu meja.

UMAM

Hadeh, Lil!

JALIL

Sudahlah. Ya itung-itung nambah ilmu.

UMAM

Rencana awalkan bagaimana supaya si Muhtar menyudahi,

JALIL

(menyela)

Kok malah disudahi, sih?

(ke Muhtar)

Jangan Tar! Diusahakan!

Umam menggeleng pasrah. Sementara Fajar hanya bisa memperhatikan dan mendengarkan yang sedang dibicarakan.

UMAM

La terus gimana?

(datar)

JALIL

Nah! Mbok ya gitu dari tadi.

(ke Muhtar)

Gimana Tar?

MUHTAR

Jadi, pesan terakhir yang aku kirim belum dibalas.

JALIL

Minggu depan kau tanyakan itu, Mam!

UMAM

(menghela nafas)

Iya, aku tanyakan!

(pause)

Sekalian KTP-nya aku minta. lengkap! malah jelas, tinggal di mana, ulang tahunnya,

JALIL

(menyela)

Nah! Bagus itu! Umam memang hebat!

UMAM

Ya ampun! Gak KTP juga, Lil!

JALIL

Loh, gimana sih!

FAJAR

KTPnya siapa?

JALIL

Kau dari tadi gak paham?

(pause)

Fajar menggeleng disambut dengan tawa Muhtar.

JALIL

Dari tadi ngapain, Jar! Sudah, ngopi sajalah kau, Jar.

CUT TO:

65. INT. ASRAMA PUTRI - KAMAR NAILA - NIGHT

Naila sedang menyimak dan mengoreksi hafalan Fatimah. Mereka tampak serius dan berkonsentrasi, fatimah memejamkan mata sedangkan Naila melihat buku saku yang biasa ia gunakan untuk menghafal. Sampai pada nadhom tertentu, Naila kehilangan konsentrasinya. Ia teringat pada Muhtar.

FATIMAH

(dengan irama)

Wa hal fataa fiikum fama khillu lana. Wa rojulun,

(pause)

Wa rojulun... Wa rojulun,

Fatimah lupa lanjutan dari nadhom tersebut. Fatimah membuka matanya, karena dari tadi tidak ada koreksi yang dilakukan oeh Naila.

FATIMAH

Mbak,

(pause)

Lanjutannya apa?

NAILA

(terkejut)

Oh! Maaf-maaf!

FATIMAH

Kenapa Mbak?

NAILA

Setorannya disudahi dulu ya. Dilancarkan dulu saja.

FATIMAH

Oh, oke.

Naila beranjak ke mejanya, mengambil pena dan mencari kertas yang menurutnya cukup bagus. Ia mulai menulis di kertas itu. Fatimah hanya diam melihat yang dilakukan Naila.

NAILA

(menyodorkan kertas)

Kalau ini menurutmu terlalu kasar gak?

Fatimah membaca tulisan yang disodorka kepadanya.

FATIMAH

Mas-mas kaligrafi?

NAILA

(mengangguk)

Gimana. Terlalu tegas?

FATIMAH

(menarik nafas)

Mbak.

(pause)

Ini tidak kasar.

(pause)

Njenengan juga sepertinya sudah siap dan ini wajar.

(pause)

Kalau saya boleh bilang, ya njenengan kan tau sendiri konsekuensinya.

NAILA

Ya makanya, aku minta pendapatmu, Fat. Kalau sekiranya kelewatan tolong diingatkan, begitu saja.

FATIMAH

Njih, sendiko!

NAILA

Fat! Kumat lagi?

(wajah serius)

FATIMAH

(cengengesan)

Jangan serius-serius to mbak! Namanya juga kebiasaan, Mbak.

DISSOLVE TO:

66. INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR MUHTAR - NIGHT

Muhtar melamun di sudut kamarnya. Di mejanya tampak sebuah pena dan kertas yang masih kosong. Ia mendengar salam, Umam masuk dan berjalan ke arah muhtar.

UMAM

Tar!

(mengambil amplop dari sakunya)

Jangan keseringan nglamun! Nih!

(memberikan amplop)

Muhtar sedikit terperanjat melihat amplop yang disodorkan kepadanya. Ekpresi wajahnya seketika menjadi lebih antusias.

MUHTAR

Dari dia?

UMAM

Iya! Siapa lagi?

MUHTAR

Hadeh, akhirnya! Hampir putus asa aku Mam!

UMAM

Kau beneran suka dia, Tar?

MUHTAR

Kok tanya lagi to Mam?

UMAM

Sekali pandang?

(pause)

Sekali ketemu?

(pause)

Kok bisa ya?

MUHTAR

Ya nyatanya!

(pause)

Ya sudah, ini ku terima. Eh, KTP-nya dapat?

(cengengesan)

UMAM

Halah! Itu dibaca dulu! KTP-KTP! Kartu leluarga sekalian!

Umam pergi meninggalkan Muhtar. Muhtar segera membuka isi amplop itu. Perlahan ia baca isi surat itu. "Keberanian mulai menyentuhku. Jadi aku kembalikan hud-hud yang kau pinjamkan. Bersama hud-hud itu aku titipkan permintaan. Ku harap ada kesudianmu bercerita. Adakah seseorang yang terpana karena pandangan pertamanya? Kalau hanya seperti mendung yang menutup matahari sejenak saja, maka ceritakn demikian.-"

Ia letakkan kertas itu, lagi-lagi, bergeming. Ia mengambil pena dan selembar kertas. Lalu menulis,

MUHTAR (V.O)

Rasanya ingin aku bercerita, memberitakan apakah ini mendung yang tergantung. Tak berani aku mengatakan itu, apakah ini semu? Yang ku rasa hanya suaramu dalam catatan itu, yang tak pernah membuatku jenuh. Lalu adakah kesediaan lain yang kau pinta supaya dapat ku dengar suaramu?

Muhtar memegang keningnya. Kantuk tampak mulai melanda. Ia sandarkan kepalanya di atas meja. Lalu tertidur.

DISSOLVE TO:

67. INT. KELAS SANTRI - DAY

Para santri sedang melakukan lalaran bersama. Di sisi depan kelas, Hanif sedang mempersiapkan materi yang akan disampaikan. Beberapa saat, ia memberi tanda untuk mencukupkan lalarannya.

HANIF

Untuk hari ini ada yang mau setoran?

Sejenak suasana kelas menjadi sunyi. Mereka masih kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh mustahiqnya itu. Muhtar maju ke depan untuk setor hafalan.

HANIF

Silahkan!

(pause)

Dua orang dua orang ya, biar nanti bisa saya terangkan sedikit.

Mimik muka Jalil perlahan berubah menjadi lebih tenang. Begitupun Fajar yang duduk di sebelahnya.

JALIL

Alhamdulillah!

(pause)

Sudah dapat hidayah mustahiq kita ini.

FAJAR

Huss! Kok hidayah?

JALIL

Loh! Hidayah kan petunjuk Jar!

FAJAR

Kalau hidayah, berarti selama ini tersesat?

JALIL

Ya gak harus tersesat, petunjuk itu gak cuma buat orang yang tersesat, jar!

FAJAR

Berarti bukan hidayah, Lil! Penyadaran.

JALIL

Lebih parah kalau itu!

(pause)

Kalau penyadaran, berarti selama ini dia gila!

FAJAR

Halah! Emang sulit ngomong sama kau ini!

JALIL

Kau yang ruwet!

CUT TO:

68. INT. PERPUSTAKAAN - DAY

Kasi dirasah sedang menyusun beberapa lembar hasil kajian yang telah diselesaikan oleh Muhtar dan dirinya. Kemudian ia mendengar pintu diketuk oleh seseorang dari luar. Tanpa beranjak dari mejanya, ia mempersilahkan yang di luar tadi untuk masuk. Tampak Kepala Keamanan membuka pintu, segera ia berdiri mendekat ke pintu.

KASI DIRASAH

Oh, njenengan kang. Gimana?

KEPALA KEAMANAN

Tidak ada apa-apa. Kebetulan tadi sehabis keliling, ya cuma meriksa siapa tau ada yang bolos, malah ngopi di warung pojok.

(pause)

Saya pengen lihat beberapa buku, tak masuk ya!

KASI DIRASAH

Oh, silahkan!

Kepala keamanan masuk ke perpus dan berkeliling ke rak-rak buku. Kasi Dirasah kembali melanjutkan kesibukannya yang belum ia rampungkan.

KEPALA KEAMANAN (O.S)

Bagaimana penyususnannya? Sudah selesai?

KASI DIRASAH

Ya, kalau selesai belum kang. Hampir selesai.

KEPALA KEAMANAN

Ya, berarti memang semangat sekali. Targetnya?

KASI DIRASAH

Kalau targetnya, kira-kira akhir tahun. Itukan sekalian, santri baru pada mulai masuk dan bermukim.

KEPALA KEAMANAN

Ya kalau saya, karena tidak mumpuni di bidang ini. Saya tak menertibkannya saja.

KASI DIRASAH

Ya itulah alasannya njenengan jadi kepala keamanan, kang

(tertawa kecil)

KEPALA KEAMANAN

Ya, benar juga ya!

(pause)

Tapi menarik juga kalau saya boleh ikut ambil bagian, kang.

KASI DIRASAH

Oh, kalau itu sudah jelas kang! Njenengan bisa ambil bagian.

KEPALA KEAMANAN

Ya pokoknya kalau perlu bantuan beritahu saya ya, kang.

KASI DIRASAH

Pasti kalau itu, kang.

KEPALA KEAMANAN

Ini saya tak lanjut ngecek tempat lain dulu.

KASI DIRASAH

Ya, silahkan kang.

Kepala keamanan keluar dari perpustakaan.

CUT TO:

69. INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR MUHTAR - NIGHT

Muhtar membaca sepucuk surat dari Nailla yang baru diterimanya sore tadi. Suasana kamarnya sunyi, yang terdengar hanya suara nafas para santri yang sudah tertidur. Pada surat tersebut tertuis;

"sungguh akalku tak dapat menerima. Mungkin benar yang dikatakan orang-orang. Tiada bahasa yang dapat memahami yang sedang ku alami. Hanya segitu keberanian yang ku punya untuk mengatakan yang ku rasa, sungguh ada lebih yang tersembunyi dan berusaha kuingkari."

Muhtar mulai menulis pada kertasnya.

MUHTAR (V.O)

Begitupun yang pikiranku rasakan. Ia marah karena tak dapat memahaminya. Kalaupun memang hanya itu yang ingin kau ceritakan kepadaku. Aku tak akan meminta lagi. Sudah cukup tentram kurasa. Sudah lebih terang dan mesra. Aku jadi ingat, tempo hari kau memintaku bercerita tentang awan. Kini dapat ku pastikan dan beritakan. Kabut telah hilang diterpa matahari, dan awan juga menjauh karena diterpa angin. Yang terlihat adalah langit. Jelas dan nyata.

DISSOLVE TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar