Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
44. INT. KELAS SANTRI – SIANG HARI
Beberapa santri berdiri membelakangi papan tulis. Di hadapan mereka berdiri si mustahiq yang tampak kesal melihat tiap-tiap mereka. Santri-santri lain di kelas hanya terdiam saja, ada juga yang sedang berusaha menghafal.
HANIF
Kalian ini maunya bagaimana?
(pause)
Kemarin belum hafal, sekarang nambah satupun tidak.
(nadanya meninggi)
Makan apa, kalian? Hah? Kok bebal sekali otaknya!
JALIL
Mohon maaf kang, beberapa orangkan memang sulit kalau menghafal. Itu memang sudah bawaan sepertinya. Jadi,
HANIF
(menyela)
Sulit menghafal itu ada sebabnya!
(pause)
Maksiat contohnya.
JALIL
Maksud njenengan kami ini ahli maksiat, begitu?
MUHTAR (O.S)
(menyela)
Maksudnya begini, Pak.
HANIF
(menoleh ke arah muhtar)
bagaimana? Ada pertanyaan?
MUHTAR
Maksud teman saya itu, dia lebih tertarik dengan ilmu-ilmu seperti fiqh dan semacamnya yang memang tidak harus menghafal.
(pause)
Jadi lebih kepada pemahaman.
HANIF
Paham apanya? Hafalan saja tidak bisa!
MUHTAR
(rendah hati)
Begini, setahu saya, kerangka konsep bisa dipahami dengan atau tanpa hafalan.
(pause)
Tapi dengan beberapa tanda-tanda.
HANIF
Tanda apa?
MUHTAR
(sedikit menggelengkan kepala) )
kalau jer majrur, tidak perlu mengingat-ingat nadhom yang menerangkan jer majrur. Cukup memahami kalau ada huruf jer, berarti ada majrur. Lalu i’robnya tinggal menyesuaikan saja. Mungkin seperti itu.
HANIF
(mengintimidasi)
Kamu, menerangkan jer majrur kepada saya?
JALIL
(meremehkan)
Ya kurang lebih,
HANIF
(menyela dengan nada tinggi)
Diam!
(pause)
kalian yang di depan, duduk!
Jalil dan santri lain bergerak kembali ke tempat duduk mereka.
JALIL
Makasih, tar
(suara pelan)
MUHTAR
Ya, daripada berantem kalian.
(pause)
Emosinya dikontrol, Lil. Bagaimanapun, dia gurunya di sini.
JALIL
(duduk di belakang Muhtar)
Kalau kau buat kelas diwarung pojok, aku milih jadi muridmu.
Hanif beranjak dari tempat duduknya dan berdiri menghadap para santri. Sebelum memulai kalimatnya ia menarik nafas panjang.
HANIF
Sepertinya saya perlu sadarkan kalian.
(pause)
Kalau bukan dawuh dari pak kyai, saya juga tidak mau repot-repot menyadarkan kalian. Tapi tidak apa-apa. Berproses.
(pause)
Saya beri waktu satu minggu, tolong hafalannya!
DISSOLVE TO:
45. INT. KOPERASI - DI KASIR – SORE HARI
Naila masuk koperasi untuk mengambil kebutuhan dapur seperti biasa. Dilihatnya tidak ada seorangpun di meja kasir. Beberapa kali ia memanggil penjaga toko, sampai akhirnya ada jawaban dari ruang dalam dan memintanya untuk menunggu. Naila melihat ada pajangan kaligrafi terpampang didepannya. Kaligrafi arab tersebut berbunyi “wa hal fata fiikum ... A rojulun minal kiromi indakum.” Naila mengeryitkan dahi.
UMAM (O.S)
Oh mbak Naila. Mau ambil barang mbak?
NAILA
Iya kang. Ini daftarnya.
Naila memberikan daftar kepada Umam. Ia mengangguk-angguk membacanya.
NAILA
Maaf kang, yang nulis kaligrafi ini njenengan?
(pause)
Kalau saya tidak salah, itu seharusnya ‘indana’ bukan. 'indakum'
UMAM
Bukan mbak.
(pause)
Yang mana yang kurang pas mbak?
NAILA
Ini potongan nadhom alfiyah, kan?
UMAM
Saya kurang tau juga, mbak. Nanti saya tanyakan ke yang buat.
(pause)
Orangnya, yang tempo hari saya minta nahan tangga itu lo mbak!
NAILA
Oh, iya kang.
UMAM
Orang secerdas dia juga bisa salah, ternyata.
(pause)
Saya ambilkan dulu barang-barangnya mbak!
Naila mengamati kaligrafi tersebut lebih jeli. Sedikit ia dekatkan wajahnya. Ia baru menyadari bahwa cetakan huruf ‘’ radigores lebih tebal. Diambilnya sebuah kertas dari sakunya. Air muka naila menjadi sedikit tegang. Umam kembali ke meja kasir dengan membawa barang-barang yang dipesan.
UMAM
Ini barang-barangnya, mbak.
NAILA
Terimakasih, kang.
(pause)
Untuk kaligrafinya, tulisannya bagus.
UMAM
Masih ngamati kaligrafinya to mbak? Nanti saya sampaikan koreksinya.
NAILA
Mari, kang!
UMAM
Hadeh,
(menanggalkan kaligrafi)
CUT TO:
46. INT. PERPUSTAKAAN – SORE HARI
Kepala dirasah dan muhtar sedang berdiskusi dari meja masing-masing. Seperti biasa, tumpukan kitab dan beberapa buku yang terbuka hampir memenuhi meja mereka.
MUHTAR
Kang hanif itu didawuhi pak kyai untuk nggantikan pak abror, kang?
KASI DIRASAH
Hanif?
(pause)
Oh, beliau itu putra dari salah kyai yang juga mengurus pesantren di desanya.
(sambil melihat-lihat catatan)
Gus Hanif itu sudah jelas nantinya harus mampu jadi pengasuh di pesantrennya. Nah, karena ayah kang Hanif itu teman sepesantren dengan pak kyai, gus Hanif bisa latihan ngurus dan, katakanlah, belajar di sini.
MUHTAR
Oh, sebelumnya mas Hanif sendiri nyantri di mana?
KASI DIRASAH
Kalau tidak salah, dulu satu pesantren dengan kepala keamanan.
(pause)
Nah, termasuk kepala keamanan yang sekarang itu, ayahnya gus hanif yang memberikan rekomendasi untuk bisa ngabdi di sini. Ya sejauh yang saya tahu begitu.
MUHTAR
Oh, karakternya memang hampir sama. Sepertinya begitu.
KASI DIRASAH
Ada masalah? Atau,
MUHTAR
Tidak kang.
(pause)
Ya hanya saja mungkin teman-teman masih belum terlalu terbiasa saja.
DISSOLVE TO:
47. INT. ASRAMA PUTRI - KAMAR NAILA – MALAM HARI
Naila merenung dengan kertas bertuliskan namanya itu di tangan. Ia ambil sebuah kitab yang lebih besar. Dibuka halaman dari halaman. Ia terhenti di salah satu halaman dan mencoba memahaminya. Fatimah (22) datang mendekat ke arahnya.
FATIMAH
(berjalan)
Mbak, mbok ya jangan terlalu serius.
(pause - di samping Naila)
Gak harus diporsir terus.
Naila seoalh tidak menggubris perkataan dan kehadiran Fatimah. Ia masih terpaku dengan kitabnya.
NAILA
Maaf-maaf, gimana?
FATIMAH
Ya sesekali cari hiburan juga boleh, mbak.
NAILA
Ya ini masih cari hiburan, Fat.
(kembali ke kitabnya)
FATIMAH
Ya ampun, memang beda hiburannya ya.
NAILA
(tertawa)
hiburankan yang penting bisa buat senang.
FATIMAH
Alfiyah dibilang hiburan, ya.
NAILA
Ya, tapi,
(pause)
Sebentar.
Naila mencari secarik kertas di sakunya. Kemudian memberikannya kepada Fatimah.
FATIMAH
Iya, tulisannya bagus.
(mengangguk)
NAILA
Memang. Itu bukan tulisanku.
FATIMAH
Lalu?
NAILA
Sebentar, gimana bilangnya ya.
(pause)
Entah siapa yang nulis, maksudnya aku tau siapa yang nulis itu. Tapi kurang yakin juga.
FATIMAH
Ya?
(pause)
Gimana sih maksudnya?
NAILA
(mengambbil nafas panjang)
Oke, kapan kamu terakhir min ke rumah?
FATIMAH
Ya liburan tahun lalu, sekalian sowan.
(pause)
Kamukan tau itu.
NAILA
Iya. Terus ibuk cerita atau nanya apa saja?
FATIMAH
Ya biasa. Nanyain kabar orang rumah, ngajinya sampai mana.
(pause)
Ya kamu kan juga tau, mbak! Waktu itu kita bertiga!
(pause)
Kok malah bahas ini, mbak?
NAILA
Tulisan ini, aku dapat dari,
(pause)
Tapi jangan diceritakan ke ibuk ya.
FATIMAH
Ya allah. Iya mbak.
(pause)
Sendiko!
NAILA
Aku nemu tulisan ini di dalam bungkus roti.
FATIMAH
Bungkus roti?
(pause)
Namamu ada di bungkus roti? Dapat rotinya?
NAILA
Waktu ambil belanjaannya bu nyai,
(pause)
itukan lumayan banyak belanjaannya, jadi waktu sampai dapur aku susun juga di tempat masing-masing.
(pause)
Di dalam plastik itu rotinya.
FATIMAH
Mas-mas koperasi!
NAILA
Ternyata bukan.
(pause)
Tapi bisa saja,
(pause)
Tapi dia bilang bukan dia!
CUT TO:
48. INT. WARUNG POJOK – SORE HARI
Muhtar, jalil, dan fajar duduk satu meja. Seperti biasa mereka memilih meja di dekat jendela. Mereka menganggap meja dekat jendela tidak terganggu oleh santri yang lalu lalang di dalam warung.
MUHTAR
Ya kalau saranku, Lil. Gak perlu secara terang-terangan. Apalagi sampai eyel-eyelan.
JALIL
Ya maaf, tar.
MUHTAR
Namanya juga guru.
(pause)
Mungkin beliau baru lulus, masih terlalu semangat. Atau mungkin dulunya dididik seperti itu, jadi belum kenal sama kita-kita.
JALIL
(mengubah posisi duduk)
Begini tar.
(pause)
Ya terus terang saja, apapun yang dia alami di pesantrennya dulu, atau di kehidupannya. Tidak memberikan wewenang untuk dia supaya kita ini, murid-muridnya, mengalami hal yang sama.
(kepada fajar)
kalau kata orang-orang dulu apa?
FAJAR
Lain lubuk lain ikan!
JALIL
Nah, lain lubuk lain ikan
(pause)
Eh bukan itu, jar!
FAJAR
Ya mana aku tau!
(pause)
Ya sudahlah, yang sudah biar saja.
KASI DIRASAH (O.S)
(melalui pengeras suara)
Panggilan! Mas Jalil dan mas Fajar. Mas Jalil dan mas Fajar, ditunggu di kantor. Terimakasih.
MUHTAR
Itu suaranya kepala dirasah.
JALIL
Ada apa ya?
MUHTAR
Ya datang dulu ke sana!
FAJAR
Bolos ngaji, Lil!
JALIL
Oh iya!
(memegang kepalanya)
Ini hari kamis, Jar! Absen kurang satu!
Umam masuk ke warung, memesan segelas teh dan duduk di meja yang ada di depan penjaga warung. Tak lama berselang, ia baru menyadari kehadiran Muhtar dan teman-temannya di warung itu. Kemudian bergabung dengan yang lainnya.
UMAM
Eh! Di sini, Tar!
JALIL
Bos ku!
UMAM
(ke penjaga warung yang menyodorkan teh)
Terimakasih, kang.
FAJAR
Ayo Lil!
(pause)
Cepat beres, cepat selesai!
JALIL
Duluan, tar!
(berjalan keluar)
Olahraga sore!
UMAM
Lo! Malah pergi. Memang su'ul adab.
MUHTAR
Panggilan ke kantor. Absen ngaji mungkin.
UMAM
Oh...
(pause)
Kaligrafimu dikritik tar! Hadeh.
MUHTAR:
Dikritik, siapa? Pengurus?
(pause)
Ya bilang saja, kalau kurang bagus, buat sendiri.
UMAM
Bukan.
(pause)
Kalau penguruskan teman sendiri.
(pause)
Mbak naila.
MUHTAR
Naila?!
(pause)
Naila Roya?
UMAM
Nah, kaget kan. Seorang Muhtar dikoreksi oleh mbak ndalem!
Muhtar hanya tersenyum senang dan meminum kopinya. Lalu mengangguk pelan.
UMAM
Katanya lafalnya ada yang tidak sama dengan nadhomnya.
MUHTAR
Terus, apa lagi?
UMAM
Pokoknya itu salah.
(pause)
Tapi katanya tulisanmu bagus.
(menyeruput tehnya)
itu memang nadhom tar?
MUHTAR
Bukan. ...
(pause)
Itu pesan. Pesan dari penulis alfiyah maksudnya.
CUT TO:
49. INT. KOMPLEK ASRAMA PUTRA - KAMAR MANDI UMUM – SORE HARI
Jalil dan fajar ada di dalam bak mandi besar membersihkan lumut yang melekat di dinding bak. Di tangan mereka memegang sebuah sikat besar. Seluruh badannya bergerak saat mereka sedang menyikat dinding dalam dari bak tersebut.
JALIL
Ini lumut apa kerak. Disikat gak mau lepas!
FAJAR
Pakai tenaga, Lil! Kalau pakai mulut ya gak lepas!
JALIL
Diam.
(pause)
Pakai tangan.
(pause)
Ini kenapa cuma dua orang sih!
FAJAR
Kau kan dengar tadi, mereka minta nanti malam.
JALIL
Aku kira gak cuma dua orang juga, Jar.
CUT TO:
50. I/E. PERPUSTAKAAN – MALAM HARI
Muhtar tampak sedang sibuk membolak balik beberapa kitab. Kadang ia memberi tanda lipatan kecil pada sudut halaman kitab tertentu. Tak lupa juga ia buat beberapa catatan untuk judul kitab dan nomor halamannya.
Sejenak ia bergeming, lalu menguap karena sudaah mulai terasa kantuk. Ia lihat jam dinding, menunjukkan pukul 10.15 malam. Ia bereskan kertas-kertas dan kitab yang ada di mejanya, dan berjaan meninggalkan perpustakaan.
Saat ia berada di depan perpustakaan, sedang mengunci pintu, ia bergeming sejenak. Lalu segera kembali masuk ke perpustakaan. Penanya masih berada di atas meja, segera ia ambil. Sejenak ia tersenyum lalu beranjak keluar perpustakaan.
Di teras perpus takaan, ia dengar langkah sendal yang sedikit diseret dari arah yang berlawanan mendekat. Muhtar menghentikan langkahnya untuk melihat siapa yang mendekat. Ia dapati Umam berjalan mendekat.
UMAM
Tar!
(mempercepat jalannya)
MUHTAR
Oh, kau Mam! Tumben ke sini.
UMAM
Kau bilang itu pesan, Tar. Pesan apa!
MUHTAR
Pessan apa?
UMAM
Kaligrafi.
(pause)
Tadi pagi Naila ke koperasi, Tar!
MUHTAR
Oh masalah yang kemarin itu? atau, .
(pause)
Memangnya ada apa?
UMAM
(memberikan kertas)
Dia minta dibuatkan kaligrafi.
Muhtar menerima kertas tersebut dan melihat yang tertulis di sana. Di lembar tersebut hanya terdapat sepenggal tulisan arab -alfiyah 537-
UMAM
Ini balasannya tolong dibuatkan kaligrafinya juga. Itu yang dia bilang sore tadi.
MUHTAR
Ya bisa saja memang tulisanku bagus, Mam.
UMAM
Ya dia bilang, ini balasannya, itu?
(pause)
Aku jadi bingung.
MUHTAR
Sudahlah, gak usah dibuat bingung. Yang tenang,
UMAM
(menyela)
Tar, jangan aneh-aneh lo Tar.
MUHTAR
Gak aneh, Mam.
(pause)
Gak ada yang aneh. Ya sudah, jam malam!
(berjalan)
Muhtar beranjak dari teras perpustakaan. Jalannya semakin cepat. Bahkan ia sedikit berlari seperti sedang mengejar sesuatu dengan kertas di tangannya.
CUT TO: