Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bunga dan Pena
Suka
Favorit
Bagikan
6. Chapter 6

44. INT. KELAS SANTRI – SIANG HARI

Beberapa santri berdiri membelakangi papan tulis. Di hadapan mereka berdiri si mustahiq yang tampak kesal melihat tiap-tiap mereka. Santri-santri lain di kelas hanya terdiam saja, ada juga yang sedang berusaha menghafal.

HANIF

Kalian ini maunya bagaimana?

(pause)

Kemarin belum hafal, sekarang nambah satupun tidak.

(nadanya meninggi)

Makan apa, kalian? Hah? Kok bebal sekali otaknya!

JALIL

Mohon maaf kang, beberapa orangkan memang sulit kalau menghafal. Itu memang sudah bawaan sepertinya. Jadi,

HANIF

(menyela)

Sulit menghafal itu ada sebabnya!

(pause)

Maksiat contohnya.

JALIL

Maksud njenengan kami ini ahli maksiat, begitu?

MUHTAR (O.S)

(menyela)

Maksudnya begini, Pak.

HANIF

(menoleh ke arah muhtar)

bagaimana? Ada pertanyaan?

MUHTAR

Maksud teman saya itu, dia lebih tertarik dengan ilmu-ilmu seperti fiqh dan semacamnya yang memang tidak harus menghafal.

(pause)

Jadi lebih kepada pemahaman.

HANIF

Paham apanya? Hafalan saja tidak bisa!

MUHTAR

(rendah hati)

Begini, setahu saya, kerangka konsep bisa dipahami dengan atau tanpa hafalan.

(pause)

Tapi dengan beberapa tanda-tanda.

HANIF

Tanda apa?

MUHTAR

(sedikit menggelengkan kepala) )

kalau jer majrur, tidak perlu mengingat-ingat nadhom yang menerangkan jer majrur. Cukup memahami kalau ada huruf jer, berarti ada majrur. Lalu i’robnya tinggal menyesuaikan saja. Mungkin seperti itu.

HANIF

(mengintimidasi)

Kamu, menerangkan jer majrur kepada saya?

JALIL

(meremehkan)

Ya kurang lebih,

HANIF

(menyela dengan nada tinggi)

Diam!

(pause)

kalian yang di depan, duduk!

Jalil dan santri lain bergerak kembali ke tempat duduk mereka.

JALIL

Makasih, tar

(suara pelan)

MUHTAR

Ya, daripada berantem kalian.

(pause)

Emosinya dikontrol, Lil. Bagaimanapun, dia gurunya di sini.

JALIL

(duduk di belakang Muhtar)

Kalau kau buat kelas diwarung pojok, aku milih jadi muridmu.

Hanif beranjak dari tempat duduknya dan berdiri menghadap para santri. Sebelum memulai kalimatnya ia menarik nafas panjang.

HANIF

Sepertinya saya perlu sadarkan kalian.

(pause)

Kalau bukan dawuh dari pak kyai, saya juga tidak mau repot-repot menyadarkan kalian. Tapi tidak apa-apa. Berproses.

(pause)

Saya beri waktu satu minggu, tolong hafalannya!

DISSOLVE TO:

45. INT. KOPERASI - DI KASIR – SORE HARI

Naila masuk koperasi untuk mengambil kebutuhan dapur seperti biasa. Dilihatnya tidak ada seorangpun di meja kasir. Beberapa kali ia memanggil penjaga toko, sampai akhirnya ada jawaban dari ruang dalam dan memintanya untuk menunggu. Naila melihat ada pajangan kaligrafi terpampang didepannya. Kaligrafi arab tersebut berbunyi “wa hal fata fiikum ... A rojulun minal kiromi indakum.” Naila mengeryitkan dahi.

UMAM (O.S)

Oh mbak Naila. Mau ambil barang mbak?

NAILA

Iya kang. Ini daftarnya.

Naila memberikan daftar kepada Umam. Ia mengangguk-angguk membacanya.

NAILA

Maaf kang, yang nulis kaligrafi ini njenengan?

(pause)

Kalau saya tidak salah, itu seharusnya ‘indana’ bukan.   'indakum'

UMAM

Bukan mbak.

(pause)

Yang mana yang kurang pas mbak?

NAILA

Ini potongan nadhom alfiyah, kan?

UMAM

Saya kurang tau juga, mbak. Nanti saya tanyakan ke yang buat.

(pause)

Orangnya, yang tempo hari saya minta nahan tangga itu lo mbak!

NAILA

Oh, iya kang.

UMAM

Orang secerdas dia juga bisa salah, ternyata.

(pause)

Saya ambilkan dulu barang-barangnya mbak!

Naila mengamati kaligrafi tersebut lebih jeli. Sedikit ia dekatkan wajahnya. Ia baru menyadari bahwa cetakan huruf ‘’ radigores lebih tebal. Diambilnya sebuah kertas dari sakunya. Air muka naila menjadi sedikit tegang. Umam kembali ke meja kasir dengan membawa barang-barang yang dipesan.

UMAM

Ini barang-barangnya, mbak.

NAILA

Terimakasih, kang.

(pause)

Untuk kaligrafinya, tulisannya bagus.

UMAM

Masih ngamati kaligrafinya to mbak? Nanti saya sampaikan koreksinya.

NAILA

Mari, kang!

UMAM

Hadeh,

(menanggalkan kaligrafi)

CUT TO:

46. INT. PERPUSTAKAAN – SORE HARI

Kepala dirasah dan muhtar sedang berdiskusi dari meja masing-masing. Seperti biasa, tumpukan kitab dan beberapa buku yang terbuka hampir memenuhi meja mereka.

MUHTAR

Kang hanif itu didawuhi pak kyai untuk nggantikan pak abror, kang?

KASI DIRASAH

Hanif?

(pause)

Oh, beliau itu putra dari salah kyai yang juga mengurus pesantren di desanya.

(sambil melihat-lihat catatan)

Gus Hanif itu sudah jelas nantinya harus mampu jadi pengasuh di pesantrennya. Nah, karena ayah kang Hanif itu teman sepesantren dengan pak kyai, gus Hanif bisa latihan ngurus dan, katakanlah, belajar di sini.

MUHTAR

Oh, sebelumnya mas Hanif sendiri nyantri di mana?

KASI DIRASAH

Kalau tidak salah, dulu satu pesantren dengan kepala keamanan.

(pause)

Nah, termasuk kepala keamanan yang sekarang itu, ayahnya gus hanif yang memberikan rekomendasi untuk bisa ngabdi di sini. Ya sejauh yang saya tahu begitu.

MUHTAR

Oh, karakternya memang hampir sama. Sepertinya begitu.

KASI DIRASAH

Ada masalah? Atau,

MUHTAR

Tidak kang.

(pause)

Ya hanya saja mungkin teman-teman masih belum terlalu terbiasa saja.

DISSOLVE TO:

47. INT. ASRAMA PUTRI - KAMAR NAILA – MALAM HARI

Naila merenung dengan kertas bertuliskan namanya itu di tangan. Ia ambil sebuah kitab yang lebih besar. Dibuka halaman dari halaman. Ia terhenti di salah satu halaman dan mencoba memahaminya. Fatimah (22) datang mendekat ke arahnya.

FATIMAH

(berjalan)

Mbak, mbok ya jangan terlalu serius.

(pause - di samping Naila)

Gak harus diporsir terus.

Naila seoalh tidak menggubris perkataan dan kehadiran Fatimah. Ia masih terpaku dengan kitabnya.

NAILA

Maaf-maaf, gimana?

FATIMAH

Ya sesekali cari hiburan juga boleh, mbak.

NAILA

Ya ini masih cari hiburan, Fat.

(kembali ke kitabnya)

FATIMAH

Ya ampun, memang beda hiburannya ya.

NAILA

(tertawa)

hiburankan yang penting bisa buat senang.

FATIMAH

Alfiyah dibilang hiburan, ya.

NAILA

Ya, tapi,

(pause)

Sebentar.

Naila mencari secarik kertas di sakunya. Kemudian memberikannya kepada Fatimah.

FATIMAH

Iya, tulisannya bagus.

(mengangguk)

NAILA

Memang. Itu bukan tulisanku.

FATIMAH

Lalu?

NAILA

Sebentar, gimana bilangnya ya.

(pause)

Entah siapa yang nulis, maksudnya aku tau siapa yang nulis itu. Tapi kurang yakin juga.

FATIMAH

Ya?

(pause)

Gimana sih maksudnya?

NAILA

(mengambbil nafas panjang)

Oke, kapan kamu terakhir min ke rumah?

FATIMAH

Ya liburan tahun lalu, sekalian sowan.

(pause)

Kamukan tau itu.

NAILA

Iya. Terus ibuk cerita atau nanya apa saja?

FATIMAH

Ya biasa. Nanyain kabar orang rumah, ngajinya sampai mana.

(pause)

Ya kamu kan juga tau, mbak! Waktu itu kita bertiga!

(pause)

Kok malah bahas ini, mbak?

NAILA

Tulisan ini, aku dapat dari,

(pause)

Tapi jangan diceritakan ke ibuk ya.

FATIMAH

Ya allah. Iya mbak.

(pause)

Sendiko!

NAILA

Aku nemu tulisan ini di dalam bungkus roti.

FATIMAH

Bungkus roti?

(pause)

Namamu ada di bungkus roti? Dapat rotinya?

NAILA

Waktu ambil belanjaannya bu nyai,

(pause)

itukan lumayan banyak belanjaannya, jadi waktu sampai dapur aku susun juga di tempat masing-masing.

(pause)

Di dalam plastik itu rotinya.

FATIMAH

Mas-mas koperasi!

NAILA

Ternyata bukan.

(pause)

Tapi bisa saja,

(pause)

Tapi dia bilang bukan dia!

CUT TO:

48. INT. WARUNG POJOK – SORE HARI

Muhtar, jalil, dan fajar duduk satu meja. Seperti biasa mereka memilih meja di dekat jendela. Mereka menganggap meja dekat jendela tidak terganggu oleh santri yang lalu lalang di dalam warung.

MUHTAR

Ya kalau saranku, Lil. Gak perlu secara terang-terangan. Apalagi sampai eyel-eyelan.

JALIL

Ya maaf, tar.

MUHTAR

Namanya juga guru.

(pause)

Mungkin beliau baru lulus, masih terlalu semangat. Atau mungkin dulunya dididik seperti itu, jadi belum kenal sama kita-kita.

JALIL

(mengubah posisi duduk)

Begini tar.

(pause)

Ya terus terang saja, apapun yang dia alami di pesantrennya dulu, atau di kehidupannya. Tidak memberikan wewenang untuk dia supaya kita ini, murid-muridnya, mengalami hal yang sama.

(kepada fajar)

kalau kata orang-orang dulu apa?

FAJAR

Lain lubuk lain ikan!

JALIL

Nah, lain lubuk lain ikan

(pause)

Eh bukan itu, jar!

FAJAR

Ya mana aku tau!

(pause)

Ya sudahlah, yang sudah biar saja.

KASI DIRASAH (O.S)

(melalui pengeras suara)

Panggilan! Mas Jalil dan mas Fajar. Mas Jalil dan mas Fajar, ditunggu di kantor. Terimakasih.

MUHTAR

Itu suaranya kepala dirasah.

JALIL

Ada apa ya?

MUHTAR

Ya datang dulu ke sana!

FAJAR

Bolos ngaji, Lil!

JALIL

Oh iya!

(memegang kepalanya)

Ini hari kamis, Jar! Absen kurang satu!

Umam masuk ke warung, memesan segelas teh dan duduk di meja yang ada di depan penjaga warung. Tak lama berselang, ia baru menyadari kehadiran Muhtar dan teman-temannya di warung itu. Kemudian bergabung dengan yang lainnya.

UMAM

Eh! Di sini, Tar!

JALIL

Bos ku!

UMAM

(ke penjaga warung yang menyodorkan teh)

Terimakasih, kang.

FAJAR

Ayo Lil!

(pause)

Cepat beres, cepat selesai!

JALIL

Duluan, tar!

(berjalan keluar)

Olahraga sore!

UMAM

Lo! Malah pergi. Memang su'ul adab.

MUHTAR

Panggilan ke kantor. Absen ngaji mungkin.

UMAM

Oh...

(pause)

Kaligrafimu dikritik tar! Hadeh.

MUHTAR:

Dikritik, siapa? Pengurus?

(pause)

Ya bilang saja, kalau kurang bagus, buat sendiri.

UMAM

Bukan.

(pause)

Kalau penguruskan teman sendiri.

(pause)

Mbak naila.

MUHTAR

Naila?!

(pause)

Naila Roya?

UMAM

Nah, kaget kan. Seorang Muhtar dikoreksi oleh mbak ndalem!

Muhtar hanya tersenyum senang dan meminum kopinya. Lalu mengangguk pelan.

UMAM

Katanya lafalnya ada yang tidak sama dengan nadhomnya.

MUHTAR

Terus, apa lagi?

UMAM

Pokoknya itu salah.

(pause)

Tapi katanya tulisanmu bagus.

(menyeruput tehnya)

itu memang nadhom tar?

MUHTAR

Bukan. ...

(pause)

Itu pesan. Pesan dari penulis alfiyah maksudnya.

CUT TO:

49. INT. KOMPLEK ASRAMA PUTRA - KAMAR MANDI UMUM – SORE HARI

Jalil dan fajar ada di dalam bak mandi besar membersihkan lumut yang melekat di dinding bak. Di tangan mereka memegang sebuah sikat besar. Seluruh badannya bergerak saat mereka sedang menyikat dinding dalam dari bak tersebut.

JALIL

Ini lumut apa kerak. Disikat gak mau lepas!

FAJAR

Pakai tenaga, Lil! Kalau pakai mulut ya gak lepas!

JALIL

Diam.

(pause)

Pakai tangan.

(pause)

Ini kenapa cuma dua orang sih!

FAJAR

Kau kan dengar tadi, mereka minta nanti malam.

JALIL

Aku kira gak cuma dua orang juga, Jar.

CUT TO:

50. I/E. PERPUSTAKAAN – MALAM HARI

Muhtar tampak sedang sibuk membolak balik beberapa kitab. Kadang ia memberi tanda lipatan kecil pada sudut halaman kitab tertentu. Tak lupa juga ia buat beberapa catatan untuk judul kitab dan nomor halamannya.

Sejenak ia bergeming, lalu menguap karena sudaah mulai terasa kantuk. Ia lihat jam dinding, menunjukkan pukul 10.15 malam. Ia bereskan kertas-kertas dan kitab yang ada di mejanya, dan berjaan meninggalkan perpustakaan.

Saat ia berada di depan perpustakaan, sedang mengunci pintu, ia bergeming sejenak. Lalu segera kembali masuk ke perpustakaan. Penanya masih berada di atas meja, segera ia ambil. Sejenak ia tersenyum lalu beranjak keluar perpustakaan.

Di teras perpus takaan, ia dengar langkah sendal yang sedikit diseret dari arah yang berlawanan mendekat. Muhtar menghentikan langkahnya untuk melihat siapa yang mendekat. Ia dapati Umam berjalan mendekat.

UMAM

Tar!

(mempercepat jalannya)

MUHTAR

Oh, kau Mam! Tumben ke sini.

UMAM

Kau bilang itu pesan, Tar. Pesan apa!

MUHTAR

Pessan apa?

UMAM

Kaligrafi.

(pause)

Tadi pagi Naila ke koperasi, Tar!

MUHTAR

Oh masalah yang kemarin itu? atau, .

(pause)

Memangnya ada apa?

UMAM

(memberikan kertas)

Dia minta dibuatkan kaligrafi.

Muhtar menerima kertas tersebut dan melihat yang tertulis di sana. Di lembar tersebut hanya terdapat sepenggal tulisan arab -alfiyah 537-

UMAM

Ini balasannya tolong dibuatkan kaligrafinya juga. Itu yang dia bilang sore tadi.

MUHTAR

Ya bisa saja memang tulisanku bagus, Mam.

UMAM

Ya dia bilang, ini balasannya, itu?

(pause)

Aku jadi bingung.

MUHTAR

Sudahlah, gak usah dibuat bingung. Yang tenang,

UMAM

(menyela)

Tar, jangan aneh-aneh lo Tar.

MUHTAR

Gak aneh, Mam.

(pause)

Gak ada yang aneh. Ya sudah, jam malam!

(berjalan)

Muhtar beranjak dari teras perpustakaan. Jalannya semakin cepat. Bahkan ia sedikit berlari seperti sedang mengejar sesuatu dengan kertas di tangannya.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar