Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
51. INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR MUHTAR - NIGHT
Muhtar segera meraih mejanya, mencari-cari buku saku yang biasa ia pakai untuk hafalan. Ia cari bait 537.
MUHTAR
(berbicara sendiri)
537, 537...
(pause)
537
Matanya tertuju pada bait yang ia dapati. Dahinya mengerut. Air mukanya berubah, ia berusaha keras memahami bait tersebut.
MUHTAR
(membaca)
Fa qod yakunaini munakkiroini. Kama yakunaani mu'arrofaini.
(pause)
'Athof!
Muhtar membuka kitab lain yang lebih tebal. Jari dan matanya beradu cepat menyusuri baris-baris kitab tersebut. Beberapa saat kemudian perlahan ia mulai tersenyum, memalingkan pandangannya dari kitab tersebut. Tawa mulai muncul, ia menutub kitabnya lalu meletakkannya kembali.
Ia bersndar di kursinya, dua telapak tangannya ia letakkan di dagunya. Ia amati para santri sekamar yang telah tertidur. Ia menahan tawa.
MUHTAR
Ya!
Muhtar mengambil secarik kertas, sejenak mengamati pena yang ada di sakunya. Ia mulai menulis sesuatu. Senyumnya tak pernah tenggelam dari wajahnya seraya menulis di atas kertas tersebut.
DISSOLVE TO:
52. INT. KOPERASI - MEJA KASIR - SORE HARI
Umam sedang mempersiapkan barang-barang yang biasa di pesan oleh Bu Nyai. Ia terhenti saat melihat Muhtar memasuki koperasi.
UMAM
Eh, kau Tar.
(memasukkan barang-barang)
MUHTAR
Mam, hari ini biasanya si Naila ambil barang kan?
(nada dan wajah ceria)
UMAM
(mengangguk)
Ini barangnya.
MUHTAR
Oh, ya...ya.
(mengangguk)
UMAM
Tar, jangan aneh-aneh.
(intonasi pelan)
Muhtar tidak terlalu memperhatikan Umam. Muhtar kemudian melihat-lihat keliing koperasi.
MUHTAR (O.S)
Gentengnya sudah bener, Mam?
UMAM
Sudah.
MUHTAR
Sinis kali, kenapa kau?
Tampak naila sedang memasuki koperasi. Di depan meja kasir, naila berdiri dan memandang Muhtar. Begitupun Muhtar menatap wajahnya. Beberapa detik mereka berpandangan, Naila segera menundukkan pandangan dan mengarahkan pandangan ke kasir.
NAILA
Ini daftar barangnya kang.
(menyodorkan kertas)
UMAM
Iya mbak, ini saya sedang siapkan. Sebentar, njih.
NAILA
Iya kang.
Muhtar tampak hanya berputar-putar di dalam pikirannya. Mukanya tampak mengencang, berpikir keras. Tampaknya jantungnya berdetak semakin cepat. Pandangannya hanya terarah pada Naila. Di depannya yang berjarak kurang dari 20 meter, Naila sudah mulai beranjak keluar dari koperasi. Muhtar mengambil nafas cukup dalam dan melangkah mengejar Naila yang sudah selangkah keluar dari koperasi. Dari dalam koperasi ia memanggil Naila.
MUHTAR
Mbak!
(berjalan cepat keluar koperasi)
UMAM
Tar, ngapain!
Muhtar tidak menggubris Umam dan tetap berjalan mengejar Naila.
CUT TO:
53. EXT. KOPERASI - TERAS KOPERASI - MOMENTS LATER
Naila berhenti kemudian mengarahkan pandangannya ke arah koperasi. Muhtar berdiri tepat di depan pintu koperasi yang tertutup. Kemudian Muhtar berjalan pelan mendekat ke Naila. Ia memberanikan diri untuk mempetahankan pandangannya ke arah Naila, sedangkan Naila tetap menundukkan pandangannya.
MUHTAR
Ngapunten, mbak. Njenengan minta saya untuk menuliskan kaligrafi?
NAILA
Ya, saya kemarin sudah sampaikan lewat teman njenengan.
MUHTAR
Iya, dia sudah sampaikan ke saya.
Muhtar mengambil sebuah kertas yang dilipat tidak rapi, menjadi empat bagian lalu mengulurkannya ke Naila.
MUHTAR
Ngapunten, mungkin saya masih kurang paham dengan pesan njenengan.
(pause)
Jadi saya tulis saja di sini.
Naila menerima kertas dari muhtar. Kemudian bermaksud membuka lipatan tersebut. Namun tidak jadi karena ia mendengar Umam memanggil Muhtar dari dalam koperasi.
NAILA
Ya sudah. Mari, kang!
Melihat naila menjauh, Muhtar masih memandanginya tanpa berpindah selangkahpun. Setelah Naila menghilang karena masuk sebuah gang, Muhtar kembali masuk ke koperasi.
CUT TO:
54. INT. KOPERASI - MEJA KASIR - MOMENTS LATER
Muhtar masuk dengan wajah penuh senyum, sementara Umam memandangi Muhtar dengan wajah yang serius.
UMAM
Apa itu tadi?
MUHTAR
La katanya kemarin dia minta kaligrafi,
UMAM
Itu bukan kaligrafi!
(pause)
Aku tau kau, Tar!
(pause)
Begini, apapun itu tadi. Jangan aneh-aneh, Tar!
MUHTAR
Kau sudah bilang itu dari kemarin, untuk hari ini kau sudah ulang ebih dari dua kali.
Mereka berdua terdiam. Muhtar duduk di meja kasir.
MUHTAR
Mam, sebenarnya tidak aneh. Apalagi aneh-aneh.
(pause)
Mam, sebelum Allah menciptakan alam semesta ini, kira-kira yang ia ciptakan pertama kali apa?
UMAM
Mulai aneh beneran, hati-hati Tar.
MUHTAR
Cinta!
(pause)
Sepertinya itu yang pertama kali ia ciptakan.
CUT TO:
55. INT. KANTOR PENGURUS - NIGHT
Kepala keamanan dan Hanif sedang melakukan diskusi ringan. Kadang-kadng mereka juga tertawa bersama.
KEPALA KEAMANAN
Gimana mas, satu bulan di sini?
HANIF
Seperti biasa, ya. Kau kan tau sendiri dulu bagaimana.
KEPALA KEAMANAN
Ya memang berbeda, tapi tidak salah juga kalau beberapa sistem diadopsi ke sini.
HANIF
Memang tidak apa-apa. Dan teman-teman santri juga siap.
KEPALA KEAMANAN
Kalau kita yang ikutin cara main mereka gak akan jadi, mas.
HANIF
Ya kita juga harus adaptasi.
(pause)
Kau juga gak perlu garang-garang juga.
(tersenyum)
KEPALA KEAMANAN
Ya namanya juga karakter, mas
(tertawa)
HANIF
Oh iya, aku jadi ingat salah satu teman kita. Dulu dia sering nangis karena digojloki temannya.
(pause)
Tampilannya lugu, ya terkesan culun lah ya. Kancing kemeja paling atas itu selalu dikancingkan. Potogan rambutnya, ya abri.
Raut muka Kepla Keamanan sedikit berubah, seolah bertanya-tanya. Dahinya mulai mengerut, matanya sedikit memicing.
KEPALA KEAMANAN
Kok gak asing, ya?
HANIF
Sebentar, iya memang tidak asing.
(pause)
Terus, suatu hari ikat pinggangnya hilang.
(pause)
Mungkin karena sangking kreatifnya ya,
KEPALA KEAMANAN
(menyela)
Hop! Sudah tau. Sudah tau tidak usah dilanjutkan.
(tertawa)
DISSOLVE TO:
56. INT. ASRAMA PUTRI - KAMAR NAILA - NIGHT
Naila dan Fatimah duduk berdekatan. Pembicaraannya berlangsung cukup pelan supaya tidak terdengar santri lain yang keluar masuk kamar.
FATIMAH
Beneran?
(kaget)
Sangat berani sekali.
NAILA
Aduh, jangan dibilangkan ke Ibuk lo, Fat!
FATIMAH
Kalau itu dibahas nanti dulu. Sekarang, kok dia bisa kenal njenengan, Mbak?
NAILA
Aku gak tau.
(pause)
Setauku tempo hari waktu dikoperasi dia di sana. Mungkin waktu itu.
FATIMAH
Luar biasa!
NAILA
Luar biasa bagaimana?
FATIMAH
Halah, kalau kata orang pandangan pertama.
(tertawa)
NAILA
Fat!
(pause)
Serius to.
FATIMAH
(berhenti tertawa)
Iya, iya. Oke, ngapunten-ngapunten.
NAILA
Ya nggak usah seperti itu juga, Fat!
FATIMAH
Ya namanya kebiasaan, Mbak!
NAILA
Itukan kalau di sana!
FATIMAH
Yasudah. Kembali ke mas-mas yang nulis kaligrafi. Ganteng?
NAILA
Hmm... Ya ganteng sih.
(tersipu)
FATIMAH
(mendehem - tertawa)
CUT TO:
57. INT. WARUNG POJOK - MEJA DEKAT JENDELA - NIGHT
Muhtar, Jalil dan Fajar berssantai melihat-lihat luar jendela dan kadang bercerita tanpa tema, kadang Muhtar tersenyum saat tidak ada sesuatu yang lucu. Saat mereka kehabisan bahan cerita, Rahmad tampak melintas di depan warung.
JALIL
Tar, katanya si rahmad itu kesemsem sama adikmu.
MUHTAR
Kata siapa?
JALIL
Ya kata Rahmad sendiri, Tar!
MUHTAR
Dia cerita begitu?
JALIL
Iya. Kapan ya?
(pause)
Sudah lama sih. Waktu itu dia datang ke kamar. Oh iya waktu aku jadi pembicara musyawarah. Dia nawarin bantuan, terus ku tanya kenapa repot-repot?
MUHTAR
(menyela)
Minta bantuin lobi?
JALIL
Iya!
(pause)
Mungkin bisa lebih mudah, begitu.
MUHTAR
Ya datang kerumah, to ya.
JALIL
Nah, aku juga bilang begitu ke dia. Katanya, kalau ada dekengan dari kakaknya kan lebih besar peluangnya, gitu!
FAJAR
Lobinya lumayan juga dia, ya.
(pause)
Lobi ke kakaknya, lobi juga ke penciptanya.
JALIL
Oh, gitu?
(menyeruput kopi)
Istiqomah mujahadah?
FAJAR
Bukan istiqomah lagi, kalau ada waktu sepertiga siang itu waktu mustajabah, dia pakai juga kayaknya.
JALIL
Tiap malam?
FAJAR
Tiap malam!
(pause)
Kalau ngigaupun rasaku nama adiknya Muhtar yang dipanggil.
(tertawa)
MUHTAR
Halah!
(pause)
Tapi ngomong hal tadi itu. Sudah waktunya mungkin.
JALIL
Kau juga kesemsem sama orang, Tar?
FAJAR
Kau bisa kesemsem cewek juga, Tar?
MUHTAR
Kalau kesemsem sama kau malah repot, Jar!
FAJAR
Maksudku, ku kira kau paten fokus, madep mantep, ke kitab-kitab terus!
MUHTAR
La Nabi saja minta pendamping terus diberi, perempuan.
JALIL
Beneran, suka sama orang kau? Siapa, eh?
(pause)
Kapan kenalannya?
MUHTAR
Kalau kata Imam Sya'roni,
JALIL
(menyela)
Hop! Referensi lagi? Mau cerita atau buat makalah musyawarah?
MUHTAR
Oke,
(mengubah posisi duduknya)
Bahasa itu dipakai untuk berinteraksi. Kenalan, itu interaksi secara fisik. Tau namanya, rumahnya di mana, orang tuanya siapa.
(pause)
Cinta itu, interaksi hati. Bahasanya juga bahasa cinta.
Kemudian mereka semua terdiam, menunggu Muhar melanjutkan penjelasannya. Tapi suasana malah berubah menjadi sunyi.
JALIL
Ya, terus?
MUHTAR
Ya itu!
FAJAR
Hadeh! Sudah serius kuperhatikan ini, cuma sampai di situ?
MUHTAR
La mau sampai mana?
JALIL
Ya sampai mana, gitu! Namanya, orang mana, atau apalah!
(pause)
Ah! Kadang ngomong sama orang pinter malah sulit.
FAJAR
Iya, Lil. Mending kita-kita ini!
JALIL
Iya! Tapi kalau aku pintar dan merakyat, jadi gak akan sulit kalau diajak ngomong!
FAJAR
Kalau kau pintar, gak akan kau berdiri setiap pelajaran Lil!
JALIL
Ya kan merakyat!
FAJAR
Merakyat apanya? Merakyat itu, kaya Muhtar kemarin!
(pause)
Membela orang yang hampir eyel-eyelan sama Pak Abror!
JALIL
Lo, eyel-eyelanku kemarin sama Pak Abror itu juga usaha membela rakyat. Kesimpulannya, merakyat!
FAJAR
Makanya kalau merakyatpun,
JALIL
Ini kok malah bahas merakyat?
(menyela Jalil)
FAJAR
Ya kau duluan yang mulai!
Muhtar hanya terdiam melihat kedua temannya berdebat. Kadang ia tertawa karena merespon beberapa hal yang meminta konfirmasinya. Di dalam pikirannya masih dipenuhi oleh Naila.
DISSOLVE TO:
58. INT. PERPUSTAKAAN - NIGHT
Muhtar sedang sibuk di mejanya, menulis di sebuah buku catatan. Beberapa kali ia kembali ke kitab-kitabnya. Membuka beberapa halaman lalu kembali ke catatannya. Ia mendengar pintu dibuka, Kasi Dirasah masuk ke perpustakaan dengan membawa beberapa kitab. Muhar tersenyum kepada Kasi Dirasah. Kitab-kitab tersebut diletakkan di atas mejanya.
KASI DIRASAH
Ini beberapa kitab yang kemarin dirasa bisa dijadikan referensi tambahan.
MUHTAR
Sudah diberi makna, kang?
KASI DIRASAH
(sedikit cengengesan)
Kalau itu masih dijadikan tugas kita, Tar!
MUHTAR
(melonggarkan pecinya)
Oke... Siap! Sampai tampangnya jadi mirip kaligrafi.
(tertawa)
KASI DIRASAH
Wih! Naskhi atau kufi?
MUHTAR
Nafsi kang.
Mereka berdua tertawa karena lelucon yang disampaikan oleh Muhtar. Kasi Dirasah kemudian mengambil salah satu kitab lalu duduk di kursinya.
KASI DIRASAH
Ya paling tidak ini juga bisa jadi percobaan.
MUHTAR
Maksudnya kang?
KASI DIRASAH
Kalau akhir tahun, Dzulhijjah, nanti materinya sudah tersusun dan memenuhi standar, ini bisa dijadikan salah satu program unggulan dirasah.
MUHTAR
Dijadikan kurikulum?
KASI DIRASAH
Bisa dikatakan begitu, cuma seperti apa teknisnya masih dipertimbangkan.
(mulai membuka kitabnya)
Mereka berdua terdiam dan fokus ke kitab mereka masing-masing. Beberapa saat kemudian, terdengar pintu diketuk oleh seseorang. Muhtar beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah pintu untuk membukakannya. Ia lihat Umam berdiri di depan pintu tersebut.
UMAM
Tar! Wah, gila kau!
MUHTAR
Kenapa Mam?
UMAM
Naila! Kemarin itu surat apa?
MUHTAR
Mam!
(menggelengkan kepala ke arah dalam perpustakaan)
Muhtar menutup pintu perpustakaan lalu mengajak Umam untuk berdiri agak jauh dari pintu perpustakaan.
UMAM
(dengan suara yang lebih pelan)
Begini Tar, ini serius jangan aneh-aneh.
(mengambil amplop di sakunya)
Kalau sampai pengurus tau,
MUHTAR
Apa itu?
(mengambil amplopnya)
UMAM
Naila! Dari dia.
MUHTAR
Kalau pengurus tau, palingan diapakan sih?
(pause)
Paling banter dibotak, push-up.
(pause)
Ya memang bisa dikeluarkan, sih.
(pause)
Tapi itu bisa diuruslah! Yasudah, aku masuk dulu. Terimakasih sekali,
(mengangkat amplopnya)
Nanti bisa dibahas lagi.
CUT TO:
59. INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR MUHTAR - NIGHT
Di sudut kamarnya, Muhtar beberapa kali membaca kertas yang baru saja ia terima dari Umam. Di kertas tersebut tertulis kalimat yang tidak panjang - Sore tempo hari, aku tak punya cukup kata untuk berbicara. Apalagi keberanian. Mungkin keberanianku bisa segera terbangun.
Muhtar meletakkan kertas tersebut, ia tersenyum tapi juga masih menyimpan tanya di pikirannya, dahinya mengerut. Berusaha menerka jawabannya.
Diambilnya secarik kertas dan mulai menulis.
MUHTAR (V.O)
Sore itu memang cerah sekali, aku sedikit lupa. Aku juga tak ingat waktu itu pukul berapa. Yang aku ingat, waktu itu kupinjam sayap hud-hud supaya sampai beberapa kata. Kau boleh meminjamnya. Seperti yang mereka lakukan dulu kala.
CUT TO: