Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. KAMAR SANTRI – MALAM HARI
Di sudut kamar, muhtar sedang melamun, dengan buku saku berisi nadhom hafalan terbuka di tangannya. Sontak ia menggelengkan kepalanya lalu kembali ke usaha untuk menghafal.
MUHTAR
Ealah, mbak alfi... Kok ya gini men to ya,
(menyandarkan kepala sambil memejamkan mata)
Suasana pesantre tampak tenteram, sunyi dan tenang. Suara jangkrik dan suara-suara lain mewarnai suasana malam pesantren.
CUT TO:
INT. DI TEMPAT CUCI UMUM – PAGI HARI
Muhtar sedang mencuci bajunya di salah satu keran, dahinya mengerut, seperti sedang memikirkan sesuatu. Kemudian jalil datang mencuci pakaian di keran sebelah muhtar. Muhtar tidak menghiraukan kehadiran jalil. Melihat respon muhtar yang demikian, jalil melihat muhtar dengan serius untuk beberapa saat sambil menyalakan keran.
JALIL
Mikir apa tar? (pause)
Gak capek apa? Urat muka ketarik semua tuh.
MUHTAR
Hem?
JALIL
Muka kau. Tegang!
MUHTAR
Ya ini karena ngucek baju Lil. (pause)
Sekuat tenaga!
JALIL
Muka ngotot sama muka tegang beda, Tar.
MUHTAR
Oh...
Mereka berdua tidak mengucapkan satu kata pun. Mereka mengucek pakaiannya masing-masing. Muhtar mengucek pakaiannya terlalu kuat sampai salah satu kaosnya robek. Jalil melihat kejadian itu. Ia berhenti dan melihat muhtar.
JALIL
Woi! Santai aja kalau nyuci!
MUHTAR
Ah, udah terlalu lama brati. (pause)
Saatnya cari kaos lagi.
CUT TO:
INT. KANTOR PENGURUS – SORE HARI
Kepala bagian dirasah sedang sibuk menyusun dan memilah beberapa kitab. Kemudian empat orang santri masuk ke dalam kantor setelah salah satu dari mereka mengucap salam. Berhubung mereka baru beberapa bulan, kepala dirasah belum mengenal nama-nama mereka. Kepala dirasah agak heran melihat mereka.
KASI DIRASAH
Ini kenapa ya?
SANTRI 1
Anu kang, tadi disuruh kumpul di kantor, begitu.
KASI DIRASAH
Kumpul? (pause)
Yang nyuruh?
SANTRI 1
Pengurus tadi kang, wali kamar.
SANTRI 2
Bagian keamanan, tadi kang.
KASI DIRASAH
Oh... Pelanggaran apa?
SANTRI 1
Bolos ngaji, kang.
KASI DIRASAH
Bolos ngaji?
Oh, wali kamar kalian ngecek absensi ngaji? (pause)
Hadeh, kalau kalian gak ngaji, terus di sini mau ngapain? (pause)
Jangan gitulah, kan tempo hari pak kyai bilang “ngajine disregepi, mujahadah diistiqomahi.”
SANTRI 1
Injih, kang.
KASI DIRASAH
Ya sudah, ditunggu dulu. Cuma empat orang ini kan? Atau masih menunggu temanmu yang lain?
SANTRI 1
Ada satu orang lagi tadi kang, katanya ...
Kepala keamanan masuk ke dalam kantor, melihat ke para santri. Tatapannya memang kurang mengenakkan. Sontak para santri diam dan hanya menundukkan pandangan.
KEPALA KEAMANAN
Yang nyuruh kumpul di dalam kantor siapa?! (pause)
Keluar!
Para santri segera keluar tanpa kembali merapikan sarung mereka yang agak kusut. Dengan wajah tertunduk seakan telah melakukan sebuah pelanggaran, mereka berbaris di depan kantor pengurus.
KEPALA KEAMANAN
Satunya lagi mana?!
SANTRI 1
Tadi katanya ke kamar mandi dulu, kang.
(dengan suara yang tidak terlalu jelas)
KEPALA KEAMANAN
Ngomong apa kau?
(nada membentak)
SANTRI 1
Kamar mandi katanya, Kang.
KEPALA KEAMANAN
Ya ditunggu dulu kalau begitu.
Kepala keamanan duduk di atas teras sambil memukul-mukul pelan telapak kakinya dengan sehelai rotan. Ia tak memindahkan pandangannya dari para santri yang sedang berdiri di hadapannya. Beberapa saat kemudian santri yang ditunggu muncul, ia mengambil barisan di belakang teman-temannya, tanpa berkomentar apapun.
KEPALA KEAMANAN
Yang terlambat, sini!
Santri tersebut maju. Pandangannya tertunduk menunggu instruksi dari kepala keamanan.
KEPALA KEAMANAN
Dari mana?
SANTRI TELAT
Tadi...
KEPALA KEAMANAN
Tangan!
SANTRI TELAT
Gimana kang?
KEPALA KEAMANAN
Tangan!
Santri tersebut mengangkat telapak tangannya.
KEPALA KEAMANAN
(sambil memukul telapak tangan santri)
kalau disuruh kumpul gak usah aneh-aneh! Baris paling depan!
Santri tersebut hanya meringis menahan sakit, mengibas-ngibaskan tangannya. Kemudian mengambil posisi berdiri paling depan.
KEPALA KEAMANAN
(mengambil nafas)
Sebenarnya perihal ngaji ini bukan bagian saya. Tapi kalau anak kamar saya yang melanggar, semua pelanggaran masuk ke saya dulu. Sekarang ambil posisi push-up berantai, saya yang hitung!
Mereka mengambil posisi yang diinstruksikan. Push-up dengan kaki ditumpukan pada rekan yang ada di belakangnya, kecuali untuk orang paling belakang. Kepala keamanan melakukan hitungan dengan sangat lambat.
CUT TO:
EXT. ASRAMA PUTRA - TERAS KAMAR SANTRI – SORE HARI
Muhtar dan jalil melihat para santri yang dihukum dari kejauhan. Mereka sedikit terpingkal melihat hukuman itu.
JALIL
(tertawa)
Pengurus baru ketemu santri baru, langsung buat pertunjukan. Mantap!
MUHTAR
Haha... Baru anak kemarin, kok ya sudah melanggar keaman. (pause)
Ya sudah, buat hiburan sekalian.
JALIL
Eh, anak-anak sekarang. (pause)
Dulu aku bolos ngaji, itu sudah paling banter.
MUHTAR
(memandangi para santri yang dihukum dari jauh)
Paling depan keras itu, Lil!
KEPALA KEAMANAN (O.S.)
Kurang keras! Lima!
PARA SANTRI PELANGGAR
Ngaji!
KEPALA KEAMANAN
Enam!
PARA SANTRI PELANGGAR
Ngaji!
Jalill melihat kearah muhtar dengan wajah serius. Muhtar sudah paham yang dimaksud Jalil.
JALIL
Kok ngaji, Tar?
MUHTAR
Iya, ya! Sejak kapan?
JALIL
Kurang ajar orang ini kayanya.
MUHTAR
Gak jadi hiburan, Lil! Hadeh ...
KASI DIRASAH (O.S.)
(melalui pengeras suara)
Panggilan ditujukan kepada kang Muhtar. Kang Muhtar, ditunggu di kantor. Terimakasih.
JALIL
Lah, belum komentar sudah dipanggil, Tar. Terus kalau protes diapakan kau?
MUHTAR
Halah! Yang barusan itu Dirasah, Lil!
(berbicara sendiri)
Biasanya langsung ke kamar.
JALIL
Kayanya lebih ekstrim, Tar. (pause)
berenang di darat!
(tertawa) Iya, itu ekstrem.
Muhtar melihat ke arah jalil, lalu menggeleng kecil. Ia segera beranjak pergi ke kantor. Jalil masih mengamati para santri yang dihukum. Sambil berjalan memasuki kantor, muhtar melihat kepala keamanan, mereka saling menatap satu sama lain, sinis.
DISSOLVE TO:
INT. KOPESRASI – SORE HARI
Umam sedang sibuk memperbaiki atap koperasi yang bocor. Ia berada di atas tangga kayu yang disandarkan ke kerangka plafon. Muhtar menunggunya selsai melakukan pekerjaannya. Muhtar tidak terlalu tau apa yang dikerjakan Umam di atas tangga itu, ia mencoba menyapa Umam.
MUHTAR
Mam! Pena di mana?
UMAM
(separuh badannya masih berada di langit-langit)
Hah? Sebentar! Gentengnya geser. (pause)
Eh, Tar! Tangganya kegeser!
MUHTAR
Hah? (pause)
Tangga apa genteng yang geser?
UMAM
Hadeh, tangga, Tar!
Muhtar berjalan ke arah tangga kemudian menggesernya. Sontak Umam kaget dan meraih salah satu kerangka plafon yang ada di sampingnya. Debu dan beberapa cuilan kayu Jatuh mengenai wajah Muhtar.
MUHTAR
Santai Mam! Kayu masuk mata!
UMAM
Bukan digeser, Tar! Ditahan!
MUHTAR
Katanya Geser,
(memicingkan mata karena terkena debu)
UMAM
Tangganya tolong ditahan biar nggak geser, Kang Muhtar!
MUHTAR
Oh... yang jelas kalau ngomong makanya Mam!
UMAM
Ealah... untung nggak kelilipan palu, kau.
MUHTAR
Ya sudah! Ini ditahan, ni?
UMAM
Tahan!
Muhtar mengusap-usap mata kanannya dengan tangan kirinya, sementara yang lain menahan tangga yang dinaiki Umam.Di saat yang hampir bersamaan, Naila masuk ke koperasi. Sesaat ia melihat ke arah meja kasir, lalu ke arah Muhtar. Muhtar menganggukkan kepala ke Naila. Ia membalasnya dengan senyum.
NAILA
Mau ambil barang pesanannya Bu Nyai, kang!
MUHTAR
Oh. ... Sebentar ya mbak. (pause)
Ini bos koperasinya lagi nggeser genteng.
NAILA
(mengeryitkan kening)
Iya, kang.
Muhtar dan Naila terdiam menunggu Umam memperbaiki genteng. Yang terdengar hanya suara besi yang diadu dan cuilan genteng yang jatuh ke plafon. Mereka berusaha menghindari bertemunya pandangan satu dengan lainnya. Muhtar memberanikan diri, mencoba mengawali pembicaraan.
MUHTAR
Ehmm... (pause)
Njenengan jadi ndalemnya Bu Nyai, mbak?
NAILA
Iya, kebetulan...
UMAM
Eh mbak Naila! Ngambil pesanan, mbak? (pause)
Sebentar ya mbak... (berbicara tidak jelas)
NAILA
Iya. diselesaikan dulu saja kang.
MUHTAR
Ngomong apa, Mam! Gak jelas!
Kini untuk sekelebat, pandangan Muhtar dan Naila bertemu dengan atau tanpa sengaja. Yang jelas Muhtar melihat senyum tipis terbit dari bibir tipisnya. Mereka berdua kembali terdiam, hanya berdiri, tanpa bertukar kata. Muhtar mencoba mencairkan suasana yang tampaknya terlalu kaku.
MUHTAR
(kepada umam) masih lama Mam? Turun dulu, lah!
UMAM
Sabar to ya! Pena masih dipakai nanti malam, kan?
MUHTAR
Bukan pena, mam! Pesenannya Bu Nyai!
UMAM
Lah, kan sudah dibilang, pesenannya Bu Nyai yang plastik hitam itu. Tinggal ngasihkan ke mbak nya, Tar!
MUHTAR
Eh? (pause)
Ya kalau ngomong makannya yang jelas.
Muhtar berjalan ke arah meja kasir, mengambilkan plastik hitam besar berisi beberapa barang yang diletakkan di bawah meja. Muhtar tak berani menatap mata Naila dari jarak yang dekat itu. Plastik berisi barang tersebut ia ulurkan ke Naila dan menyenggol tempat pena. Salah satu dari pena-pena itu jatuh ke depan meja. Naila segera mengambil pena yang jatuh itu dan memberikannya kepada muhtar.
NAILA
Ini kang, maaf tidak sengaja.
Muhtar hanya mengangguk dan tersenyum. Naila keluar dari koperasi. Muhtar memandangi Naila yang berjalan menjauh dari dalam koperasi. Sejenak ia pandangi pena yang berada di tangannya.
UMAM (O.S)
Tar! Tangganya geser!
MUHTAR
Hadeh, ya... Siap bos!
Muhtar menahan tangga yang dinaiki umam. Ia masih memandangi pena tersebut, lalu ia jepitkan di saku atasnya. Suara palu berhenti, Muhtar merasakan tangga yang sedang ia tahan seperti sedang ditekan dengan konstan. Umam memberi tahu Muhtar supaya minggir karena sudah selesai.
UMAM
(sambil memindahkan tangga)
Selesai, bos ku! sudah aman.
MUHTAR
Beneran aman?
UMAM
Halah, sudah... (berjalan ke arah meja kasir)
Wah, pena kecilnya habis, Tar!
MUHTAR
Ah, sudah dapat. (menunjukkan pena yang dijepitkan di sakunya)
UMAM
Lah! Pena itu?
(pause)
Bisa pakai yang itu? Itu nol koma lima, Tar. Ujungnya kebesaran!
MUHTAR
Ah! Kata siapa! Ya sudah, masukin catatan dulu ya.
UMAM
Ya, terserah kau lah, Tar.
Muhtar Melangkah keluar dari koperasi, sementara Umam kembali melanjutkan kesibukannya dengan beberapa catatan yang ia keluarkan dari laci mejanya.
DISSOLVE TO:
23. INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR SANTRI – MALAM HARI
Muhtar sedang berusaha menyibukkan dirinya dengan beberapa kitab. Menghela nafas panjang ia tampak tidak menemukan apa yang sedang ia cari dari kitab dan buku-buku di mejanya. Kopi yang ia minum dari tadi sudah hampir habis. Tapi perhatiannya teralihkan oleh pena yang ia dapat dari koperasi sore tadi. Ia ambil dan amati pena itu, kemudian merenung. Beberapa saat kemudian, ia tutup kitab yang dari tadi ia pegang. Diambilnya secarik kertas, kemudian menuliskan sesuatu.
DISSOLVE TO: