Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bunga dan Pena
Suka
Favorit
Bagikan
4. Chapter 4

EXT. ASRAMA PUTRA - TERAS KAMAR SANTRI – SORE HARI

Jalil duduk berhadapan dengan muhtar, ia sedang melakukan setoran hafalan kepada Muhtar sebelum nantinya benar-benar disetorkan ke Pak Abror. Dengan seksama muhtar menyimak dan mengoreksi hafalan Jalil.

JALIL

(dengan irama) Kalamuhum lafdzun mufidun mufrodun,

MUHTAR

Musnadun!

JALIL

(dengan irama) Mufidun musnadun. Wa kilmatun lafdzun mufidun mufrodun. Lismin wa fi’lin tsumma harfin tanqosim. Wa hadzihi tsalastuha hiyal kalim.

(pause - mengingat-ingat)

MUHTAR

Wal qoulu!

JALIL

Wal qoulu lafdzun,

FAJAR (O.S)

Tar! Pinjam Sulam Taufiq!

(menyela)

Jalil yang tampak khusyu melakukan hafalan terhenti dan melihat ke arah Fajar.

MUHTAR

Ya, ambil di lemari! Lanjut, Lil!

(masih fokus ke Jalil)

JALIL

(dengan irama)

Wal qoulu lafdzun qod afada muthlaqo. Ka qum wa qod...

FAJAR

(keluar dari kamar)

Lah ini kosongan, Tar!

MUHTAR

Itu ada rujuknya!

FAJAR:

Lah!

Jalil kembali berhenti melafalkan nadhomnya. Dengan muka agak kesal ia melihat ke arah Fajar.

FAJAR

(melihat lebih jeli ke kitab) Rujuk semua ini, tar! Sama dengan tidak!

MUHTAR

Ya tinggal dicari rujuknya, jar!

FAJAR

Ini yang bisa baca cuma pemiliknya, tar...

JALIL

(menyela)

Eh, eh! Antri! Dia nanti malam, Tar. (pause)

Di warung pojok, sekalian.

FAJAR

Warung pojok?

JALIL

Ya paling nggak gorengan,

KASI DIRASAH (O.S)

(melalui pengeras suara)

Panggilan, kang Muhtar. Kang Muhtar ditunggu di kantor! Terimakasih.

JALIL

Haduh! Itu apa lagi, Tar?

MUHTAR

Ya panggilan. (pause)

Ya sudah, dihafal dulu!

JALIL

Habis Fajar malah terbit pemancar!

FAJAR

(tertawa)

Dihafalkan dulu, Lil! Baru setoran. Nanti malam ya, Tar!

MUHTAR

Ya gampang itu!

Muhtar danmerapikan sarungnya lalu menuju ke kantor pengurus. Jalil masih berusaha dengan hafalannya.

CUT TO:

INT. KANTOR PENGURUS – SORE HARI

Jajaran pengurus sedang mengadakan rapat. Yang sedang dilangsungkan bukan rapat mingguan, maka dari itu tidak semua pengurus hadir di sana. Termasuk Lurah Pesantren. Diskusi dan perdebatan yang dilangsungkan cukup serius, terutama antara bagian dirasah dan keamanan.

KEPALA KEAMANAN

Mohon maaf sebelumnya, di sini saya memang baru satu tahun. Belum genap malahan. Tapi terus terang saja, kedisiplinan santri tidak bisa diabaikan hanya karena adanya program baru!

KASI DIRASAH

Sebentar! Tidak ada yang beranggapan demikian! Kan njenengan sendiri yang bilang, masalah kedisiplinan masih wajar!

KEPALA KEAMANAN

Di ranah keamanan! Di bagian dirasah? Anak kamar saya, contohnya. (pause)

Kalau kedisiplinan di dirasah sendiri kendor, bia merembet ke mana-mana.

KASI DIRASAH

Kang. Dari catatan yang saya pegang mulai dari presensi, catatan hafalan, sampai ke musyawarah rutinan, kegiatan dan program di dirasah berjalan sebagaimana mestinya.

KEPALA KEAMANAN

Kenyataannya beda! Anak kamar saya, saya cek setiap hari absensi mereka!

KASI DIRASAH

Begini, njenengan jadi wali kamar itu baru satu bulan, kang. Bulan-bulan sebelumnya, njenengan tidak minta, apalagi periksa.

Seseorang mengetuk pintu kantor. Bagian dirasah membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Untuk beberapa saat Muhtar berdiri di depan pintu, lalu masuk mengikuti kasi dirasah dan duduk di sampingnya.

KASI DIRASAH

Sampai mana tadi, (pause)

Oh,... Jadi begini, sepertinya perdebatan ini bisa disudahi dan kita bisa mendiskusikan hal lainnya. Terkait program baru yang saya ajukan itu, tetap akan dilanjutkan tanpa perlu khawatir kedisiplinan dan tugas saya. Kemudian untuk meyakinkan rekan-rekan semua, saya sudah minta kang Muhtar untuk membantu saya. Ya katakan saja, asisten begitu.

CUT TO:

INT. PERPUSTAKAAN – SORE HARI

Kepala dirasah mengantarkan muhtar ke salah satu meja di perpustakaan. Lalu ia duduk di salah satu kursi.

KASI DIRASAH

Saya rasa njenengan sudah tahu letak dari tiap-tiap buku dan kitab yang nantinya dibutuhkan. Jadi tidak perlu berkeliling untuk menunjukkan satu persatu.

MUHTAR

Ya kurang lebih seperti itu, kang.

KASI DIRASAH

Jadi begini, kajian yang sudah kamu lakukan, hasilnya sudah bagus. Saya yakin njenengan sudah cukup lama melakukannya. Hanya saja, (pause)

kita perlu menjadikan hasil dari kajian-kajian ke dalam hukum yang bisa diterapkan. Terutama di bidang fiqh.

MUHTAR

Maksudnya?

KASI DIRASAH

Contohnya begini, (pause)

kalau dulu sebelum ada telepon seseorang akan pergi ke pasar untuk membeli sesuatu. Ya paling tidak, akan mengirim seseorang untuk mewakili akad dan sebagainya. Kalau sekarang, (pause)

kadang seseorang tidak perlu bertemu secara langsung untuk melangsungkan muamalah. Apalagi yang sudah langganan. Tidak melihat barangnya secara langsung, tidak memeriksa barangnya, sampai barang itu sampai di depan rumah atau toko mereka. Kita akan kaji hal-hal semacam itu dari sudut pandang fiqh, dan membuat kesimpulan dari sumber-sumber yang ada.

MUHTAR

Berarti saya boleh masuk ke sini kapanpun saya mau?

KASI DIRASAH

Dan membawa beberapa teman bila diperlukan.

MUHTAR

Ya mungkin memang akan butuh beberapa teman.

KASI DIRASAH

Untuk sistem dan teknisnya, kita akan kumpulkan beberapa kasus. Kemudian untuk pengkajiannya akan dibagi masing-masing dari kita. Harus disampaikan juga, (pause)

Sepertinya pembagiannya akan tidak sama karena yang pengurus yang di dirasah hanya dua orang.

MUHTAR

Sepertinya tidak menjadi masalah. Saya sudah cukup senang kang, kalau difasilitasi.

KASI DIRASAH

Ya, ya, ini kuncinya. Kemudian kalau perlu barang-barang lain, tambahan buku atau kitab, nanti bisa diadakan.

Kepala dirasah memberikan duplikat kunci perpustakaan kepada Muhtar lalu keluar dari perpustakaan. Muhtar sejenak melihat ke setiap sudut dari perpustakaan. Ia mengambil tempat pena, meletakkan di atas mejanya, lalu mengisinya dengan pena yang ada di saku bajunya. Sejenak ia duduk dan menyandarkan tubuhnya di kursi yang telah disiapkan, tersenyum entah karena apa.

DISSOLVE TO:

INT. KOPERASI – DI MEJA KASIR - SORE HARI

Umam sedang duduk di meja kasirnya, membaca koran. Muhtar masuk ke dalam koperasi dan menyapanya. Muhtar tersenyum saat melihat plastik hitam di atas meja. Muhtar hanya berdiri dan melihat-lihat barang dagangan di koperasi.

UMAM

Cari apa, tar?

MUHTAR

Nggak, (pause)

Sore ini agak panas, ya?

UMAM

Eh?

MUHTAR

Es tebu seberang jalan segar, mam.

UMAM

Maksudnya?

MUHTAR

Maksudku, kau mau es tebu ndak?

UMAM

Mana duitnya. Biar aku beli!

MUHTAR

Nah! Ini duitnya, pinjam korannya. Satu ya!

UMAM

Esnya, satu bungkus?

(memberikan koran)

MUHTAR

Iya...

Umam menukar korannya dengan uang dari muhtar. Tampak ia sedang berdiri di seberang jalan. Muhtar segera merogoh sakunya, mengambil sebungkus roti lalu memasukkannya ke dalam kantung plastik hitam yang ada di atas meja. Beberapa menit setelah menunggu, umam masuk kembali ke koperasi denagn es tebu di tangannya.

MUHTAR

Mam, setelah ku amati, koperasimu ini kok agak gersang ya.

UMAM

Ini ngomong apa lagi, kau?

MUHTAR

Temboknya kosong. Kasih lah, lukisan atau apalah.

UMAM

Halah, kalau usul adikku yang masih tujuh tahunpun bisa, tar!

MUHTAR

Kubuatkan satu tapi dipajang lo ya!

UMAM

Ya kalau layak...

MUHTAR

(menyela) Pasti layak!

UMAM

Iya! (pause)

Kau kenapa, Tar? Tadi es tebu, sekarang kaligrafi. Jatuh cinta, kau?

MUHTAR

Menyalurkan bakat. Ya sudah, duluan. Ada perlu.

CUT TO:

INT. DAPUR BU NYAI – SORE HARI

Naila baru saja kembali dari koperasi. Ia keluarkan tiap-tiap barang lalu diletakkan ditempatnya masing-masing. Saat semua barang telah ditempatkan dengan sesuai, ia melipat kantung plastiknya.

Ia dapati di dalam kantong plastik tersebut sebungkus roti yang tertempel secarik kertas bertulis ‘n’. Kembali ia periksa daftar barang yang dipesan oleh bu nyai. Tidak ada roti.

BU NYAI (O.S)

Nduk. Gulone wes dijupuk?

NAILA

(memasukkan roti ke dalam saku gamisnya)

Injih, sampun buk.

BU NYAI

Iki ngko arep enek tamu. Wedang e disiapke ya.

NAILA

Injih. Mengkeh kira-kiranipun ndamel pinten njih?

BU NYAI

Yo gawekno limo ngono, enem karo bapak.

Bu nyai beranjak dari dapur. Naila bergegas memanaskan air dan menyiapkan properti-properti lain. Ia masih memikirkan sebungkus roti yang ia dapati tadi.

CUT TO:

EXT. RUMAH PAK KYAI - TERAS – SORE HARI

Pak kyai menyambut tamu yang dimaksudkan, dua orang lelaki. Satu orang berusia sedikit lebih tua dari pak kyai, ia adalah Pak Rohman (56), teman sekamar pak kyai saat nyantri dulu. Sedangkan yang satunya masih sangat muda, Hanif (26) namanya. Pak kyai tersenyum lebar dan menepuk pundak dari para tamunya.

PAK ROHMAN

Assalamualaikum!

PAK KYAI

Wa’alaikumussalam warohmatullah...

PAK ROHMAN

Pripun kabar, kang?

PAK KYAI

Yo alhamdulillah, kang. Ketok tambah sehat, sampean kang.

PAK ROHMAN

Alhamdulillah (pause)

Eh, iki Hanif kang! Putrane mas Rosyad.

PAK KYAI

Oalah... Yo bagus koyo bapakmu kowe le!

(tertawa tipis)

Ayo monggo-monggo!

Hanif hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, menanggapi pujian yang dilontarkan olek Pak Kyai. Tak ingin berlama-lama di luar rumah, Pak kyai mempersilahkan tamunya masuk ke ruang tamu. Mereka masuk ruang tamu dengan obrolan yang semakin samar terdengar dari luar rumah.

CUT TO:

INT. DI DALAM RUANG TAMU - SESAAT SETELAHNYA

Pak kyai memberikan tanda kepada Naila supaya menyuguhkan hidangan yang ada. Tak lama berselang, Naila keluar dari dapur menyuguhkan minuman dan beberapa makanan ringan lain. Tak mau bertingkah kurang sopan, Naila menyuguhkan teh dan makanan lain dengan badan sedikit membungkuk dan pandangan sedikit menunduk.

NAILA

Monggo ... (lalu menarik diri)

PAK KYAI

Kok mendadak sekali kalau mau main ke rumah. Memangnya ada apa?

PAK ROHMAN

Ah! Mboten kang! Hari ini tadi kebetulan saya sama si Hanif ini ziarah di kota sebelah.

(pause)

Ya sekalian mampir, begitu, silaturahim. Sekalian sowan.

CUT TO:

INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR SANTRI – MALAM HARI

Di pojok kamar seperti biasanya, Muhtar sedang sibuk membuat kaligrafi yang dijanjikan ke Umam. Muhtar memang dikenal sebagai santri yang serba bisa, menguasai banyak ilmu yang berkaitan dengan dunia kepesantrenan. Ia tersenyum tiap kali selesai menggores satu huruf, sambil berhenti sejenak untuk memandangi hasil goresannya. Ia bersandar di kursinya, lalu kembali melihat hasil goresannya - wa hal fataa fiikum, fa maa hillu lii. A rojulun minal kiromi indakum? - Kembali ia baca goresan itu, menarik nafas panjang lalu tertidur di kursinya.

CUT TO:

INT. ASRAMA PUTRI - KAMAR NAILA – MALAM HARI

Di mejanya, naila termenung memegang buku saku hafalan nadhom alfiyah yang terbuka di tangannya, namun pandangannya terarah ke sebungkus roti yang ada di dekatnya.

Ia mencoba kembali menghafal, namun tak lama ia meletakkan buku saku yang ia pegang kemudian berpindah mengamati sebungkus roti itu. Dengan ragu-ragu ia buka roti tersebut. Didapatinya secarik kertas lain yang melekat di rotinya. Tertulis di sana ‘naila roya’ dengan huruf arab, digaris bawahi pada huruf "ya" dan "ra".

CUT TO:

INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR SANTRI – MALAM HARI

Muhtar tertidur di kursinya, kaligrafi yang ia kerjakan sudah selesai tapi masih berada di atas meja. Tiba-tiba matanya terbuka, nafasnya agak lebih tersengal. Sejenak ia terdiam, lalu melihat sekelilingnya dan mencari pena yang biasa ia bawa. Ia temukan dan kembali termenung. Ia segera membereskan mejanya saat mendengar Rohmad membuka pintu kamar.

MUHTAR

Sudah bangun, Mad. Jam berapa?

ROHMAD

Jam tiga, kang.

MUHTAR

Oh, pantesan.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar