Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. KELAS SANTRI – SIANG HARI
Para santri tampak serius memperhatikan penjelasan dari mustahiq, ada juga beberapa yang meletakkan kepala di atas meja, termasuk jalil.
PAK ABROR
Jadi susunan na’at man’ut berbedah dengan, idhofah. . Mudhof mudhof ilaih (pause)
Na’at man’ut itu selalu sama. Yang mengikuti dan diikuti. Kalau yang diikuti nakiroh maka pengikutnya nakiroh. Kemudian kalau man’utnya makrifat atau sudah jelas, maka na’atnya ?
PARA SANTRI
Makrifat.
PAK ABROR
Ya sama kalau kalian milih pasangan hidup itu, lo. (pause) Kalau pintar, ya cari yang pintar. Kalau tidak terlalu pintar, ya cari yang seperti itu. (tersenyum)
Ya kurang lebih seperti itu lah . Wallahu a'lam!
PARA SANTRI:
Wallahu a’lam bish showab. Alhamdulillah.
PAK ABROR
Oh iya, satu lagi! (pause)
Kalau ada kesalahan dan mungkin ada yang tersinggung selama saya jadi mustahiq kalian. Saya mohon maaf.(pause)
Jadi, untuk pelajaran nahwu selanjutnya, di sini nanti akan dilanjutkan oleh mustahiq lain. Kebetulan di kelas lain perlu bantuan saya, jadi saya perlu pindah ke kelas lain. Tapi kalau memang nanti,
dari pelajaran-pelajaran yang kemarin perlu ditanyakan, ke kantor saya saja.
CUT TO:
INT. PERPUSTAKAAN – MALAM HARI
Kasi dirasah dan muhtar berada di meja masing-masing dengan tumpukan kertas, buku, dan kitab di meja mereka. Mereka duduk bersebelahan namun ada di meja yang berbeda. Perpustakaan amat sunyi, yang terdengar hanya lembar-lembar kertas yang bergesekan.
MUHTAR
Kang, ini untuk masalah jual beli. Saya sudah pilah beberapa masalah.
(memberikan beberapa kertas)
KASI DIRASAH
Transaksi tanpa ijab qabul literal, transaksi telepon, mencampur barang dagangan, (pause)
Iya. Sudah cukup sepertinya ini!
MUHTAR
Oke, saya akan lanjutkan ke masalah pemakaian barang.
KASI DIRASAH
Sebentar. Tapi sepertinya masih kurang, Tar. (pause)
Apa ya?
MUHTAR
(menggaruk kepala) )
kurang, maksudnya? (pause)
Referensi? Model transaksi?
KASI DIRASAH
Bukan. Bukan referensi. Kalau referensi malah belum saya periksa. (pause)
oh iya, lelang!
MUHTAR
Oh, model transaksi lelang. Iya itu bisa saya tambahkan.
Muhtar kembali membuka beberapa kitab dan buku yang ada di mejanya. Sejenak ia berhenti, lalu memandang ke arah kasi dirasah.
MUHTAR
Kang. Saya baru kepikiran. (pause)
Di situ tadi belum ada hal yang membahas bank.
KASI DIRASAH
Bank, ya.
MUHTAR
Di satu sisi itu memang sesuatu yang membuat kita tidak objektif. (pause)
Tapi kok rasnya kurang pas kalau tidak dibahas.
KASI DIRASAH
Ya iya! Tambahkan saja! (pause)
Begini saja kau ragu-ragu, kita ambil bagian yang membuat bank, atau lembaga keuangan apapun, jadi dilarang secara syara’. Lalu kita rincikan dibagian itu. Bukan macam-macam transaksinya. Jika ... Maka... (pause)
Jika di sana ada pemerasan, maka haram. Seperti itu contohnya.
MUHTAR
(menghela nafas)
tidak semudah yang saya bayangkan.
KASI DIRASAH
Jadi?
(pause-melihat ke Muhtar)
Dihentikan?
MUHTAR
(tertawa)
Jangan terlalu sepanenglah, kang! (pause)
Hadeh, sudah basah nyebur sekalian!
CUT TO:
EXT. WARUNG POJOK – MALAM HARI
Fajar dan jalil menonton acara TV. Acara tersebut tampaknya membosankan, mereka tidak terlalu memperhatikan acara itu.
JALIL
Apa rencana ke depan,Jar?
FAJAR
Ya, gak muluk-muluk lah. (pause)
Lulus, pulang, bantu-bantu ngurus batik di rumah.
JALIL
Terus nikah.
FAJAR
Ya, terus nikah. (pause)
Punya anak, sebelum itu mungkin agak rumit.
JALIL
Ah! (pause)
Juragan batik juga kenal istilah 'rumit'.
FAJAR
Ya makannya dipilih rencana yang nggak muluk-muluk.
JALIL
Ya sayangnya kadang hujan turun juga di musim kemarau. (pause)
Di desaku, tembakau jadi komoditas utama.
Kalau musim panen, satu desa aromanya tembakau semua. Nah, kalau hujan mendadak turun di musim itu, satu desa gempar.
(tertawa kecil)
FAJAR
Terus, berarti rencana ke depan ambil kuliah?
JALIL
Ya itu bisa masuk pilihan. (pause)
Aku setuju dengan pikiran ‘gak perlu muluk-muluk’ tadi, sih. Yang penting jadi orang ngerti, kata bapak gitu. (pause)
Ya, pintar itu bonuslah.
FAJAR
Ya orang desa juga butuh inovasi, kan? (pause)
Dan lebih mudah diterima kalau itu dari tokoh desa.
JALIL
(ke penjaga warung) )
Kang kopi satu lagi!
Suasana warung pojok tampak amat sepi. Hanya terdengar suara TV yang tidak terlalu diperhatikan.
PENJAGA WARUNG
Kopinya, kang.
(mengulurkan secangkir kopi)
JALIL
(menyeruput kopi)
Ahh... Garamnya agak kebanyakan, kang!
FAJAR
Muhtar masih di perpustakaan?
JALIL
Yah! Kau taulah orang itu. Udah kayak kucing dikasih ikan asin, tahan berjam-jam.
FAJAR
Kok bisa ya?
JALIL
Ayahnya muhtar, itu guru besar di salah satu perguruan silat. (pause)
Pendekar kondang!
FAJAR
Terus, kaitannya?
JALIL
Hadeh. Ya karena dia miih jadi pakar timbang jadi pendekar, dia harus tanggung jawab. Ya katakanllah pembuktian, begitu.
DISSOLVE TO:
INT. KANTOR PENGURUS - TERAS DAN DI DALAM KANTOR – MALAM HARI
Kepala dirasah dan keamanan berdebat keras. Tanpa kehadiran pengurus lain, tak ada yang menjadi penengah.
KASI DIRASAH
Ya tapi bukan begitu cara memberi hukuman!
KEPALA KEAMANAN
Hukuman itu diberikan supaya tidak ada pelanggaran!
KASI DIRASAH
Semua orang paham konsep itu. Tapi,
KEPALA KEAMANAN
(menyela)
Sampean tidak paham!
KASI DIRASAH
Kedisiplinan tidak perlu diperketat, hanya perlu ditanamkan ke mereka!
KEPALA KEAMANAN
Kalau tidak dipaksakan, tidak bisa tertanam! Gimana, sih?!
KASI DIRASAH
Begini, pada praktiknya, hukuman yang sekarang ini anda terapkan tidak ada isinya. Kopong! (suaranya meninggi)
Hukuman selesai, mereka dapat apa? Saya ingatkan njenengan, supaya tidak kebablasan, kang!
KEPALA KEAMANAN
Yang saya lakukan ini, untuk kebaikan santri, pendidikan santri. Saya paham betul yang saya lakukan.
KASI DIRASAH
Kita sepakat untuk hal tersebut! (pause)
program dan peraturan, untuk pendidikan dan kemajuan pondok.
Fajar dan jalil melintas di depan kantor pengurus dan terhenti karena suara dua pengurus itu terdengar hingga ke luar ruangan.
KEPALA KEAMANAN (O.S)
Termasuk program perpustakaan pribadi?
KASI DIRASAH(O.S)
Perpustakaan pribadi?
KEPALA KEAMANAN
Tidak usah repot-repot mengingatkan saya. Sekali lagi saya perjelas, saya tau yang saya lakukan.
(berjalan ke luar)
Kepala keamanan keluar dari kantor pengurus. Ia melihat Fajar dan Jalil seraya berlalu.
JALIL
Sebenarnya pengurus baru itu pintar, tapi kurang ngerti. (pause)
Apalagi pengertian!
CUT TO:
INT. DI DALAM KELAS – SIANG HARI
Para santri tampak serius menghafal nadhomnya masing-masing. Mustahiq baru, Hanif, berada di mejanya dan dua santri lain tampak berdiri membelakangi papan tulis sambil komat-kamit dan menatap buku saku nadhom mereka. Di depan mustahiq salah seorang santri sedang menyetorkan hafalannya. Beberapa saat kemudian Jalil datang, mengucap salam, dan langsung duduk di samping Fajar yang juga sibuk menghafal.
JALIL
(duduk di sebelah Fajar)
Mustahiq pengganti pak Abror?
FAJAR
Iya!
JALIL
Terus, mereka ngapain di depan?
FAJAR
Mending kau cepat tambah hafalanmu, paling nggak nambah sepuluh bait! Ini sudah urutan yang ke sebelas.
JALIL
Sesuai nomor urut?
HANIF
Fajar Ilham!
Fajar maju ke depan. Jalil segera memulai menambah hafalannya.
HANIF
Jalil Abdurrohim!
Jalil berdiri, ia mendapati fajar berdiri di samping dua santri lain. Tapi Jalil langsung berjalan ke arah papan tulis dan berdiri di sebelah Fajar. Si mustahiq melihat Jalil yang berdiri di samping Fajar.
JALIL
Anu pak, (mengacungkan tangan)
Jalil Abdurrohim. Saya belum siap untuk setoran.
HANIF
Dihafalkan, Jalil!
JALIL
Iya pak!
FAJAR
(berbicara kepada jalil)
Kan sudah kubilang!
JALIL
Kok pakai nomor urut absen sih!
CUT TO:
INT. WARUNG POJOK – SIANG HARI
Muhtar, jalil, dan fajar duduk satu meja. Mereka duduk di meja paling sudut dekat jendela. Beberapa orang lebih senang duduk di meja yang ada di depan penjaga warung, karena tidak ingin berlama-lama.
JALIL
Wah! Kalau gini habis waktu ngopi, Tar!
FAJAR
Berbau pemaksaan! (pause)
Apa coba, satu hari ini cuma untuk hafalan.
MUHTAR
Ya makannya dihafal to ya.
JALIL
Ya tidak semudah itu. Daya hafal orang beda-beda.
FAJAR
Betul!
JALIL
Kau sudah sampai alfiyah. La kami-kami ini! Jurumiyah saja nggak paham-paham.
(pause)
Tar, nanti malam ikut ya!
MUHTAR
Ke mana?
JALIL
Medan laga. (pause)
Malam ini jatah kita.
MUHTAR
Oh! Ya bisa, sih. Tapi jangan aneh-aneh kau Lil!
JALIL
Aman! Tidak akan ada kekurangajaran.
FAJAR
Hadeh. Aku kurang yakin kalau itu. Sejak kapan,
JALIL
(menyela)
Halah! Kau siapkan perlengkapan sajalah jar. Formasi seperti biasa ya!
CUT TO:
INT. ASRAMA PUTRA - AULA PESANTREN – MALAM HARI
Beberapa santri putra terbagi ke dalam dua kubu. Mengadu hafalan dengan suara keras dan tinggi. Jalil berdiri di sisi paling ujung antara dua kelompok tersebut, layaknya seorang wasit.
Tangannya bergerak ke kanan dan kiri sesuai dengan potongan dari tiap nadhom. Wajahnya tampak sumringah. Sedangkan muhtar duduk di sebelahnya dengan raut wajah lesu dan putus asa.
JALIL
Kamar lima! ... Kamar lima! ... Kamar lima? ... K.O! Baiklah saudara-saudara!
(pause)
Pertarungan nadhom kali ini dimenangkan oleh kamar tiga!
Anggota kamar tiga bersorak gembira.
JALIL
Hadeh...
(menggeleng)
Kamar lima! Dilancarkan lagi hafalannya kang! Langganan kalah!
(pause)
Baiklah, para pasukan dipersilahkan duduk. Untuk para kandidat dari tiap kamar dipersilahkan untuk memasuki arena.
Tiga orang perwakilan dari tiap kelompok maju ke barisan paling depan di kelompok mereka dengan membawa buku dan kitab-kitab yang dirasa diperlukan. Sedangkan jalil duduk di samping muhtar.
JALIL
Musyawarah dan debat kali ini tentunya akan sangat seru karena seperti yang kita lihat.
(menunjuk para perwakilan kelompok)
Amunisi yang mereka bawa sangat meyakinkan! Untuk juri sekaligus kepala perumus kali ini adalah kyai Muhtar. (menepuk-nepuk pundak muhtar)
Jadi tidak main-main ini ya!
MUHTAR
(kepada Jalil)
Kok debat Lil? Seharusnya musyawarah!
JALIL
Ya musyawarah, tar. Sekalian debat, namanya juga medan laga! Sudah, tenang saja!
(pause - beralih berbicara ke audiens)
Sedangkan saya di sini sebagai moderator, akan membacakan peraturan dasar. Setiap syawir harus mematuhi dan mengikuti instruksi dari moderator (pause)
selama tidak bertentangan dengan akidah, syariat, dan ajaran agama. Nah itu peratutannya. Bisa dipahami dengan baik?
PESERTA MUSYAWARAH
Siap!
JALIL
Dari sudut sini, siap? (menunjuk ke sisi kanan)
Yang sana siap? (menunjuk ke sisi kiri)
CUT TO:
EXT. HALAMAN PONDOK PUTRA - DI DEPAN KANTOR PENGURUS – MALAM HARI
Jalil, muhtar, dan fajar tertawa gembira saat berjalan menuju kamar, selesai pengadaan musyawarah itu. Suara mereka diturunkan saat mereka melintasi kantor pengurus.
JALIL
(tertawa)
Haha... Habis mereka dibantai!
MUHTAR
Ya ampun Lil, Lil.
FAJAR
Kan aku sudah bilang, tar. Kalau dia yang pegang musyawarah, (pause)
ya acara apapunlah, gak pernah lurus!
JALIL
Gak juga! Karena tadi memang medan laga, ya sekalian diadu saja.
MUHTAR
Musyawarah! Medan laga.
JALIL
Musyawarah dan debat. (tertawa)
kau lihat tadi muka mereka! Merah padam.
MUHTAR
Ya siapapun bakal naik pitam kalau model pertanyaannya semacam itu.
FAJAR
Ya, orang gila pun kayaknya gak akan punya bayangan kalau anjing bisa melahirkan manusia.
(pause)
Masuk masjid pula!
JALIL
Eh, masjid yang dimasuki anjing juga banyak, jar!
FAJAR
Hadeh. Sulit ngomong sama orang ini.
JALIL
Lo, air liur anjing itukan najis to. Berarti air liur anaknya pun najis, nah
(menahan tawa)
kalau yang dilahirkan itu manusia!
MUHTAR
Ya, ya, sudah-sudah!
(pause)
Siapa tau memang kejadian. Tapi kalau bisa besok-besok cari masalah yang agak serius, lah. Jangan terlalu aneh seperti itu.
FAJAR
Yang bisa diterapkan!
KEPALA KEAMANAN (O.S)
Kang! Sini dulu, kang!
Mereka berjalan mendekat ke kantor pengurus.
KEPALA KEAMANAN
Apa itu tadi?
JALIL
Apa, apanya maksudnya kang?
KEPALA KEAMANAN
Di aula!
JALIL
Ya seperti biasa kang. Rutinan musyawarah.
KEPALA KEAMANAN
Musyawarah apa seperti itu?
JALIL
Ya gak harus formal dan serius terus lah kang. (pause)
Sekalian untuk hiburan teman-teman.
KEPALA KEAMANAN
Kalau mau cari hiburan di bioskop!
MUHTAR
Tadi kami mencoba biar teman-teman santri senang ikut musyawar,
KEPALA KEAMANAN
(menyela)
Program baru dari dirasah?!
JALIL
Sudah lama! Njenengan yang baru tau!
KEPALA KEAMANAN
Apa ya bagus kayak gitu?
(pause)
Yang jadi anak emas dirasah, yang seperti tadi itu bagus?
JALIL
(meremehkan)
Ya bagus saja!
CUT TO:
INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR JALIL – MALAM HARI
Jalil dan fajar masuk kamar. Kebanyakan dari santri lain sudah tertidur, beberapa dari mmereka masih sibuk membaca buku atau sekedar ngobrol. Jalil mengganti pakaiannya, ia membanting pintu lemarinya.
JALIL
Ah! Emang kurang senang sama kita dia tu!
FAJAR
(menghadap lemarinya yang terbuka)
Ya, bisa juga.
JALIL
Ngeliat mukanya tadi, pingin kupatahkan hidungnya!
FAJAR
(tidak melihat ke jalil)
Ya, namanya juga bagian keamanan. Kepala lagi.
JALIL
Terus harus belagak macam tadi?
FAJAR
Memang terlihat tidak menyenangkan di mata santri.
(membaringkan badan)
JALIL
Memang dianya saja.
(ke santri lain yang sudah tidur) )
geser sikit bos! Kasurnya jangan dipakai sendiri. (ke Fajar)
Ya dilihat saja besok, jar. (pause)
Tapi emang kayaknya gitu dia. Tempo hari,
FAJAR
(menyela)
Sudah, lil! Besok lagi. Tidur!
(matanya sudah terpejam)
JALIL
Hadeh.
(pause)
Lampu-lampu!
DISSOLVE TO:
INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR JALIL – SUBUH HARI
Adzan subuh baru saja selesai dikumandangkan. Lampu kamar jalil masih belum menyala, mereka masih tertidur. Tiba-tiba pintu kamar dipukul berkali-kali dengan kayu, diikuti dengan suara kepala keamanan. Pukulan ke pintu semakin keras kali ini suaranya semakin keras dan membentak.
KEPALA KEAMANAN
Lampu!
(pause)
Bangun! Tidur terus.
Kepala keamanan masuk ke dalam kamar tersebut. Salah satu santri menyalakan lampu.
Diwaktu yang hampir bersamaan kepala keamanan menyemprotkan air ke mereka yang masih tertidur termasuk Jalil. Matras dan wajah para santri basah kutup karena air.
KEPALA KEAMANAN
Bangun!
(menyemprotkan air)
Dengar adzan gak?! Tidur terus!
Kepala keamanan meninggalkan kamar. Jalil masih terduduk kesal, ia gunakan ujung kaosnya untuk mengeringkan mukanya.
JALIL
Sialan! Biadab! Kalem woi!
(mengelap wajahnya)
Pergi dia?
FAJAR
(berbicara sendiri)
Ngepel kamar pagi-pagi!
Beberapa santri di kamar tampak akan kembali berbaring.
FAJAR
Woi! Bangun-bangun! Subuh! Masjid!
(pause)
Malah tidur lagi!
CUT TO: