Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
The Insurance
Suka
Favorit
Bagikan
9. 09

24. EXT. PADANG ILALANG – MALAM HARI

Cast : Lidya, extras

Sudah malam dan pria itu entah sedang melakukan apa dari balik tumbuhan ilalang di dekat Lidya. Tak ingin aksinya ketahuan, diam-diam Lidya merogoh bajunya. Barangkali ia menyimpan benda tajam yang bisa dilemparkan ke tubuh pria itu. Belum sempat ia mendapatkannya, pria itu berbalik badan terlebih dahulu dan berjongkok di dekat Lidya yang langsung berpura-pura pingsan.

Dikira akan merasakan gesekkan di punggungnya lagi, pria itu malah mengeluarkan pisau lipat dari dalam saku hoodie lalu menyayat leher Lidya. Lidya yang panik segera membuka kelopak mata lalu berteriak. Sayang, dalam sekali sayat, suara Lidya lenyap.

Pria itu bangkit, meninggalkan Lidya di padang ilalang seorang diri. Darah mengucur deras dari lehernya. Gadis itu terjatuh dengan kelopak mata terbuka. Bibirnya menggumamkan kalimat meminta pertolongan.

Tak disangka, sosok itu kembali menghampiri Lidya. Dikira hendak menyelamatkan nyawanya, pria tersebut justru menyeret tubuh Lidya mendekati rumah semut yang ada di dekat kakinya. Puluhan semut api menggerayap di atas tanah.

Napasnya tersendat kala segerombolan semut api bergegas mendekatinya karena mencium bau amis di sekitar lehernya. Lantas dengan mulut terbuka, dia berusaha menjerit meminta pertolongan

Sosok itupun pergi meninggalkan Lidya yang meraung kesakitan.

CUT TO

25. INT. RUMAH SAUDARA SINO – MALAM HARI

Cast : Sino, Moka, Vito

SINO

Lama amat, bre. Habis keliling mana aja lo?

Sino yang sedang duduk di teras rumah saudaranya menegur Moka usai pria itu menampakkan batang hidungnya. Moka menoleh, melirik Sino tanpa minat dengan tangan dijejalkan ke dalam saku celana. Kaos hitamnya basah karena keringat, bahkan di beberapa titik wajahnya masih menyisakan buliran keringat. Tangannya menenteng kresek hitam berisi hoodie.

MOKA

Cari makan tapi kagak ada yang buka.

SINO

Sampai baju lo basah gitu?

MOKA

Tadi lari-lari dari depan ke mari. Capek gue jalan kaki. Mana kagak ada motor apa sepeda. Mau mandilah. Kamar mandi kosong, kan?

SINO

Kosong kok. Ya udah buru. Kopi bikin sendiri gulanya di kulkas. Kopinya udah gue sediain di meja makan. Air anget di tremos ada tinggal nuang.

MOKA

Iye-iye.

SINO

Eh, lo bawa jajan apa di kresek?

Sino menunjuk kresek hitam yang dibawa Moka. Sontak, pria itu menggeleng setelah mengikuti arah pandang Sino.

MOKA

Jajan mulu otak lo. Isinya jaket gue, bre. Tadi nemu plastik di jalan terus gue ambil buat tempat jaket.

Sino menganga tak percaya.

SINO

Mulung lo? Astaga, untung temen.

MOKA

Biarin, daripada gue tenteng.

Moka masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan decakan dari Sino. Detik berikutnya, Sino kembali menyesap kopinya sembari membaca koran yang tergeletak di hadapannya.

Selang beberapa lama, ponsel Sino bergetar. Pertanda ada pesan masuk. Pria itu lekas membukanya. Raut wajah serius tercetak jelas. Lalu, ia bangkit dan bergegas masuk ke dalam rumah.

CUT TO

26. INT. RUANG TENGAH – MALAM HARI (Cont.)

Cast : Sino, Moka, Vito

Pukul 11 malam, Sino dan Moka masih terjaga di ruang tengah. Sino sibuk mengutak-atik laptopnya sesekali ponsel yang tergeletak di dekatnya turut berdering—menambah kesibukannya. Moka tak bisa bantu apa-apa hanya bisa diam sembari memakan cemilan keripik pemberian dari saudara Sino yang baru pulang kerja.

SINO

Baik, Pak saya segera cari informasi sebisa saya.

Sino diam sebentar, mendengarkan ucapan lawan bicaranya dengan seksama.

SINO

Besok? Waduh, mendadak banget, Pak.

SINO

Iya, sih. Saya juga dapet, Pak barusan.

SINO

Tapi ‘kan polisi belum turun tangan, Pak apa gak apa-apa? Terus saya—

Sambungan telepon terputus. Sino menatap marah ke arah ponselnya yang menghitam.

SINO

Sialan emang!

MOKA

Sibuk banget keknya, No. Katanya holiday. Ah, payah lo kerjaan mulu. Suntuk gue lihatnya.

Sino menoleh, meletakkan ponselnya dalam keadaan terbalik di atas meja. Raut wajahnya berubah masam sejak menerima teror telepon dari atasan. Jari tangannya beralih menekan keyboard yang ada di hadapannya.

SINO

Kerjaan baru, bre. Sumpah ya gue juga gak niat ngerjain tapi suruh ditumpuk besok. Gimana gue gak gelagapan coba.

MOKA

Halah, bullshit lo! Masa iya lagi liburan tetep aja dikasih kerjaan. Gak pengertian banget atas lo. Emang karyawan cuma lo doang?

SINO

Ya kagak. Gue juga kagak taulah, bre orang namanya pekerjaan. Gue juga capek kali pengin holiday.

MOKA

Makanya,ke sini jangan bawa laptop aman hidup lo. Kalau kayak gini, lo juga yang susah. Gue mah kagak.

SINO

Iyain. Yang pengangguran mah beda nasib.

MOKA

Sialan lo! Minta ditampol.

Tak lama kemudian,Vito—saudara Sino datang membawa 3 piring berisi nasi dan lauk pauk. Moka yang sudah dianggap seperti saudara sendiri langsung menyerobot piring yang paling banyak isinya dari tangan Vito. Vito hanya geleng-geleng kepala dan menaruh jatah makan Sino di samping laptopnya. Ia duduk di kursi kayu tunggal sebelah kiri Moka.

VITO

Katanya libur, No kok tetep kerja? Apa lagi ngerjain hal lain?

Vito menyendokkan nasi beserta lauk pauk ke dalam mulut lalu mengunyahnya. Sementara matanya terus menatap ke arah Sino.

SINO

Taulah, To atasan gue pilih kasih keknya. Gue diteror barusan suruh buat laporan mana deadline mepet. Belum turun tangan ke tempat kejadian. Gue kudu nyari info di mana coba?

VITO

Emang kasus yang mana, sih, bre? Kalau gue bisa bantu mah pasti tak bantu. Sini cerita dikit!

SINO

Barusan gue sama atasan gue dapet informasi dari seseorang, via telepon gitu. Katanya ada bahan wawancara buat beberapa hari ke depan. Seorang wanita mati dengan leher tersayat dan digerayapi semut api. Buset dah denger temanya aja gue merinding disko, bre.

SINO

Polisi juga belum turun tangan tapi dia udah tau bakal ada kejadian itu. Menurut lo aneh gak, sih? Gue ngerasa aneh tau.

Vito dan Moka langsung menghentikan acara makannya. Piring mereka diletakkan di atas meja. Fokusnya teralih ke arah Sino.

MOKA

Lo tau orangnya?

SINO

Kagaklah. Suaranya aja banyak grasak-grusuknya. Tadinya mau gue biarin, paling juga orang iseng. Eh, gak taunya langsung ditelepon atasan dong gue. Suruh ambil kasus ini katanya, langsung turun tangan besok.

VITO

Lah, gimana ceritanya? Polisi aja katanya belum nyelidiki. Kasusnya belum nyampe ke tangan mereka keknya atau bahkan gak bakal sampai sebelum kita ember. Jangan-jangan yang nelepon lo itu pelakunya, No.

Vito mendadak heboh sebentar, memukuli kursi yang didudukinya.

VITO

Buruan lacak IP-nya, No! Perlu bantuan gue kagak?

Sadar akan sesuatu, Sino mengangguk cepat mengiyakan bantuan dari Vito. Ia segera pergi ke kamarnya untuk mengambil laptop. Sedangkan Moka tampak tak acuh dan kembali memakan makanannya hingga tandas. Selang beberapa menit, Vito kembali dengan raut wajah serius sembari menenteng laptopnya. Ia menghadapkan benda itu ke arah Sino.

VITO

Lokasinya gak jauh dari sini. Seinget gue, di sini ada satu telepon umum yang suka ngadat gitu. Kayaknya dia pakai itu deh buat nelpon lo sama atasan lo.

Sino mengernyit lantas memperhatikan titik koordinator yang ditampilkan layar laptop Vito. Beberapa di antaranya menyala merah sembari berkedip-kedip.

SINO

Jaman sekarang masih ada yang pake telepon umum? Di Indonesia keknya udah lenyap deh tuh benda. Tapi kata lo di deket sini ada?

Dengan wajah polos, Vito mengangguk sekali.

SINO

Masalahnya waktu gue ke sini tuh gue kagak lihat. Mana kata lo ngadat lagi. Tambah gak yakin gue, sumpah.

MOKA

Mana bisa lo lihat orang lo-nya aja molor, goblok!

Sino meringis sedangkan Vito dan Moka hanya geleng-geleng kepala. Setelah makan, Moka lanjut memakan cemilan yang tersisa.

SINO

Besok deh gue cek. Deket ini. Temenin ya, bre.

Moka mengangkat kedua bahunya tak tahu saat tatapan Sino mengarah padanya.

SINO

Bre, tolongin guelah. Lo ‘kan nganggur.

MOKA

Enak aja! Pengangguran gini juga gue punya kerjaan sampingan. Besok gue sibuk. Lo minta aja sama si Vito. Nebeng paginya sebelum kerja.

SINO

Aelah, bre lo mau ngelamar kerjaan lagi? Ntaranlah gue anterin. Paginya bantuin gue dululah. Gue bayar deh.

Mendengar kata uang, Moka segera memikirkannya matang-matang. Sedangkan Vito kembali berkutat dengan laptopnya.

MOKA

Oke deh. Awas kalau bayarannya dikit.

SINO

Perhitungan banget lo! Kayak gak tau siapa gue.

Keduanya tertawa sebentar.

VITO

Lo yang dapet kasus, gue yang ribet malah. Ini mau gue bantuin gak? Malah haha-hihi kagak jelas lo berdua!

Moka melempari keripik ke arah Vito. Hal itu langsung mendapat balasan bantal melayang dari Vito.

MOKA

Ye! Sirik aja lo. Sirik tanda tak mampu.

SINO

Udah-udah. Lanjut bantuin gue, To! Bingung gue, sumpah. Udah ngebug ini otak malam-malam mikir ginian.

Moka bangkit seraya melempar bantal ke kursi yang baru saja ia duduki.

MOKA

Gue ke kamarlah mau tidur. Dengerin kalian ngoceh bikin gue ngantuk.

Tanpa menunggu jawaban dari keduanya, pria itu melenggang pergi ke kamar tamu. Vito yang melihat kursi sebelah Sino kosong langsung mendudukinya.

VITO

Tapi, ada kemungkinan si penelepon pakai telepon biasa. Ntar kartunya dibuang kalau udah selesai. Masuk akal, kan?

Sino berpikir sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

SINO

Bisa jadi. Gue catat dulu bentar biar besok tinggal cus aja.

VITO

Siniin ponsel lo bentar!

SINO

Buat apa?

VITO

Udah, siniin aja gak usah banyak cincong!

Sino menyerahkan ponselnya kepada Vito yang langsung diterima baik oleh pria itu. Lalu,Vito mulai mengutak-atik ponsel Sino.

SINO

Kayaknya, gue dikerjain deh, To. Menurut lo, gue harus turutin perintah dari atasan apa mending ngebantah aja sama perspektif gue?

VITO

Mau lo adu bacot sampe ngiler pun atasan lo yang bakal menang. Atau, bisa aja lo menang tapi pulang-pulang jadi pengangguran alias dipecat. Mau pilih mana lo?

Sino mengacak rambutnya frustrasi.

SINO

Coba deh lo pikirin. Buat apa orang itu nyuruh gue bikin berita soal kematian cewek yang gak jelas penyebab dan kejadiannya kayak gimana? Emang lo rela, waktu berharga lo dihabisin buat hal cuma-cuma kayak gini? Logikanya deh, buat apa nyari sesuatu yang bahkan gak seorang pun tau kalau sesuatu itu beneran terjadi di kehidupan nyata?

VITO

Ya ucapan lo emang bener,sih dikit. Tapi, gak ada salahnya ‘kan buat jaga-jaga?

SINO

Jaga-jaga mata lo peyang! Bukan itu masalahnya. Gue kudu nyari informasi ke mana coba kalau pihak polisi aja gak tau? Bukan polisi deh, saksi mata juga gak apa-apa. Nyatanya, yang buat laporan terkait hal ini aja kagak ada gimana gue mau ngorek-ngorek, To? Gemes deh di situasi genting otak lo malah lemot.

VITO

Ya … iya, sih ta—

SINO

Bukan cuma itu. Bahkan orang yang nelpon gue nomornya udah gak bisa dihubungi sekarang. Bikin stress sumpah. Tau ah mending gak usah gue kerjain sekalian, nambah-nambahin beban hidup!

Sino menghela napas panjang lalu menyenderkan punggungnya ke kursi. Vito sibuk berpikir dengan jari tangan saling bertaut dan bertumpu di atas paha. Kepalanya disanggah ke tangan sementara pandangannya kosong ke arah depan.

VITO

Kalau gue boleh berpendapat, gue yakin kalau si pelaku itu kenal sama lo. Buktinya, dia tau kerjaan lo jadi wartawan. Dia juga tau nomor lo, nomor atasan lo, bahkan lokasi lo sekarang. Mungkin, ini salah satu trik dia biar kejahatannya terpublikasi meski bukan lewat jalur polisi beserta tetek bengeknya. Lo paham ‘kan maksud gue?

Keduanya diam sejenak. Sino menegakkan punggungnya sembari terus berpikir sementara Vito telah berganti gaya menjadi pemutar ponsel Sino di udara.

SINO

Ubah rencana. Besok gue ikut lo pergi.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar