Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
LOST BUT FOUND
Suka
Favorit
Bagikan
5. Chapter tanpa judul #5
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. PEDESTRIAN STREET – SORE MENUJU MALAM

 

Langit kemerahan dengan cahaya matahari yang mulai meredup.

 

Arsa dan Adria berjalan menuju studio milik Arsa yang hanya berjarak 10-15 menit berjalan kaki.

 

CU. Adria masih tidak percaya dengan apa yang terjadi hari ini.

Ia menatap profil Arsa dari samping dengan banyak pertanyaan di pikiran.

 

 

ADRIA:

…ehm..

Harus banget ya hari ini?

 

ARSA:

Hal – hal baik jangan ditunda.

 

Arsa menjawab tanpa menoleh.

 

ADRIA:

…Iya sih…

 

Adria mengangguk mengiyakan.

 

Bagi Adria, lalu lalang kendaraan dan berpapasan dengan banyak orang tidak pernah terasa selama ini.

 

Dissolve to:

 

EXT. STUDIO – AS BEFORE

 

Arsa dan Adria yang sudah hampir sampai studio.

Terlihat Mercedes hitam pekat tahun 70an terparkir di depan studio.

 

CU. Wajah Arsa yang menegang

 

ADRIA:

Wah.

Mercedes?

 

Adria menengok ke Arsa sementara Arsa dengan langkah tergesa masuk ke studio.

 

CU. Wajah Adria yang bingung mengikuti Arsa di belakangnya.

 

BCU. Adria yang tersandung kakinya sendiri. Ia meringis kesakitan kemudian berusaha untuk segera memasuki studio.

 

Cut to:

 

INT. STUDIO – AS BEFORE

 

Suasana sangat tegang.

Arsa dan Kakek Rajasa saling berhadapan, dengan Pak Akbar yang terlihat siap siaga.

 

Adria memasuki ruangan dan melihat ketegangan tersebut.

 

CU. Wajah Adria yang menatap bergiliran ke arah Arsa lalu ke Kakek Rajasa dan kemudian ke Pak Akbar.

 

CU. Kakek Rajasa yang menatap balik ke arah Adria sejenak.

 

Keheningan berlangsung selama beberapa detik.

 

ARSA:

Ngapain kalian disini?

 

PAK AKBAR:

Maaf Tuan.

Ada yang perlu dibicarakan sebentar.

Kami-

 

 

ARSA:

KELUARRRR!!!!!!!!!!

 

Bentakan Arsa menggema ke seluruh studio.

 

CU. Adria terkaget sambil memegangi dadanya.

 

PAK AKBAR:

Tenang Tuan.

Kami kesini tidak ada niat buruk.

Tuan-

 

Kakek Rajasa mengambil satu langkah ke depan Arsa.

 

KAKEK RAJASA:

Keras kepala kau itu gak mempan.

 

CU. Adria dan Pak Akbar yang mendengarkan dengan seksama.

 

KAKEK RAJASA:

Masih saja kau main corat coret tembok

tidak jelas begini.

 

Kakek Rajasa berpaling dari Arsa dan melihat beberapa lukisan Arsa yang terpampang di banyak sudut studio.

 

KAKEK RAJASA:

Kau bisa saja hidup lebih nyaman kalau kau tidak

sok – sokan membangkang.

 

CU. Arsa semakin memerah mencoba tidak meledak. Dahinya terlihat mengurat.

 

KAKEK RAJASA:

Padahal kau cucuku satu-satunya …

 

Arsa membanting kursi kayu di dekatnya dan melemparkannya ke tembok dengan sebegitu kasarnya.

 

Suasana menjadi semakin tegang, Adria berteriak menutup kupingnya sementara Pak Akbar dengan sigap mengambil posisi siaga di depan Kakek Rajasa.

 

CU. Arsa dengan muka merah padam.

 

ARSA:

KELUARRRRRRRRRRRRRRRR!!!!

KELUARRRRR!!!

 

CU. Adria sangat kaget dengan bentakan Arsa yang semakin meraung.

 

CU. Kakek Rajasa yang menghembuskan napas kasar, tapi tak ada ketakutan sama sekali di matanya.

 

Pak Akbar mengangguk ke Kakek Rajasa, tanda agar berhenti untuk hari itu. Kakek Rajasa seperti setuju karena beliau mulai berjalan pelan menuju pintu keluar studio.

 

CU. Kakek Rajasa yang menatap Adria tajam, meskipun hanya sekikas.

 

Adria menyaksikan Kakek Rajasa & Pak Akbar keluar dan memasuki mobil Mercedes mereka kemudian melaju pergi melalui jendela studio.

 

CU. Arsa mencoba mengatur napas dengan dada yang naik turun seperti kesusahan bernapas.

 

Adria menatap Arsa dengan raut bingung, kemudian ia berjalan dengan kikuk menuju “sisa kursi”.

 

ADRIA:

Ah! Aduhhh…

 

Tanpa sadar paku yang mencuat melukai telapak tangannya karena Adria menggenggam kaki kursi yang terlempar jauh dari tembok. Cukup parah karena cukup banyak tetes darah jatuh ke lantai.

 

CU. Arsa yang menengok ke Adria dengan napas yang sudah sedikit teratur.

 

Adria masih berusaha menutupi luka di tangannya ketika tiba-tiba Arsa menekan luka dengan sapu tangannya.

 

CU. Adria memandang kaget Arsa dengan yang masih focus menekan lukanya.

 

Sapu tangan tersebut merah dengan darah sampai terlihat tak mampu menyerap lagi, Arsa yang menyadari hal itu berdiri dan melepas kaos yang dikenakannya. Menunjukkan

 

Adria hampir berteriak kalau saja ia tidak membungkam mulutnya dengan sebelah tangannya yang baik – baik saja.

 

Semua terjadi begitu cepat hingga Arsa memecah keheningan.

 

ARSA:

Mending ke rumah sakit.

 

ADRIA:

Eh?

Ehm, iya…

 

CU. Adria beranjak mengambil tas yang ia jatuhkan tadi di lantai ketika kaget mendengar bentakan Arsa.

 

Tapi Arsa sudah mendahului dan memikul tas tersebut di tangan kirinya, sementara tangan kanannya menyodorkan bantuan ke Adria agar bisa bisa berdiri.

 

POV Adria yang menatap Arsa sambil mendongakkan wajahnya.

 

POV Arsa sedikit membungkukkan punggung untuk membantu Adria berdiri.

 

CU. Pada genggaman Arsa yang erat memegang lengan bawah Adria.

 

 

EXT. RUMAH SAKIT (ICU) – AS BEFORE

 

Terlihat beberapa orang lalu lalang sementara Adria sedang duduk di kasur hijau ruang ICU melihat tangannya sedang diobati oleh perawat.

 

Di lorong berderet tempat duduk yang tidak jauh dari tempat Adria diobati, Arsa dengan tenang menunggunya.

 

CU. Adria menatap Arsa dengan tatapan aneh. Kenapa? Karena ia terlihat tidak seperti orang yang baru saja menghancurkan kursi sampai sebegitunya.

 

Tak berapa lama seorang dokter wanita, seumuran Adria mendatangi Arsa.

 

CU. Pada Arsa dan dokter wanita tersebut secara bergantian. Si dokter terlihat khawatir sementara Arsa tampak biasa dengan tatapan dinginnya.

 

Adria mengernyitkan kening.

 

ADRIA (V.O.):

Ngomongin apaan si?

 

Si perawat sudah selesai mengobati luka Adria.

 

PERAWAT:

Sudah selesai mbak.

 

ADRIA:

Oh, oke mbak makasih.

 

Perawat tersebut hanya mengangguk dan meninggalkan Adria yang masih duduk termenung sambil memegangi perban di telapak tangannya.

 

CU. Adria dari balik tirai bilik di ruangan ICU tersebut, ia berusaha menguping.

 

Pembicaraan mereka tidak begitu jelas karena banyak orang lalu lalang, jadi Adria semakin menempelkan wajahnya ke balik tirai ICU agar bisa mendengarkan pembicaraan mereka berdua.

 

Sayup sayup pembicaraan mereka mulai terdengar dengan cukup jelas.

 

AMELIA:

Kakek Rajasa sama Pak Akbar kemarin

dateng ke klinik gue.

Gue diminta untuk terus ngecek kondisi lo.

Beliau khawatir Sa.

Lagian lo sih, absen mulu.

Padahal gue siap dengerin semua

yang lo pengen ceritain.

 

 

Arsa diam, lebih ke malas untuk menjawab.

 

 

AMELIA:

Om Roy sama Tante Linda juga engga akan suka

kalo liat lo kaya gini sekarang.

Mereka bakal nangis darah.

 

Arsa tersenyum mengejek.

 

ARSA:

Bagus kalo gue bisa langsung liat mereka

berdua nangis darah di depan mata gue sekarang.

 

 

Amelia tersenyum pahit.

 

AMELIA:

Engga bagus lah.

Mereka berdua pengennya lo senyum Sa.

 

CU. Arsa yang langsung berubah keruh air mukanya.

 

ARSA:

Lo serius ngomong kaya gitu?

 

Arsa balas sarkastik.

 

ARSA:

Lo pikir gara – gara siapa gue

jadi kaya gini?

Hah?

 

Suara Arsa sangat rendah penuh penekanan, tapi Amelia tidak terlihat takut.

 

AMELIA:

Sa, tenang.

 

ARSA:

Persetan sama mereka.

 

Arsa beranjak dari kursi tapi Amelia menahan dengan menggenggam lengannya. Namun dengan kasarnya, Arsa menepis genggaman tersebut.

 

Arsa keluar dari ICU. Diikuti oleh tatapan Amelia.

 

CU. Adria menutup mulut dengan kedua tangannya setelah mengetahui pembicaraan Arsa & Amelia dari balik tirai.

 

ADRIA (V.O.):

Ya tuhan…

 

INT. KAMAR APARTEMEN ADRIA – PUKUL 2 PAGI

 

Adria lelah tapi otaknya tidak bisa tidur.

Dia berbaring terlentang menatap langit-langit kamar sambil mengelus tangan kirinya yang terbalut perban.

 

Cut to flash back:

 

Pada perbincangan Amelia dan Adria semalam di ICU. Tentang bagaimana Amelia menyebut sosok orang tua dan kakeknya dengan “persetan”.

 

Flash back cut to:

 

ADRIA (V. O.):

Yah, gue rasa yang kaya harta pun bisa

miskin kasih sayang…

 

 

Adria memutar playlist lullaby di smartphonenya dan menarik selimut menutupi dada. Lagu slow rock kesukaan Adria terputar. Semakin lama semakin keras dengan efek zoom out.

 

INT. OFFICE – PAGI

 

Adria duduk di biliknya dengan sedikit kantung mata yang terlihat jelas.

Tidak perlu kaget, tambah umur, insomnia dan kurang tidur sudah seperti schedule mingguan, atau mungkin harian?

 

Pak Brata menghampiri Adria di biliknya dan menepuk pundak Adria.

 

PAK BRATA:

Ya.

 

Adria menoleh kaget.

ADRIA:

Eh, iya Pak.

 

Pak Brata memperhatikan tangan kiri Adria yang berbalut perban.

Matanya membulat.

 

PAK BRATA:

Loh, tanganmu kenapa??

 

Adria menutup tangan kirinya dengan kikuk, lebih ke malas menjawab alasan tangannya terluka.

 

ADRIA:

Oh. Engga kok Pak.

 

PAK BRATA:

Kok bisa dibalut segitu gedenya sih?

 

ADRIA:

Engga ini cuma …

Ehm…

Digigit anjing tetangga…

 

Freeze screen dengan suara efek gagak.

Dimana Adria dan Pak Brata saling bertatap mata selama beberapa detik dengan pandangan aneh ke satu sama lain.

 

PAK BRATA:

Oh…oke…

Semoga anjingnya engga rabies ya Ya…

 

Mereka berdua sama sama tersenyum kikuk.

 

Dissolve to:

 

INT. MEETING ROOM – SORE (beberapa minggu setelahnya)

 

Beberapa staf termasuk Adria dan Pak Brata berkumpul dan duduk di meja berbentuk oval.

 

CU. Layar presentasi dengan judul “SPECIAL EVENT PLANS”

 

Pak Gatot memasuki ruangan meeting.

Beliau ambil tempat duduk tepat di seberang layar presentasi.

 

PAK GATOT:

Sore semua.

Langsung saja, untuk membuat galeri Pandora

ini semakin bagus, kita perlu mengadakan

Special events, untuk semua section,

Dari galeri lukisan, modern photo spots

Sampai kafenya juga.

Semuanya.

 

 

STAF:

Pak.

Untuk rencana special event itu sudah kami

Planning dari minggu lalu Pak.

Kami juga sudah bagi siapa-siapa saja yang bertanggung

jawab untuk masing – masing section.

 

PAK GATOT:

Bagus.

Well done.

Tapi…

 

Semua menoleh ke arah Pak Gatot.

Tapi tatapan Pak Gatot mengarah ke Adria.

 

PAK GATOT:

Adria.

 

Adria kaget karena ini pertama kalinya Pak Gatot berbicara langsung dengan memanggil namanya.

 

ADRIA:

eh, iya pak?

 

Pak Gatot menatap Adria tajam.

 

PAK GATOT:

Untuk galeri lukisan…

(jeda)

Kamu yang akan bertanggung jawab full

untuk special eventnya.

Brata, tolong bantu lapor ke saya

nanti untuk progressnya.

 

Adria dan Pak Brata saling menatap bergantian.

 

PAK BRATA:

he?

Eh… iya Pak.

Siap laksanakan.

 

Adria masih memproses yang dikatakan Pak Gatot.

 

PAK GATOT:

Ok.

Tiga hari lagi kita meeting lanjutan

Tolong tiap divisi untuk

Prepare ide event apa-apa

saja setiap sectionnya.

Sekian.

 

Pak Gatot meninggalkan ruangan meeting.

Pak Brata langsung menoleh ke Adria.

 

PAK BRATA:

Adria kamu ngapain Pak Brata???

 

ADRIA:

Ampun Bapak.

Denger beliau manggil nama saya aja

uda kembang kempis ini paru-paru

 

PAK BRATA:

Wah.

Ada yang aneh.

Kenapa tiba tiba kamu yang diminta

Untuk in charge galeri lukisan?

 

Pak Brata terlihat sedang berpikir dengan tangan kiri mengelus dagunya.

 

Adria pun juga, dia berpikir sejenak hingga ingatan tentang pertemuannya dengan Kakek Rajasa di studio menyadarkannya.

 

ADRIA (V.O.):

HAHHH??

Masa iya sih…

 

Cut to:

 

EXT. DI DEPAN PINTU STUDIONYA ARSA – BESOK SORENYA

 

Lagi – lagi Adria kikuk untuk memencet bel atau tidak.

 

ADRIA:

Uda berapa minggu ya…?

Uda lama engga ketemu…

 

Adria menyampirkan rambut ke belakang telinga kanannya ketika wajah seseorang melewati bahunya dan tangan seseorang tersebut hendak membuka pintu studio.

 

CU. Adria menoleh kaget.

Dan tertahan napasnya, karena seseorang tersebut adalah Arsa.

 

Slow motion. CU. Wajah Adria dan juga Arsa dengan muka datarnya, tanpa menoleh ke Adria, yang membuka pintu studio.

 

Pintu studio terbuka dan dengan santainya Arsa masuk ke dalam studio dengan menenteng fabric pouch berisi kaleng – kaleng cat dan kuas berbagai ukuran.

 

CU. Adria memegang dadanya yang seperti mau melompat keluar.

 

Arsa menoleh ke belakang karena sadar Adria tidak segera masuk.

 

ARSA:

Ngapain?

Buru.

 

Adria melongo.

Kemudian dia menjawab dengan kikuk & sedikit terbata-bata.

 

ADRIA:

he? Iya… ehm…

Iya saya masuk…

(Adria menggaruk kepalanya yang tidak gatal)

 

Mereka masuk ke dalam studio.

Dan Adria masih memegang erat tali tasnya, sedang mengontrol diri agar tidak terbawa perasaan.

Arsa menuju work desk nya dan meletakkan tas berisi cat dan kuas yang ia beli.

 

ARSA:

Tangan lo gimana?

 

ADRIA:

He?

Ah… udah mendingan kok.

 

ARSA:

Hmph. Dipikir-pikir, kasian juga tangan lo.

 

ADRIA:

eh? Haha.

Iya juga.

 

Adria tertawa garing.

Teringat bahwa dari awal pertemuan mereka adalah Arsa yang tak sengaja menginjak tangannya.

 

ARSA:

Terus? Ada perlu apa?

 

ADRIA:

Ah. Itu ehm,

Bakal ada Pandora special events.

Dan engga ada angin engga ada ujan,

saya yang diminta bertanggung jawab

untuk galeri lukisan sama atasan saya.

Jadi,tolong bantuannya.

 

Adria membungkuk sedikit.

 

ARSA:

Hah?

yang nyuruh atasan lo langsung?

 

ADRIA:

…Iya…

Makanya saya datang kesini mau

diskusi sama Mas Arsa

tentang ide – ide apa yang

mungkin bisa-

 

ARSA:

Tunggu.

(Arsa memotong kalimat Adria)

 

Adria berhenti berbicara dan menatap Arsa yang juga balik menatapnya.

 

Arsa kemudian menghembuskan napas dengan kasar seperti sedang menyadari sesuatu.

 

ADRIA:

Ehm… kenapa Mas?

Kalau memang hari ini lagi

gak mood untuk diskusi,

Engga apa apa, deadline masih dua hari lagi.

Besok saya bisa datang lagi kok.

Maaf mengganggu sebelumnya.

 

Adria kembali membungkuk dan beranjak keluar studio ketika suara Arsa menahannya.

 

ARSA:

Tunggu.

 

Adria menoleh ke Arsa yang ternyata sedang menuju ke arahnya.

Jarak mereka sekarang hanya satu kaki.

 

ARSA:

Gue gak bilang gue lagi engga mood.

Gue cuman kasian aja karena gue,

lo jadi harus kena imbasnya.

 

ADRIA:

He?

ARSA:

Ck.

Sini ikut gue.

Ada banyak ide kalo

lo mau ngadain special event

buat di Pandora besok.

 

 

CU. Wajah Adria yang mulai tersenyum lega dan mengikuti sosok Arsa dengan matanya.

 

Kemudian Adria dan Arsa berdiskusi saling memberikan ide.

 

Terlihat langit semakin gelap dan udara semakin dingin.

Tapi hati Adria menghangat.

 

Dissolve to:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar