Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
LOST BUT FOUND
Suka
Favorit
Bagikan
2. Chapter tanpa judul #2
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. STUDIO – PUKUL 03.44 DINI HARI

 

CU. Arsa sedang melukis tembok dengan mengenakan apron melukis warna hitam.

Tembok putih di belakangnya sudah penuh dengan sketsa abstrak yang dilingkari dengan warna-warni cat dominan hitam, abu-abu dan merah. Beberapa lampu temaram menyala, dengan satu lampu cukup terang di atas tembok yang Arsa lukis.

 

Handphone menyala dengan unknown caller id yang tertera di layar

CU. Pada tulisan unknown caller id.

CU. Wajah Arsa yang mengangkat panggilan dengan sedikit malas karena meskipun unknown caller id, dia sudah tahu siapa yang menelepon.

 

 

ARSA:

Apa?

 

 

PAK AKBAR:

Tuan, Kakek marah besar.

Beliau juga sedih karena Tuan kabur

begitu saja saat makan malam tadi.

 

 

ARSA:

Terus?

 

 

PAK AKBAR:

(jeda sejenak)

Tuan, mungkin sebaiknya tadi Tuan tidak

langsung pergi begitu saja seperti tadi.

Ada hal penting yang tadi Kakek

ingin sampaikan.

 

 

ARSA:

(berdecih & memutar mata dengan malas)

Apa?!

Soal bisnis kotornya kakek?

Atau soal pelacur kegatelan yang sok-sokan

jadi istri mudanya kakek yang baik

waktu makan malam keluarga tadi?

Apa hah?!

Omong kosong!

 

 

PAK AKBAR:

(menghela napas kasar)

Tuan.

Mari kita bicarakan dulu baik – baik.

 

 

ARSA:

Gak.

 

 

Telepon dimatikan.

 

Cut to:

 

 

INT. RUANG KERJA – SAME AS BEFORE

 

CU. Laki-laki yang bernama Akbar terlihat lelah ketika laki-laki yang barusan dia telepon menutupnya begitu saja.

Kemudian dia menoleh ke hadapan laki-laki tua dengan rambut beruban tersisir rapi ke belakang.

 

 

PAK AKBAR:

(jeda sejenak)

Tuan Besar, dia menolak.

 

 

BCU. Pada wajah Kakek Rajasa. Dia diam tanpa bicara.

Memperlihatkan siluet misteriusnya yang menopang dagu seperti sedang berpikir.

 

Cut to:

 

 

INT. STUDIO – SAME AS BEFORE

 

Arsa membanting handphone yang baru saja ia matikan sambungannya tersebut.

 

CU. Pada handphonenya yang sedikit retak.

 

Kemudian ia mengambil kuas cat dengan kasar dan menutup seluruh warna putih tembok di depannya dengan berbagai warna. Menghasilkan hasil karya menakjubkan.

 

 

ARSA (v.o.):

Sialan! Sialan! Sialan!

 

CU. Pada wajah Arsa yang tegang karena amarah sambil terus melukis.

 

Dissolve to:

 

 

EXT. TERAS KAFE – WAKTU MAKAN SIANG

 

Terlihat mobil yang dikendarai Pak Brata dan Adria berhenti di parkiran Teras Kafe.

 

 

PAK BRATA:

Ya, ini saya ada mau ketemu klien lain.

Tolong kamu urus di sini ya.

Saya jemput 1.5 jam lagi.

 

 

ADRIA:

Iya pak.

 

 

 

PAK BRATA:

Fyi aja.

Seniman yang akan kamu temui ini cucu dari

salah satu hartawan terkaya di Indonesia.

Rumor biang kalau anak satu-satunya dan menantu

sudah meninggal, jadi dia ini cucu tunggal.

Namanya, Arsa Rajasa.

 

 

 

ADRIA (V.O.):

(ho, tuan muda toh)

 

CU. Adria yang mengangguk mengerti.

 

 

PAK BRATA:

Dan satu lagi, jangan sampai gagal!

Kakeknya dia sponsor paling gede!

 

 

 

ADRIA:

Siap 69!

Eh, 86!

 

Adria keluar dari mobil dan masuk ke kafe.

 

 

Cut to:

 

INT. TERAS KAFE – SAME AS BEFORE

 

 

LONG SHOT: Kafe dengan outdoor style.

Setelah berbincang dengan Resepsionis, Adria menuju meja dengan tanda RESERVED di atasnya dan duduk di kursi dekat dengan rerumputan hijau asri dan kolam air khas Jepang.

 

CU. Pada interior kafe yang segar dan menenangkan.

 

CU. Wajah Adria yang siap menjelaskan dan meyakinkan Arsa mengenai project yang perusahaannya propose sambil memastikan semua sudah sempurna.

 

Cut to:

 

INT. TERAS KAFE – 1.5 jam setelahnya.

 

Hingga hampir 1,5 jam Adria menunggu, ‘seniman’ ini tak kunjung datang.

 

CU. Adria yang menelan kekecewaan dan melihat makanan di depannya sudah habis.

 

Adria beranjak dari tempat duduknya dengan sebal sebelum akhirnya kursi di depannya diduduki oleh seorang pria jangkung.

 

BCU. Adria yang tertegun.

 

Cut to flash back:

 

Dari adegan kemarin malam di mana Adria bertemu seorang pria menyebalkan yang menginjak tangannya tanpa minta maaf setelahnya.

 

CU. Adria yang langsung tersadar bahwa pria tersebut sama dengan pria yang sekarang sedang duduk di depannya.

 

CU. Wajah Arsa yang bahkan tidak terkejut sama sekali. Datar.

 

Mereka saling tatap selama beberapa detik.

Ada kecangguangan karena mereka berdua sama sama diam. Terutama Adria yang masih memproses keadaan.

 

 

ARSA:

Lo mau bengong atau mau diskusiin project

yang perusahaan lo mau tawarin?

(memecah keheningan)

 

 

ADRIA:

(melongo)

 

 

ARSA:

Selain budeg lo juga bisu?

 

 

ADRIA:

Ehm.

Sorry.

(kembali duduk)

 

Adria kembali duduk dengan canggung.

CU. Arsa yang melihat jam tangan melingkar di pergelangan tangan kirinya.

 

ARSA:

Gue kasi lo 10 menit waktu gue.

 

 

ADRIA:

Ha?

 

 

ARSA:

Buru.

 

 

CU. Adria yang masih canggung berusaha menjelaskan.

 

ADRIA:

Tunggu.

Waktu meet up untuk meeting ini sudah

lewat dari 1.5 jam yang lalu.

Atasan saya bilang sudah kontak

Mas Arsa untuk meet up pukul 11.30 kan?

Dan ju-

 

 

 

ARSA:

(memotong ucapan Adria)

Lo banyak bacot juga ternyata.

 

 

ADRIA:

Ha?

 

 

ARSA:

Ck.

Kalo lo buang-buang waktu gue kaya gini,

gue balik.

(beranjak dari kursi)

 

CU. Adria yang melongo menyaksikan Arsa pergi dari meja.

 

 

Cut to:

 

INT. OFFICE – SORENYA

 

Adria dan Pak Brata di dalam ruangan manajer, Pak Gatot. Mereka berdua berdiri di hadapan Pak Gatot yang sedang duduk di kursinya.

 

CU. Wajah Adria & Pak Brata yang menunduk serta wajah Pak Gatot yang tegang karena menahan marah secara bergantian.

Kemudian Adria memecah keheningan.

 

 

ADRIA:

Maaf Pak Gatot.

Sekali lagi saya minta maaf.

Saya benar-benar sudah coba un-

 

CU. Pak Gatot yang sama sekali tidak memandang Adria.

 

PAK GATOT:

(memotong ucapan Adria)

Pak Brata,

Bapak tau kan konsekuensinya kalau

project ini gagal?

 

CU. Wajah Pak Brata yang berusaha tetap tenang.

 

PAK BRATA:

Iya Pak.

Maaf saya tadi ada urusan dengan klien lain.

Jadi saya tidak bisa langsung join meeting

dengan cucu Pak Rajasa waktu makan siang tadi.

 

CU. Pak Gatot yang seperti tidak bisa menerima alasan yang baru saja dikemukakan.

 

PAK GATOT:

(menghembus napas kasar)

Perusahaan lain mati-matian supaya bisa

dapat project ini.

Tahu kenapa?

Karena ini PROJECT BESAR!

 

MCU. Wajah Adria yang tetap menunduk dan Pak Brata yang mulai memandang mata Pak Gatot dan berusaha meredam situasi.

 

PAK BRATA:

Iya pak.

 

Pak Gatot yang menghamburkan dengan kasar beberapa dokumen di depan mejanya.

 

CU. Mata Pak Gatot yang masih melotot.

 

PAK GATOT:

Kalau project ini goal, koneksi untuk dapat

next grand project juga besar!

Kita bisa expand ke bidang lain

dan klien juga akan semakin banyak!

Bagus untuk perusahaan kita!

Untung buat kamu, saya, kita semua!

 

Beberapa staf di luar ruangan Pak Brata yang kaget dengan suara bentakan Pak Gatot.

 

CU. Adria meremas blousenya berusaha menjelaskan.

 

 

ADRIA:

Maaf Pak Gatot.

Saya tadi benar-benar sudah menunggu

selama 1.5 jam Pak.

Begitu klien datang, saya coba

untuk membicarakan soal project ini,

tapi dia-

 

 

PAK BRATA:

Adria.

Sudah.

 

 

PAK GATOT:

Pak Brata, saya kasih waktu satu minggu.

Selesaikan soal deal project ini dengan klien.

 

 

 

PAK BRATA:

Baik Pak.

 

 

 

CU. Wajah Adria yang menahan kecewa.

Mereka berdua keluar dari ruangan.

 

 

PAK BRATA:

Sebenernya tadi itu kenapa?

 

 

 

ADRIA:

Pak, saya bener-bener sudah tunggu

dia 1.5 jam pak.

 

 

PAK BRATA:

Oke terus?

 

 

ADRIA:

Begitu uda 1.5 jam lewat, dia dateng

ngomong kasar, engga sopan dan

engga mau dengerin saya!

Terus langsung ngacir gitu aja!

 

 

 

PAK BRATA:

(menyapu wajah dengan tangan kirinya

sambil menghembus napas kasar)

Ya ampun…

 

 

 

ADRIA:

Sekarang gimana dong Pak?

 

 

 

PAK BRATA:

Apanya yang gimana?

Ya kita harus dapat deal project itu.

 

 

 

ADRIA:

Caranya?

 

 

 

PAK BRATA:

Saya pastikan kita dapat schedule meeting

lagi untuk project ini.

Nanti, kita berdua yang nemuin.

Kamu pastiin aja semua

detail di proposal sudah sempurna.

Oke?

 

 

 

ADRIA:

(sedikit terlihat lega)

Oke pak.

 

 

Cut to:

 

 

INT. KAFE-INN - 4 HARI SETELAHNYA (MALAM)

 

Adria dan Pak Brata duduk di salah satu sudut kafe yang cukup lapang, dekat display Coffee Museum.

 

 

PAK BRATA:

Adria, kenapa kamu minta untuk

meeting di tempat kaya gini?

Kita meeting project ini, bukan hangout santai.

 

 

 

ADRIA:

Udah Pak.

Kali ini percaya aja sama saya.

 

 

 

Suara bel pintu antik yang berbunyi.

Adria melihat sosok Arsa dan langsung menghampiri dia yang baru saja memasuki kafe.

 

 

 

ADRIA:

Malam.

Saya Adria, dari Hera Company.

Ehm, kita sudah sempat ketemu kemarin…

(sembari mengulurkan tangan dengan kikuk)

 

 

ARSA:

(tidak membalas uluran tangan Adria)

Hem.

Tangan lo gak papa?

 

 

ADRIA:

Hah? Apa?

 

ARSA:

Enggak.

Duduknya dimana?

 

 

ADRIA:

Oh, duduknya?

 Disitu, dekat jendela.

 

 

Arsa berjalan menuju meja dimana Pak Brata menunggunya. Begitu melihat Arsa yang diikuti oleh Adria di belakangnya, Pak Brata berdiri hendak menyalami Arsa.

 

 

PAK BRATA:

Malam Mas Arsa.

Saya Brata dari Hera Company.

 

 

Arsa menyambut uluran tangan Pak Brata tanpa membalas salam.

Adria segera mengambil tempat duduk di sebelah Pak Brata, berhadapan langsung dengan Arsa.

 

 

PAK BRATA:

Ehm.

Malam Mas Arsa, kami langsung ke topiknya saja.

Sehubungan dengan meeting beberapa hari lalu

yang belum terlaksana dengan baik,

kami mencoba untuk mengajukan lagi proposal

project ini dengan Mas.

Jadi-

 

 

ARSA:

Saya sudah baca garis besarnya.

 

 

PAK BRATA:

Ohhhh.

Oke oke.

Ehm, terus?

Bagaimana menurut Mas Arsa?

 

 

ARSA:

Saya tertarik.

 

 

Air muka Pak Brata dan Adria berangsur cerah.

 

 

ARSA:

Tapi, dengan satu syarat.

 

 

Mereka mulai saling bertukar tatap.

 

 

ARSA:

Saya yang buat aturannya.

 

 

Dan mereka mulia terlihat bingung.

 

 

ARSA:

Anggap saya sebagai Tuhan kalian untuk sementara.

 

 

Terlihat kernyitan di kening Adria.

Sementara Pak Brata terlihat sedang memproses kata-kata Arsa.

 

 

ADRIA (V. O.):

Kita mau direkrut ke sekte aneh apa begimana?

 

 

Pak Brata memecah keheningan dengan berdeham pelan.

 

 

PAK BRATA:

Yah, ehm,

Project ini berarti… deal?

 

 

ARSA:

Well, deal.

(Arsa mengulurkan tangan)

 

 

Adria bermaksud menyambut uluran tangan Arsa, tapi Arsa membelokkan tangannya sehingga menunjuk ke arah Pak Brata.

Pak Brata menyambut uluran tangan Arsa dengan kikuk sedangkan Adria menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

 

 

ARSA:

Ya udah.

Sisanya bisa kita beresin lewat telepon

atau email.

 

 

PAK BRATA:

Oke.

Mumpung sudah disini, Mas Arsa mau pesan apa?

Anggap saja sekalian makan malam.

 

 

ARSA:

Engga terima kasih.

 

 

Arsa beranjak dari kursi menuju ke barista yang tengah mengelap gelas di coffee bar. Dia duduk di kursi bar dan terlihat memesan sesuatu ke barista tersebut.

 

Adria dan Pak Brata memperhatikan Arsa yang mulai mengeluarkan iPad dari tote bag nya dan seperti sedang melukis menggunakan stylus pen.

 

 

PAK BRATA:

Untung Ya!

Selamet kita dari amukan Pak Gatot!

 

 

ADRIA:

(bernapas lega)

Iya Pak.

Gilak.

Tadi lebih horror daripada film setan asli.

 

 

PAK BRATA:

(tertawa lega)

Yah, penting sekarang aman.

Tapi, Ya. Saya penasaran.

Kenapa kamu milih tempat ini untuk meeting?

 

 

ADRIA:

Karena di sini pertama kalinya saya ketemu

sama orang rese berengsek yang gak tau tata karma.

Tapi kayaknya, dia suka kopi di tempat ini.

 

 

PAK BRATA:

Ha?

 

 

ADRIA:

Enggak.

Ayo deh Pak balik.

Capek ini.

 

 

PAK BRATA:

(mengangguk mengiyakan)

Iya. Saya juga.

 

 

Adria dan Pak Brata keluar dari Kafe tersebut dan menuju mobil mereka.

Sedikit efek slow motion.

Sekilas Adria memandang Arsa dari balik jendela kafe. Samar-samar siluet Arsa menunduk sambil menyeruput kopi dari mug hitam yang dipegangnya.

 

 

Cut to:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar