Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. SEKOLAH - KELAS MARVIN & FAJRI - MORNING
Keesokan paginya, Fajri kembali datang ke sekolah. Namun, ia melihat Marvin tidak ada di tempatnya. Tak lama kemudian, seorang GURU BK (wali kelasnya) datang dan mulai mengabsen. Ketika nama Marvin disebutkan, sekretaris kelas menjawab kalau Marvin sedang sakit.
GURU BK
Pagi, semuanya. Karena sebentar lagi Ujian Akhir Semester 1, saya mau membagikan formulir kepada kalian. Harap diisi dan dikumpulkan setelah UAS selesai.
Guru BK menaruh tumpukkan lembaran formulir di tiap meja paling depan, lalu para siswa menggiring lembaran lainnya ke meja di belakang mereka. Fajri mengamil dua lembar formulir itu. Ia bisa melihat kalau lembaran itu adalah ‘Konsultasi Rencana Karir’.
GURU BK
Ketua kelas, tolong ke ruang guru untuk mengambil kartu ujian, ya.
FAJRI
Baik, Bu.
Setelah memberikan salam, Guru BK meninggalkan kelas. PAra murid berbincang mengenai sistem UAS di sekolah mereka yang biasa menggabungkan kelas 10 dan 12. Suara mereka terdengar jelas, tapi Fajri tidak menaruh perhatian. Fajri masih memikirkan kejadian semalam.
SISWA 3
Berarti nanti kita sama X-1, ya?
SISWA 4
Harusnya gitu.
SISWA 3
Kenapa gak sama anak kelas XI aja, ya?
SISWA 5
Dari dulu kelas XI emang selalu sama kelas XI, bambang. Biar saling kenal, katanya. Lo tau sendiri sekolah kita selama tiga tahun siswanya gak pernah diacak ulang.
SISWA 3
Iya, juga, sih.
Fajri masih termenung, tiba-tiba saja salah satu temannya menghampiri tempat duduknya dan menegurnya untuk segera pergi ke ruang guru.
SISWA 4
Ri, lo gak ke ruang guru?
FAJRI
Hah? (bingung) Oh, iya!
Fajri pun bergegas ke ruang guru.
EXT. RUMAH MARVIN - TERAS - DAY
Sepulang sekolah, Fajri langsung bergegas ke rumah Marvin. Selain untuk memberikan formulir, ia ingin meminta maaf atas kesalahpahaman kemarin malam.
Salah seorang ART yang bekerja di rumah Marvin membukakan gerbang rumahnya, lalu Fajri berjalan menuju pintu rumah Marvin. Fajri mengetuk pintu itu, tak lama kemudian seorang wanita membukanya. Dia adalah Diana.
Mereka berdua sama-sama terkejut.
MARVIN
Siapa, Na?
Marvin ikut terkejut melihat kedatangan Fajri.
INT. RUMAH MARVIN - KAMAR MARVIN - DAY
Marvin terduduk di tepi ranjangnya, sedangkan Fajri duduk di kursi meja belajarnya. Di meja belajar itu kita bisa lihat ada dua ponsel milik Marvin dan Diana.
Sesekali Marvin bersin, hidungnya agak merah. Diana menyerahkan sekotak tisu kepada Marvin,
DIANA
Aku beli camilan dulu buat kalian.
Diana keluar dari kamar Marvin.
FAJRI
Hm, Vin...,
Ponsel Diana berdering, lalu senyap kembali. Fajri mengambilkan ponsel Diana di meja dan memberikannya kepada Marvin. Marvin pun menerima ponsel itu dari tangan Fajri.
MARVIN
Sorry, bentar.
Kita bisa lihat ada satu panggilan tak terjawab di layar kunci ponsel Diana. Marvin membuka polanya. Ternyata dari Dian. Marvin kembali mengunci ponsel Diana dan fokus kepada Fajri.
MARVIN
Tadi lo mau ngomong apa?
FAJRI
Ah, itu...,
MARVIN
(mengibaskan tangannya)
Gue minta maaf, Ri, semalam gue kasar banget sama lo.
Fajri terkejut.
MARVIN (CONT'D)
Kenapa? Lo pasti dateng ke sini mau minta maaf kan sama gue? Hahaha.
FAJRI
(gagap)
Gila, kali?! (beat) tapi, ya gue ngerasa enggak enak sama kalian berdua.
Marvin mengambil satu lembar tisu dari kotaknya. Ia menutup bersinnya dengan tangan yang sudah dilapisi oleh tisu. Kemudian ia membuangnya ke tempat sampah kecil di samping kasurnya.
MARVIN
Santai. Emang Diana juga yang mau. Dia udah cerita semuanya ke gue. Tadinya gue mau nelpon lo, tapi yaudahlah, nanti aja pas kita ketemu ngomongnya. Eh, gue malah sakit.
FAJRI
(nada menyesal)
Gue enggak bermaksud nyelakain Nana, Vin. Pas dia cerita dia pengen banget main badminton, tiba-tiba gue tergerak gitu aja. Gue bener-bener enggak kepikiran kalau dia bakalan kehabisan napas atau jantungnya jadi berdetak enggak beraturan.
MARVIN
(membuang lembaran tisu yang ia gunakan)
Akhir-akhir ini keluarganya dan juga gue sedikit lebih sensitif soal kesehatan Nana, Ri. (beat) Selama ini biaya pengobatan dan perawatan Nana ditanggung sama perusahaan ayahnya, nah sekarang kan udah nggak lagi. Jadi, kalo Nana kenapa-napa, harus pake uang pribadi. Dan asal lo tau aja, Ri, sekali visit dokter spesialis itu lumayan untuk Nana yang sering bolak-balik check-up. Yah, jadi lo pahamlah kenapa kemarin reaksi gue berlebihan banget.
Fajri menunduk, menyesal.
MARVIN (CONT'D)
Tapi ternyata dia enggak apa-apa, kok. Semoga aja dia sehat selalu. Jadi, enggak usah terlalu merasa bersalah, Ri.
(menegur Fajri)
Hey, udah jangan terlalu dipikirin.
FAJRI
Iya, Vin.
Terdengar suara pintu kamar diketuk, lalu Diana masuk sambari membawa beberapa camilan dan minuman teh dalam kemasan botol. Ia menaruh camilan itu di meja belajar Marvin, memberikan teh botolan kepada Fajri dan Marvin, lalu duduk di samping Marvin.
MARVIN
(menatap Diana sinis)
Ngapain di sini? Keluar, gih.
DIANA
(ke Marvin)
Apaan, sih, suka-suka dong.
Diana pun kembali fokus kepada Fajri yang duduk berhadapan dengannya. Diana tersenyum manis ke arah Fajri.
DIANA (CONT’D)
Kak Fajri, gimana kabarnya? Maaf ya soal yang semalem. Gue kalo emosi suka lupa diri, hehe. Tapi emosinya gak ke lo, kok, tapi ke saiton satu ini (melirik Marvin).
FAJRI
(tertawa kaku)
Hehe, iya, Dek.
Diana memerhatikan Fajri penuh minat. Marvin pun menutup kedua mata Diana. Spontan, Diana langsung menyingkirkan tangan Marvin.
Marvin dan Diana berdebat kecil.
DIANA
Ih, apaan, sih!
MARVIN
Genit, lo! Udah sana keluar! Gue mau ngomong hal-hal serius sama temen gue!
DIANA
Halah, ngibul mulu lo, Kak!
Fajri tertawa melihat keakraban Marvin dan Diana.
DIANA (CONT’D)
(ke Fajri)
Emang mau ngomong hal serius, Kak? Nggak, kan?
Fajri langsung teringat formulir dan kartu ujian yang diberikan Guru BK.
FAJRI
Oh iya, hampir lupa.
Fajri pun membuka tasnya dan memberikan selebaran itu pada Marvin. Marvin menerimanya. Diana ikut membaca selebaran yang Marvin pegang.
MARVIN
Konsultasi rencana karir? Halah, paling cuma wacana. Mana mau guru kita konsultasiin anak satu-satu. Paling cuma pas pembagian rapot aja dijelasin ke orang tua.
FAJRI
Iya, sih. Dia bilang kumpulin setelah UAS, Vin.
Diana membaca pertanyaan pertama di lembaran itu.
DIANA
'Apa cita-citamu?' (beat, melirik Marvin) Cita-cita lo apa, Kak?
MARVIN
Hm ... karena gue anak cowok satu-satunya dari eksekutif PT Enka, gue mau jadi orang kaya! Investor gitu. Biar duit gue aja yang kerja, gue tinggal ngatur sambil nyari income dari hobby gue. Hahaha!
DIANA
(mencibir)
Padahal bapak lo masih karyawan, Kak.
MARVIN
(menjulurkan lidah)
Biarin. Yang penting gajinya banyak, warisan gue banyak. Bisa buka usaha sendiri!
Diana memutar kedua bola matanya, lalu ia beralih ke Fajri.
DIANA
Kalo lo, Kak?
FAJRI
Jadi guru olahraga kali, ya?
DIANA
Oh? (nada terkejut) Guru di jaman sekarang ya (beat) bagus, sih, tapi kalo bisa kejar CPNS, Kak. Tapi selain itu, ada lagi gak, Kak?
FAJRI
(tertawa kecil)
Yah, gimana ya. Emang dari kecil pengennya itu. Sebenernya gue juga pengen sih punya stadion sendiri dan buka pelatihan badminton, tapi kayaknya gak mungkin.
DIANA
Kenapa gak mungkin?
FAJRI
Modalnya aja gak ada, hahaha. Berharap bisa kuliah aja tipis banget. Paling ujung-ujungnya juga jadi karyawan.
Marvin dan DIana menatap satu sama lain. Marvin berdehem, berusaha mencairkan suasana.
MARVIN
Jangan ngomong gitu, Ri. Orang pinter kayak lo pasti dapet kesempatan buat sukses kok.
FAJRI
(tersenyum getir)
Yah, kalo aja gue lahir dari keluarga kayak lo, Vin, mungkin bisa. Hahaha.
Fajri terdiam, ekspresianya mengutuk kalimat yang baru saja ia lontarkan.
FAJRI (CONT'D)
Eh, maaf, Vin, gue gak...,
MARVIN
(memotong ucapan Fajri)
It's okay, it's okay.
Diana menatap Fajri, lalu ia mengangguk.
INT. RESTORAN ALL YOU CAN EAT - NIGHT
Restoran cukup ramai. Kita bisa lihat ada beberapa karyawan yang mengenakan seragam hitam dan appron hijau tua. Hanya dia yang menggunakan kemeja putih dan celana hitam.
Terlihat Fajri bolak-balik menghampiri meja pelanggan untuk menyalakan kompor, membersihkan piring yang sudah menumpuk, dan menambah daging di fridger. Fajri melihat jam di tangannya sudah menujukan jam setengah sembilan malam, tapi pelanggan masih belum pulang semua.
Manajer restoran, Hadi, menyadari Fajri yang sedang gelisah.
HADI
Ri, sini.
Fajri mendekat ke arah Hadi di kasir.
HADI (CONT'D)
Kan kamu magang di sini, jadi saya gak bisa kasih kamu seragam. Next time, kamu beli sendiri baju/sweater lengan panjang warna hijau tua, ya.
FAJRI
Siap, Pak.
HADI
Nantinya kamu handle di lantai bawah aja. Soalnya lantai atas bukan prasmanan, biar waiter aja yang handle.
FAJRI
Oh, iya. Siap, Pak.
HADI (cont'd)
(memberikan uang Rp 80.000)
Ini untuk hari ini, ya. Sekarang kamu pulang duluan aja. Kamu kan lagi ujian.
Fajri menerima uangnya.
FAJRI
Makasih ya, Pak.
INT. RUMAH FAJRI - RUANG TAMU - NIGHT
Fajri membuka pintu rumahnya. Kedua orang tuanya sedang menonton TV. Kita bisa melihat dan mendengar berita dari TV yang menyebutkan beberapa kota-kota besar di Indonesia terendam banjir. Fajri merogoh sakunya, menggeluarkan Rp 50.000 dan menyerahkannya kepada ibunya.
FAJRI
Nih, Ma.
Fitri menerima uang dari anaknya.
FITRI
Kamu udah makan?
FAJRI
Adel mana?
FITRI
Lagi ngebantuin ibu-ibu di puskesmas sama Laura.
Fajri terlihat kesal.
FAJRI
Ma, cukup Abang aja ...
FITRI (CONT’D)
(memotong)
Bukan Mama yang suruh! Kamu tau sendiri dia suka sama anak kecil, dia mau ikut bantuin ngedata imunisasi hari Minggu nanti.
Tak lama kemudian Adel pulang. Fajri terdiam dan masuk ke kamar. Dari ruang tamu, Fitri sedikit berteriak.
FITRI
Kalau mau makan, masih ada nasi goreng, Bang.
INT. RUMAH FAJRI - KAMAR - NIGHT
Fajri tidak memedulikan perhatian ibunya. Ia buru-buru mengganti pakaiannya menjadi kaus polos dan celana pendek, lalu membuka buku pelajaran. Ia mengerjakan soal-soal latihan sampai jam setengah dua malam. Diam-diam Adel melihat kakaknya yang tertidur sambil memegang bukunya.
EXT. SEKOLAH - GERBANG - MORNING
HARI BERLALU KE HARI PERTAMA UAS. FAJRI TERLAMBAT. GERBANG SEKOLAH SUDAH TERKUNCI. Hari berlalu ke hari pertama UAS. Dari kejauhan, Fajri bisa melihat satpam sudah mengunci gerbang sekolah. Fajri berlari secepat mungkin.
FAJRI
Sial.
Tiba-tiba saja ia mendapat ide. Ia menarik langkahnya dan mengambil jalan memutar ke pintu belakang kantin.
EXT. SEKOLAH - GERBANG BELAKANG KANTIN - MORNING
Fajri tiba di gerbang belakang, tapi gerbang itu sudah dikunci. Tidak ada seorang pun terlihat di sana.
FAJRI
Sial, biasanya gak dikunci!
Fajri mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia memejamkan matanya, pasrah jika ia tertangkap basah oleh guru. Namun, justru Diana yang muncul.
DIANA
Kak Fajri?!