Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
KOMPLEKSITAS
Suka
Favorit
Bagikan
12. Dhoni dan Masa Lalu

-12 TAHUN YANG LALU-

Saat jam istirahat dan banyak anak-anak SD sedang mengerumuni seorang anak.

[ANAK SD A] Anak haram... Anak haram... Anak haram... 

[ANAK SD B] (Sambil melempar lumpur) Katanya ibumu hamil di luar nikah sama ayahmu.

[ANAK SD B] Ayahmu terpaksa menikahi ibumu. jadi, kau itu anak haram.

Seragam putih Dhoni menjadi kotor karena dilempari kotoran/lumpur. Dhoni hanya menahan dan melindungi dirinya agar kotoran/lumpur tidak masuk ke matanya. 

Tidak ada yang berusaha menghentikan perlakuan anak-anak itu. Bahkan para guru pun hanya melihat dengan muka sinis ke arah Dhoni.

[ANAK SD A] (Dengan sorakan dan nada mengejek) Anak haram! Ea... Anak haram! Ea... Anak haram! Ea...

Beberapa anak mengikuti sorakan ejekan tersebut. Hal yang sama sudah sering terjadi pada Dhoni dan Ia hanya bisa diam tanpa melawan. 

Setelah pulang sekolah, Dhoni kembali ke rumah. Ibunya yang melihat seragam putih Dhoni yang kotor langsung naik darah.

[IBU] (Menampar Dhoni hingga jatuh ke lantai) Dasar anak kurang ajar! Lu tahu ga, beli seragam itu peke duit! Lu tahu kan kalo gue ga punya duit buat elo!

Dhoni hanya menahan sakit dan memegang pipinya. Ini bukan pertama kali ia diperlakukan seperti ini.

[IBU] Sekarang gue ga mau tahu. Lu cari duit sendiri buat beli seragam baru. 

[IBU] Lu balik ngemis sana di perempatan biasa. 

[IBU] Duitnya kudu cukup buat setoran biasa sama beli seragam baru. Lu ngerti!?

Dhoni hanya mengangguk mendengar perkataan ibunya. Ia segera berganti pakaian dengan baju yang sudah kusam dan kusut.

Dhoni berjalan menuju perempatan tempat biasa ia mengemis. Sembari mengikis tempat sampah mencari makanan sisa untuk menghilangkan laparnya. 

Beberapa orang yang iba memberikan recehan kecil pada Dhoni di kantong duitnya. Dhoni mengemis hingga malam hari.

Ketika melihat kantong duitnya sudah penuh, Ia pun mulai menghitung uang yang didapatnya. Setelah selesai menghitung, Dhoni menyisihkan 10 ribu untuk beli makan malam.

Tak jauh dari situ ada warteg, Dhoni pun membeli makan malam di situ.

[DHONI] Buk. Makan, buk. Kalo 10 ribu bisa makan apa, buk?

Ibu warteg yang melihat Dhoni berwajah kusut dan penuh kotoran pun iba.

[IBU WARTEG] (Mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang cukup banyak) Makan aja, nak. Sampe kamu kenyang. Ga usah bayar juga gapapa. 

[DHONI] Beneran, buk? Terima kasih, buk.

Dhoni tampak lahap makan. Ia pun makan hingga kenyang. Namun, setelah selesai makan Dhoni tetap meletakkan uang 10 ribu di samping piring.

Kemudian Ia pergi pulang. Dhoni pulang ke rumah membawa duit yang sekiranya cukup untuk beli seragam dan setoran biasa untuk ibunya. 

Sesampainya di depan pintu, Dhoni mendengar teriakan dan suara tamparan yang cukup keras. Dhoni tahu bahwa Ayahnya di rumah dan sedang berlaku kasar pada Ibunya. 

Ia pun membuka pintu dan melihat Ibunya terduduk di lantai sedang menahan pipinya. Ayah melihat Dhoni sedang memegang duit, segera menghampirinya dan mengambil paksa semua duitnya.

[DHONI] (Berusaha menahan agar duitnya tak diambil) Jangan, Yah. ini uang buat beli seragam baru. 

[AYAH] Berisik. Sini semua duitnya.

Ayah menghitung uang yang didapat Dhoni dan kemudian tersenyum.

[AYAH] Ada gunanya juga lu, anak kurang ajar.

Kemudian Ayah pun pergi meninggalkan Dhoni dan Ibu. Dhoni hanya diam tak dapat berkata apa-apa. Dan, Ibunya pun hanya melihat Dhoni dengan tatapan kebencian. 

Hari pun berganti, Dhoni tetap pergi ke sekolah dengan seragam kotornya. Perlakuan anak-anak SD itupun tetap sama seperti sebelumnya. Tak ada yang membantu Dhoni ataupun mencoba menemani Dhoni. 

Saat pulang sekolah ada seorang pria yang datang menghampiri Dhoni.

[PAMAN] Hei, anak hebat! Apa kabar kamu?

Dhoni terkejut dengan kedatangan pria tersebut, namun Ia segera mengenalinya.

[DHONI] Paman. Ngapain paman di sini? 

[PAMAN] (Memeluk lembut Dhoni) Ngapain? Ya buat ketemu kamu lah. Keponakanku yang manis.

Pelukan lembut Paman entah mengapa membuat Dhoni merasa lega. Terakhir kali Dhoni bertemu Pamannya adalah saat Ia kelas 1 SD dan sekarang sudah kelas 4 SD.

[PAMAN] Wih, seragammu kotor banget. Kamu juga keliatan lapar.

[PAMAN] Gimana kalo hari ini kita jalan-jalan? Belanja dan makan bareng Paman? 

[DHONI] Tapi, nanti Ibu sama Ayah marah. 

[PAMAN] (Mengusap kepala Dhoni) Tenang. Paman udah ngabarin Ibu sama Ayahmu. jadi ga usah khawatir.

Mendengar perkataan Pamannya, Dhoni pun ikut bersama Paman berbelanja dan makan. Paman membelikan Dhoni seragam baru, tas baru, dan beberapa pakaian baru. Kemudian mereka makan di tempat yang belum pernah Dhoni kunjungi. 

Paman mengajak Dhoni hingga pukul 6 sore. Wajah Dhoni pun serasa cerah saat bersama Paman seperti melupakan semua penderitaannya.

[PAMAN] Wah, udah gelap. Kita pulang gimana? Ibu sama Ayah kamu udah di rumahkan? 

[DHONI] Kalo Ibu emang selalu di rumah. Tapi, kalo ayah belum tahu. Biasanya pulang agak malaman. 

[PAMAN] Kalo gitu kita tunggu di rumah, ya.

Mereka pun berjalan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah ketika Dhoni membuka pintu.

[IBU] Woi! Anak kurang ajar! Kemana aja lu satu hari ini! Jam segini harusnya lu udah ngasih setoran--- (Tak sempat menyelesaikan perkataannya) 

[IBU] (Terkejut karena melihat Paman berdiri di belakang Dhoni) M-M-Mas? Mas kok ada di sini? 

[PAMAN] Suami lu pulang jam berapa? Ada yang kudu gue omongin ama lu berdua. 

[PAMAN] (Memegang pundak Dhoni) Dhoni. Kamu masukin semua barang-barang kamu ke tas, ya. Selagi kita nuggu ayah kamu balik.

Dhoni yang bingung hanya menuruti perkataan Paman. Ia masuk ke kamar dan merapikan barang-barang untuk dimasukkan ke dalam tas yang baru dibeli oleh Paman. 

Selang tak berapa lama, Ayah pulang ke rumah dalam keadaan setengah mabuk. Kegiatan tiap malam yang dilakukan Ayah adalah melampiaskan emosinya kepada Ibu karena kalah judi ataupun tak cukup duit untuk bersenang-senang hari ini. 

Namun, kondisi Ayah yang setengah mabuk langsung sadar begitu melihat Paman di dalam rumah.

[AYAH] M-M-Mas!? Kok bisa di sini? Ngapain Mas di sini? 

[PAMAN] Dhoni. Udah selesai masukin barangnya? Kalo udah selesai tunggu di luar, ya.

Dhoni yang sudah selesai mengemas barang-barangnya menuruti perkataan Paman dan menunggu di luar rumah. Tak lupa Dhoni juga menutup pintu. 

Begitu di luar, Dhoni mendengar teriakan yang cukup keras. Tangisan Ibu yang memekik. Serta suara pukulan yang bertubi-tubi. Entah mengapa hari ini Dhoni tak kuat mendengar suasana tersebut. 

Ia pun menutup telinga dan matanya, meringkuk di depan pintu. Dhoni tak tahu berapa lama ia meringkuk di luar. 

Kemudian pintu terbuka, Dhoni pun membuka telinga dan matanya melihat Paman keluar. Wajah Paman penuh dengan lebam dan ada sedikit darah dari hidungnya.

[PAMAN] Gimana? Udah siap pergi? 

[DHONI] Pergi ke mana, Paman? 

[PAMAN] Mulai sekarang kamu tinggal sama Paman. Kita pergi keluar kota. 

[DHONI] Tapi.. Ayah sama Ibu? 

[PAMAN] Ga usah kamu pikirin lagi orang tua brengsekmu itu.

Dhoni terkejut mendengar perkataan Paman. Namun, Dhoni tampak tak menyanggah. Paman memang datang untuk membawa pergi Dhoni karena mengetahui perlakuan kejam oleh kedua orang tuanya.

Ada tetangga Dhoni yang memberitahu kondisinya kepada Paman. Ada juga tukang bersih-bersih SD yang mengabari perlakuan anak-anak di sekolah kepada Paman.

[PAMAN] Kamu akan hidup di tempat yang baru, bertemu dengan orang, baru, dan mendapat kehidupan yang baru.

Paman mengulurkan tangannya dan Dhoni pun menggenggamnya. Dari celah pintu, tampak Ibu dan Ayah terduduk diam memandang Paman dan Dhoni.

Dan, pemandangan itulah terakhir kali Dhoni melihat Ibu dan Ayahnya yang brengsek.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar