Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
-SAAT INI-
Penggerebekan dimulai. Karena berada di pemukiman yang padat dan di dalam gang sempit sangat menyusahkan bagi tim polisi. Tim penggerebekan sudah mengepung daerah tersebut dari segala arah.
Saat digerebek, tampak beberapa orang sedang membungkus narkoba, beberapa orang sedang meracik, dan sebagian ada yang menata tumpukan paket narkoba. Mereka kaget bukan kepalang saat polisi menerobos masuk. Mereka semua berpencar dan kabur ke pemukiman warga.
[POLISI A] Pak. Banyak yang kabur ke arah pemukiman. Lakukan pengejaran atau tidak?
[PAPA TIARA] Sebagian ikut saya mengejar yang kabur, sebagian jaga di sini. Awasi yang sudah ketangkap dan kumpulkan semua narkoba yang ada di sini.
[POLISI B] (Berbicara dari walkie-talkie) Pak. Terlihat 2 orang yang diduga ketua sindikat kabur dari belakang. Mereka target kita, Pak.
[PAPA TIARA] Kejar mereka. Jangan biarkan mereka lepas lagi. (Memerintah tim) Sebagian ikut saya mengejar mereka.
Papa Tiara dan beberapa anggota pun mengejar 2 orang tersebut yang juga lari ke arah pemukiman warga.
.
.
.
.
.
Sementara itu, di daerah yang sama pada jam yang sama. Dian dan Tiara baru pulang dari urusan imigrasi. Mereka ngobrol sambil berjalan.
[DIAN] Ngomong-ngomong kamu bakal ngelanjutin jurusan kamu yang lama? Fashion?
[TIARA] Iya. Di Perancis. Di sana juga tempat belajar yang sangat cocok untuk fashion. Sekalian aku mau bangun karir juga.
[DIAN] Hebat, ya. Kamu sudah punya rencana buat masa depanmu. Ga seperti aku. Masih belum ada rencana ke depan gimana.
[TIARA] Ah. Engga. Engga. Dari sudut pandangku, malah kamu yang hebat. Kamu serius dalam bermain piano. Dan tekun juga. Aku yakin kamu bisa jadi musisi yang hebat.
[TIARA] Aku harap Dhoni juga bisa jadi musisi yang hebat. Oiya, kamu mau ngomong apa tadi?
[DIAN] (Menarik nafas) Kebetulan. Ini soal Dhoni.
[TIARA] (Kaget) Memang kenapa dengan Dhoni?
[DIAN] Kamu pernah bilang kalo Dhoni itu orangnya anti-sosial terus ga pek perasaan orang kan? Kamu juga bilang dia ga bisa memahami emosi manusia.
[TIARA] Iya. Dhoni emang kek gitu dari kecil. Kenapa?
[DIAN] Kalo aku boleh nanya, perasaan kamu kek gimana ke Dhoni?
[TIARA] (Terkejut namun tetap berjalan) Ah. K-Kamu nanya apa sih. (Tertawa) Cuman teman biasa, kok. Teman dari kecil. Ga ada perasaan apa-apa.
[DIAN] (Melihat Tiara dan terdiam sebentar) Kamu tahu. Aku barusan menyatakan perasaanku pada Dhoni. Aku jatuh cinta pada Dhoni. Dari SMA.
Tiara terkejut, terdiam, dan berhenti berjalan. Ia melihat Dian dengan tatapan tidak percaya.
[DIAN] (Ikut berhenti dan melihat Tiara dengan tatapan sedih) Sudah kuduga. Kamu juga punya perasaan ke Dhoni.
Tiara terjongkok dan tersenyum sedih lirih.
[TIARA] Sepertinya aku terlalu lama menunda. (Tertawa sedih)
[TIARA] Aku terlambat.
[DIAN] Tapi, Dhoni belum menjawab perasaanku. Kek yang kamu bilang, dia belum mengerti cinta. Dia akan menjawab kalo dia sudah ngerti apa itu cinta.
[DIAN] (Jongkok dan memegang pundak Tiara) Aku memang ga pantes bilang gini.
[DIAN] Tapi, belum terlambat, Tiara. Sebelum kamu pergi, kasih tahu Dhoni perasaanmu. Dhoni pasti ga mau kamu pergi tanpa memberitahu perasaanmu.
[TIARA] (Berdiri dan menatap Dian) Kenapa kamu malah nyemangatin aku? Padahal kalo dilihat-lihat kita ini saingan cinta. (Tertawa)
[DIAN] (Tertawa juga) Ya, memang. Tapi kamu tetap temanku. Sampai kapan pun kamu tetap temanku.
.
.
.
.
.
Dian dan Tiara tak mengetahui bahwa di dekat mereka ada pengejaran. Pengejaran sedang berlangsung. Karena berada di gang sempit, para polisi kewalahan mengejar mereka.
Dua orang yang sedang dikejar adalah suami-istri pemimpin sindikat narkoba. Mereka memakai penutup muka, sehingga sulit melihat wajah mereka.
Sang suami membawa senjata tajam, tak segan-segan mencederai para warga dan polisi yang berusaha menahan mereka.
[PAPA TIARA] (Berbicara kepada rekan polisi di walkie-talkie) Mereka kabur ke arah selatan. Tim selatan siap-siap mengepung.
[POLISI C] (Membalas dari walkie-talkie) Siap, Pak.
[POLISI A] (Berteriak) Polisi! Berhenti! Atau terpaksa kami tembak! (Mengarahkan senjata)
[PAPA TIARA] (Langsung mencegah Polisi A) Jangan! Ini pemukiman warga. Jika gegabah melepas tembakan, bisa-bisa warga yang kena.
Tim selatan yang diperintahkan Papa Tiara mengepung jalan suami-istri tersebut. Para polisi datang dari sisi kiri dan kanan, menangkap mereka berdua. Sang istri berhasil diringkus, namun sang suami masih bisa lolos dengan mencederai anggota polisi.
Papa Tiara dan para polisi yang masih bisa bertugas, meneruskan pengejaran sang suami. Hingga sampai di sebuah jalan pulang di gang kecil tersebut. Betapa terkejutnya Papa Tiara begitu melihat Tiara dan Dian ada di jalan tersebut.
Dian dan Tiara yang tak mengetahui apa-apa, melihat ada seorang pria berlari ke arah mereka. Sang suami yang kehabisan akal, memanfaatkan keadaan tersebut. Sang suami menabrak Tiara hingga terpental dan menyandera Dian.
Sang suami memegang dan menodongkan pisau ke leher Dian. Tiara yang terpental ke belakang berusaha berdiri. Tiara melihat Papanya berada di barisan depan dan beberapa anggota polisi. Tiara langsung menyadari bahwa ini penggerebekan yang dikatakan Papanya.
[SANG SUAMI] Jangan mendekat! Atau dia kan kubunuh Para polisi pun berhenti.
[POLISI B] Turunkan pisaumu. Jangan lakukan hal yang tidak perlu. Kau sudah dikepung. Menyerahlah dan lepaskan dia. (Berjalan mendekat perlahan)
[SANG SUAMI] Sudah kubilang jangan mendekat! (Semakin mendekatkan pisau ke leher Dian)
[SANG SUAMI] Aku tidak main-main! Orang ini akan kubunuh!
Dian hanya bisa menangis di kondisi seperti itu. Papa Tiara melihat ke arah Tiara, begitu juga Tiara. Keduanya mengangguk pelan. Seolah mengerti apa yang harus dilakukan.
[PAPA TIARA] Jangan lakukan hal yang tidak perlu. Hal ini hanya akan menambah masa hukumanmu. Mari kita bernegosiasi.
[SANG SUAMI Jangan mengecohku! Negosiasi apa!? Polisi tak pernah bernegosiasi dengan kriminal! Kalian hanya berusaha menyelamatkan sandera ini kan?
[SANG SUAMI] Berikan aku kendaraan untuk kabur atau orang ini benar-benar akan kurobek lehernya!
[PAPA TIARA] Kau memang kriminal kelas kakap. Bisa menebak dengan benar semua rencana kami. Kami memang berniat mengecoh, menyelamatkan sandera, dan tidak akan bernegosiasi dengan kriminal.
[PAPA TIARA] Tapi, ada satu yang mungkin tidak kau pikirkan.
[SANG SUAMI] Hah!? Apa maksu- (Tak sempat menyelesaikan)
Dari belakang, Tiara menarik leher sang suami. Dengan reflek, sang suami melepas cengkeramannya dari Dian. Dian yang terlepas segera lari ke arah polisi.
Sang suami yang kaget segera mengayunkan pisaunya ke arah Tiara.
Papa Tiara dan beberapa polisi pun segera melompat meringkus sang suami. Sang suami berhasil ditangkap. Namun, Tiara yang terkena ayunan pisau terbaring di tanah tidak sadarkan diri. Darah nampak mengalir.
.
.
.
.
.
Sore itu, pimpinan sindikat narkoba yang sudah buron lama akhirnya tertangkap. Suami-istri tersebut diamankan di kantor polisi terdekat. Beberapa anggota polisi yang terluka dibawa ke rumah sakit, begitu juga dengan Tiara.
Malamnya di hari yang sama. Dhoni bergegas menuju rumah sakit tempat Tiara berada. Dian tampak menunggu Dhoni di lobi rumah sakit.
[DHONI] (Dengan nada sangat cemas) Di mana Tiara?
Dian yang melihat ekspresi Dhoni seolah tersentak. Pertanyaan pertama yang diajukan Dhoni adalah kondisi Tiara. Namun, Dian berusaha menghilangkan sikapnya.
[DIAN] Tiara ada di ruang ICU. Sedang diobati. Sini kutunjukin.
Sesampainya di ruang ICU, Tiara tampak sedang duduk di kasur pasien. Perawat sedang membalut pundak dan lengan atas bagian kanannya.
[TIARA] Yo. Dhon. Muka kamu kok kek gitu? (Tertawa)
Tiara terluka di bagian pundak dan lengan atas. Ayunan pisau tersebut tak membahayakan nyawa Tiara.
[TIARA] Gila, tahu. Sampe 11 jahitan. Tapi, kata dokter ga apa-apa selama ga melakukan pekerjaan berat. Nanti jahitannya lepas.
[DHONI] (Terduduk) Syukurlah. Kukira kamu kenapa-kenapa, gitu. Ternyata ga apa-apa.
[TIARA] (Agak tersipu melihat sikap Dhoni) 11 jahitan kamu bilang ga apa-apa!? Dasar psikopat anti-sosial. (Tertawa)
[DHONI] (Segera bangun karena lupa dengan Dian) Ah. Iya, maaf. Kalo kamu Dian? Katanya kamu disandera. Kamu sendiri ga apa-apa?
[DIAN] Aku juga ga apa-apa, kok. Ga ada luka. Cuman agak shock aja. Terima kasih juga, malam-malam gini mau gelihat kami.
[DHONI] Begitu aku ditelpon sama Papa Tiara. Kalo kalian terluka karena berada di lokasi penggerebakan, aku langsung ke sini.
[DHONI] Syukurlah kalian berdua ga sampe terluka parah banget.
Di ruang ICU yang sama ada 6-7 anggota polisi juga lagi dirawat. Beberapa dari mereka terkena luka tikam dari sang suami. Tapi, tak ada yang membahayakan jiwa.
[DHONI] Sindikat yang berhasil ditangkap itu sindikat yang sudah buron lama itu, ya?
[DIAN] Iya. Sekarang mereka lagi di kantor Papanya Tiara. Keknya mereka termasuk sindikat yang kejam.
[TIARA] Kata Papaku juga kalo mereka udah diminta keterangan. Mereka bakal dipindah ke kantor pusat.
[TIARA] Mumpung di sini, aku pengen tahu wajah mereka juga.
[DHONI] Kalian ga ngelihat muka mereka emang?
[DIAN] Tadi mereka pake penutup wajah gitu. Jadi ga kelihatan.
[DHONI] Kalian sendiri ga apa-apa dalam kondisi sekarang?
[TIARA] Lagian papa juga bilang, aku sama Dian juga butuh dimintai keterangan buat laporan. Lukaku juga ga ada masalah, selama jahitannya ga kebuka.
[DIAN] Aku juga ga masalah, sih.
Mereka bertiga pergi ke kantor polisi yang kebetulan sangat dekat dengan rumah sakit. Sehingga mereka hanya butuh berjalan sebentar saja.
Di kantor polisi, Papa Tiara menyambut mereka.
[PAPA TIARA] Papa cukup bangga padamu, putriku yang hebat! (Memeluk Tiara)
[TIARA] (Berusaha menahan Papanya agar tidak memeluk) Ah. Jangan dulu, pah. Jahitannya masih basah. Nanti takut lepas.
[PAPA TIARA] Oh, iya. Maaf. Kamu Dian? Gimana?
[DIAN] Cuman shock aja, Om. Paling aku cuman butuh nenangin diri aja.
[PAPA TIARA] Syukurlah. Syukurlah. Terus? Kamu ngapain di sini? (Melihat Dhoni)
[DHONI] Leh? Kan Om sendiri tadi yang manggil aku buat ngelihatin mereka berdua. Gimana, sih.
[PAPA TIARA] (Tertawa) Santai. Santai. Ga usah nge-gas.
[TIARA] Terus gimana, pah? katanya mau dimintai keterangan?
[PAPA TIARA] Ah. Iya. Kalian berdua silakan masuk ke ruangan yang itu. Nanti bilang aja mau buat laporan tentang penggerebekan. Petugasnya nanti langsung paham. (Menunjuk ruangan)
Dian dan Tiara masuk ke ruangan yang ditunjuk, Papa Tiara kembali ke ruangannya, dan Dhoni menunggu di ruang tunggu. Tidak sampai 20 menit, petugas yang memintai keterangan keluar dari ruangan.
Dhoni pun masuk ke ruangan tersebut dengan pintu yang masih terbuka sehingga bisa dilihat dari luar.
[DHONI] Udah kelar? Kukira bakal lama.
[DIAN] Sama. kukira juga bakal lama. Ternyata ga juga.
[TIARA] Tadi kutanya sama petugasnya, keknya 2 orang pemimpin sindikat bakal dikirim ke kantor pusat malam ini.
[DHONI] Dua orang? Pemimpinnya ada dua orang?
[TIARA] Iya. Katanya mereka suami-istri gitu. Udah buron dari 10 tahun lebih.
[DIAN] Abis selesai bikin laporan, Papa Tiara katanya yang nganter ke kantor pusat.
Dari arah belakang, terdengar suara langkah kaki. 2 orang tersebut sepertinya akan dipindahkan sekarang. Papa Tiara pun menghampiri mereka bertiga yang ada di ruangan.
[PAPA TIARA] Kalo udah selesai, nanti langsung pulang ya. Dian dan Tiara, kalian juga butuh istirahat.
Kemudian, 2 orang suami-istri tersebut pun berjalan melewati ruangan itu. Dian, Dhoni, dan Tiara bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Wajah mereka sekarang kelihatan karena sudah tidak memakai penutup muka.
Rasa penasaran Dian dan Tiara pun terhilangkan. Namun, ada yang aneh dengan Dhoni. Begitu melihat wajah kedua suami-istri tersebut Dhoni bertingkah aneh.
Keringat dingin mengucur, wajah Dhoni nampak ketakutan, dan seluruh tubuh Dhoni gemetaran. Dian, Tiara, dan Papa Tiara yang melihat sikap Dhoni nampak kebingungan.
[DHONI] (Dengan suara pelan namun masih bisa kedengaran) Ayah...? Ibu...?
Betapa terkejutnya yang lain mendengar perkataan Dhoni. Belum sempat mereka berkata apa-apa, Dhoni terjatuh pingsan.
Ingatan-ingatan masa lalu Dhoni bermunculan. Ingatan yang sudah lama dia lupakan, muncul kembali. Semua penderitaan yang dia rasakan timbul lagi.