Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
KERETA
Suka
Favorit
Bagikan
8. Seq #7

74. INT/EXT. MOBIL – SUBUH

Hansi mengendarai mobil dengan tenang, Maudy duduk di sebelahnya. Mobil berjalan dengan kecepatan konstan melintasi jalanan yang lenggang. Pemandangan berubah dari lanskap kota saat subuh, area persawahan, dan jalan berliku di pegunungan. Sampai di depan sebuah pos penjaga, Hansi menghentikan mobilnya.

75. EXT. JALAN SETAPAK – SUBUH

Hansi dan Maudy berjalan (agak berlari) menyusuri jalan setapak yang menurun. Hanya ada pepohonan di samping kanan dan kiri.

HANSI

Masih kuat, kan?

MAUDY

Emangnya mau kemana, sih?

HANSI

Ikut aja.

MAUDY

Kamu nggak menculikku,kan?

76. EXT. DANAU – SUBUH

Hansi dan Maudy tiba di sebuah danau. Nafas mereka terengah-engah. Namun, mereka tertegun saat melihat matahari mulai terbit dari seberang danau.

77. EXT. DANAU – PAGI

Matahari telah terbit. Hansi da Maudy berjalan menyusuri pinggir danau.

MAUDY

Ini danau yang ada di foto itu, kan?

HANSI

Iya. (beat) Setiap kali ada masalah aku sering datang ke sini. Jaraknya satu jam dari rumah lamaku. Kadang aku mendirikan tenda, lalu menginap selama satu malam. Menenangkan diri sambil bakar ikan.

MAUDY

Aku coba membayangkan tapi nggak bisa. Setiap kali ada masalah aku cuma mengurung diri di kamar, lalu menangis semalaman.

HANSI

Nah, kamu tahu nama danau ini?

Maudy menggeleng.

HANSI (CONT'D)

Orang sini menyebutnya danau penyesalan.

Hansi berhenti berjalan, mengambil batu, lalu melemparkannya sejauh mungkin ke tengah danau.

HANSI (CONT'D)

Kalau ada sesuatu yang kamu sesali, ambilah batu, lalu lempar sejauh mungkin ke tengah danau. Batu itu ibarat penyesalanmu, maka dengan melemparnya ke tengah, penyesalanmu akan tenggelam, lalu menghilang di dasar danau yang dingin dan gelap.

Hansi mengambil batu lagi, lalu melemparnya.

HANSI (CONT’D)

Setelah Ibuku meninggal aku sempat kabur ke sini. Aku melempar 100 bau kayak orang kesetanan. Nah, selagi di sini cobalah.

Maudy mengambil batu, menarik nafas, lalu melemparnya sekuat mungkin ke tengah danau. Selama beberapa saat, Maudy dan Hansi sama-sama melempar batu.

MAUDY

(Terengah-engah)

Kukira kamu tipe orang yang nggak percaya hal kayak gini.

HANSI

Aku emang nggak percaya, tapi melempar batu ke tengah rasanya menyenangkan. Lagian aku juga mikir. Kalau semua orang melempar batu ke danau. Nanti lama kelamaan danaunya bisa menghilang.

MAUDY

Pasti butuh batu yang sangat banyak.

HANSI

(Mengangguk)

Dan waktu yang sangat lama.

Hansi dan Maudy tertawa.

78. EXT. DANAU – BAWAH POHON - PAGI

Hansi dan Maudy berteduh, duduk di bawah pohon di pinggir danau. Beberapa orang melempar batu, beberapa orang memancing ikan. Maudy bersandar pada pudak Hansi.

HANSI

Kamu tidur?

MAUDY

Ada satu hal lagi yang mencegahku bunuh diri hari itu. Aku selalu berpikir kalau hidupku nggak mungkin terus-terusan sial begini. Mungkin saja besok rasa sakitku akan menghilang dan aku bisa hidup dengan normal... Kedengarannya konyol, tapi gara-gara itu aku masih hidup. Makasih sudah mengajakku kemari dan membuktikannya.

HANSI

Aku juga... makasih banyak.

Maudy tersnyum, masih memejamkan mata di pundak Hansi.

HANSI (CONT’D)

Maudy....

MAUDY

Hmm?

HANSI

Sebenarnya… aku ingin minta tolong.

MAUDY

Apa?

HANSI

Kalau aku tidak sempat menemui Alya, maukah kamu mengantar suratku untuknya? Mengakulah teman kerjaku.

MAUDY

(Mengangkat kepala dan menatap Hansi)

Kenapa?

HANSI

Aku... aku nggak yakin bisa menemuinya.

MAUDY

Baiklah. Tapi menurutku kamu harus menemui Alya secara langsung.

HANSI

Aku tahu, hanya saja sekarang nggak bisa.

MAUDY

(Menatap Hansi heran)

Iya, akan kuantar. Ada lagi?

HANSI

Satu hal lagi.

MAUDY

Apa?

HANSI

Boleh aku menginap di rumahmu malam ini?

79. EXT. HALAMAN RUMAH MAUDY – SORE

SFX : Musik Up Beat

Hansi dan Maudy bersama-sama membersihkan halaman. Hansi memotong rumput liar, sementara Maudy menyapu dedaunan kering. Mereka juga menanam tanaman hias di halaman. Hansi menggoda Maudy dengan menempelkan tanah ke pipi Maudy, Maudy yang tidak terima membalasnya. Mereka membersihkan rumah sambil bercanda.

80. INT. RUMAH MAUDY – MALAM

Maudy memotong-motong sosis di atas telenan, lalu menicipi kuah sup yang dia rebus. Hansi yang baru selesai mandi mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil melihat Maudy memasak.

MAUDY

Udah selesai? Tunggu di meja makan, sepuluh menit lagi matang.

81. INT. RUMAH MAUDY – RUANG TENGAH – MALAM

Maudy meletakan dua mangkuk sup ke atas meja, lalu menarik kursi dan duduk di hadapan Hansi.

MAUDY

Sup kentang, kamu nggak alergi kentang, kan?

HANSI

Enggak.

Hansi mencicipi masakan Maduy.

MAUDY

Gimana?

HANSI

Enak… Dari penampilan aku nggak nyangka kamu bisa masak.

MAUDY

(Tertawa kecil)

Padahal masakanku pernah bikin orang masuk rumah sakit,

HANSI

Oh, ya?

MAUDY

(Mengagguk)

Kejadiannya waktu aku SMP kelas 3. Jaman segitu aku masih polos dan simple. Ibaratnya gini, kalau aku menjatuhkan pulpen, terus ada anak laki-laki yang mengambilnya sambil bilang, ”Eh Maudy, pupenmu jatuh, lain kali hati-hati, ya.” Aku bisa mikirin anak itu semalaman. Aneh, kan?

Hansi tertawa sambil terus menyantap sup kentang buatan Maudy.

MAUDY (CONT’D)

Nah, waktu aku ulang tahun ada anak laki-laki di kelasku yang memberiku coklat. Dari gerak-geriknya kupikir dia menyukaiku, jadi waktu giliran dia ulang tahun, aku balas budi dan memberinya sup kentang. Selama satu minggu aku belajar masak sup kentang cuma untuknya. Tapi tau nggak apa yang dia bilang?

HANSI

Apa?

MAUDY

Aku alergi kentang, katanya. Ya aku nggak percayalah! Mana ada orang di dunia ini yang alergi kentang? Karena udah susah-susah masak, aku paksa dia makan. Gara-gara itu dia masuk rumah sakit. Ternyata dia memang alergi kentang.

HANSI

(Tertawa)

Terus dimana dia sekarang?

MAUDY

Nggak tahu, sejak saat itu kami nggak pernah bicara lagi. Orang tuanya marah dan menyuruhku menjauhi anaknya.

LATER

Hansi dan Maudy menonton televisi di ruang tengah. Hansi tiduran di sofa, sementara Maudy duduk di lantai dan bersandar pada sofa. Tidak jelas apa yang mereka tonton, sedari tadi Hansi cuma menggonta-ganti channel secara asal.

MAUDY

(Mengaduk gelas minuman yang sudah kosong)

Menurutmu kutub utara seperti apa? 

HANSI

(Fokus ke layar televisi)

Aku belum pernah ke kutub utara.

MAUDY

Aku nggak tanya kamu pernah ke kutub utara apa belum. Menurutmu kutub utara seperti apa? 

HANSI

Berhenti menggonta-ganti channel, lalu berpikir dengan serius)

Sesuatu yang jauh di utara. Berwarna putih, dan terdiri dari bongkahan es batu berukuran raksasa. Ada pinguin dan beruang kutub di sana.

MAUDY

Kalau kutub selatan?

Hansi terdiam lagi.

MAUDY (CONT’D)

Seperti apa kutub selatan?

HANSI

Sesuatu yang jauh di selatan. Berwarna putih, dan terdiri dari bongkahan es batu berukuran raksasa. Ada pinguin dan beruang kutub di sana.

MAUDY

(Tampak kecewa. Mendesah panjang, lalu menyandarkan kepalanya pada sofa sembari menatap langit-langit)

Kalau didekatkan, beruang kutub utara dan beruang kutub selatan akan berpelukan, menempel seperti magnet.

HANSI

(Mematikan televisi, lalu menatap Maudy)

Kamu tahu? Nggak ada beruang kutub di kutub selatan.

MAUDY

Oh, benarkah? Sayang sekali.

HANSI

Juga nggak ada pinguin di kutub utara.

Maudy meletakan gelas minuman pada meja kecil di sampingnya, lalu memiringkan badan menatap Hansi. Selama beberapa detik Hansi dan Maudy saling menatap tanpa ada yang bicara.

HANSI

Apa rencanamu setelah ini

MAUDY

(Kembali memalingkan muka, menatap layar televise yang mati)

Aku mau ke tempat bibi dan berbaikan dengannya. (Beat) Kamu?

HANSI

Kalau besok kamu menghiang, sekarang kamu mau apa?

MAUDY

Kenapa tanya gitu?

HANSI

Cuma penasaran.

MAUDY

Hmm... sebelum bunuh diri aku sempit kepikiran nulis surat wasiat, tapi Ibuku sudh mati, jadi aku nggak tahu surat wasiat itu buat siapa. Lagian nggak ada gunanya memikirkan apa yang terjadi setelah aku mati.

Hansi tiba-tiba memeluk Maudy dari belakang, mendekap kedua lengan Maudy dengan tangannya.

HANSI

(Lirih)

Makasih.

MAUDY

Hansi… kenapa?

HANSI

Teruslah hidup dengan benar.

82. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR MAUDY – FAJAR

Maudy terbangun di kamarnya dengan air mata membasah pipinya. Awalnya Maudy merasa linglung, tapi setelah sadar Maudy terkejut kenapa dia bisa ada di kamar. Muady memeriksa seluruh badan dan pakaiannya karena khawatir Hansi melakukan sesuatu, tapi semuanya utuh. Maudy mengatur nafasnya.

83. INT. RUMAH MAUDY – FAJAR 

Jam menunjukan pukul empat pagi. Dengan kepala linglung Maudy mengambil air dari dalam kulkas, lalu membawanya ke kursi meja makan. Setelah minum air, Maudy menatap ke arah Sofa. Tidak ada Hansi di sana.

MAUDY

(Heran)

Hansi....

Tidak ada jawaban. Maudy berjalan ke sofa. Di sana dia menemukan buku NORWEGIAN WOOD DAN SEPUCUK SURAT di atasnya.

MAUDY (CONT'D)

Hansi....

Maudy terus memanggi Hansi sambil mecarinya ke seluruh penjuru rumah. (DAPUR, KAMAR MANDI, KAMAR IBUNYA) tetapi Hansi tidak ada. Maudy berjalan keluar, dia melihat mobil yang disewa Hansi masih parkir di depan gerbang. Maudy kembali dan duduk di sofa, lalu menelpon nomor Hansi.

OPERATOR TELEPON

Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi.

Maudy tampak khawatir, kembali menelpon Hansi.

OPERATOR TELEPON

Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi.

Maudy mengambil buku Norwegian wood dan sepucuk surat, lalu menatapnya selama beberapa saat.

84. INT. TEMPAT PERSEWAAN MOBIL – SIANG

Text : 2 Hari kemudian.

Maudy mengembalikan kunci mobil ke pemilik rental.

MAUDY

Maaf, apa teman saya sudah ke sini?

PEMILIK RENTAL

(Bingung)

Teman mbak?

MAUDY

Laki-laki, agak tinggi, kisaran dua puluh lima tahun.

PEMILIK RENTAL

(Menggeleng, menyerahkan kartu identitas milik Maudy)

Saya nggak tahu.

MAUDY

KTP-nya, dia masih ninggal KTP di sini. Namanya Hansi.

PEMILIK RENTAL

Saya nggak tahu mbak ngomong apa. Lagian waktu itu mbak ke sini sendiri, kok.

Maudy tampak kebingungan.

85. INT. KERETA – PAGI

Maudy duduk di dalam kereta sambil memangku laptop dan mengetik sesuatu. (CU) Layar laptop dengan ketikan seperti yang dikatakan Maudy (V,O)

MAUDY (V.O)

Waktu itu, kupikir Hansi pergi sebentar karena suatu urusan. Tapi sampai tiga minggu setelahnya, Hansi tidak pernah kembali.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar