Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
58. EXT. DEPAN PERSEWAAN MOBIL – PAGI
Pemilik mobil memberikan kunci mobil kepada Hansi. Hansi menerimanya, lalu memasukan barang bawaan dan mengajak Maudy naik ke dalam mobil.
HANSI
Ayo naik.
59. INT/EXT. MOBIL – PAGI
Hansi mengendarai mobil dengan santai melewati jalanan kota.
HANSI
(Menoleh sebentar)
Kamu tahu tempatnya, kan?
MAUDY
(Mengangguk pelan)
Bibi memberi tahu dimana Ibu dimakamkan. (beat) Kamu yakin mau mengantar?
HANSI
Iya.
MAUDY
Alya... gimana?
HANSI
Aku akan menemuinya nanti. Lagian sekarang masih gugup.
60. EXT. DEPAN MAKAM – SIANG
Mobil yang dikendarai Hansi sampai di depan makam. Hansi dan Maudy keluar dari mobil. Maudy mengajak Hansi menuju makam Ibunya. Namun, Hansi menolak.
HANSI
Kayaknya aku nunggu di sini aja.
MAUDY
Kamu yakin nggak mau ikut?
HANSI
(Tersenyum)
Pergilah duluan.
61. EXT. MAKAM – PAGI
Maudy berdri di depan sebuah makam. Dibandingkan dengan makam yang lain, makam tersebut tampak masih baru dengan beberapa taburan bunga di atasnya. (CU) Batu nisan dengan nama Daisy Pratiwi. Maudy duduk bersimpuh di samping makam Ibunya.
MAUDY
Maaf baru sempat datang. (beat) Kabarku baik, meski belakangan ini hidupku agak berantakan. Aku berhenti bekerja di minimarket. Mungkin aku akan mencoba hal lain meski belum tahu apa.
Maudy menarik nafas dalam-dalam
MAUDY (CONT’D)
Dulu, Setiap kali Ibu tanya tentang sekolah dan hidupku, aku selalu bilang biasa saja. Aku bilang begitu bukan karena nggak mau cerita. Aku cuma nggak mau Ibu khawatir karena mendengar masalahku. Jangan bergantung pada orang lain. Itu, kan yang Ibu bilang?
Mata Maudy mulai berkaca-kaca.
MAUDY (CONT’D)
Kadang... aku berpikir kalau Ibu menyesal sudah melahirkanku. (beat) Mungkin Ibu nggak tahu. Tapi aku pernah mendengar percakapan Ibu dengan bibi. Pasti repotkan mengurus anak seorang diri. Karena itu Ibu menitipkanku ke bibi. Sejak hari itu, aku semakin sadar kalau aku cuma beban. (Maudy menarik nafas, menyeka matanya) Aku minta maaf sudah menimbulkan banyak masalah. Semoga Ibu tenang di sana.
Maudy mengeluarkan burung bangau kertas dari dalam tas.
MAUDY (CONT’D)
Di depan ada temanku. Dia yang mengajariku membuat ini. Dia agak aneh, juga agak bodoh, tapi dia orang yang baik. (Maudy meletakan burung bangau kertas ke atas makam Ibunya) Aku akan datang lagi. Lain kali aku akan berdoa dan membawa bunga.
62. INT. MOBIL – SIANG
Maudy kembali ke dalam mobil dengan nafas yang tersembab. Hansi mengulurkan botol minum kepada Maudy.
HANSI
Kamu nggak papa?
MAUDY
(Meminum air, lalu mengatur nafas)
Cuma kebawa suasana.
63. INT. DEPAN RUMAH MAUDY – SIANG
Mobil Hansi berhenti di depan rumah. Tampak rumah kecil dua lantai. Di halaman rumput liar dan dedaunan kering berserakan, memberikan kesan rumah tak terawat. Hansi menurunkan tas dari dalam mobil. Sementara itu, Maudy mendorong pagar besi tua yang berkarat sehingga terdengar suara deritan. Maudy melewati halaman, lalu menaiki undakan untuk sampai ke depan pintu. (CU) Tangan Maudy memutar kunci, lalu pintu terbuka.
64. INT. RUMAH MAUDY – SIANG
Maudy termenung melihat kondisi rumah yang sepi dan gelap. Hansi menyusul masuk sambil membawa tas miliknya dan Maudy.
MAUDY
Ibuku nggak pandai merawat rumah. Jadi maaf kalau berantakan.
Maudy berjalan ke ruang tengah, Hansi mengikuti dari belakang. Maudy menekan Saklar lampu. Lampu berkedip beberapa kali sebelum benar-benar menyala.
MAUDY (CONT’D)
Tasnya taruh situ aja (Menunjuk sofa di depan televisi)
Hansi meletakan tas, Maudy menaiki tangga menuju lantai dua.
65. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR MAUDY – SIANG
Maudy membuka pintu lalu masuk ke dalam kamarnya. Maudy menyalakan lampu, lalu tampak kamar perempuan seperti pada umumnya. Terdapat lemari pakaian, ranjang, dan meja belajar. Maudy berjalan menuju meja belajar, mengusap debu yang menempel dengan jari telunjuk. Hansi tiba dan berdiri di depan pintu sambil menatap Maudy. Maudy berjalan menuju ranjang, lalu duduk di tepi ranjang menatap Hansi.
MAUDY
Ini kamarku.
Dari pintu Hansi memutar pandangan ke sekeliling kamar.
MAUDY (CONT'D)
Dulu aku melarang siapapun masuk ke sini. Jadi, harusnya sekarang aku mengusirmu.
66. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR IBU MAUDY – SIANG
Maudy membuka pintu lalu menyalakan saklar, Hansi hanya berdiri di depan pintu.
MAUDY
Ini kamar Ibuku.
Tampak kamar dengan ukuran lebih besar dibanding kamar Maudy, tapi tidak ada yang mencolok, sama seperti kamar pada umumnya. Maudy membuka lemari, baju Ibunya masih tersimpan di sana. Maudy berjalan menuju jendela. Maudy membuka jendela dengan mendorongnya (Agak sulit dibuka), begitu terbuka angin berhembus masuk menyibak tirai dan rambut Maudy. Maudy menatap keluar, tampak mobil Hansi dan rumput liar di halaman.
MAUDY
(Menatap keluar jendela)
Sejak bibi bilang kalau kehadirnku cuma menambah masalah, aku selalu berpikir untuk mati. Rasanya sakit, tapi aku menahannya. Alasannya sederhana, aku nggak mau Ibu datang ke pemakamanku. Lalu saat Ibu meninggal, aku malah menyesal. Kenapa bukan aku saja yang mati. Aku nggak mau datang ke pemakaman Ibu.
Hansi menatap Maudy dari pintu, tidak tahu harus melakukan apa.
MAUDY (CONT’D)
Aku seperti botol kaca yang terombang ambing di tengah lautan lepas. Di dalam botol itu kosong melompong, jangankan surat, udara pun nggak ada. Botol itu terbuat dari kaca yang sangat rapuh, sedikit saja menyenggol sesuatu, maka botol itu akan pecah, hancur, dan tenggelam ke dasar lautan yang gelap. Kira-kira begitulah hidpku selama ini.
(beat)
Saat Ibu meninggal aku berpikit. Kenapa aku nggak sekalian mati aja? Lagian sudah nggak ada lagi yang tersisa. Jadi… hari itu aku berniat mati dengan menabrakan diri ke kereta. Mungkin rasanya sangat sakit. Tapi rasa sakit selama beberapa detik nggak seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan yang kualami. Namun....
HANSI
Namun?
MAUDY
Sesaat sebelum mati aku mendengar suara Ibu. Meski kami nggak akrab, aku masih bisa mengenali suara Ibuku sendiri.(beat) Pulanglah… itu yang dia katakan. Sekarang aku sudah di rumah, tapi tetap saja nggak paham.
Maudy mulai menangis.
MAUDY
(Lirih)
Keluarlah.
HANSI
Maudy....
MADUY
Pergilah (Agak meninggi). Aku mohon... tinggalkan aku sendiri.
Hansi meninggalkan Maudy. Maudy masih diam dan menatap keluar melalui jendela. Tak lama setelah itu, Maudy berpindah duduk di tepi ranjang, menatap cermin kecil dan beberapa barang Ibu yang terletak di meja samping ranjang. Maudy membuka laci meja tersebut, lalu menemukan sebuah kotak kecil berwarna coklat dan sebuah kertas yang terlipat. (Hadiah yang diberikan Ibu waktu itu)
67. INT. RUANG TUNGGU KEBERANGKATAN – MALAM – FLASHBACK
(Adegan sama seperti Scene #15)
Ibu Maudy mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak kecil berwarna cokat dan sebuah surat. Ibu Maudy memberikan kedua benda tersebut pada Maudy.
IBU MAUDY
Mungkin agak terlambat, tapi selamat ulang tahun.
LATER
Ibu pergi ke kamar mandi, Maudy memasukan kembali hadiah ke dalam tas Ibu.
68. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR IBU – SIANG – PRESENT
Maudy membuka kotak coklat tersebut, di dalamnya terdapat jam tangan kayu. Maudy mengeluarkan jam tangan dari kotaknya, menatapnya sebentar, lalu menaruhnya ke atas meja. Setelah itu, Maudy mengambil lipatan kertas, membukanya, lalu membacanya.
IBU MAUDY (V.O)
Mungkin kamu nggak mengharapkan ucapan selamat tahun dari Ibu, meski begitu, selamat ulang tahun. Dua puluh satu tahun, ya? Kamu sudah tumbuh dengan baik.
69. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR IBU – MALAM – FLASHBACK
Ibu Maudy menulis surat untuk Maudy.
IBU MAUDY (V.O)
Ibu tahu banyak hal telah terjadi, kamu pun juga tahu hal itu. Dari dulu Ibu selalu ingin bicara padamu. Tapi Ibu tidak pandai bicara. Apa yang Ibu pikirkan dan apa yang Ibu katakan semuanya sangat berbeda.
70. INT. KERETA – MALAM – FASHBACK
Ibu Maudy dalam perjalanan pulang setelah menengok Maudy. Ibu Maudy membuka tas, lalu menemukan kotak coklat dan surat yang dia tulis. Menyadar kalau Maudy mengembalikan hadiah pemberiannya, Ibu Maudy menunduk, lalu terisak lirih.
IBU MAUDY (V.O)
Namun, pada akhirnya Ibu tetap ingin berbicara denganmu. Bisakah kamu pulang akhir tahun nanti? Tak masalah walau cuma satu hari. Ada hal yang ingin Ibu tunjukan dan bicarakan. Jika kamu berkenan, tolong telepon Ibu setelah kamu membaca surat ini.
71. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR IBU – SIANG – PRESENT
Maudy menahan tangis, dia mengecek kembali laci, lalu mendapati sebuah foto tergeletak di sana. mengambil sebuah foto yang tersimpan di dalam laci. Itu foto yang diambil sebelum Ibu pulang. (CU) Foto tersebut, tampak Ibu tersenyum kikuk merangkul Maudy, sementara Maudy menunjukan ekspresi datar. Maudy memegang foto itu itu dengan tangan gemetar, air mata menetes membasahi pipinya. Maudy terisak lirih
72. INT. RUMAH MAUDY – KAMAR MAUDY – MALAM
Jam di dinding menunjukan pukul tiga pagi. Angin berhembus masuk melalui jendela yang terbuka sehingga menyibakan tirai, Maudy tidur meringkuk dengan foto di sebelahnya. Perlahan Maudy membuka mata, terbangun dari tidur. Maudy bangkit dan hendak menutup jendela. Dari situ dia melihat mobil yang disewa Hansi
73. INT. RUMAH MAUDY – RUANG TENGAH – MALAM
Lampu ruang tengah mati. Maudy menuruni tangga, lalu menuju kulkas. Maudy mengambil air mineral, lalu membawanya ke meja makan kecil di ruang tengah. Sambil minum air Maudy menatap Hansi yang tertidur di sofa.
HANSI
Waktu Ibuku meninggal, bobotku turun tujuh kilo. Aku nggak nafsu makan. Selama satu bulan aku bolos kuliah, terus pergi ke berbagai tempat. Hidupku berantakan.
Maudy heran Hansi belum tidur, sementara itu Hansi lanjut bercerita sambil menatap langit-langit.
HANSI (CONT’D)
Ibu sedang sakit waktu Alya ulang tahun yang kedua puluh. Sudah satu bulan dirawat tapi kondisinya nggak membaik. Setiap hari aku terus menjaga Ibu, cuma satu hari itu aku pengen pergi ke tempat Alya.
(beat)
Jangan, kata Ibu. Aku kesal, kubilang kalau satu bulan waktuku habis untuk merawat Ibu, jadi biarkan aku pergi ke tempat gadis yang kusuka. Paling lama dua hari.Tapi Ibu tetap melarang, jangan pergi, katanya.
(beat)
Ujung-ujungnya aku tetap pergi. Lagian tiket udah kupesan. Awalnya semua berjalan lancer, foto Alya waktu di danau itu buktinya. Tapi dalam perjalanan pulang, aku dapat kabar kalau Ibu sudah meninggal.
Hansi menyalakan ponsel, lalu menatap foto Alya waktu di danau.
HANSI (CONT’D)
Bodohnya, aku menyalahkan Alya, karena menemuinya Ibu meninggal. Waktu itu Alya sempat datang ke Ibukota, tapi aku menolak menemuinya. (Hans menghela nafas) Hari itu aku nggak cuma kehlangan Ibu, tapi aku juga kehilangan gadis yang kusuka.
MAUDY
Maaf soal yang tadi. Semua yang kulakukan ujung-ujungnya cuma melukai orang lain.
HANSI
Nggak usah dipikirin.
MAUDY
Tahun lalu Ibu menyuruhku pulang, katanya ingin bicara sesuatu. Tapi aku nggak pulang, dan sekarang aku nggak tahu apa yang ingin Ibu bicarkan. Benar kata orang. Manusia lebih dihargai kalau mereka sudah meninggal. Pada akhirnya nggak ada hutang yang lebih buruk selain hutang permintaan maaf.
Hansi mengehela nafas. Jam dinding menunjukan pukul setengah empat. Hansi bangkit dari tidurnya, lalu duduk di sofa sambil mengusap kedua matanya. Setelah itu Hansi menoleh ke arah Maudy.
HANSI
Kamu ada rencana hari ini?