Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
49. INT. KERETA – SORE – PRESENT
Terdengar suara petir menyambar (menyambung dari adegan sebelumnya). Dari jendela terlihat hujan turun dengan deras. Maudy terbangun dari tidurnya dengan tubuh diselimuti jaket miiik Hansi. Gara-gara bermimpi tentang Ibunya, air mata kelur dari mata Maudy. Maudy melirik Hansi, Hansi tampak serius menulis surat untuk Alya. Maudy mengusap air matanya, meraih botol minum dari dalam tas, lalu meminumnya.
HANSI
(Menyadari Maudy yang sudah bangun)
Kebangun?
MAUDY
Berapa lama aku tidur?
HANSI
(Melirik jam tangan, pukul setengah enam)
Sekitar tiga jam.
Maudy meletakan botol minum pada meja kecil di samping jendela, lalu melempar pandangan ke luar.
MAUDY
Ibuku meninggal minggu lalu.
Hansi berhenti menulis, lalu menoleh menatap Maudy.
MAUDY (CONT’D)
Kecelakaan mobil. Mobilnya melaju melebihi batas, menerobos rel pengaman, lalu terperosok ke sungai. Itu kecelakaan tunggal. Ibu sempat dilarikan ke rumah sakit tapi meninggal dalam perjalanan.
HANSI
Aku turut berduka mendengarnya
MAUDY
(Menghela nafas)
Menurutmu... apa kita bisa minta maaf ke orang yang sudah meninggal?
HANSI
(Terdiam sejenak)
Aku nggak tahu. Nggak ada yang menjamin. Sebenarnya aku juga nggak tahu Alya akan memaafkanku atau enggak. Tapi, kewajiban orang yang berbuat salah adalah meminta maaf. Apapun yang terjadi setelahnya pikirkan nanti.
MAUDY
(Tertawa kecil, lalu menatap Hansi)
Masih punya kertas?
HANSI
Masih. Kenapa?
MAUDY
Kayaknya aku juga mau nulis surat.
Hansi menagmbil kertas dari dalam tas, lalu menyerahkannya ke Maudy. Di luar hujan masih turun dengan lebat. Bertepatan dengan itu KERETA KEMBALI BERHENTI di stasiun. Beberapa penumpang turun dari kereta.
MAUDY
Aku seorang pegawai minimarket, bukan desainer interior. Sejak tahun terakhir kuliah sampai kemarin aku menjaga minimarket kecil di dekat stasiun.
HANSI
Kenapa tiba-tiba bilang?
MAUDY
Nggak papa, Tadinya aku bohong karena kupikir kamu orang yang aneh. (Tertawa kecil) Maaf soal itu.
HANSI
(Mendengus)
Emang dari dulu penampilanku nggak bisa dipercaya. (beat) Nah, lagi nggak sibuk, kan?
MAUDY
(Bingung)
Kenapa?
HANSI
(Menyerahkan surat yang selesai dia tulis)
Bacalah dan katakan pendapatmu.
MAUDY
(Menerima surat yang diberikan Hansi dengan ragu-ragu)
Kamu yakin aku boleh baca?
Hansi mengangguk. Selama beberapa saat Maudy membaca surat itu. Selesai membacanya, Maudy menarik nafas lalu mengembalikan surat itu pada Hansi.
HANSI
Gimana?
MAUDY
Jujur, kan?
HANSI
Iya, jujur.
MAUDY
Pertama… Hilangkan kata jika dan kalau, dua kata itu bikin permintaan maafmu nggak tulus. “Maaf jika aku menyakitimu.” Kalau kamu memang menyakitinya, bilang saja “Maaf aku sudah menyakitimu” (beat) Kedua… kamu harus membedakan. Kamu menulis penyesalanmu, atau cuma menulis apa yang ingin Alya dengar. Itu dua hal yang berbeda. Kalau ingin meminta maaf sebaiknya minta maaflah dengan jujur.
HANSI
Gitu, ya?
MAUDY
(Nada mengejek/menyindir)
Padahal tadi nasehatmu bagus, aku nggak nyangka tulisanmu sepayah ini
HANSI
Dibilangin aku nggak bisa nulis surat.
MAUDY
Yang ketiga… Tulisanmu jelek. Aku bisa paham kalau Alya nggak maafin kamu gara-gara tulisanmu yang jelek.
HANSI
Gimana lagi? Keretanya goyang-goyang terus.
MAUDY
Yang keempat.
HANSI
(Kaget)
Eh? Masih ada yang keempat?
MAUDY
Maaf. aku nggak ngerti. (beat) Kamu bilang Alya akan menikah bulan depan. Terus, kenapa di akhir surat kamu bilang kalau kamu menyukainya? Kenapa tiba-tiba mengungkapkan perasaan? Apa yang kamu harapkan dari itu?
Hansi terdiam kikuk. Tak lama setelah itu terdengar pengumuman kalau KERETA TIDAK BISA MELANJUTKAN PERJALANAN karena terjadi longsor yang menutup jalur, sehingga semua penumpang harus turun di stasiun ini.
50. INT. STASIUN – LOBI – PETANG
Maudy berdiri di dekat pintu keluar menatap hujan yang belum berhenti. Lobi agak ramai, beberapa orang berkerumun di pusat informasi. Hansi ada dalam kerumunan itu. Setelah mendapat informasi yang cukup, Hansi menghampiri Maudy.
MAUDY
Gimana?
HANSI
Ada longsor yang menutupi jalur, semua perjalanan ditunda. Sekarang cuaca kurang mendukung, jadi paling cepat besok sore. Masalah kompensasi nanti bisa diurus. Gitu katanya.
MAUDY
Kamu gimana?
HANSI
Hmm... Belum tahu. Kamu lapar?
51. INT. WARUNG TENDA MIE AYAM DEKAT STASIUN – MALAM
Warung tidak terlalu ramai, hanya ada dua orang pengunjung selain Hansi dan Maudy. Maudy mengeringkan wajahnya yang basah dengan tissue. Sementara itu Hansi memesan makanan. Saat Hansi kembali, Maudy memberikan tissue kepada Hansi.
HANSI
(Mengusap wajahnya dengan tissue)
Katanya ada hotel kecil di dekat alun-alun. Rencananya aku menginap di sana. Kamu gimana? Mau ikut?
MAUDY
(Mengangguk)
Nggak ada pilihan lain, kan?
HANSI
Maaf.
MAUDY
Kenapa minta maaf?
HANSI
Soal Ibumu, kamu harus menunggu lebih lama.
MAUDY
Bukan salahmu.
Pelayan meletakan dua mangkuk mie ke meja Maudy dan Hansi. Maudy mengucapkan terima kasih.
52. INT. LOBI HOTEL – MALAM
Maudy berdiri di depan meja resepsionis untuk memesan kamar. Sementara Hansi duduk di kursi tunggu sambil menonton televisi kecil yang ada di sana. Berita di televisi membahas kecelakaan kereta yang terjadi minggu lalu.
REPORTER TV
Dari hasil olah TKP, Polisi menetapkan supir bus sebagai tersangka. Dalam kecelakaan ini sebelas orang dinyatakan meniggal, sementara puluhan lainnya luka-luka.
Sementar itu, di meja resepsionis Maudy tampak kebingungan.
RESEPSIONIS
Maaf, tapi cuma sisa satu kamar.
MAUDY
Beneran nggak ada kamar lain?
RESEPSIONIS
Maaf, untuk saat ini nggak ada.
MAUDY
(Bingung)
Apa ada hotel lain di dekat sini?
Resepsionis tersenyum, lalu menggelengkan kepala. Maudy menghampiri Hansi dengan raut wajah kecewa.
HANSI
Gimana? Penuh?
MAUDY
(Mengeluh)
Cuma sisa satu kamar.
HANSI
Gitu, ya. (beat) Kalau gitu ambilah. Biar aku cari hotel lain.
Hansi mulai mengambil tasnya. Sementara Maudy tampak serius, berpikir dengan keras. Di luar, hujan belum berhenti, jam sudah mendekati pukul sembilan.
53. INT. KAMAR HOTEL – MALAM
Maudy dan Hansi berdiri mematung di dekat pintu, mereka merasa canggung berada dalam satu kamar.
HANSI
Ee... kalau kamu berubah pikrian aku masih bisa pergi.
MAUDY
Kamu tidur di lantai.
HANSI
(Mengangkat kedua tangan setinggi dada seperti menyerahkan diri)
Tentu... Aku tidur di lantai.
Terdengar suara ketukan di pintu.
HANSI DAN MAUDY
Y-ya (terkejut canggung)
Secara bersamaan Hansi dan Maudy bergegas membukakan pintu, tapi Hansi mengalah dan membiarkan Maudy yang membuka pintu. Di depan, pelayan hotel berdiri sambil membawa bantal dan selimut
PELAYAN HOTEL
Tambahan bantal dan selimut?
MAUDY
M-makasih.
Maudy menerima tambahan bantal dan selimut, pelayan hotel pergi, lalu Hansi menutup pintu.
MAUDY (CONT'D)
(Memberikan bantal dan selimut ke Hansi dengan sedikit kasar)
Aku duluan yang pakai kamar mandi.
LATER
Kamar gelap, lampu sudah dimatikan. Maudy berbaring di atas ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut, menatap langit-langit. Sementara Hansi berbaring di lantai beralaskan selimut, juga menatap langit-langit. Suasana kamar yang hening membuat suara detak jam terdengar.
54. INT. RUMAH – RUANG TENGAH – SIANG – FLASHBACK.
Ibu Maudy berpakaian rapi (pakaian kerja), sedang duduk di sofa memilah-milah kertas dan memasukannya ke dalam map. Bibi Maudy berdiri di hadapannya, menatap Ibu Maudy dengan tatapan kasihan.
BIBI MAUDY
Mbak yakin mau kayak gini terus?
Maudy kecil (10th) dengan seragam sekolah berniat menghampiri Ibunya. Namun, mendengar pembicaraan Ibu dan Bibinya, Maudy bersembunyi di balik pintu.
IBU MAUDY
Apa maksudmu?
BIBI MAUDY
Apa nggak repot? Antar jemput anak, mengurus rumah, bekerja. Mbak, kan masih muda, mending nikah lagi aja.
IBU MAUDY
Kamu ngomong apa? Kan udah pernah dibahas.
Bibi Maudy berpindah dari berdiri, menjadi duduk di samping Ibu Maudy.
BIBI MAUDY
Kalau nggak mau nikah lagi, paling nggak mbak cari pengasuh buat ngurus Maudy.
Ibu Maudy tidak menanggapi, terus menata dokumen tanpa menatap Bibi Maudy.
BIBI MAUDY (CONT’D)
(Menghela nafas)
Dulu mbak pernah bilang mau lanjut kuliah lagi, kan? Aku bilang gini karena aku nggak mau mbak menyesal nantinya.
55. INT. KAMAR HOTEL – MALAM – PRESENT
Maudy masih berbaring sambil menatap langit-langit. Maudy menghela nafas dalam-dalam.
HANSI
Belum tidur?
MAUDY
Belum
HANSI
Mau kunyalakan lampunya?
MAUDY
Biarin aja
Suasana kembali hening untuk beberapa saat. (CU) Jam di dinding, sudah pulul sebelas malam.
MAUDY
Yang kudengar.... Ibuku mabuk waktu menyetir. Kata polisi kadar alkohol yang masuk ke dalam tubuhnya melebihi batas untuk mengemudi. (beat) Gara-gara itu aku berpikir, apakah Ibuku benar-benar kecelakaan, atau dia berniat bunuh diri.
HANSI
Kenapa kamu mikir gitu?
MAUDY
Nggak tahu. Dari dulu nasib Ibuku selalu malang. (beat) Ayahku pergi saat umurku dua bulan. Sampai sekarang aku nggak pernah tahu wajahnya. Aku juga nggak tahu dia masih hidup apa sudah mati. Tapi kuanggap sudah mati, lagian nggak ada bedanya.
Maudy menghela nafas.
MAUDY (CONT'D)
Sejak saat itu... Aku cuma tinggal berdua sama Ibu. (beat) Aku dilahirkan saat Ibu masih kuliah. Waktu itu Ibu masih sangat muda. Tapi karena merawatku, Ibu harus mengorbankan kuliah dan karirnya. Sampai akhirnya waktu umurku sepuluh tahun, aku dititipkan ke bibi.
56. INT. RUMAH BIBI – RUANG TENGAH – MALAM – FLASHBACK
Maudy (10th) menangis karena Ibunya nggak kunjung pulang, Bibi agak kesal berusaha menenangkan.
BIBI MAUDY
Nggak usah nangis…. Sementara kamu tinggal sama Bibi dulu.
57. INT. KAMAR HOTEL – MALAM – PRESENT
Maudy masih bercerita sambil menatap langit-langit.
MAUDY
Bibi pernah bilang kalau menghilangnya Ayahku sebenarnya nggak jadi masalahh, tapi karena terlanjur melahirkanku, beban yang ditanggung jadi dua kali lipat. (Maudy meneteskan air mata) Sejak saat itu, aku selalu berpikir kalau keberadaanku adalah sebuah kesalahan.