Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Kamu Orang Seperti Apa Ketika Jatuh Cinta?
Suka
Favorit
Bagikan
6. Enam

SC.20-INT-DAPUR PASTEL SHELL-PAGI

Tampak Sagraha yang sedang memasukkan beberapa potong sandwich ke dalam kotak bekal. Tiba-tiba, Sintya datang dan berdiri di samping Sagraha sambil bersedekap.

SINTYA

Aku bisa diamuk Firman karena biarin kamu menyeliap di dapur orang.

SAGRAHA

Maaf. (Masih sibuk menutup kotak bekal dan merapikan tempat seperti semula) Tapi nggak bisa janji ini yang terakhir.

SINTYA

(Geleng-geleng kepala)

SAGRAHA

Aku akan ganti bahan-bahan yang aku pakai hari ini. Dua kali lipat.

SINTYA

Nggak perlu. Uang yang kamu kasih kemarin udah lebih dari cukup buat bayar sewa untuk dua bulan ke depan.

SAGRAHA

(Mengangguk canggung) Kalau begitu aku permisi dulu, Mbak.

SINTYA

(Tersenyum tipis) Hm.

Sagraha kemudian pergi dari sana sambil membawa kotak bekal.

CUT TO

SC.21-EXT-PANTAI DEPAN COTTAGE-PAGI

Tanya menggelar lagi peralatan melukisnya, kali ini membelakangi tebing dan menghadap laut. Di dekat kakinya, lukisan yang pernah dijatuhkan Sagraha tergeletak, sudah jadi dipoles lagi dan jadi lebih cantik. Wajah Sagraha juga sudah jelas.

Saat Tanya sibuk melukis, Sagraha datang sambil membawa sandwich isi yang dia taruh di dalam kotak bekal. Sagraha berkali-kali menghela napas, ragu antara ingin memberikan kotak itu atau berbalik pergi. Tiba-tiba, Tanya melihat Sagraha dan refleks Sagraha menyembunyikan kotak itu di belakang punggung.

TANYA

Saga! (Melambaikan tangan dengan semangat) Sini! Aku tunjukkin sesuatu. Lukisanku yang waktu itu udah jadi.

SAGRAHA

(Awalnya ragu, tapi pada akhirnya menghampiri Tanya)

TANYA

(Mengambil lukisan di bawah kakinya dan mengarahkannya pada Sagraha) Lihat! Ini lukisan yang waktu itu. Udah aku selesaiin. (Berdiri kemudian mengangkat lukisan itu dan membandingkannya dengan wajah Sagraha) Mirip kan? Wah. Ternyata daya ingatku bagus juga. (Mengangguk puas dan menatap lukisan dan wajah Sagraha bergantian)

SAGRAHA

(Terdiam dan memandangi Tanya) Maaf.

TANYA

(Kening berkerut) Buat apa?

SAGRAHA

Karena udah jatuhin lukisan kamu waktu itu.

TANYA

Ah, yang waktu itu? Nggak apa-apa kok. (Tersenyum dan menunjuk lukisannya) Liat aja. Lukisannya baik-baik aja kan? Justru makin bagus karena ada ornamen pasir aslinya. (Mengangguk-angguk) Wah. Aku nggak nyangka ternyata aku bisa jadi kreatif juga.

SAGRAHA

(Mengangguk, kemudian menyerahkan kotak bekal) Dari Sintya. Katanya kamu belum sarapan.

TANYA

(Meletakkan lukisannya dan menerima kotak bekal itu dengan senang hati) Makasih udah jauh-jauh dianterin ke sini. Sandwich tuna ya? Mau makan bareng?

SAGRAHA

Enggak. Aku udah sarapan tadi.

TANYA

(Meraih tangan Sagraha dan menariknya agar duduk lesehan di atas pasir) Kalau gitu temenin sarapan sambil liatin ombak. (Mulai membuka kotak bekal dan memakan sandwich-nya, kemudian menyadari ada yang berbeda dari biasanya) Ini bukan sandwich ikan tuna yang biasa dibikin Mbak Sintya. Ada potongan keju dan... daging vegetarian? (Tanya menatap Sagraha dan tersenyum lebar) Pasti kamu yang buat sendiri ya? Makasih, Saga.

SAGRAHA

(Sagraha hanya diam dan menatap lurus ke arah pantai)

Hening sejenak.

SAGRAHA

Kamu... emang udah suka ngelukis sejak dulu?

TANYA

Iya. Dari TK malah. Tapi sayangnya mimpiku ditentang. Aku nggak dibolehin ngelukis lagi dan disuruh fokus kerja. Katanya, kerja di bidang seni itu nggak akan bikin aku kaya. (Memasang raut wajah kesal) di Indonesia emang illusator nggak terlalu dihargai sih. Suka pada asal comot kalau ada artist yang share karyanya di medsos. Nggak pake izin atau nambahin credit pula. Dikira ngelukis itu kayak sulap, bisa langsung jadi?

Tiba-tiba, IBU DIANA datang sambil setengah berlari. Wajahnya tampak panik. Dia sedang mencari ARGA, anaknya yang kabur. Agra menderita kanker, sehingga Diana sangat khawatir jika sesuatu terjadi pada Agra.

DIANA

(Menghampiri Tanya dan Graha) Permisi. Kalian lihat Arga? Anak kecil umur sembilan tahun. Kira-kira tingginya segini. (Menunjukkan tinggi kira-kira Agra dengan tangannya. Dia pakai baju warna merah. Agra... dia... dia nggak boleh lama-lama kena angin pantai.

Tanya buru-buru bangkit dan meninggalkan kotak bekalnya yang belum habis. Dia mengusap-usap pundak si ibu menenangkan.

TANYA

Aku nggak lihat, tapi aku bakal bantu cariin. Ibu tenang aja ya? Sekarang ibu duduk dulu, istirahat. (Menghela si ibu duduk) Aku nggak akan lama kok! Ibu tunggu ya!

Tanya buru-buru berlari menyusuri pantai sambil meneriakkan nama Arga. Sementara itu, Sagraha ikut berdiri dan mengikuti Tanya mencari Arga.

Tanya berlarian, mencari Arga di balik batu besar, kemudian menemukannya di bawah tebing sedang melukis di atas pasir dengan ranting. Arga tampak begitu kurus, dan rambutnya botak. Tanya memelankan langkah dan mendekati Arga perlahan.

TANYA

(Berjongkok di depan Arga) Gambarnya bagus banget. Itu Superman, ya?

ARGA

(Tetap diam dan sibuk menggambar)

TANYA

(Melepas jaket-nya) Kamu pasti kedinginan ya? Pake jaketnya kakak dulu ya? (Mengenakan jaket itu di punggung Agra dan menutupi kepala Agra dengan tudung hoodie) Kamu nggak mau pulang? Mama kamu udah nunggu loh. Kasian Mama kamu nyariin.

ARGA

Aku mau di sini aja. Aku benci Mama.

TANYA

Kenapa? Mama sayang banget loh sama Arga. Mama khawatir Agra kenapa-kenapa. Ayo, kakak anterin pulang.

AGRA

Aku nggak mau liat mama sedih terus gara-gara aku. (Meletakkan ranting dan menatap Tanya dengan bola matanya yang jernih) Mama selalu sedih kalau liat aku. Aku harus pergi supaya Mama enggak sedih.

Tiba-tiba saja, Arga memegangi kepala, wajahnya berubah pucat. Dia jatuh terlentang, kejang-kejang dan muntah cairan putih berbusa. Efek dari sel kanker dan pengobatan kemoterapi. Tanya panik melihat Arga, sementara itu, Sagraha buru-buru mendekat dan memposisikan Arga menjadi berbaring, memiringkan posisi mulutnya ke kanan dan memegangi lembut tangannya. Sagraha tampak begitu tenang seolah-olah sudah terbiasa menangani hal-hal seperti ini. Tak lama kemudian, kejang-kejang Arga berhenti dan ia terbaring lemas.

TANYA

Arga kenapa? (Masih panik) Ayo kita bawa Arga ke rumah sakit.

SAGRAHA

Arga baik-baik aja. Dia anak yang kuat. (Dengan telaten, Sagraha membersihkan bekas muntahan Agra dengan sapu tangan, kemudian membopong tubuh lunglai Arga dalam gendongan. Arga tampak masih setengah sadar) Ayo kita pergi.

Sagraha berjalan lebih dulu, Tanya mengikuti dari belakang.

TANYA

Beneran enggak apa-apa?

SAGRAHA

Iya.

CUT TO

SC.22-EXT-RESTORAN-MALAM

Sagraha duduk di bagian depan restoran. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 dan suasana sudah mulai sepi. Tak lama, Tanya datang sambil membawa nampan berisi camilan. Dia duduk di samping Sagraha.

TANYA

Belum tidur?

SAGRAHA

Kamu sendiri? Udah selesai shift malamnya?

TANYA

(Mengangguk) Iya. (Hening sejenak) Arga... kenapa kamu bisa tenang banget pas liat Arga kejang-kejang tadi?

SAGRAHA

(Menatap lurus ke depan) Adikku sama kayak Arga. Istimewa.

TANYA

Maksudnya?

SAGRAHA

Aku nggak biasa cerita sama orang lain soal Sagara. Tapi kayaknya kamu bakal jadi pengecualian. (Sagraha menatap Tanya sekilas) Aku juga pengin tahu rasanya cerita sama orang asing.

TANYA

(Mengerjab) Sagara? Namanya mirip kamu?

SAGRAHA.

Aku bohong pas bilang ke kamu kalau namaku Saga. Maaf.

TANYA

(Tersenyum tipis, merasa bahwa dia bisa memahami Sagraha) Aku tahu. Nama kamu Sagraha, kan? Mbak Sintya yang cerita. Dia pikir, kamu ngasih panggilan khusus buat aku. (Terkekeh kecil) Jadi, gimana keadaan adik kamu sekarang?

SAGRAHA

Aku udah bunuh Saga.

FLASH BACK ON

Sagraha dan Saga sedang sarapan di dapur. Saga duduk di kursi roda dan hanya bisa makan bubur putih serta roti gandum yang diberi susu. Tak lama kemudian, Rianda yang saat itu berstatus pacar Sagraha datang sambil membawa kue dan paperbag berisi kado untuk Sagraha yang berulang tahun.

RIANDA

Happy Birthday, Sagraha! Selamat ulang tahun! (Menaruh paperbag dan kue di atas meja dan mencium pipi Sagraha sekilas. Kemudian beralih pada Saga) Aku juga bawain satu buat Saga. Kemeja yang sama kayak Graha. Saga suka warna biru kan?

SAGA

Makasih Kak Ria.

RIANDA

Oke! Sekarang saatnya tiup lilin! (Rianda menyalakan lilinnya dengan ceria) Kita bisa tiup dan make a wish bareng-bareng! (Menggeser kuenya ke tengah, kemudian berdiri di antara Sagraha dan Saga) Tiup lilinnya, tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Satu, dua, tiga...! (Bertepuk tangan setelah lilin itu berhasil ditiup mereka bertiga) Horee!

SAGRAHA

(Menatap Rianda lembut) Makasih.

RIANDA

(Menatap Sagraha) Graha, bisa kita bicara berdua sebentar? Ada yang mau aku omongin, penting banget.

SAGRAHA

(Manatap Saga seolah sedang meminta izin)

SAGA

Udah sana. Ngapain liatin aku? (Tersenyum tipis)

RIANDA

(Mengdipkan mata jail pada Saga dan menarik lengan Sagraha agar mengikutinya) Pinjem Kak Graha bentar ya?

Mereka berdua berjalan menjauh dari Saga. Rianda menatap Sagraha dengan sorot wajah serius.

RIANDA

Aku berangkat ke London besok siang, Graha. Kamu beneran nggak mau kencan sama aku, sekaliii aja? Kita udah pacaran tiga tahun. Tapi kamu sama sekali nggak pernah ajak aku jalan-jalan. Tiap pengin ketemu, selalu aku yang datang ke rumah. Dan selalu ada Saga. (Memegangi tangan Sagraha) Please, kali ini aja. Kita jalan bareng tanpa Saga. Hm? Aku bakal lama di London, Graha.

SAGRAHA

(Tampak menimbang-nimbang, kemudian menggeleng lemah) Tapi aku nggak bisa ninggalin Saga sendirian. Dia bergantung sama aku.

RIANDA

Kamu bisa titipin Saga ke pengasuh. Biar aku yang ngomong sama Saga. Dia pasti ngerti kok. Ya? Please, Graha. Sekaliii ini, aja? Nggak akan lama kok. (Menggoyang-goyang lengan Sagraha) kamu sayang sama aku kan?

SAGRAHA

(Menghela napas, kemudian mengangguk) Oke. Tapi kita harus balik sebelum jam 7 malam.

RIANDA

Thank you, Sagraha sayang! (Mengecup pipi Sagraha dengan bahagia)

Akhirnya mereka jadi pergi ke taman bermain hingga malam. Sagraha dan Rianda sedang duduk berdua di atas komedi putar sambil makan permen kapas saat Firman menghubungi Sagraha dan mengabarkan bahwa Saga sudah meninggal karena kepalanya terbentur saat nekat ke kamar mandi sendirian. Mulai saat itu, Sagraha menyalahkan diri sendiri sekaligus membenci takdir. Dia marah karena tidak bisa menjaga Saga dan berada di samping Saga pada saat-saat terakhirnya.

SAGRAHA

(Tatapan mata kosong, menurunkan ponselnya dengan lemas)

RIANDA

Ada apa?

SAGRAHA

Mulai sekarang, jangan pernah hubungi aku lagi, Rianda. Kita putus. (Dengan nada dingin, kemudian membuang permen kapasnya dan melompat dari wahana yang masih berputar. Sagraha terjatuh, tapi dia bangkit lagi dan berlari kencang untuk mengunjungi Saga di rumah sakit)

FLASHBACK OFF

TANYA

Semua orang pasti bilang kalau itu bukan salah kamu, iya kan?

SAGRAHA

(Mengangguk) Padahal jelas-jelas aku yang bunuh Saga.

TANYA

Lo emang jahat banget sih. Milih pacaran padahal kondisi adeknya lagi nggak baik. Saga pasti udah bergantung banget sama kamu sampai enggak mau dianter ke toilet sama orang lain, iya kan?

SAGRAHA

(Terdiam, menunduk, menahan air matanya agar tidak turun sambil meremas kedua tangannya)

TANYA

Kira-kira, apa yang dipikirin Saga waktu itu? Hm? Dia pasti sayang banget sama kamu, Sagraha. Dia pengin liat kamu bahagia dan jalanin hidup kamu sebagaimana mestinya. Saga bergantung sama kamu, tapi dia dorong kamu supaya pergi sama Rianda. Saga nggak mau terus-terusan jadi beban kamu, Graha.

SAGRAHA

(Air matanya jatuh menuruni pipi) Tapi aku nggak pernah ngerasa terbebani. Aku—(Tercekat)

TANYA

Tapi dengan kamu nyalahin diri sendiri sampai jadi maniak masak makanan bergizi, bakal bikin Saga hidup lagi? Enggak, kan? (Pelan, Tanya meremas pundak Sagraha yang bergetar) Dengan Saga yang nyuruh kamu pergi sama Rianda, Saga pasti pengin liat kamu bahagia, Graha. Dia pengin kamu hidup normal.

SAGRAHA

Tapi gue nggak pantes. (Tangisnya semakin pecah) Astaga kenapa gue cengeng banget (Mengusap air matanya kasar)

TANYA

Tenang aja. Abis ini kita bakal jadi orang asing untuk satu sama lain, kan? Nggak akan ada yang tahu kamu nangis sesenggukan kayak bayi gini. Oke? (Tanya tersenyum dan menghapus air mata Sagraha lembut) Tapi Ga, sekali-kali jadi cengeng itu nggak apa-apa. Dunia nggak bakalan runtuh cuma karena lo nangis.

SAGRAHA

(Menatap Tanya, kemudian tersenyum tipis) Ternyata rasanya emang lega. Bicara sama orang asing.

TANYA

Kubilang juga apa! (Menepuk pundak Sagraha sambil tersenyum tipis) Jangan sampai ketagihan abis ini, ya!

SAGRAHA

Nggak akan.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar