Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 1 : INT – DALAM KAMAR SAFITRI – MALAM
PEMAIN : SYAFITRI
VISUAL : Safitri duduk di belakang meja menghadap layar Laptop. Beberapa brosur yang diambil dari MTA berserakan di sekitarnya. Pikirannya sedang suntuk tidak mampu meneruskan editan tulisan-nya. Dia terlihat nervous sekali, kepalanya berpangku di atas kedua telapak tangannya di atas meja.
Syafitri (V.O) :
Aku merasa hatiku hancur melihat dan mendengar sendiri pembicaraan Ridho dengan Rifky. Orang yang akan aku cintai ternyata tidak seratus persen mengharapkanku. Tiba-tiba aku merasa bahwa Ridho adalah manusia yang paling aku benci dalam hidupku. Bagaimana tidak? Sebenarnya dia telah mencintai Airin sebelum aku. Ya, aku hanya untuk menutupi sementara masalahnya. Karena aku hanyalah alternatif perjodohan pilihan ibunya. Kalau dia tidak menuruti khawatir ibunya akan jatuh sakit.
FLASH BACK.
VISUAL : Syafitri melamunkan (terngiang) ketika cur-hatnya pada Umi Ifah di rumahnya beberapa hari lalu setelah bertemu dengan Ridho di pengajian.
Syafitri :
Umi, sebagai orang yang mengenal Mas Ridho, aku ingin cur-hat pada Umi. Bagaimana sebenarnya sosok Mas Ridho itu?
. Umi Ifah :
(Dengan nada sedih bercerita Ridho pernah gagal menikah karena calon pengantin wanitanya meninggal dunia dengan tiba-tiba)
Lima tahun yang lalu Ridho pernah mempuyai pacar seorang Muslimah yang dia cintai. Sehingga kemudian Ridho memutuskan untuk melamar gadis itu. Namun ketika lamaran sudah diterima, hari pernikahan sudah ditentukan, gadis itu meninggal dunia.
Syafitri :
Inna lillaahi wa inna ilaihi raajiun...Siapa gadis itu dan mengapa sehingga dia meninggal?
Umi Ifah :
Gadis itu panggilannya Afifah, santriwatinya di Halaqoh. Menurut yang kutahu dia punya penyakit Asma eksaserbasi akut. Jadi kemana-mana harus bawa Inhaler Asma, semacam alat bantu pernafasan.
Syafitri (mengangguk-angguk) :
Sakit asma saja bisa menjadi sebab kematian kalau Allah sudah memanggilnya.
Umi Ifah :
Kejadiannya itu pas Ridho bersama Afifah ngobrol di ruang tamu rumahnya membicarakan persiapan Akad dan Walimatul Ursy. Mendadak Afifah terkena serangan asma, saluran napasnya meradang dan membengkak, yang mengakibatkan gagal nafas.
Syafitri :
Jadi nggak sempat dibawa ke rumah sakit?
Umi Ifah :
Kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba, awalnya hanya batuk-batuk lalu sesak nafas. Tahu-tahu terkulai di sofa. Alat Inhaler-nya sudah tidak bisa membantu pernafasan.
Syafitri :
Aku bisa merasakan perasaan Mas Ridho, terlebih kedua orang tua Afifah aku tak bisa membayangkan betapa sedihnya atas musibah itu.
Umi Ifah :
Padahal Afifah juga anak tunggal kayak Ridho.
Syafitri :
Mungkinkah Mas Ridho sudah punya pacar lagi?
Umi Ifah :
Setahuku Ridho takut mau cari pacar lagi. Kalau aku denger-denger Ridho dekat sama Airin. Tapi dia nggak mau pacaran lagi, kalau sama-sama cocok akan langsung dilamar dan menikah.
Syafitri :
O, jadi begitu?
Umi Ifah :
Kalau kamu memang berjodoh dengan Ridho, memang lebih bagus kalau langsung menikah.
Syafitri :
Terus bagaimana dengan Airin?
Umi Ifah :
Aku nggak tahu persisnya, tetapi pastinya dia masih trauma berat atas kejadian yang menimpa pada Afifah.
Syafitri :
Kembali kepada kehendak Allah, Umi! Manusia hanya merencanakan, berusaha, dan berdoa. Pada akhirnya Allah juga yang menentukan.
Umi Ifah (memandangi Syafitri) :
Kalau aku bilang Afifah itu mirip-mirip kamu kalau pas lagi berhijab seperti kamu saat ini.
Syafitri (tersenyum tipis) :
Menurutku Airin lebih cocok untuk dia.
Umi Ifah :
Sama kamu juga cocok, kok
FADE OUT :
INTER CUT : Kembali ke dalam suasana kamar Syafitri. Dia tergagap dari lamunan percakapannya dengan Umi Ifah. Hatinya tetap tak bisa menghilangkan rasa cemburunya terhadap Airin. Syafitri mengusap-usap mukanya dengan kedua tangannya lalu merapikan rambutnya juga dengan tangannya.
Syafitri (V.O) :
Bagaimanapun yang menginginkan aku adalah ibunya bukan Mas Ridho. Mulai saat ini aku harus bisa melupakan dia. Melupakan sosok yang sebelumnya kuanggap sebagai sosok ‘Malaikat’ku. Ah, aku belum sholat Isya, Lebih baik aku sholat dahulu.
(Safitri mematikan laptopnya, merapikan kembali kertas-kertas brosur dan lainnya. Lalu melangkah keluar kamar untuk mengambil air wudhlu)
CUT TO :
SCENE 2 : INT – RUANG TENGAH RUMAH RUMINAH - MALAM.
PEMAIN : SYAFITRI, RUMINAH, PAK ANWAR.
VISUAL : Syafitri keluar kamar melewati Papa dan Mamanya yang duduk di ruang tengah menonton TV. Dia terlihat galau, Wajahnya tampak murung, dan matanya memerah.
Ruminah (menegur) :
Fit, kamu kenapa? Dari tadi siang sepertinya lesu sekali? Kamu mau kemana?
Syafitri :
Aku mau ber-wudlu belum sholat Isya.
Pak Anwar :
Dari tadi Papa perhatiin mengurung saja di kamar, katanya akan ada tamu istimewa datang?.
Ruminah :
Iyaa...Seharusnya kan kamu senang calon suami mau datang?
Syafitri :
(langkahnya terhenti lalu menghampiri Papa dan Mamanya, sama-sama duduk di depan TV.)
Ehm...Pa, Ma, ada yang mau aku bicarakan.
Ruminah :
Mau membicarakan apa?
Syafitri (menarik nafas dalam-dalam) :
Setelah aku berpikir ulang kembali, aku memutuskan untuk...tidak menerima kedatangan Ridho hari minggu nanti.
Ruminah (terkejut setengah berteriak) :
A p a ?
Syafitri :
Iya Ma, aku memutuskan untuk tidak berhubungan dengan Ridho.
Ruminah (berbicara tegas) :
Kamu sudah ngaco apa? Mama dan Bu Syamsi sudah telefonan terus, kami bergembira sekali Ridho mau berkunjung ke rumah kita bertemu kamu. Lalu apa yang menyebabkan kamu berubah pikiran?
Syafitri :
Baiklah Ma, sekarang aku mau sedikit cerita...
Ruminah (tidak sabar) :
Sudah ceritalah...pantas dari tadi kamu diam saja!
Pak Anwar :
Kamu ngomong yang jelas apa yang jadi permasalahan.
Syafitri :
Ehm...A, aku merasa kurang cocok saja sama Ridho. Aku merasa lebih baik dia dengan wanita lain dari pada dengan aku.
Ruminah (penuh ketegasan) :
Tidak bisa, Fit. Sudah jelas dia menerima perjodohan dengan kamu untuk menjadi pendampingnya kelak. Jadi untuk apa kamu menghindari?
Pak Anwar :
Apa Mama sudah serius membicarakan dengan Bu Syamsi?
Ruminah :
Ya sudah pasti serius Pa...tuh si Fitri dengar sendiri. Fitri itu mirip calon-nya Ridho dulu yang meninggal dunia.
Syafitri :
Ridho itu sebenarnya hanya sayang kepada ibunya. Kalau dia menolak perjodohan ini, khawatir ibunya akan jatuh sakit. Jadi ibunya yang menginginkan aku jadi menantunya, bukan dia yang memmilih aku jadi isterinya.
Ruminah (geleng-geleng kepala) :
Fit, Mama maklum kamu memang masih tergolong muda untuk tahu seluk beluk urusan ber-rumah tangga. Banyak cara orang ber-proses menuju jenjang pernikahan. Ada yang ketemu sendiri jodohnya di tempat kerja, di sebuah perjalanan, atau dimana saja. Termasuk kamu dengan Ridho kan nggak ada yang maksa-maksa. Kalau kamu nggak suka nggak mungkin kamu se-gembiranya waktu ketemu Ridho. Sebaliknya kalau Ridho nggak suka sama kamu, nggak mungkin dia akan datang kemari.
Syafitri :
Bukan itu masalahnya, Ma!
Ruminah :
Sudahlah Fit, memang di usiamu yang 23 tahun ini lagi senangnya pilih-pilih calon suami. Tapi mau cari yang bagaimana kalau orang seperti Ridho kamu nggak mau?
Pak Anwar :
Ma, sebaiknya biarkan Fitri berpikir sendiri, Mama jangan mempengaruhi. Nanti kalau ada apa-apa Mama juga yang di salahkan.
Syafitri :
Mama mau tahu? Masalahnya Ridho itu sudah ada perasaan lain sebelum dijodohkan dengan aku. Mama mau tahu siapa gadis itu ? Dia adalah Airin teman akrabku sendiri sejak di kuliah. Sampai sekarang sama-sama mengajar di satu sekolah. Itulah Ma yang membuat aku berubah pikiran. Aku ingin melihat bahwa Ridho benar-benar mencintaiku, benar-benar membutuhkan aku, Nggak ada orang lain selain aku!.
Ruminah :
Kalau soal wanita lain setahu Mama tidak hanya Airin. Kata Bu Syamsi sebenarnya banyak Muslimah yang mau menjadi isterinya. Tetapi hal seperti itu wajar terjadi sebelum pernikahan. Tetapi jodoh tetap hanya satu, kamu yang berjodoh dengannya.
Syafitri :
Aku paham Ma, tetapi aku perlu waktu untuk meyakini semua itu.
Ruminah (nadanya marah) :
Tapi besok minggu saat Ridho datang kamu harus temui!
Syafitri :
Iya Ma, tapi jangan terkejut kalau dia mau aku menjadi calon isterinya, aku minta beberapa persyaratan tertentu.
Ruminah (agak kesal) :
Kamu mau minta syarat apa sayangku...Dewi Syafitri. Kita ini bukan orang kaya, bukan orang materialistis. Janganlah kamu minta macam-macam.
Safitri :
Enggak, Ma! Aku bukan mau minta harta benda. Tetapi aku minta kesetiaan, kejujuran, dan tanggung jawab sepenuhnya atas keputusannya memilh aku.
Ruminah :
Mama sduah nggak bisa ngomong lagi sama kamu. Terserah...Mama Cuma pesan sampaikan semua keinginanmu itu dengan cara seorang Muslimah. Santun, lemah lembut, dan tidak menyinggung perasaan.
Syafitri :
Baiklah, Mama jangan khawatir, aku akan mematuhi pesan Mama.
Pak Anwar :
Biarkan Ma, Fitri berpikir dan menentukan sendiri.
Ruminah :
Ya sudah, kalau mau sholat, sholatlah. Habis itu tidur, jangan begadang.
FADE OUT :
CUT TO :
SCENE 3 : INT – RUMAH UMI IFAH – SIANG
PEMAIN : SYAFITRI, UMI IFAH
VISUAL : Syafitri bersama santriwati remaja asuhan Umi Ifah sedang mengikuti Liqa.
Syafitri (V.O.) :
Dari pada terus menerus mikirin Mas Ridho, lebih baik aku fokus di tempat Liqa, aku tak mau larut dalam keadaan ini. Umi Ifah kemarin menyuruhku mengisi kultum kepada santriwati. Sesuai suasana hatiku yang diliputi polemik perjodohan, aku akan membahas Qur’an Surrah AR-RUM ayat 21.
VISUAL : Syafitri tengah memberikan ceramah singkat dihadapan para santriwatinya. Di akhir ceramahnya Syafitri di datangi Murabbinya Umi Ifah. Keduanya lalu terlibat percakapan yang serius. Syafitri kembali Curhat soal perjodohannya dengan Ridho.
Syafitri :
Umi, apa hukumnya kalau orang sudah mencintai seseorang kemudian dia di jodohkan pada orang lain? Siapa yang bakal dipilih?
Umi Ifah :
Pertanyaanmu agak aneh Fitri...Masalah cinta atau masalah jodoh itu masalah hati. Hati orang tidak bisa di tebak-tebak. Harus di ungkap dengan kejujuran, sehingga kita mengerti.
Syafitri :
Maksudku aku kan sedang mengalami hal seperti itu, Umi.
Umi Ifah :
Kudengar dari Airin kamu ingin membatalkan rencana perjodohanmu dengan Ridho?
Syafitri :
Iya Umi, karena ternyata sebenarnya Mas Ridho sudah mencintai Airin. Bagaimana bisa aku akan menikung sahabat karibku sendiri?
Umi Ifah :
Nah, inilah yang perlu aku luruskan. Airin tidak pernah merasa punya hubungan cinta dengan Ridho. Jadi kamu jujur kalau suka sama Ridho terima saja, tetapi kalau kamu tidak suka tolak saja. Jangan dihubung-hubungkan dengan Airin karena hal itu malah akan menimbulkan fitnah.
Syafitri :
Aku nggak tahu Umi, mengapa saat ini aku sangat cemburu pada Airin.
Umi Ifah :
Kamu masih diselimuti kabut hati, fitri. Bayang-bayang yang menyelimuti mata hatimu. Bayang-bayang itu sifatnya tidak mutlak, tidak bisa di-maknakan dan dirasakan. Itu artinya kamu harus bisa menghilangkan sendiri kabut bayang-bayang Airin di hatimu.
Syafitri :
Antara aku dan Airin itu sudah satu hati, aku tidak ingin hanya karena masalah sepele, hati kita jadi terbelah. Aku sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi.
Umi Ifah :
Kamu cemburu boleh saja demi cinta, tapi harus ada sebab yang pasti. Kalau tidak justeru akan banyak Mudarat-nya.
Syafitri :
Iya Umi, aku akan berusaha mengatasi perasaanku ini, semoga aku bisa!
Umi Ifah :
Kamu harus bisa Fitri, itu namanya cobaan. Allah memberikan cobaan pada setiap insan, tidak terbatas pada cobaan beratnya kehidupan. Tetapi juga cobaan pada hal-hal sepele seperti yang kamu rasakan saat ini.
Syafitri :
Apa mungkin Allah sedang menguji cintaku pada Mas Ridho?
Umi Ifah :
Bisa saja demikian, Sebagaimana salah satu ayat yang terdapat di surat Al Baqarah. Kalau kamu meyakini itu cobaan dari Allah, maka kamu harus yakin bisa mengatasi. Karena Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan sesorang.
Syafitri :
Tapi pertanyaannya... Kenapa kepada hal sepele saja Allah memberikan cobaan?
Umi Ifah :
Sebenarnya pertanyaannya bukan mengapa Allah memberikan cobaan? Tetapi Dibalik suatu cobaan itu terkandung Hikmah, dan tugas seorang manusia itu ialah mencari Hikmah yang terkandung di dalamnya. Allah menjanjikan barang siapa bisa melewati sebuah cobaan dengan sabar, maka Allah akan menaikkan tingkat derajat taqwa-nya yang lebih tinggi.
Syafitri :
Aku juga yakin Umi, tetapi setiap manusia tentunya mempunyai kadar kesanggupannya masing-masing. Dan yang tahu kadar itu hanyalah Allah SWT, bahkan manusia belum tentu mengetahui kadar itu.
Umi Ifah :
Itulah tugas manusia, jika sabar dalam menghadapi, itu berarti lulus. Tetapi kalau tidak maka manusia itu belum bisa mencapai derajat taqwa yang lebih tinggi.
Syafitri :
Iya Umi, mungkin ini adalah jalan bagiku untuk mencapai derajat taqwa yang lebih tinggi.
Umi Ifah :
Hidup ini masih dan akan terus berjalan, aku yakin akan ada Hikmah dibalik semua itu.
FADE OUT :
***