Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
Suka
Favorit
Bagikan
7. Penyesalan

73. INT. DEPAN RUANG VIP RATRI - RUMAH SAKIT — MALAM

Para pengunjung dan petugas menoleh ke kamar Ratri. Tampak Yudis dalam kamar Ibu Farida agak kerepotan menenangkan ibunya. Yudis lalu keluar dan ikut melongok ke kamar Ratri. Wajahnya berubah tegang begitu melihat Bagas dan segera merangsek masuk kamar Ratri. 

CUT TO


74. INT. RUANG VIP RATRI - RUMAH SAKIT — MALAM

Ratri masih tegang penuh emosi sambil dipegangi Dewanti.

RATRI

Aku berani bersumpah atas nama Allah, Bagaspati! Kaulah yang merenggut kesucianku. Adikmu Salwa jadi saksinya!

Yudis datang dan menarik kerah Bagas dari belakang.

YUDIS

Urusanmu dengan aku sekarang, Bagaspati!

Bagas panik dan berusaha tersenyum menenangkan Yudis.

BAGAS

(Gemetar) Sab-sabar, Bro. Ini fitnah. Semua bisa kita bicarakan baik-baik, kan?

Yudis mencengkeram kuat kerah Bagas. Bagas makin panik.

YUDIS

(Sangat emosi) Baik? Ini bahasa terbaik untuk manusia bejat sepertimu, Bagaspati!

Yudis meninju wajah Bagas. Tangan Bagas berhasil mencegah. Namun, tinju Yudis berikutnya berhasil mengenai Bagas hingga jatuh tersungkur. Bagas bangkit dan akan kabur.

RATRI

(Menangis) Tahan dia! Jangan sampai dia lepas lagi!

Para penonton di luar merapat di pintu hingga Bagas tak bisa keluar. SATPAM1 dan SATPAM2 sigap memegangi dan mengapit Bagas hingga tak bisa ke mana-mana. KEPALA RS bergegas datang dan bicara kepada kedua satpam.

KEPALA RS

Tolong amankan dulu di ruang security, ya. 

SATPAM1, SATPAM2

(Bersikap sempurna) Siap, Dok!

Kepala RS lalu beralih menghadap ke kerumunan pengunjung.

KEPALA RS

Bapak dan Ibu semua, mohon maaf atas ketidaknyamanannya, ya. Sekarang, situasi sudah teratasi, aman terkendali. Silakan kembali ke aktivitas masing-masing, ya.

Kedua satpam membawa Bagas yang menunduk malu melangkah mengikuti Kepala RS. Satu per satu pengunjung pun bubar. Ratri terkulai tak sadar dan langsung ditangkap Yudis.

YUDIS

Ratri!

Yudis segera memeluk Ratri erat dan membenamkan wajahnya ke Ratri. Tampak bahunya terguncang-guncang menahan tangis.

YUDIS (CONT’D)

(Lirih dan parau) Maafin Aa, Neng. Aa sekarang yakin kalau Neng hanyalah korban kezaliman. Maafin Aa .... Bangun, Neng ....

Dewanti memalingkan muka merasakan nyeri di dada. Dia menatap langit-langit untuk menahan air matanya tumpah. Begitu lebih tenang, dia kembali menoleh ke Ratri dan terkejut melihat noda darah merembes di rok panjang Ratri. 

DEWANTI

(Tergagap) Yudis! Itu ... Ratri ....

Yudis mengangkat wajah. Dewanti menunjuk rok Ratri dengan panik dan Yudis kaget melihatnya. Dewanti segera menuju ranjang Ratri dan memencet bel darurat. Terdengar PERAWAT1 menjawab melalui mikrofon di plafon kamar.

PERAWAT1 (V.O)

Ya, Bu Ratri. Ada yang bisa kami bantu?

DEWANTI

Ibu Ratri pendarahan lagi! Tolong bawakan brankar untuk bantu Beliau ke ruang USG!

CUT TO


75. INT. DEPAN RUANG VIP RATRI - RUMAH SAKIT — MALAM

Perawat1 dan PERAWAT2 bergegas mendorong Ratri yang terbaring di atas brankar keluar kamar, diikuti Yudis dan Dewanti. Yudis menoleh ke kamar Ibu Farida yang masih terbuka pintunya. Yudis terkejut melihat Ibu Farida memegangi dada kiri dengan mimik kesakitan sambil menatap minta tolong.

YUDIS

(Sangat kaget) Ibu! Ibu kenapa?

IBU FARIDA

(Lirih dan parau) Apa betul semua itu, Dis? Ratri? Ribut sekali di sebelah ....

Ibu Farida kembali meringis memegangi dada kiri dan tampak susah bernapas. Beliau makin lemas dan terkulai tak sadar. 

YUDIS

Ibu!

Perawat1 segera masuk kamar Bu Farida untuk memeriksa denyut nadi kemudian melakukan RJP. Yudis makin cemas. Melihat PERAWAT3 melintas, Yudis tergopoh-gopoh mencegat.

YUDIS

(Panik) Tolong panggilkan Dokter Haura!

PERAWAT3

(Sigap) Baik, Pak!

Perawat3 segera pergi. Yudis memandangi Ibu Farida sambil menangis. Dewanti hendak menepuk pundak Yudis tetapi Yudis terlanjur kaget menyadari gerakan Dewanti dan reflek berjingkat menghindar. Dewanti kikuk. Yudis serba salah. 

DEWANTI

Dis, Ratri aku bawa ke ruang USG dulu, ya. Biar segera ditangani. Kasihan janinnya.

Yudis tersadar dan jadi gelagapan karena kembali panik.

YUDIS

Oh, iya. Tolong, De. Selamatkan keduanya.

Dewanti mengangguk kecil dan memberi isyarat ke Perawat2 untuk segera mendorong brankar bersama. Dokter Haura datang bersama Perawat3. Perawat3 langsung menolong Dewanti dan Perawat2 mendorong brankar. Sedangkan Dokter Haura bergegas masuk kamar Ibu Farida diikuti Yudis yang sangat khawatir.

CUT TO


76. INT. RUANG VIP BU FARIDA - RUMAH SAKIT — MALAM

Perawat1 menyiapkan alat kejut jantung dan menyerahkan ke Dokter Haura. Dokter Haura menggunakannya kepada Ibu Farida. Dokter Haura memeriksa nadi Ibu Farida dan berubah murung.

YUDIS

(Cemas) Bagaimana kondisi Ibu, Dok?

Dokter Haura menarik napas dalam sambil menatap Ibu Farida.

DOKTER HAURA 

Bu Farida sepertinya sangat syok. Sampai saat ini, Beliau masih belum sadar juga.

YUDIS

(Bingung) Ap-apa tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk Ibu? (Memelas) Ayolah, Dok ... hampir setahun ini, saya melihat Dokter selalu optimis dalam menangani Ibu.

DOKTER HAURA

Benar, Pak. Kami akan rawat Bu Farida di ruang ICU. (Jeda) tolong siapkan ya, Sus!

PERAWAT1

(Sigap) Baik, Dok!

Perawat mengangguk hormat ke Yudis dan bergegas keluar. Yudis hendak menyusul tetapi dicegah Dokter Haura.

DOKTER HAURA

Maaf. Pak Yudis tidak bisa ikut masuk ke ruang ICU. Mungkin, untuk saat ini, Bapak bisa mendampingi istri Bapak, Ibu Ratri.

YUDIS

(Tersentak) Ha? Oh, iya. Saya ke sana aja. (Jeda) Ibu akan baik-baik aja kan, Dok?

DOKTER HAURA

Kami selalu usahakan yang terbaik, Pak Yudis. Selebihnya merupakan ketentuan-Nya.

CUT TO


77. EXT. DEPAN RUANG USG - RUMAH SAKIT — MALAM

Yudis celingukan mengikuti papan arah. Begitu melihat Dewanti, dia segera bergegas menghampiri dengan cemas.

YUDIS

Gimana kondisi Ratri, De? Dia udah sadar?

Dewanti menggeleng lemah hingga Yudis terkesiap.

DEWANTI

(Menyesal) Maaf, Dis. Aku enggak bisa memenuhi harapanmu agar keduanya selamat. 

YUDIS

(Terkejut) Apa maksudmu? Apa yang terjadi?

DEWANTI

Janinnya sudah meninggal, Dis. Dokter sekarang sedang berusaha menyelamatkan nyawa Ratri. Pihak RS tadi mencarimu. Mungkin setelah ini akan menghubungimu lagi. 

YUDIS

(Bingung) Ha? Untuk apa? Ratri kenapa?

Seorang PETUGAS RS datang membawa dokumen dan pulpen.

PETUGAS RS

Permisi, Pak. Dengan Bapak Yudisthira, suami dari Ibu Syiwaratri?

YUDIS

Eh, iya. Saya sendiri. Ada apa, ya?

PETUGAS RS

Mohon Bapak Yudis menandatangani dokumen di sebelah sini sebagai bentuk persetujuan tindakan operasi Caesar yang akan dilakukan pada istri Bapak. Untuk mengangkat janin dari rahim beliau, Pak. 

Yudis langsung ambruk bertumpu pada lutut. Dia memegangi dada yang terasa sangat sesak dan terdengar isak lirihnya.

YUDIS

(Bergumam parau) Maafin Aa, Neng .... Jangan tinggalin Aa dalam keadaan bersalah begini. Kasih Aa kesempatan lagi ya, Neng.

Petugas RS bingung melihat Yudis. Dewanti meminta dokumen dan pulpen itu dari petugas yang segera menyerahkan. Dewanti berlutut dan menyodorkan kedua benda itu ke Yudis.

DEWANT1

Kalau kamu ingin kesempatan baru, tanda tangani ini, Dis. Agar Ratri bisa segera ditolong. Dia enggak bisa menunggu lama.

Yudis menoleh ke Dewanti menampakkan mata sembap dan ujung hidung yang memerah. Yudis menandatangani dokumen dengan lemas lalu berdiri perlahan menyerahkan kembali ke petugas. Petugas itu masuk ruang USG. Dewanti mengajak Yudis duduk bersama. Tak lama kemudian, brankar dengan Ratri yang masih tak sadarkan diri di atasnya keluar dari ruang USG diikuti Dokter Ariny. Yudis segera bangkit mengikuti dokter Ariny. 

YUDIS

(Sangat memelas) Selamatkan istri saya ya, Dok. Tolong, jangan biarkan dia pergi.

Dokter Ariny mengangguk sambil tersenyum bijak pada Yudis.

DOKTER ARINY

Kami akan berusaha semampunya, Pak Yudis. Bantu kami dengan doa. Yakinlah, Tuhan tidak akan menyia-nyiakan doa hamba-Nya yang memohon dengan tulus dan kerendahan hati.

Yudis mengangguk pasrah dan melepas kepergian Ratri. Dewanti berdiri di samping Yudis lalu menatap Yudis.

DEWANTI

Ke taman, yuk! Kamu butuh udara segar.

CUT TO


78. EXT. TAMAN - RUMAH SAKIT — MALAM

Yudis dan Dewanti duduk di bangku. Yudis menghirup dalam-dalam udara malam sambil merapatkan jaket menahan dingin.

YUDIS

De, maaf ya, udah ngerepotin kamu banget. Padahal, kamu sendiri pasti lagi sedih juga tahu kelakuan Bagas kaya gitu, kan?

Dewanti memasukkan kedua telapak tangan ke saku. Yudis melirik dan menghela napas panjang karena harus menahan diri membiarkan Dewanti dan dirinya kedinginan sendiri.

DEWANTI

Hem ... sedih, sih. Marah pasti. Tapi, aku juga seneng karena punya alasan putus.

YUDIS

Lo? Kok, malah senang putus? Aneh banget!

Dewanti mengedikkan bahu sambil manyun. Keningnya berkerut.

DEWANTI

(lirih) Mungkin karena emang enggak cinta.  

Yudis jadi tergagap karena bingung harus berkomentar apa. 

YUDIS

Ya, seenggaknya baguslah kamu tahu sekarang. Daripada nanti kalau udah nikah.

DEWANTI

(Berusaha riang) Iya. Alhamdulillah, ya?

Dewanti memaksakan senyum dengan sorot mata perih. Yudis menghela napas dan memilih diam. Sesaat hanya hening dan kekikukan di antara mereka, hingga Yudis teringat sesuatu.

YUDIS

Eh, De. Kamu punya nomornya adik Bagas?

DEWANTI

Salma maksudmu? Ada. Emang kenapa, Dis?

YUDIS

Mau enggak ya, dia bersaksi melawan kakaknya? (Geram) Aku enggak rela sama kelakuan Bagas. Mau kulaporkan polisi!

DEWANTI

Oh, oke. (Berpikir sejenak) Tapi, sebaiknya aku aja kali ya, yang ngomong ke dia? Khawatirnya kamu masih terlalu emosi.

YUDIS

Ya jelaslah aku emosi! Soalnya kan ....

DEWANTI

Oke, fix! Aku yang telepon Salma sekarang.

Dewanti mencari nomor Salma di ponsel dan menghubunginya.

DEWANTI (CONT’D)

Asalamualaikum. Sori ya, Sal, hubungi kamu malam-malam, nih. Moga enggak ganggu, ya? 


CUT TO

79. INT. RUANG TAMU - RUMAH BAGAS — MALAM

SALMA

Wa alaikumusalam warahmatullah, Kakak Cantik! Siapa sih, yang bisa nolak calon ipar sebaik Kak De? (Jeda) Btw, Kakak culik Kak Bagas ke mana? Kok lama, sih?


INTERCUT - PERCAKAPAN TELEPON

DEWANTI

Itulah, Sal. Aku mau ngomong soal dia.

SALMA

O.K! Tanya deh, soal apa aja. Semua boroknya kakakku itu, aku yang pegang!

Tawa Salma membuat Dewanti miris dan bingung memulai. 

YUDIS

(Mengomel dengan suara berbisik) Emang kakakmu itu bobrok banget kelakuannya.

Dewanti buru-buru mengacungkan telunjuk di depan bibirnya yang terkatup rapat. Dia melotot ke Yudis sambil menggeleng. Setelah berdeham kecil, Dewanti bersiap bicara.

DEWANTI

Mmm, ini Sal. Kamu pasti inget Ratri, kan?

SALMA

Sobatku di SMA? Inget, dong! (Antusias) Kak De kenal juga? Di mana? Wah, serunya!

DEWANTI

(Tercekat) Iya. Baru malam ini. Kamu mau menolong dia mendapatkan keadilan, Sal?

SALMA

(Pelan) Keadilan? Maksudnya gimana, Kak?

DEWANTI

Kamu mau bersaksi atas kezaliman yang dilakukan Bagas terhadap Ratri, Sal?

Salma terkesiap dan reflek mengintip via jendela. Khawatir Bagas pulang dan mendengar percakapan mereka. Salma melirik foto besar keluarga mereka yang terpajang di ruang tamu. Tatapannya tertuju pada wajah Bagas.

SALMA

 (Menggumam ragu) mm ... Anu, Kak ... Aku ....

Yudis mendekatkan telinga ke ponsel Dewanti karena penasaran.

CUT TO


80. INT. DEPAN RUANG OPERASI - RUMAH SAKIT — MALAM

Yudis dan Dewanti datang. Dengan gelisah, Yudis mengintip ruang operasi melalui kaca pintu. Dia menghela napas dan duduk lunglai di kursi tunggu. Dewanti duduk di sebelahnya.

YUDIS

(Menggerutu) Aku! Semua ini salahku, De. Tuhan telah memberi jodoh sebaik Ratri melalui manusia terbaik dalam hidupku, Ibu. Tapi, aku malah menyia-nyiakannya.

Dewanti ingin untuk ke sekiannya menghibur Yudis. Namun, dia sendiri merasa perih di hati sehingga hanya memilih diam. Dokter Ariny keluar ruangan menemui Yudis dan Dewanti yang langsung berdiri. Dokter Ariny melemparkan senyum ke Yudis.

DOKTER ARINY

Operasinya berjalan lancar. Ibu Ratri memang belum sadar, tetapi sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap, Pak.

YUDIS

(Lemah) Istri saya belum sadar, Dok?

DOKTER ARINY

Begitulah. Yang sabar ya, Pak. Insyaallah Bu Ratri baik-baik saja kondisinya. (Jeda) Mau pakai ruang rawat inap yang tadi, Pak? 

YUDIS

Eh, pindah ke yang dekat ICU saja ya, Dok.

DOKTER ARINY

Oh, begitu. Baik. (Jeda) Ke ruang Kenanga!

Brankar yang mengangkut Ratri keluar menyusuri koridor. Yudis dan Dewanti mengikuti. Yudis menjejeri brankar sambil memandangi wajah pucat Ratri yang terpejam tenang. Tetesan cairan infus yang tersambung ke tangan Ratri bagai air mata Yudis yang menetes membasahi pipi, mengalir dan bermuara pada sepasang bibir cokelat yang tak henti berzikir. Sesekali Yudis mengusap air mata. Dewanti melirik pilu.

CUT TO

81. INT. DEPAN RUANG KENANGA - RUMAH SAKIT — MALAM

Brankar Ratri baru tiba ketika Perawat1 menghampiri Yudis.

PERAWAT1

Pak Yudis, Ibu Farida baru saja siuman.

YUDIS

(Gembira) Ha? Benar, Sus? Alhamdulillah .... (Menoleh ke Dewanti) De, tolong jaga Ratri dulu, ya. Aku mau menengok Ibu sebentar.

Dewanti memaksakan senyum dan mengangguk. Yudis mengusap kening Ratri dan mengecupnya. Dewanti mengalihkan pandangan sambil menahan air mata. Yudis bergegas ke ruang ICU dan Dewanti mengajak perawat mendorong brankar masuk ruangan. 

CUT TO


82. INT. RUANG ICU - RUMAH SAKIT — MALAM

Ibu Farida sadar tetapi belum dapat bicara. Tubuhnya sangat lemah. Hanya matanya yang bergerak-gerak mencari. Mulutnya bergerak hendak berkata. Yudis datang langsung menciumi tangan Bu Farida. Air mata membasahi tangan Bu Farida.

YUDIS

(Lirih) Maafin Yudis, Bu, belum bisa bahagiain Ibu. Malah bikin makin sedih. (Jeda) Ya Allah, izinkan hamba menebus semua setelah apa yang terjadi malam ini. 

Tangan Ibu Farida bergerak pelan mengusap kepala Yudis. Bibir beliau bergetar sambil menitikkan air mata. Sorot matanya tampak sedih dan menyesal. Yudis menggenggam tangan Bu Farida sambil terisak hingga tertidur di sisi ranjang.

CUT TO



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar