Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
Suka
Favorit
Bagikan
5. Curiga

51. INT. RUANG TENGAH - RUMAH RIO — SORE

RARA (19) keluar kamar menyalami semua UNDANGAN, lalu duduk di samping RIO (19), menggelendot dan menatap manja.

RARA

(Merayu) Yang, beliin rujak cingur, dong.

RIO

(Bingung) Waduh! Mana ada jam segini, Ra?

Rio berusaha menenangkan dengan membelai kepala istrinya.

RARA

(Merajuk) Cari, dong! Pengin banget, nih.

Rara mengusap perut dengan bibir manyun. Semua undangan tersenyum melihat kemanjaan Rara dan kelembutan Rio, kecuali Ratri. Dia menarik napas dalam dan segera menunduk pura-pura membetulkan bros kerudung untuk menahan air mata.

Tante Diana menoleh ke PAK HANDOKO (50), besannya.

TANTE DIANA

Acaranya mulai jam berapa ini, Pak Han?

PAK HANDOKO

Habis magrib, Bu. Biar keluarga kakak saya yang di Jakarta bisa datang.

TANTE DIANA

(Terkejut) Kakaknya di Jakarta? Kok, waktu Rio dan Rara nikah, saya enggak tahu, ya?

PAK HANDOKO

Saat itu, putri mereka baru kecelakaan. Makanya, sekarang mereka ingin datang.

Para undangan mengangguk-angguk simpati. Azan berkumandang. Para undangan menyiapkan ruangan untuk salat Magrib berjamaah. Usai salat, Ratri ikut masuk ke kamar Rara.

CUT TO


52. EXT. HALAMAN - RUMAH RIO — MALAM

sebuah Alphard hitam berhenti. Dari dalam mobil, keluar seorang pria bule, PAK JOVAN (52), bersama BU NINING (52) yang berkulit hitam manis. Pak Han menyambut senang melihatnya.

PAK HANDOKO

Mbak Nining! Alhamdulillah, bisa hadir. (Jeda) Hai! Apa kabar. Jo? Sehat semuanya?

Pak Handoko dan Pak Jovan berjabatan tangan erat sekali.

PAK JOVAN

Baik, baik. Mana suaminya si Rara, Han?

PAK HANDOKO

Ah! Mari saya perkenalkan!

Pak Handoko berbalik melihat Rio mengopi bersama Yudis di teras. Beliau menoleh ke Pak Jovan sambil menunjuk ke sana.

PAK HANDOKO

Itu dia sedang di teras. (Melambai ke Rio sambil setengah berteriak) Rio!

Dari teras, Rio berdiri melambai gembira. Pak Handoko mempersilakan Pak Jovan. Bu Nining mengajak sepasang anak muda keluar dari mobil. Yang perempuan segera beriringan dengan Bu Nining mengikuti Pak Jovan. Sedangkan yang lelaki meminta izin Bu Nining berbalik ke mobil mencari sesuatu.

CUT TO


53. INT/EXT. TERAS - RUMAH RIO — MALAM

Rio masih berdiri menunggu kedatangan keluarga Jovan dengan semringah. Yudis tampak sangat terkejut sekaligus senang melihat mereka. Langkah perempuan muda yang semakin mendekati teras pun sejenak berhenti. Yudis salah tingkah dan ragu-ragu ikut berdiri. Begitu sampai di teras, Pak Jovan langsung disalami Pak Jovan dengan genggaman mantap.

RIO

Asalamualaikum. Selamat datang, Pak Jovan! Senang bertemu. Saya Rio, suaminya Rara.

PAK JOVAN

Hem, ganteng juga ternyata kau, Boy!

Pak Jovan menepuk-nepuk bahu Rio yang tersenyum. Beliau menoleh ke Yudis dan pangling sambil menunjuk-nunjuk.

PAK JOVAN (CONT’D)

(Agak berseru teringat) Kau Yudis, kan?

Yudis mengangguk hormat ke Pak Jovan dengan sikap kesatria.

YUDIS

Iya, Om. Saya Yudis. Maafkan saya ....

Pak Jovan segera mengibaskan tangan di depan wajah.

PAK JOVAN

(Memotong) sudah, sudah. Yang sudah terjadi enggak perlu dibahas di sini.

Rara bergegas keluar dengan girang dan berhenti di pintu.

RARA

Mbak Dewanti! Ah, akhirnya ketemu juga!

Dewanti yang sedari tadi bersitatap dengan Yudis menoleh ke Rara. Dia segera mendekati dan memeluk Rara. Dari balik bahu Rara, Dewanti kembali saling pandang dengan Yudis dengan tatapan penuh rindu, cinta, berbaur sakit hati. Yudis seperti dihakimi dan hanya bisa diam merasa bersalah. Dewanti tersadar saat Rara melonggarkan pelukan mereka.

RARA

Eh, masuk, yuk! Semuanya, mari silakan!

CUT TO


54. INT. RUANG TENGAH - RUMAH RIO — MALAM

Keluarga Jovan duduk bersama undangan lain. Pak Jovan tampak mencari-cari seseorang sambil menatap pintu masuk.

PAK JOVAN

Mana calonmu, Dew? Kok enggak ikut masuk?

Yudis yang duduk tak jauh dari mereka terkejut mendengarnya. Dia terdiam menahan nyeri dan sesak di dada.

DEWANTI

Tadi izin balik ke mobil sebentar, Pa. HP-nya ketinggalan. (Jeda) Nah, itu dia!

Beberapa undangan menoleh ke arah pintu masuk, termasuk Yudis. Tampak Bagas datang memberi hormat ke semua yang hadir. Begitu sampai di hadapan Yudis, dia tampak senang.

BAGAS

Bung Yudis! Senang bisa bertemu di sini!

Yudis sedikit mengerutkan kening mencoba mengingat-ingat,

YUDIS

 (Ragu) Anda ... (Agak berseru) Pati, kan?

BAGAS

Iya, saya Pati. Lengkapnya, Bagaspati. Yang membeli lukisan Anda yang cantik itu.

Yudis semakin teriris mengingat lukisan kesayangannya itu.

DEWANTI

Lukisan? Kok, aku belum pernah lihat, Kak?

BAGAS

Ah, jangan cemburu! Tetap lebih cantik kamu, kok. (Jeda) Oh iya, Bung Yudis. Kenalkan! Ini Dewanti, calon istri saya.

Bagas menggandeng tangan Dewanti yang terus menatap Yudis.

DEWANTI

Aku sudah kenal, Kak!

BAGAS

(Terkejut) Oh, ya? Wow! Kenal di mana?

DEWANTI

Kita dulu temenan. (Jeda) Oh iya, Yudis. Selamat ya, atas pernikahannya. Andai kamu undang, mungkin aku akan sempatkan datang.

Wajah Dewanti yang tegar sesaat kembali merasa pilu. Yudis reflek tertunduk melihatnya menyembunyikan mendung di mata.

YUDIS

(Lirih) Maafkan aku. Maaf, De. Aku ….

Rahang Dewanti menegang menahan kuat-kuat rasa ingin meluapkan semua rindu, cinta, dan sakit hatinya ke Yudis.

DEWANTI

Ah, lupain aja. (Jeda) Eh, mana istrimu?

Yudis mengangkat wajah. Sesaat dia terpana menatap mata Dewanti yang selalu indah, lalu mengalihkan pandangan.

YUDIS

(Tercekat) Ada, kok. Dia ada di dalam.

Dewanti mengerutkan alis dan segera dapat menangkap kegelisahan hati Yudis. Dia menatap Yudis penuh simpati. Bagas sejak tadi hanya menatap secara bergantian wajah Yudis dan Dewanti dengan penuh tanya, mereka-reka di hati.

BAGAS

Eh, De. Kita duduk, yuk! Pegal, nih.

Bagas dan Dewanti duduk berdampingan. Di sebelahnya, Rara dan Rio juga selalu tampak mesra. Yudis kembali duduk sendiri dengan hati terbakar dan merasa sangat kesepian.

DEWANTI

(Berusaha ramah) Eh, ajak keluar dong istrimu, Yudis. Aku kan, pengin kenal.

RIO

Iya, Kang. Kita ngobrol untuk memberi pencerahan kepada calon pengantin ini.

Rio menoleh ke Dewanti dan Bagas dengan pandangan menggoda. Bagas tersenyum sambil menggeleng-geleng menanggapi Rio.

RARA

Biar Rara aja yang ajak Teh Ratri, ya.

Rara berdiri. Dia segera menuju kamar dan membuka pintunya.

CUT TO


55. INT. KAMAR RARA - RUMAH RIO — MALAM

Ratri tampak lemah bersandar di sofa sambil mengelus perutnya yang kian terasa sakit. Rara segera menghampiri.

RARA

(Sangat cemas) Teh Ratri! Aya naon?

Ratri merintih lirih. Rara segera memapahnya berdiri. Ratri menurut. Dia jalan tertunduk menahan sakit di perut. Rara menata bantal dan perlahan membaringkan Ratri di ranjang. Ratri mengangkat tangan mengisyaratkan Rara agar tenang.

RATRI

(Tersengal-sengal) Terima kasih ya, Ra. Udah enggak apa-apa, kok. (Jeda) Aduh ….

RARA

(Panik) Aduh, Teh … Kok, kayanya serius banget, sih. Kecapekan, ya? Abis jatuhkah?

Ratri menatap Rara sambil tersenyum hambar menahan sakit.

RARA (CONT’D)

Aku cari dokter aja, deh. Tunggu ya, Teh.

Ratri berusaha mencegah Rara yang terlanjur keluar kamar.

CUT TO


56. INT. RUANG TENGAH - RUMAH RIO — MALAM

Rara tergesa-gesa menghampiri Yudis dengan wajah panik.

RARA

Kang Yudis, kayanya Teh Ratri sakit, deh. Sampai enggak bisa bangun. Tolong hubungi dokter kandungan langganannya dong, Kang.

Yudis menghela napas jengah dan melirik sinis ke Rara.

YUDIS

Lagi bukan jadwalnya praktik sekarang.

RARA

Ya, cari dokter kandungan lain! Atau seenggaknya ke IGD, deh. Kasihan Teteh.

Yudis diam menatap kosong ke arah lain. Dewanti jadi heran.

DEWANTI

Ee … Aku kan, mahasiswa kedokteran semester akhir. (Hati-hati) kalau boleh, biar aku cek dulu kondisi istrimu, Dis?

BAGAS

(Menggoda) Kenapa bukan aku aja yang periksa? Kan, aku malah udah dokter.

Dewanti mencubit gemas lengan Bagas. Yudis makin panas.

DEWANTI

Ih, Kak Bagas genit, deh! Kakak kan, bukan spesialis kandungan. Ntar Yudis cemburu.

Bagas mendekatkan wajahnya ke wajah Dewantii dengan tengil.

BAGAS

Masa? Bukannya kamu yang cemburu, nih?

Dewanti meninju lembut bahu Bagas sambil tersenyum malu, lalu menoleh ke Yudis dengan tatapan sungguh-sungguh.

DEWANTI

Boleh ya, aku periksa Ratri, istrimu?

Yudis serba salah. Matanya bergerak acak lalu mengangguk.

YUDIS

Ya, udah. Periksa aja. Terima kasih, ya.

CUT TO


57. INT. KAMAR RARA - RUMAH RIO — MALAM

Rara membukakan pintu dan bergegas masuk bersama Dewanti yang mengikutinya dari belakang lalu menutup pintu. Mereka duduk di tepi ranjang menghadap Ratri yang menoleh lemah.

RARA

Teh Ratri, kenalkan ini sepupuku, Dewanti.

Dewanti mengulurkan tangan. Ratri menyalami ramah.

RATRI

(Lemah) Ratri ....

RARA

Kebetulan, dia teman Kang Yudis juga.

Ratri mengernyitkan kening sambil mengingat-ingat sesuatu.

RATRI

(Parau) teman?

RARA

Iya. Kalian belum pernah ketemu, ya?

Rara menatap Ratri dan Dewanti bergantian dengan penuh tanya. Ratri dan Dewanti menggeleng. Ratri memicingkan mata berfokus menatap bola mata Dewanti dan menyadari siapa dia.

INSERT:

FLASHBACK

Ratri memandangi mata perempuan dalam sobekan lukisan Yudis yang disatukan dan membandingkan dengan matanya di cermin.

END FLASHBACK

DEWANTI

Permisi, saya periksa dulu ya, perutnya.

Buru-buru Ratri menahan telapak tangan Dewanti yang sudah di atas perutnya dan menoleh dengan penuh harap ke Rara.

RATRI

 Rara, bisa keluar sebentar? Aku malu.

RARA

(Sedikit geli) ah, Teh Ratri ini. Sesama cewek kok malu. Ya, udah. Pergi dulu, ya.

Rara melambaikan tangan sambil tersenyum meski masih ada kekhawatiran di matanya. Dia keluar dan menutup pintu. Dewanti tersenyum ke Ratri lalu mulai meraba dan sesekali menekan lembut perut Ratri. Dewanti terkejut tapi ragu. Ratri jadi ikut cemas dan menunggu penjelasan Dewanti.

CUT TO


58. INT. RUANG TENGAH - RUMAH RIO — MALAM

Dewanti keluar dari kamar Rara. Dengan wajah yang sangat kalut, dia perlahan berjalan menghampiri tempat Yudis.

DEWANTI

Ratri harus segera ditangani medis, Dis. Sepertinya, perutnya sempat terbentur. Aku khawatir, plasenta janinnya terlepas.

Semua undangan yang mendengar terkejut. Yudis berdiri berusaha menenangkan sambil melirik cemas ke arah dapur.

YUDIS

(Berbisik) tolong, tolong semuanya! Jangan sampai berita ini terdengar ibu saya dulu.

Para undangan berusaha duduk tenang dan saling mengangguk.

DEWANTI

Aku bawa Ratri keluar, ya. Kamu siapkan kendaraan dulu, Dis. Please, ini urgent!

Dewanti masuk kamar Rara. Yudis masih berdiri mematung karena bingung. Rio yang gemas segera menepuk bahu Yudis.

RIO

(Setengah berbisik) Bro! Ayo, siapin!

Dewanti keluar dari kamar Rara sambil memapah Ratri yang berjalan terseok-seok sambil menunduk memegangi perut. Dewanti menenangkan dan menyemangati Ratri dengan lembut.

DEWANTI

(Berbisik) Ayo, Ratri. Itu suamimu. Sebentar lagi, kamu akan ditangani medis.

Setelah dekat dengan para undangan, Dewanti tersenyum.

DEWANTI

Nah, sudah sampai, kan? (Jeda) Oh, iya. Kenalkan, ini calon suamiku. Bulan depan, kami akan menikah. Jangan lupa datang, ya!

Ratri mengatupkan kedua telapak tangan di dada dan susah payah mengangkat sambil tersenyum ke Bagas yang berdiri di depannya. Namun, sontak dia terkejut dan menurunkan tangan.

RATRI

(Parau seperti tercekik) Bagaspati!

Bu Farida tergopoh-gopoh datang mendengar jeritan Ratri. Yudis dan Dewanti kaget menatap Ratri yang terus memandang Bagas dengan sorot tajam. Bagas terlihat salah tingkah. Dewanti berusaha bersikap tetap ramah meski penasaran.

DEWANTI

(Bingung) sudah kenal rupanya, ya.

RATRI

(Suara lemah dengan sorot mata kesal) Ya, tentu. Dia ... dia ... yang ....

Tangis Ratri pecah tak terbendung. Dia terisak-isak sambil terus memukuli perut. Dewanti menahan tangan Ratri dan Rara segera memegangi bahu Ratri dari belakang sambil menangis. Bu Farida menghambur memeluk Ratri dengan sangat cemas.

BU FARIDA

Astagfirullah …! Kenapa, Neng? Tenang …

Ratri sesenggukan di bahu Bu Farida yang terus mengelus kepala Ratri sambil memandang penuh tanya ke sekeliling. Napas Bu Farida mulai tersengal-sengal, bersusulan dengan napas Ratri yang mengeluh kesakitan. Ratri memegangi perut dan perlahan melihat ke bawah. Tampak darah mengalir pelan melewati telapak kakinya dan menodai lantai. Dewanti panik.

DEWANTI

Kak Bagas, tolong pinjemin mobil Papa buat angkut Ratri! Kakak yang setir, bisa kan?

Bagas menghela napas panjang sambil membuang pandangan. Rio yang gemas melihat reaksi Bagas pun maju mendekati Dewanti.

RIO

Ah, udah deh! Pakai mobilku aja, Kak!

Bu Farida mendadak terkulai lemas dan langsung ditangkap Dewanti dengan sigap. Ratri masih dipegangi Rara yang terus menangis tak percaya apa yang terjadi dari tadi. Yudis langsung bergerak menggantikan Dewanti memeluk Bu Farida.

YUDIS

(Cemas) Tolong! Bantu bawa Ibu ke mobilku!

Rio segera meraih kaki Bu Farida dan bersama Yudis membopong keluar. Dewanti memberi isyarat Bagas agar membopong Ratri dibantu Pak Jovan. Bagas terpaksa menurut.

CUT TO


59. INT. RUANG IGD - RUMAH SAKIT — MALAM

Yudis terpekur di sebelah ranjang Bu Farida, memandangi cemas segala aksi dokter jaga yang memeriksa kondisi ibunya. Di ranjang sebelah yang berbatas tirai, tampak Ratri sedang ditangani dokter perempuan sambil ditunggui Dewanti. Dewanti melongok ke ranjang Bu Farida dan menatap Yudis sambil menggeleng-geleng, lalu beralih menoleh ke Ratri dengan pandangan penuh simpati. Namun, sorot matanya berubah nanar dan menyimpan rasa sakit hati. Bagas menghampiri Dewanti, memegangi kedua bahunya dari belakang.

BAGAS

(Berbisik acuh tak acuh) pulang, yuk! Ngapain di sini? Kamu kan, enggak lagi bertugas. Dan mereka bukan pasienmu. Saudara juga bukan, kan? Cuma teman biasa.

Dewanti membalikkan badan dan menatap Bagas penuh kecewa. Dia menyentak langkahnya keluar ruangan diikuti Bagas.

CUT TO


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar