Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
Suka
Favorit
Bagikan
3. Hati yang Tersakiti

28. INT. KAMAR DEWANTI – RUMAH DEWANTI — MALAM

Dewanti mencoba memakai celana panjang, tetapi kakinya tak memungkinkan. Dia pun memilih gaun di lemari. Usai berdandan, Dewanti membuka berita sebulan lalu di portal daring. Tampak foto Yudis dan Ratri disertai kalimat: “Keluarga besar Pondok Pesantren Al Ilma mengucapkan selamat atas pernikahan Yudisthira dan Syiwaratri. Semoga senantiasa menjadi keluarga Sakinah Mawaddah wa Rahmah.”

Dewanti terkulai lemah. Dia akan meletakkan ponsel, tetapi segera dikejutkan deru mobil yang berhenti di depan rumah.

CUT TO


29. EXT. PARKIRAN – KAFE — MALAM

Bagas memperlambat laju mobil lalu memarkirnya depan kafe.

BAGAS

(Lega) Nah, kita sudah sampai!

Wajah Dewanti berubah sendu melihat kafe itu.

CUT TO FLASHBACK


30. INT/EXT. KAFE — MALAM

MONTAGE

A. Dewanti menyeberang jalan setengah berlari menuju bangunan dengan papan nama Caffee n Music.

B. Begitu Dewanti membuka pintu, Yudis menyambutnya dengan senyum dan tatapan penuh cinta.

C. Dewanti dan Yudis duduk berhadapan. Dewanti yang sedang menyisir rambut dengan jari tiba-tiba terdiam menatap Yudis dengan mata sedikit disipitkan.

D. Yudis tampak sangat sedih dengan sebutir air mata menetes dari mata kirinya.

E. Dengan mata sembab, Dewanti bilang, “Tolong, jangan tinggalkan aku” dan kembali menangis.

FLASHBACK CUT TO


31. INT/EXT. MOBIL BAGAS - PARKIRAN - KAFE — MALAM

Air mata mengendap di kedua sudut matanya. Bagas yang tak menyadari segera turun membukakan pintu untuk DEWANTI dan mengulurkan tangan secara sopan dengan tubuh setengah membungkuk.

BAGAS (CONT’D)

(Bercanda) Silakan turun, Dewanti Sang Dewi Penawan Hati. Hamba siap melayani.

Dewanti memejamkan mata agar tangisnya tak jatuh. Dia menguatkan hati dengan menarik napas dalam, lalu tersenyum ke Bagas dan membiarkannya menggandeng memasuki kafe itu.

CUT TO


32. INT. KAFE — MALAM

Bagas memilih tempat paling pojok dengan pencahayaan remang-remang. Dewanti menurut sambil terus menguatkan hati. Mereka duduk berhadapan. Bagas memandangi Dewanti.

BAGAS (CONT’D)

(Menggoda) Kok, dari tadi diam aja, sih? Hem, kamu suka ya, menikmati tempat ini? (Memandang sekeliling) memang romantis.

Dewanti menatap Bagas penuh ragu dan memaksakan senyum. Seorang PELAYAN bercelana jeans dan kaos merah menghampiri lalu menyerahkan daftar menu. Bagas membaca dengan saksama lalu memperlihatkannya ke Dewanti untuk ikut membaca.

 BAGAS (CONT’D)

Kamu makan dan minum apa malam ini, De?

DEWANTI

(Terbata-bata) Samain aja, Dok. Eh, Kak.

Dewanti menunduk menyembunyikan wajah yang basah oleh air mata. Cahaya remang-remang membuat Bagas tak melihatnya. Bagas malah jelalatan memandangi pelayan kafe yang cantik.

Pesanan datang. Dewanti diam-diam menyeka air mata dan mengangkat wajah. Bagas menggeser duduk mendekati Dewanti.

BAGAS

Ayo, sambil diminum, De! (Bercanda) ini bukan anggur. Jadi, jangan dianggurin.

Dewanti mencoba tersenyum di tengah kalutnya pikiran. Dia berusaha terlihat biasa di depan Bagas yang mencicipi menu.

BAGAS (CONT’D)

Hem, ini kayanya enak, nih. Ayo, cobain!

Dewanti mengangguk kecil dan meraih gelas lalu meminumnya. Dia memainkan sedotan sambil menatap ke depan. Tampak Arya dan DUA PRIA menenteng gitar akustik naik pentas.

DEWANTI

(Kaget) Arya! Sejak kapan dia nyanyi?

BAGAS

(Mengunyah sisa makanan di mulut) apa, De?

DEWANTI

Kak Bagas ingat temenku yang di rumah sakit? Itu dia sekarang di atas pentas!

Bagas tiba-tiba berdiri membuat Dewanti memandang heran.

DEWANTI (CONT’D)

Mau apa, Kak? Kak Bagas mau ke mana, sih?

BAGAS

(Tersenyum) kamu tunggu sebentar aja, ya.

Dewanti makin heran melihat Bagas naik pentas dan berbisik ke Arya yang sedikit kaget tapi segera bisa kembali tenang. Bagas turun dan duduk di sebelah Dewanti sambil tersenyum.

DEWANTI

(Penasaran) Ngapain sih, kalian ini?

Di atas pentas, Arya dan kedua temannya duduk di kursi bulat. Masing-masing menghadap mikrofon. Arya melambaikan tangan ke Dewanti dengan senyum. Dewanti membalas.

ARYA

Selamat malam para pengunjung. Selamat menikmati menu istimewa dari Caffee n Music. Kami akan mencoba menambah keindahan malam ini dengan lagu cinta.

Tepuk tangan pengunjung terdengar a la kadarnya bergema.

ARYA (CONT’D)

Barusan ada Bung Bagas yang berbisik meminta saya menyanyikan lagu spesial untuk wanita tercintanya. (menunjuk) Ya, yang cantik memesona di ujung sana.

Para pengunjung menoleh ke Dewanti yang mengerutkan kening dengan tatapan penuh tanya ke Bagas yang tersenyum-senyum.

ARYA (CONT’D)

Baiklah. Izinkan saya membawakan lagu ciptaan sendiri yang berjudul “Akulah yang terbaik untukmu”. Semoga Anda semua suka.

Arya memetik gitar diiringi kedua temannya yang saling mengisi membentuk intro yang sangat memukau para pengunjung. Arya menghayati dengan begitu tulus dan dalam.

 ARYA (CONT’D)

(Bernyanyi)
Doa-doa terindahmu dalam hati yang khusyu. Entah menjelma aku. Ataukah masih menjadi sebuah rindu yang harus kau tunggu.
Semoga Aku adalah jelmaan doa-doa tulus. Yang selalu kau pinta sungguh-sungguh. Namun jika bukan.
Bagaimana jika aku mencintaimu sebentar saja? Sebelum matahari tenggelam dan kau pulang. Hanya sebentar saja. Sebatas dua jarak mata memandang.
Jika pun tak mampu kumiliki cintamu, maka akan kucintai kau dari sini. Sepenuh hati hingga aku mati.

Dewanti terpaku mendengarnya. Bagas mendekat dan berbisik.

BAGAS

Memang indah lagunya. Seindah perasaan cintaku padamu, De. Would you be mine?

Dewanti terkejut dan menoleh jengah ke sekeliling kafe.

DEWANTI

(Tidak nyaman) Maaf, Kak. Aku enggak bisa.

BAGAS

Kenapa? Kamu masih malu karena tadi menjadi perhatian banyak orang, ya?

DEWANTI

Aku butuh proses untuk memastikan perasaan ini. Jika mau bersabar, silakan menunggu. Jika tidak, itu terserah Kakak.

Bagas hanya bisa mengangguk sambil menghela napas berat. Diam-diam dia melirik Dewanti dengan sebuah tekad bulat.

CUT TO


33. INT. KAMAR – RUMAH YUDIS — MALAM

Ratri masuk dan memaksakan senyum ke Yudis yang duduk di tepi ranjang dan langsung melengos membelakanginya.

YUDIS

Dari mana kamu? Malam begini baru naik.

RATRI

Eh, dari kamar Ibu. Memastikan Beliau sudah tidur nyaman, A’. (Jeda) Ada apa, A’? Apa Aa butuh sesuatu, mungkin?

YUDIS

(Tersenyum sinis) Heh, kamu memang pintar mengambil hati orang, ya. Pantas aja ada yang enggak tahan ingin meniduri kamu.

RATRI

(Terkesiap dan menjerit tertahan) Aa’!

Yudis bangkit dari duduk dan menoleh kesal ke Ratri.

YUDIS

Katakan! Siapa ayah janin itu? Biar kubunuh dia sekarang juga di hadapanmu!

Ratri menangis tergugu-gugu. Dia menggeleng tanpa kata.

YUDIS (CONT’D)

(Mencibir) Lindungi aja terus kekasih pujaanmu itu. Sungguh tidak tahu malu!

RATRI

(Lirih bergetar) Bukan begitu, A’ ....

YUDIS

(Memotong) Kamu masih mau mungkir? Harus berapa dokter lagi yang kita datangi agar kamu percaya bahwa itu bukan anakku, ha?

Yudis bangkit meraih rokok dan segera ditahan Ratri.

RATRI

(Terisak) Mau ke mana, A’? Jangan pergi. Nanti Ibu bisa berpikir yang tidak-tidak.

Yudis menarik kasar tangannya dan menatap tajam ke Ratri.

YUDIS

(Mengancam) Jangan berani-berani mengganggu! Tak sudi aku tidur denganmu!

Yudis berjalan menuju balkon dengan langkah menghentak.

CUT TO


34. INT/EXT. BALKON – RUMAH YUDIS — MALAM

Dari balik jendela, tampak Ratri tertidur dengan punggung melengkung dan sebagian wajah kuyunya dibenamkan ke bantal yang basah. Puntung rokok berserakan. Tiga botol minuman berenergi tergeletak di meja sudut kecil, sebagian ada yang dibiarkan tumpah. Yudis duduk di sampingnya memainkan kuas di kanvas. Sesekali dia menghela napas dalam dan berat. 

Di kanvas, tampak goresan kasar sebentuk wajah perempuan bermata cokelat berambut panjang sedang tersenyum kaku yang langsung ditimpa Yudis dengan tanda tanya besar. Tangan Yudis terus bergerak sesukanya tanpa tahu melukis apa. Setelah jenuh, perlahan dirobeknya kertas kanvas itu dengan gemetaran diiringi deraian air mata yang sulit berhenti.

CUT TO


35. INT. RUANG MAKAN – RUMAH YUDIS — PAGI

Ibu Farida meletakkan roti lapis di meja. Yudis yang baru datang langsung mengambil. Ibu Farida menepis tangan Yudis.

IBU FARIDA

Eh, main comot pisan. Panggil dulu Si Neng! Suruh sarapan bareng di sini.

YUDIS

Ah, Ibu aja, deh. Aku buru-buru, nih.

IBU FARIDA

(Heran) Mau ke mana sih, pagi-pagi begini?

YUDIS

Ke galeri yang baru kusewa itu, Bu. Mau aku beresin biar bisa segera launching.

IBU FARIDA

Itu sih, masih bisa menunggu satu dua jam.

Yudis menggeleng dan tergesa-gesa menggigit roti di tangan.

YUDIS

(Mulut penuh) Hem, enggak, Bu. Aku berangkat sekarang aja. Asalamualaikum.

Yudis menyalami Ibu Farida, terburu-buru meneguk jus jeruk di gelas, lalu melambai pergi. Ibu Farida hanya menggeleng.

IBU FARIDA

Wa alaikumusalam warahmatullah, Yudis.


CUT TO


36. INT/EXT. BALKON – RUMAH YUDIS — PAGI

Ratri membereskan sobekan kanvas dan penasaran dengan lukisan Yudis. Ratri menyatukan potongan itu dan tertegun melihat hasilnya seolah tak percaya. Bergegas dia masuk kamar dan kembali ke balkon membawa sebuah cermin muka di tangan.

Ratri membandingkan wajah di lukisan dengan wajahnya. Dirabanya kelopak matanya yang sayu dan beralih ke kelopak mata perempuan dalam lukisan yang bulat, lalu menggeleng sedih dan jatuh terduduk di kursi mulai menangis diam-diam.

Ratri memandangi perut yang mulai membuncit lalu diurutnya ke bawah dengan penuh emosi seolah ingin melepaskan dari tubuh. Napas Ratri menderu-deru bercampur tangis. Sesaat kemudian, Ratri berhenti kelelahan dan tersadar. Tangisnya makin pecah tanpa suara sambil memeluk dan mengelus perut.

IBU FARIDA (O.S)

Ratri! Ayo, turun! Sarapan dulu, Neng!

RATRI

(Berteriak parau) Eh, iya, Bu! Sebentar!

Ratri menyeka air mata dan buru-buru membersihkan balkon. Terdengar Ibu Farida batuk-batuk makin keras dan sering. Ratri cemas. Dia meninggalkan pekerjaan dan bergegas masuk.

CUT TO


37. INT. RUANG MAKAN – RUMAH YUDIS — PAGI

Ratri buru-buru menghampiri Ibu Farida yang duduk dengan napas tersengal. Dia mencoba memijit-mijit bahu Ibu Farida.

RATRI

(Sangat cemas) Ibu kenapa? Ibu sakit lagi?

IBU FARIDA

(Berusaha mengatur napas) Ah, enggak apa-apa, kok. (Jeda) (Mengeluh) suamimu, si Yudis itu, ya ... sepagi ini sudah pergi ....

Ibu Farida memegangi dada sambil meringis. Ratri makin cemas. Ratri memeluk dan menggandeng Ibu Farida.

RATRI

Ibu istirahat di kamar aja ya, Bu. Yuk!

Ratri berusaha memapah Ibu Farida. Baru dua langkah, Ibu Farida limbung hampir terjatuh tetapi ditangkap Ratri.

RATRI (CONT’D)

(Setengah berteriak cemas) Ibu kenapa?

Ibu Farida tak menjawab dan langsung pingsan. Ratri sangat panik dan kepayahan mencoba mendudukkan Ibu Farida di sofa.

 RATRI (CONT’D)

(Berteriak panik) Mang Dadang! Tolongin!

Mang Dadang datang dan langsung panik melihat Ibu Farida.

MANG DADANG

Waduh! Bu, Bu! Bangun, Bu! Kenapa, Bu?

RATRI

(Sangat cemas) Tolong bawa Ibu ke mobil ya, Mang. Kita ke rumah sakit aja.

MANG DADANG

Wah, iya, Neng! Mamang baru mau bilang.

Ratri membantu Mang Dadang memapah Ibu Farida keluar hingga pintu saja karena kelelahan dan memilih menghubungi Yudis. Telepon berdering cukup lama tak diangkat. Ratri jadi makin cemas.

PARALEL CUT


38. INT/EXT. MOBIL YUDIS — PAGI

YUDIS yang sedang menyetir mobil melirik malas ke ponsel yang menampilkan nama Ratri. Setelah terputus dan berdering lagi, Yudis terpaksa mengangkat.

RATRI (V.O)

Asalamualaikum. A’, Ibu kambuh. Ini mau kubawa ke rumah sakit sama Mang Dadang.

Yudis terkejut dan buru-buru membanting setir ke kiri dan mengerem karena hampir menabrak mobil di depannya.

YUDIS

(Cemas) Apa? Kambuh? (Geram) Kamu sudah bilang apa ke Ibu sampai kambuh begini?

Ratri menggeleng-geleng hampir menangis dan menutup ponsel. Dia berlari keluar. Tampak dari kaca jendela, Ratri memasuki mobil yang segera melaju dikemudikan Mang Dadang.

CUT TO


39. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — PAGI

Yudis bergegas masuk mendapati ibunya tergeletak di atas ranjang dengan mata terpejam. Di sampingnya, Ratri duduk tertunduk. Terlihat bahunya bergerak-gerak menahan tangis.

YUDIS

Ini semua pasti karena ulahmu, Ratri!

Ratri mengangkat wajah, menatap suaminya dengan lelah.

RATRI

(Lembut) Ibu tiba-tiba pingsan, Aa ....

YUDIS

Alah! Jangan bohong! Pasti kamu mengatakan sesuatu yang bikin Ibu kaget, kan?

RATRI

(Memelas) Demi Allah, Aa. Neng enggak bilang apa-apa ke Ibu. Justru Aa yang ....

Yudis menampar pipi kiri Ratri yang sembab. Ratri terhuyung hampir jatuh andai tak berpegangan ranjang. Hati Ratri sangat hancur dan terguncang hebat tak menyangka. Ratri mundur beberapa langkah dengan tatapan sangat ketakutan.

Yudis menatap ibunya. Dia duduk di tepi ranjang sambil memegang tangan Ibu Farida dengan wajah sendu dan menangis. Ibu Farida pelan menggerakkan jari tangan dan membuka mata.

IBU FARIDA

(Sangat lemah) Yudis ... kamu di sini, Nak?

Yudis segera mengangkat wajahnya yang jadi cerah dan haru.

YUDIS

(Lega) Alhamdulillah, ibu sudah sadar.

IBU FARIDA

Kamu yang tadi bawa Ibu ke rumah sakit?

Yudis menggeleng lemah merasa bersalah. Ibu Farida heran.

IBU FARIDA (CONT’D)

Lalu siapa? (Jeda) Ratri ... Mana Ratri?

RATRI

(Tersenyum menyeka air mata) Di sini, Bu.

IBU FARIDA

(Haru) Jadi kamu yang bawa Ibu ke sini? Maaf ya, Ibu sudah merepotkanmu tadi. Neng memang istri dan menantu yang baik sekali.

Ibu Farida tersenyum dan memegang tangan Ratri. Ratri balas tersenyum. Yudis terdiam dan melirik penuh sesal ke Ratri.

IBU FARIDA (CONT’D)

(Heran) Kenapa pipimu merah begitu, Neng?

Ratri tersadar dan tersenyum gugup sambil mengelus pipi.

RATRI

Eh, enggak apa-apa, Bu. Cuma ... gatal, kok.

Dokter Haura masuk. Yudis dan Ratri memberi ruang sambil mengangguk hormat. Dokter memeriksa jantung Ibu Farida.

DOKTER HAURA

(Tersenyum ramah) Alhamdulillah sudah bangun, Bu. Apa yang Ibu rasakan sekarang?

IBU FARIDA

Alhamdulillah sudah lebih baik kok, Dok.

DOKTER HAURA

Sudah berapa lama Ibu tidak minum obat?

IBU FARIDA

(Berpikir sejenak) Mm ... Dua minggu, Dok.

DOKTER HAURA

Kalau Ibu mau sehat sepenuhnya, jangan berhenti minum obat sebelum saya suruh, ya. Jaga pola makan dan jangan stres.

IBU FARIDA

Baik, Dok. Saya akan ikuti nasihat Dokter.

Dokter Haura tersenyum bijak lalu menoleh ke Yudis.

DOKTER HAURA

Biar Ibu Farida dirawat dulu di sini, ya. Jika hingga dua hari jantung Beliau tak kambuh lagi, baru saya izinkan pulang.

YUDIS

Terserah Dokter, bagaimana baiknya saja.

DOKTER HAURA

Ya sudah. Saya pamit dulu. Setelah ini, Ibu Farida sarapan dan minum obat, ya.

RATRI

(Mengangguk) baik, Dok. Terima kasih.

Dokter Haura keluar ruangan. Perawat masuk membawa makanan dan obat. Ratri segera menyuapi Ibu Farida dengan penuh kasih. Setelah sarapan, Ratri menyeka mulut Ibu Farida denga hati-hati. Yudis hanya diam dan menatap hambar. Dia memalingkan muka melemparkan pandangan ke jendela.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar