Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1. Int. Rumah Sakit-Ruang Inap-Siang
Guzel terbaring di rumah sakit. Matanya terbuka secara perlahan. Ia merintih karena rasa sakit di kepalanya. Di sebelahnya, Sakti yang tertidur di atas kursi terbangun.
GUZEL
Lo?
Sakti meraih kaca matanya di atas meja, lalu dipakainya.
SAKTI
Kamu sudah bangun?
Guzel mengangguk pelan. Tidak lama seperti itu, ia merasa ada yang mengganjal di wajahnya. Hendak diusapnya, namun Sakti buru-buru melarangnya.
SAKTI (V.O)
Jangan!
Guzel kaget.
SAKTI (CONT’D)
Kata suster, biar dokter saja yang membersihkannya.
GUZEL
Gue di rumah sakit? Kok bisa?
SAKTI
Saya nemuin kamu pingsan di kamar.
Guzel terlamun, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya hingga ia bisa sampai di rumah sakit.
GUZEL
Lo udah berapa lama di sini?
SAKTI
Tiga hari
GUZEL
(kaget)
Tiga hari?
SAKTI
Beberapa kali kamu sempat bangun, tapi... kamu sering berontak.
Makanya, suster sering kasih kamu obat penenang.
Guzel tercenung lagi, merasa heran dengan apa yang ia alami sendiri.
GUZEL
Tiga hari lo di sini nemenin gue?
Sakti mengangguk. Terlihat senyum di wajah Guzel.
GUZEL (CONT’D)
Lo bawa gue ke sini pake apa?
SAKTI
Mobil kamu
GUZEL
Gue kira lo nggak bisa bawa mobil
SAKTI
Bisalah. Setahun sebelum kuliah, saya supirin Pak Gandhi,
temannya papa dulu, pejabat di sini.
Beliau juga yang membantu saya untuk bisa berkuliah.
Guzel mengangguk paham.
GUZEL
Sakti... Gue minta maaf, ya.
SAKTI
Kenapa?
GUZEL
Yang waktu itu, di rumah gue.
SAKTI
Oh, saya tidak marah. Sudah lama juga berlalu.
Guzel tersenyum, merasa semakin besar rasa bersalahnya setelah melihat ketulusan hati Sakti. Sesaat kemudian, Guzel merasakan gatal di wajahnya. Ia mencoba menahannya
GUZEL
Sakti... lo kalau mau pulang dulu bawa aja mobil gue, nggak apa-apa.
Kasihan, ntar orang tua lo khawatir di rumah.
SAKTI
Kamu nggak apa-apa sendiri?
GUZEL
Nggak apa-apa. Udah biasa.
Sakti mengangguk. Ia beranjak dari duduknya.
SAKTI
Kalau begitu, saya pamit dulu, tidak lama.
Nanti sore, saya pasti udah di sini lagi.
Sakti meninggalkan ruangan
2. Int. Rumah Sakit-Lorong-Siang
Sakti keluar dari ruangan inap. Ia berjalan melewati lorong menuju ke arah dua perawat yang sedang bertugas di ujung lorong.
Dua perawat tersebut menyambutnya dengan tersenyum. Dilihat dari name tag-nya, dua perawat tersebut bernama Vera dan Yuli (25 & 27 tahun)
SAKTI
Suster, saya mau pamit pulang sebentar. Nanti sore saya balik lagi.
Tolong jagain Guzel sementara itu ya, Suster.
SUSTER YULI
Tentu, Pak. Sudah kewajiban kita.
Sakti tersenyum, lalu beranjak pergi. Seiring dengan itu, Suster Vera berjalan menuju ruangan Guzel.
3. Int. Rumah Sakit-Ruang Inap-Siang
Guzel terlihat gelisah akibat rasa gatal di wajahnya. Digaruknya pelan-pelan. Namun, tiba-tiba...
SUSTER VERA
Jangan digaruk, Nona. Itu memang reaksi dari pembersihan luka di wajah Nona.
GUZEL
(gelisah)
Tapi gatal banget, Sus.
Terdengar suara sepatu memasuki ruangan. Seorang dokter wanita yang diketahui bernama dokter Risa. Langkahnya anggun dan pelan. Ia tersenyum ke arah Guzel. Seiring dengan itu, Suster Vera hendak beranjak keluar.
GUZEL
Suster... saya boleh tolong ambilkan cermin
Suster Vera mengangguk, lalu beranjak keluar.
4. Int. Rumah Sakit-Lorong-Siang
Suster Yuli sedang menulis sesuatu di atas mejanya ketika Suster Vera datang.
SUSTER VERA
Yul, tolong ambilin cermin dong di laci bawah.
SUSTER YULI
Buat apa Ver?
SUSTER VERA
Itu, buat nona Guzel, sepertinya dia udah nggak sabar
pengen lihat wajah cantiknya kembali.
Suster Yuli menghentikan pekerjaannya, lalu membuka laci bawah meja.
SUSTER YULI
Iya ya. Dia kok sampai tega gitu ya melukai wajahnya sendiri.
Apa karena masih trauma akan kematian orang tuanya?
Padahal dia cantik banget loh, Ver. Aku aja pengen punya wajah kayak dia.
Untung aja ya, lukanya nggak dalam dan nggak perlu dijahit.
Kalau nggak, kan sayang muka mulus gitu ada bekas luka, apalagi bekas jahitan.
Suster Yuli menemukan cermin, lalu menyerahkannya kepada Suster Vera.
SUSTER YULI (CONT’D)
Terus lagi, aku juga heran. Tiap bangun gitu suka teriak nggak jelas,
dan... aneh gitu ya. Apa jangan-jangan...
SUSTER VERA
Hush! Kamu itu masih saja hobi bergosip.
Suster Yuli cengengesan.
SUSTER YULI
Maklum, cewek Ver. Kayak kamu nggak aja.
SUSTER VERA
Tapi tidak separahmu!
Suster Vera berlalu meninggalkan Suster Yuli yang kembali melanjutkan pekerjaannya. Di jalan menuju ruang inap, Suster Vera berpapasan dengan Dokter Risa.
DOKTER RISA
Sus, di mana saya bisa dapat kontak lelaki yang kemarin menemani nona Guzel?
SUSTER VERA
Oh, suster Yuli punya data-data pasien, Dok
DOKTER RISA
Oh, oke. Terima kasih, Sus.
Suster Risa melanjutkan langkahnya menuju ruang inap Guzel. Dokter Risa melanjutkan langkahnya menuju suster Yuli.
DOKTER RISA
Sus, mengenai nona Guzel, apakah kita memiliki kontak laki-laki yang kemarin menemaninya?
Sebab saya butuh berbicara empat mata dengannya...
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari ruangan Guzel. Dokter Risa dan Suster Yuli kaget. Mereka bergegas menuju ruangan Guzel.
5. Int. Rumah Sakit-Ruang Inap-Siang
Guzel mencongkong memandangi cermin pecah yang tergeletak di atas lantai. Ia hendak mengambil salah satu puing yang pecah, Dokter Risa segera menepis tangannya, lalu membawanya ke atas kasur. Guzel mencoba melawan. Suster Vera dan Suster Yuli membantu Dokter Risa.
CUT TO:
6. Int. Rumah Sakit-Ruang Dokter-Sore
Sakti dan Dokter Risa duduk berhadap-hadapan. Di antara mereka terdapat sebuah meja.
DOKTER RISA
Cairan penenang seperti itu sebenarnya tidak wajar diberikan ke dalam tubuh pasien.
Dosis yang berlebihan akan memberikan dampak negatif lain bagi tubuh pasien.
Pasien bisa menjadi ketergantungan sehingga berakibat fatal bagi emosinya,
atau bahkan gangguan pernafasan, sering pusing-pusing atau bisa jadi parasomnia
atau yang lebih dikenal dengan sleep walking
Sakti mendengarkan penjelasan Dokter Risa dengan serius.
DOKTER RISA (CONT’D)
Sebenarnya gangguan seperti itu masih jauh bagi nona Guzel,
tapi tidak menutup kemungkinan jika melihat kondisi nona Guzel y
ang tidak menentu seperti ini akan membuatnya lebih banyak
mengonsumsi obat penenang.
Sakti mengangguk-angguk
DOKTER RISA(CONT’D)
Kamu... kekasihnya nona Guzel?
SAKTI
(gelagapan)
Bu... bukan, saya teman sekampusnya
DOKTER RISA
Teman dekat?
SAKTI
Tidak terlalu dekat
DOKTER RISA
Lumayan dekat berarti ya?
Sakti semakin salah tingkah. Merasa heran dengan pertanyaan-pertanyaan Dokter Risa yang tiba-tiba mengarah ke arah hubungannya dengan Guzel.
SAKTI
Sebenarnya, saya merasa bertanggung jawab saja dengan keselamatan
dia sebab saya sendiri yang menemukannya dalam keadaan pingsan
DOKTER RISA
Kamu tahu apa yang membuat nona Guzel memutuskan untuk menyakiti dirinya sendiri?
Semacam trauma atau gangguan psikologis terhadap apa yang ia alami akhir-akhir ini.
Sakti mencoba mengingat-ingat kembali.
SAKTI
Saya tidak terlalu tahu, Dok. Seingat saya, ketika pertama kali saya bertemu dengannya,
dia seorang gadis yang tidak terlalu peduli dengan sekitarnya,
mungkin... terkesan sedikit sombong. Tapi, beberapa kali juga dia terlihat ceria
bahkan waktu itu baru beberapa minggu setelah orang tuanya meninggal.
DOKTER RISA
Lalu siapa orang terdekatnya di sini selain kamu?
Sakti menggeleng.
DOKTER RISA (CONT’D)
Tidak ada?
Sakti menggeleng lagi. Dokter Risa menganggguk paham.
DOKTER RISA (CONT’D)
Sakti, nona Guzel sedang mengalami semacam trauma. Depresi lebih tepatnya.
Mungkin memang ada hubungannya dengan kematian orang tuanya.
Kondisi seperti ini jika dibiarkan akan semakin berbahaya.
Bahkan, ia tidak hanya akan melukai dirinya sendiri,
bisa jadi akan berujung dengan tindakan bunuh diri.
Kesehatan mental nona Guzel sedang tidak stabil.
Bisa dibilang dia sedang mengalami gangguan kejiwaan...
SAKTI
(segera menyanggah)
Tidak, Dok. Saya rasa, dia baik-baik saja.
Buktinya, tadi kita masih ngobrol seperti biasa. Tidak ada yang berbeda.
DOKTER RISA
Baiklah, begini saja. Saya tidak bisa menjamin setelah keluar dari sini,
nona Guzel tidak akan melakukan tindakan tersebut lagi.
Kami hanya bisa mengobati luka yang terlihat,
kalau untuk mental dan kejiwaan ada spesialisnya dan kamu orang sini,
saya yakin kamu tahu tempat yang saya maksud.
Sakti terperanjat. Ia memang tahu tempat itu. Di pulau di seberang rumahnya. Dokter Risa menyodorkan sebuah berkas beserta sebuah pulpen kepada Sakti. Sakti meliriknya dan membacanya sepintas.
SAKTI
Tapi, Dok. Saya tidak punya hak untuk ini.
DOKTER RISA
Sakti, saya mengerti posisi kamu. Tapi, saya yakin kamu ingin yang terbaik untuk nona Guzel.
Kamu pasti ingin dia sembuh.
Sakti terlihat cemas. Dengan gemetaran, dia menandatangani berkas pemindahan perawatan tersebut.
DISSOLVE TO: