ACT 1
PART 2
ACCIDENT
SC. 05 EXT. RUMAH AIRA – HALAMAN DEPAN – SIANG
Mama menyirami tanaman. Tak lama berselang, Mbak Diah, seorang wanita berusia empat puluh satu tahun yang tinggal di seberang rumah Aira, berjalan keluar menuju mobilnya. Mamapun menyapa.
MAMA
Eh, Mbak Diah! Udah lama nih gak kelihatan. Apa kabar?
Mbak Diah menunda masuk ke dalam mobil meski telah memegang gagangnya.
DIAH
(Tersenyum ramah) Baik, Bude. Bude juga gimana kabarnya?
MAMA
Alhamdulillah, Bude sekeluarga sehat semua.
Mama mengamati penampilan Mbak Diah yang eyecatching dengan dress selutut berwarna lilac beserta sepatu dan tas branded.
MAMA
Kamu hari ini cantik banget, loh! Mau ke mana, sih?
Dengan tersipu malu, Mbak Diah menjawab.
DIAH
Ah, gak juga Bude. Cuma kelihatan agak mendingan aja karena makeup. Mau kondangan soalnya.
Bertepataan saat mama menjawab, Aira berjalan keluar menghampiri mama.
MAMA
Oh... Kondangan? Sendirian aja?
DIAH
Yah, mau sama siapa lagi, Bude?
MAMA
Kirain udah ada gandengan.
DIAH
Belum ada, Bude.
MAMA
Yang sama Dodit, Dodit, kemarin itu gak jadi?
DIAH
Oh, Mas Dodit? Gaklah kalau sama dia, Bude. Mitra kerja aja.
Aira yang mendapati kelakuan mama, hanya bisa membatin.
AIRA (V.O)
Astaga, mama… Kepo amat, sih!
Berusaha menyudahi interogasi tersebut, Aira menyela percakapan mereka dengan berpamitan kepada mama.
AIRA
Ma, aku pamit dulu, ya!
MAMA
Kakak mau ke mana?
AIRA
Ke café biasa, ketemuan sama Dipa.
Mbak Diah-pun turut berpamitan.
DIAH
Bude, aku juga pamitan, ya! Dah, Aira!
AIRA
Dadah, mbak! Hati-hati, ya!
MAMA
Oh, iya. Hati-hati di jalan!
Mama dan Aira mengiri kepergian Mbak Diah dengan senyuman. Ketika mobil Mbak Diah telah benar-benar tak nampak, Aira berkeluh.
AIRA
Mama suka banget sih ngurusin urusan orang.
MAMA
Emang apa salahnya? Mama itu peduli sama dia.
AIRA
Peduli... Buat jadi bahan gosip pas ngumpul sama ibu-ibu kompleks di tukang sayur, kan?
MAMA
Kakak lagi ‘dapet’? Sensitif banget.
AIRA
Bukannya sensitif, ma. Aku itu gak suka aja kalau...
Mendadak mama memotong pembicaraan.
MAMA
Dari pada kakak nyeramahin mama, mending pikirin gimana hubungan kakak sama Nak Dipa, mau lanjut apa gak? Kalau gak, lebih baik buruan cari yang lain. Biar kakak juga gak berakhir kayak tetangga di depan kita ini.
Mama bergegas meninggalkan Aira sembari menyeret selang air. Sementara Aira hanya menatap geram tanpa berkata-kata. Dia menahan amarah karena dia sadar yang dia hadapi adalah ibunya sendiri.
CUT TO:
SC. 06 INT. MOBIL AIRA - SIANG
Ponsel Aira berdering. Aira menaruh handsfree bluetooth di telinga kirinya lalu mengangkat panggilan dari Dipa.
AIRA (On phone)
Halo! Kenapa, Pa?
CUT TO:
SC. 07 INT. CAFÉ – SIANG
Dipa sedang mengantre di depan kasir sambil menelepon Aira. Dia mengenakan trench coat berwarna cream.
DIPA (On phone)
Lagi ‘dapet’ tah lo? Kok suaranya sewot gitu?
INTERCUT.
AIRA
Entahlah, mungkin bentar lagi. Hari ini udah dua kali gua dapat pertanyaan itu, tahu gak?
DIPA
Awas marah - marah bikin cepet tua, loh...
AIRA
Bodo, mau gimanapun tetep tuaan lo dari pada gua.
DIPA
Iya sih, bener... Ngalah aja deh gua.
Beat.
DIPA
By the way, lo di mana sekarang? Gua udah nyampe, nih.
AIRA
Gua masih di jalan. Baru lepas lampu merah. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi gua nyampe.
DIPA
(Melihat jam di tangan) Hm... Lumayan lama, ya.
Aira tersenyum lebar.
AIRA
Sabar, dong! Lebih sering juga gua yang dateng duluan.
DIPA
Tapi kenyataannnya sekarang kan gua yang duluan.
AIRA
Iya, paham. Bentar lagi juga nyampe, kok.
DIPA
Oke, deh. (Mengamati papan menu) Lo mau pesen apa? Gua lagi berdiri depan kasir, nih.
AIRA
Kayak biasa aja, Pa.
DIPA
Red velvet latte?
AIRA
Em, sama beliin makanan, ya! Apa aja boleh.
DIPA
(Khawatir) Lo belum makan?
Aira sedikit menurunkan kecepatan mobilnya karena hendak menemui lampu merah.
AIRA
Belum, belum sempet tadi. Laper banget, nih.
DIPA
Kebiasaan buruk lo ilangin sih! Sering banget lupa makan, heran! Gak sayang lambung apa?!
AIRA
Iya, maaf... Buru - buru soalnya. Demi nyamperin lo juga, kan!
DIPA
Hmh, malah nyalahin gua. Yang semalam tiba – tiba ganti tempat ketemuan siapa? Udah dibilangin juga, mending ketemuan di rumah lo aja.
AIRA (V.O)
Kalau lo ke rumah, terancam nanggung malu seumur hidup gua!
DIPA
Ra? Kok diem? Halo? Masih di sana?
Suara klakson kendaraan lain membangunkan Aira dari lamunan. Lampu lalu lintas telah berganti hijau, sehingga Aira buru - buru mengoper gigi dan mulai melajukan mobilnya.
AIRA
(Kaget) Oh, iya! Halo?
DIPA
Kalau lagi nyetir jangan ngelamun dong, Ra! Bahaya!
AIRA
Siap, bos! Bentar lagi...
Tiba-tiba mobil Aira bersinggungan dengan sebuah sepeda motor matic.
DIPA
Suara apa itu, Ra?! Halo?! Apa lo baik-baik aja?! Jawab, Ra!
Sambil menepikan mobil ke samping trotoar, Aira mengadu dengan keadaan panik.
AIRA
Dipa... Ada motor nabrak pas gua mau belok! Gimana, nih?!
DIPA
Lo udah di mana sekarang?
Pria dengan helm retro berkacamata menggedor kaca mobil Aira dan berseru.
ABI
Hey! Cepat keluar!
Saking kagetnya, Aira segera memutus sambungan telepon dan langsung keluar dari mobil, menemui orang yang baru saja menabrak mobilnya.
CUT TO:
SC. 08 EXT. TROTOAR – SIANG
Dengan raut wajah penyesalan, Aira mengatakan.
AIRA
Ya ampun, mas... Maaf, ya...
ABI
Maaf sih maaf mbak, tapi coba liat dong! Gara-gara mbak, badan saya jadi lecet-lecet gini! (Menunjukkan lengan dan kaki yang tergores luka).
AIRA
Iya mas, maaf. Kalau gitu, ayo kita ke puskesmas sekarang, bersihin lukanya.
ABI
Ah, enak banget ngomongnya! Mbak tau gak, rencananya saya ini mau pergi ke Taman Mangrove dan ngelamar pacar saya di sana! Cuma karena keteledoran mbak, plan saya berantakan! Baju sama celana saya terlanjur robek dan gak layak buat ketemuan!
Aira yang merasa permintaan maafnya yang tulus tidak dihargai, balik memarahi.
AIRA
(Menyilangkan kedua tangan) Mas juga tahu gak, sebenernya bukan gua yang salah! Karena lo ngebut, lo gak ngeliat lampu sein orang! Jadilah lo seakan ketabrak, padahal lo yang numbur mobil gua duluan!
Pria tersebut ternganga melihat Aira mengamuk. Dia berdecak lalu mengatakan.
ABI
Apa mbak gak punya sedikit rasa malu? Udah salah malah nyalahin orang!
AIRA
Gak usah sok playing victim dan akui kesalahan lo juga!
ABI
Dasar cewek gila!
AIRA
Bahkan lo gak bisa ngeluarin argumen kecuali nyalahin dan ngatain gua, kan?! Itu bukti kalo lo sebenernya sadar terhadap kesalahan lo, cuma terlanjur malu buat ngakuinnya! Makanya dari awal gak usah sok marah-marah gak jelas!
Di tengah perdebatan, mendadak datang dua orang polisi menghampiri.
POLISI 1
Ada apa ini ribut - ribut?
WARGA
Ini pak, ada yang kecelakaan.
AIRA
(Menunjuk pria) Dia ngehantam mobil saya, pak!
ABI
(Kaget dan tak terima) Ih, apa-apaan?! Adanya kamu yang nyerempet motor saya!
POLISI 2
Sudah, sudah... Lebih baik permasalahan ini kita selesaikan di kantor saja, bagaimana? Biar tidak mengganggu lalu lintas dan masyarakat lain.
Keduanya saling menatap tajam, kesal terhadap satu sama lain.
CUT TO:
SC. 09 INT. KANTOR POLISI – RUANG PENYIDIKAN – SIANG
Aira dan pengendara motor tersebut duduk bersebelahan. Sementara di hadapan mereka nampak seorang polisi berpakaian lengkap tengah memandang serius keduanya.
POLISI
(Logat Medan) Coba kalian ceritakan dulu, seperti apa tadi kronologinya?
Aira dan pria tersebut menjelaskaan secara bersamaan.
ABI
Dia nabrak saya! Percaya sama saya, pak! Bapak bisa liat sendiri badan saya lecet-lecet, lengan baju robek, ditambah lagi motor saya ringsek, padahal baru aja selesai cicilannya!
AIRA
Dia ngebut dan gak tahu diri, pak! Udah jelas mobil saya nyalain lampu sein ke kiri, eh dia malah muncul tiba-tiba! Keras banget hantamannya sampai bagian samping mobil saya penyok!
Pak Polisi berusaha menenangkan mereka.
POLISI
Ssst! Sst, sst, sst! Janganlah kalian cakap berbarengan! Pusing aku dengarnya! Gaduh kali suara kalian macam supporter bola, bikin telingaku pekak!
Aira dan pria tersebut sama-sama terdiam. Lalu Aira menundukkan pandangan dan menyampaikan penyesalan.
AIRA
Maaf, pak...
POLISI
Dengan lapang hati, permintaan maaf saya terima. Tapi tolong kali ini kalian lebih kondusif, ya? Bicaralah bergantian. Hargai pendapat orang lain, mengerti?
Aira dan pria berkacamata hitam itu menganggukkan kepala pelan.
POLISI
Jadi sekarang, coba kalian jelaskan ulang. Bagaimana kejadian sebenarnya?
AIRA
Gini loh, pak... Di jalan tadi, pas saya mau belok, dia dari arah belakang ngebut dan malah membentur mobil saya.
ABI
Gak gitu, pak... Kecepatan saya sedang kok, cuma karena mbak ini asal belok aja, tahu-tahu nyerempet motor saya yang jelas-jelas lagi melintas.
Aira menengok pria tersebut dengan tatapan jengkel.
AIRA
Lo gak usah ngeles-lah!
ABI
Loh? Mbak itu yang muter balikin fakta!
AIRA
Apanya yang puter balik?! Orang bener kok apa yang gua bilang!
ABI
Terus kenapa pas baru keluar dari mobil, mbak langsung minta maaf?! Ngerasa salah, kan?!
AIRA
Gua cuma kasihan ngeliat lo! Tapi ternyata lo bukan orang yang patut dikasihanin! Lagi pula, yang namanya minta maaf itu etika dasar! Lo sama Pak Polisi tadi aja gak bilang maaf, kan?! Emang dasar gak ada etika!
ABI
Sembarangan banget mbak! Seenaknya ngomongin orang gak beretika, padahal sendirinya gak ada sopan santun! Dasar cewek gila!
AIRA
Halah, lo! Ngeles aja mulu kayak bajaj!
Pak Polisi menggebrak meja untuk menarik perhatian para biang keributan.
POLISI
Ah, kalian ini benar - benar! Cocok kali kalian buat cekcok! Kunikahkan pula kalian!
Pria tersebut lekas menolak dengan ekspresi mengejek.
ABI
Aku? (Menunjuk ke arah Aira) Nikah sama cewek gila macam dia?! (Mengetuk kepala) Amit-amit, pak! Saya ini udah punya calon istri dan dia jauh lebih hebat dalam segala hal dibanding mbak ini!
Aira tidak membalas olokan itu karena fokusnya teralih pada kehadiran Dipa. Tanpa diduga, Dipa sanggup menemukan keberadaan Aira. Saat tiba, Dipa langsung menepuk pundak pria berkulit putih itu dan menanggapinya sinis.
DIPA
Oh, ya? Sehebat apa wanitamu dibanding seorang mantan atlet taekwondo? Aku berani bertaruh, bukan hanya wanitamu, tapi kamu yang seorang priapun mampu ditumbangkan olehnya dalam sekali pukulan jika dia mau. Jadi jangan macam-macam!
POLISI
Hey, anak muda! Siapa pula kau? Tiba-tiba ikut campur.
Dengan senyuman lebar, Dipa memperkenalkan diri sambil menyerahkan kartu namanya.
DIPA
Saya calon suami dari wanita ini, pak. Nama saya Darpa Dipa Tamawijaya.
Setelah membaca kartu nama yang diberikan, Pak Polisi menjadi lebih ramah. Sementara Aira terkejut setengah mati mendengar pernyataan barusan.
POLISI
Oh... Kau anak Pak Tamawijaya, ya? Pemilik Tama Group itu?
DIPA
Benar, pak. Bapak kenal ayah saya?
POLISI
Woah, bukan kenal lagi, kami sangat akrab! Pak Tama sering menjadi donatur acara-acara di sini!
DIPA
Wah, kebetulan sekali...
POLISI
(Tertawa gembira) Dunia memang sempit, ya!
Beat.
POLISI
Ngomong-ngomong, kau mau apa? Kopi atau teh?
Aira dan pria yang duduk di sampingnya terheran-heran oleh keakraban mendadak tersebut. Sedangkan Dipa menanggapi perlakuan itu dengan santai.
DIPA
Apa saja yang bapak suguhkan, pasti saya minum (tersenyum).
CUT TO:
SC. 10 INT. RUMAH AIRA – RUANG KELUARGA – SIANG
Mama tengah berbaring di sofa sembari sibuk mengotak – atik ponselnya. Kemudian papa menghampiri.
PAPA
Ngapain sih, ma? Seru banget kayaknya.
MAMA
Ini loh, pa... Mama lagi nelusurin media sosial anak temen mama. Nyari informasi sebanyak – banyaknya.
Papa duduk di sofa sebelah mama.
PAPA
Informasi buat apa, ma?
MAMA
Buat apa lagi?! Ya, buat dijodohin sama anak kitalah!
PAPA
Maksud mama dijodohin sama Aira?
Mama mengernyit alis dan memijat pelan pelipis kanannya.
MAMA
Ya sama siapa lagi sih, pa?! Bikin kesel, deh... (beat). Arya kan belum lulus SMA. Masa iya, dia yang dijodohin.
PAPA
Aira-nya udah setuju?
Mama menjawab dengan ekspresi datar.
MAMA
Setuju, kok. Kemarin, selesai makan malam, udah mama paksa. Kakak juga udah janji untuk cuti sehari.
Papa memegang tangan mama untuk mengalihkan perhatiannya dari ponsel.
PAPA
Gak bisa gitu dong, ma. Bagaimanapun, pendapat yang bersangkutan itu penting. Jangan main asal jodohin!
Mama duduk tegap dan menatap papa tajam.
MAMA
Siapa yang asal, pa?! Justru mama ini lagi menyeleksi ketat calon anak temen mama yang mau mama jodohin!
PAPA
Bukan itu poin yang papa maksud, ma...
Mama merajuk.
MAMA
Ah, udahlah! Papa mah gak ngerti!
Mama beranjak meninggalkan papa. Baru beberapa langkah, mama menerima sebuah panggilan.
MAMA
Halo? (beat). Walaikumsalam. Kabar baik kok, jeng. Jeng sekeluarga gimana? Sehat? (beat). Anakmu yang bujang makin ganteng ya kelihatannya (beat). Iya, si Kamal. Tadi gak sengaja ngeliat di instagram, potonya yang pakai seragam gagah banget...
Papa geleng – geleng kepala.
CUT TO:
SC. 11 INT. MAPO GALMAEGI RESTO – DEKAT JENDELA – SIANG
Aira dan Dipa duduk berhadapan di sebuah meja yang berada di pojok ruangan. Di depan mereka telah tersaji berbagai olahan daging yang siap untuk disantap. Sambil menyuapkan makanan ke mulutnya, Aira lantas menyampaikan.
AIRA
Makasih banyak ya, Pa! Hari ini lo benar – benar jadi malaikat penyelamat gua.
DIPA
Harusnya kalaupun kita gak jadi ketemuan di rumah lo, setidaknya izinin gua ngejemput. Kalau aja tadi kita berangkat bareng, gak mungkin gini kan kejadiannya.
AIRA
Iya, gua minta maaf... Tapi buat mampir ke rumah seperti biasa, kayaknya jangan dulu deh, Pa.
DIPA
Ada apa sih memang? Kok tiba – tiba lo terkesan jaga jarak? Udah bosen berteman sama gua?
Aira mengetuk meja dengan jari-jarinya.
AIRA (V.O)
Bukannya gitu... Gua cuma gak bisa biarin lo dipanggil 'mantu' sama mama. Bayangin, bakal secanggung apa nanti kita ke depannya!
Meski dalam hati berkata demikian, yang keluar dari mulut Aira justru berbeda.
AIRA
Gua boleh nambah, kan? Laper banget soalnya.
DIPA
Lihat anak ini, malah mengalihkan pembicaraan!
AIRA
(Memohon dengan manis) Ayolah, please... Ya? Ya?
Dipa mengangkat tangan kanannya untuk memanggil pelayan.
DIPA
Pesen lagi prime beef boneless short rib seporsi, sama tambahan cheese-nya ya, mbak.
PELAYAN
Baik, pak. Mohon ditunggu, ya...
DIPA
(Tersenyum dan menganggukan kepala) Iya, terima kasih.
Aira buru – buru membuka pembahasan baru.
AIRA
Tadi gimana ceritanya? Kok lo bisa tahu gua ada di kantor polisi?
DIPA
Gua samperinlah lokasi terakhir lo. Kata warga di sana, lo udah diboyong aja ke kantor polisi.
AIRA
Terus gimana caranya lo bisa berdamai dengan cowok tengil itu?
DIPA
Pak Polisi yang bantu ngebujukinnya, tugas gua cukup ngasih sedikit kompensasi.
AIRA
Kompensasi ke cowok itu? Berapa?
DIPA
Iyalah, ke cowok itu. Untuk berapanya lo gak perlu tahu, yang jelas tu cowok matre!
Aira menyunggingkan senyuman sinis.
AIRA
(Mengaduk minuman) Ketebak sih, dari sejak dia playing victim. Malah bisa jadi dia sengaja nabrakin motornya ke gua, ya kan?
DIPA
Gak tahu deh, kalau itu. Pokoknya yang jelas, lo jangan lagi berurusan dengan dia! Titik!
AIRA
Ye! Siapa juga yang mau berurusan lagi sama dia?! Males banget...
Aira meminum red velvet latte-nya. Setelah itu kembali berujar.
AIRA
Terus kenapa lo ngajakin gua ketemuan hari ini?
DIPA
Lo nanya ini beneran gak tau apa basa-basi doang, sih?
Sambil mengunyah makanan, Aira mengangkat kedua pundaknya sebagai pertanda ketidak tahuan. Kemudian Dipa mengambil tote bag yang diletakkan di bangku sebelahnya dan memberikannya pada Aira.
DIPA
Nih! Selamat ulang tahun, ya!
AIRA
(Memandangi dengan saksama) Apa ini?
DIPA
Buka aja!
Aira menghentikan kegiatan makannya sejenak dan membuka hadiah yang diberikan. Dia mendapati sebuah kotak perhiasan berbentuk persegi panjang.
AIRA
(Tatapan tak percaya) Kalung?!
DIPA
Mama loh yang milihinnya khusus untuk lo!
AIRA
Beneran?! (beat). Ya, ampun... Mama sweet banget! Makasih banyak, ya!
Aira menatap kagum pada kerlingan kalung berbentuk hati tersebut. Selang beberapa detik, dia berseru.
AIRA
Oh, ya! Jangan lupa sampein juga salam gua buat mama, ya! Besok gua bakal ke rumah lo deh, bawain makanan spesial untuk mama.
DIPA
Mama lagi di Orlando, perjalanan bisnis selama seminggu.
AIRA
Yah, sayangnya (beat). Padahal pengen banget ketemu, kangen...
DIPA
Kalau lo mau ke rumah bawain makanan, gua gak bakal nolak kok.
AIRA
Lo mau gua masakin apa emang?
DIPA
Cumi crispy sama terong balado, boleh?
Aira sedikit memajukan tubuhnya, lalu menopangkan dagu di tangannya. Dia kebingungan.
AIRA
Gak ada permintaan yang lebih spesial gitu?
DIPA
Menurut gua itu masakan lo yang paling spesial. Kalau mau ditambah menu lain, gua sih gak masalah, yang penting cumi dan terongnya tetep dibuatin.
AIRA
Oke, deal! Paling siang ya gua mampirin ke rumah.
DIPA
Loh? Lo gak kerja besok siang? (beat). Malem aja, biar sekalian kita bisa dinner bareng.
AIRA
Gua udah ngambil izin besok, disuruh mama semalem. Diminta ketemuan sama anak temennya.
Dipa terkejut hingga diam beberapa saat. Kemudian bertanya.
DIPA
Ngapain lo ketemuan sama anak temen mama?
AIRA
Lo pikir apa lagi? Ya, dijodohinlah! Mama gua lagi terobsesi sama pernikahan, tahu! (cemberut).
Dipa semakin kaget, namun berusaha tetap tenang.
DIPA
Oh... Gitu. Emang lo udah yakin sama dia?
AIRA
Yah, gimana mau yakin. Ketemuan aja belum pernah, baru besok siang.
DIPA
Jadi? (Sorot mata menyelisik).
AIRA
Jadi, ya lihat nanti. Kalau cocok mungkin coba jalanin. Kalaupun gak, gua gak bakal lanjutin. Mama udah janji kok sama gua buat gak maksain. Asalkan gua terus berusaha dan nurut aja sama mama.
DIPA
(Senyum terpaksa) Semoga pertemuan lo lancar deh, ya!
AIRA
Aamiin, makasih doanya.
Dipa mengambil kalung dari genggaman Aira.
DIPA
(Berdiri) Sini gua pakein langsung.
Aira menyibakkan rambut cokelatnya agar memudahkan Dipa memakaikan kalung tersebut di lehernya. Setelah selesai, Dipa kembali duduk dan berujar.
DIPA
Kelihatan cantik!
AIRA
Gua memang cantik, baru sadar?
DIPA
Kalungnya lebih cantik (beat). Pakailah besok, supaya menunjang sedikit penampilan sederhana lo.
AIRA
(Ekspersi kesal) Makasih loh sarannya!
Karena jengkel, Aira semakin lahap menyantap makanan yang ada di depannya. Dipa yang melihat pemandangan tersebut, tersenyum puas.
DIPA
(Mengacak-acak rambut Aira) Makanlah yang banyak!
AIRA
Lo traktir, kan?
Usai Dipa menganggukkan kepala, Aira segera mengangkat tangannya dan berteriak.
AIRA
Mbak, pesen lagi maekomtteokboki tiga porsi!
DIPA
Kebanyakan kali, Ra! Perut lo bisa meletus!
AIRA
(Tersenyum puas) Kalau gak abis, tinggal dibungkus, kan? Beres.
Dipa hanya tersenyum bahagia.
CUT TO BLACK: