ACT 1
PART 1
29th
FADE IN:
SC. 01 INT. MOBIL AIRA - MALAM
Aira mengemudikan mobil sedan berwarna hitam, hendak pulang ke rumahnya di daerah Jagakarsa, mendengarkan siaran radio untuk menemani perjalanan panjangnya selepas bekerja.
SIARAN RADIO (O.S)
Beralih dari kabar perampokan, berita selanjutnya datang dari seorang pemuda misterius yang membunuh satu keluarga di daerah Ragunan, Jakarta Selatan. Motifnya belum ditemukan, sering belum ditemukannya pula tersangka yang diduga pria berusia tiga puluh tahunan. Menurut seorang saksi, kejadian pembunuhan dilakukan seorang diri pada pukul satu malam dengan cara menyabotase listrik hingga padam total, kemudian tersangka menyelinap masuk dan mengendap ke dalam rumah untuk membacok setiap anggota keluarga yang tengah terlelap. Kejadian ini ...
Aira menggerutu sambil tetap fokus menyetir.
AIRA
Hih, kenapa mesti berita kayak gitu sih yang gua denger?!
Aira mengganti saluran radio yang tengah memutar lagu T-five berjudul ‘Kau’.
AIRA
Nah, gini kan enak! (Menikmati musik).
CUT TO:
SC. 02 EXT. RUMAH AIRA - DEPAN GERBANG - MALAM
Begitu sampai di tempat tujuan, Aira langsung turun dari mobil. Dia memandang keadaan kompleks, lalu mengamati rumahnya yang nampak gelap gulita.
AIRA
Aneh, padahal rumah yang lain gak mati lampu. Kok rumah gua malah suram gini? Apa papa lupa bayar token? (Menutup pintu mobil).
Saat hendak membuka gerbang, tiba-tiba terlintas di benak Aira tentang berita yang tadi didengarnya. Dia diam membeku sembari berpikir.
AIRA (V.O)
Kayaknya ada yang gak beres, nih! Kalau lupa bayar token, ya tinggal bayarlah! Kenapa seolah gak ada tanda kehidupan gini?
Aira menyilangakan kedua tangan, berpikir sejenak lalu menggigit kuku jarinya
AIRA (V.O)
Sumpah ini aneh! Feeling gua jadi gak enak gini.
Aira kembali mengamati rumahnya.
AIRA (V.O)
Apa gua hubungin Dipa dulu ya, baru masuk?
Aira mengambil ponsel di saku celana, hendak menghubungi Dipa namun terhenti ketika melihat waktu yang tertera di layar ponsel menunjukkan pukul 01.03 WIB.
AIRA (V.O)
Tapi udah malem banget. Kasihan dia, udah capek kerja, mesti capek-capek ke sini pula.
Aira memasukkan ponselnya ke dalam saku dan bergegas mengambil gunting yang tersimpan di dashboard mobil. Kemudian membuka gerbang perlahan dan mulai memasuki halaman rumah.
AIRA
(Menarik nafas panjang) Bismillah!
CUT TO:
SC. 03 INT. RUMAH AIRA – RUANG TENGAH - MALAM
Melalui pintu samping, Aira masuk ke dalam rumah yang tak terkunci. Dia meraba dinding, mencari letak sakelar. Namun belum sempat menemukannya, segerombolan orang dari arah ruang tamu, datang mengejutkan.
PAPA, MAMA, DAN ARYA
Happy Birthday to you, happy birthday to you, happy birthday Kakak Aira, happy birthday to you!
Aira bersandar lemas di dinding sembari menatap keluarganya yang berjalan menghampiri dengan membawa kue. Dia lantas berseru.
AIRA
Hih, kalian ini! Bikin orang jantungan, tahu gak?!
ARYA
Kakak ini bukannya bahagia, malah ngomel...
AIRA
Ya, aku seneng dikasih surprise gini. Tapi kok bisa-bisanya kalian matiin seluruh lampu?! Buat apa coba?! Bikin orang khawatir aja! Kirain rumah kita disusupi maling atau bahkan pembunuh bayaran.
Mama yang tengah memegangi kue red velvet berbentuk bulat, ikut menimbali.
MAMA
Mana ada sih kriminal yang berani masuk ke rumah ini, kak. Bisa habis dihajar sama Pak Ketua (Menyikut papa).
ARYA
Iya, ada-ada aja kakak ini. (Bangga) Udah tahu papa penguasa kota.
MAMA
(Berdeham) Ehm, mantan...
ARYA
Mantan penguasa maksudnya.
Papa menjewer kuping Arya.
PAPA
Penguasa apaan? Emang papa pernah jadi pejabat? Jangan suka ngawur kamu, dek! Gak enak kalau di denger tetangga.
ARYA
(Memukul pelan tangan papa) Aw, aw! Iya, Pa! Sakit!
Papa melepaskan jeweran kemudian menunjuk ke arah lilin.
PAPA
Ayo cepet ditiup, kak! Udah meleleh itu.
Mama tersenyum melihat gelagat papa yang nampak salah tingkah dan dengan ceria mencandainya.
MAMA
Duh, mantan centeng kesayangan mama mengalihkan pembicaraan, nih! Imut banget sih, papa! Padahal memang benar kan kalau gak ada yang berani ngusik keluarga kita karena sisa kharismamu.
Arya menghela napas berat.
ARYA
Hah… Mulai lagi. (Berjalan menjauh dari papa dan mama) Aku ngidupin lampu dulu, deh!
Aira yang tak kalah geli memandang tingkah manis orang tuanya, lantas berkomentar.
AIRA
Ya, ampun pa, ma! Udah deh, tolong dikondisikan! Jangan suka uwwu gitu depanku. Gak kasian apa sama jomblo dua puluh sembilan tahun ini?
MAMA
Sengaja! Biar kakak iri, terus cari pasangan, deh!
AIRA
Gak bakal iri, ma. Yang ada malah geli.
Papa melerai dengan menepuk pelan kedua pipi Aira dan mengatakan.
PAPA
Yuk kak, tiup lilinnya aja. Dari pada berdebat sama mama, gak bakal ada habisnya.
Sebelum Aira menuruti perintah papa, mama buru-buru mencegah.
MAMA
Eits, tunggu dulu! Ucapin harapan dulu dong, sayang...
AIRA
Em... Harapan? Harapanku cuma satu, sih. Semoga selamanya keluarga kita bisa selalu bersama dalam kebahagiaan seperti hari ini. Aamiin.
Aira meniup kue ulang tahunnya dengan diiringi tepuk tangan serta suara gemuruh terompet.
CUT TO:
SC. 04 INT. RUMAH AIRA – RUANG MAKAN - MALAM
Pesta sederhana ulang tahun Aira yang kedua puluh sembilan dilanjutkan dengan makan malam bersama. Di meja berbentuk bundar, telah disajikan berbagai hidangan lezat seperti nasi kuning, cumi asam manis, ayam madu, sup daging sapi, dan jus alpukat cokelat. Selain itu, ternyata masih ada pula satu menu lagi yang baru selesai dipanaskan dan diletakkan oleh mama di meja makan.
MAMA
Ini dia, menu spesial kita hari ini! Tada!
AIRA
(Tepuk tangan antusias) Yeay, udang saus tiram! (Mengacungkan jempol) Mama juara!
ARYA
(Mengambil cumi) Itu lobster kak, bukan udang.
AIRA
Bagiku mereka sama!
ARYA
Ya bedalah, kak. Dari bentuk cangkang sampai tekstur dagingnya beda.
AIRA
Ah, sok tahu kamu!
ARYA
Hih, dibilangin malah ngeyel!
Papa menengahi adu argument kedua anaknya.
PAPA
Ya... Apapun namanya, mari kita nikmati! (Mulai makan)
MAMA
(Menuangkan air putih) Iya, makanlah yang banyak.
Mereka makan malam bersama sambil saling berbincang. Segala hal dibahas, termasuk soal pendamping hidup Aira yang belum kunjung tiba.
AIRA
Besok Dipa mau main ke rumah. Boleh, kan?
MAMA
Ya, boleh dong, kak! Masa calon menantu sendiri gak boleh dateng ke rumahnya.
Aira yang kepalang kaget, tersedak mendengar pernyataan tersebut.
AIRA
(Batuk-batuk) Apa mama bilang? Menantu? Sejak kapan Dipa jadi menantu?
MAMA
Sejak malam ini, mama mau anggap Nak Dipa sebagai menantu.
AIRA
Ih, kenapa tiba-tiba? Jangan sembarangan gitu ah, ma! Bikin geli aja ngedengernya.
MAMA
Pokoknya selagi kakak belum ngenalin pria manapun untuk jadi calon suami, mama bakal tetep manggil Nak Dipa calon menantu.
Aira memegang dahinya yang berkernyit lalu berujar.
AIRA
Ya udah, dia gak usah lagi main ke sini! Gak besok ataupun hari-hari setelah besok. Dari pada aku mesti nanggung malu seumur hidup.
MAMA
Loh, kok gitu? Mutus silaturahmi itu gak baik loh, kak!
Mendengar sepenggal nasehat mama, Aira tak kuasa menjawab. Dia hanya dapat melanjutkan makannya sembari memasang wajah cemberut. Diamnya Aira tersebut lantas membuat mama kembali berbicara. Mama memperlihatkan ekspresi sedih dan mengutarakan.
MAMA
Mama itu cuma pengen ngerasain nikmatnya ngurus cucu. Selagi mama sehat, mama berharap bisa nimang cucu mama. Tapi kalau kakak santai terus, mama khawatir impian mama gak bakal kesampaian. Siapa yang tahu, tahun depan mama masih ada atau gak?
AIRA
(Nada memelas) Ma...
MAMA
Selain itu, mama juga takut kakak keasikan sendiri. Sibuk ngejar karir tapi lupa cari pendamping. Kalau kakak tenggelam dalam kesepian di masa tua kayak tetangga kita di depan, mama jadi ikut sedih.
AIRA
(Nada memelas) Mama...
MAMA
Padahal ada Nak Dipa yang selalu setia nemenin kakak dari kecil sampai sekarang. Tapi kalian gak pernah memperjelas hubungan. Mama sampai gereget sendiri ngeliat kalian berdua. Sama-sama lambat dan gak peka.
AIRA
Hubungan aku dan Dipa itu jelas banget, ma. Kami bersahabat. Murni sahabat.
Mama mengernyitkan alis sembari menusukkan garpu ke ayam madu yang ada di piringnya.
MAMA
Tuh, kan! Ini masalahnya! Kakak terlalu kekeh bangun dinding pemisah. Sementara nyari laki-laki lain juga gak. Inget, kak... Kakak itu udah dipenghujung usia dua puluh tahunan!
Disadarkan oleh kenyataan pahit, Aira hanya dapat menanggapi dengan lesu.
AIRA
Iya, ma… Aku tahu. Tapi mau bagaimana lagi?
Mama menggenggam tangan kiri Aira.
MAMA
Jodoh itu diusahakan, kak. Bukan sepenuhnya dipasrahkan.
Aira terdiam dengan pandangan yang tertunduk. Mama lantas memberi semangat.
MAMA
(Mengusap kepala Aira) Jangan khawatir, sayang! Mama pasti bakal bantu kakak!
AIRA
(Mendongak kaget) Bantu gimana maksudnya, ma?
MAMA
Mama bakal kenalin kakak ke anak temen mama.
Aira terkejut setengah mati.
CUT TO BLACK: