Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1. INT. KEDUNG MAYIT – SIANG
Joyo dan Silo duduk di bawah pohon, Memasang cacing pada pancing. Pakaian mereka kotor. Goro memainkan botol plastik, menganggap mobil-mobilan. Menirukan bunyi mobil.
GORO
Ngeng! Ngeng! Ngeng!
Joyo berdiri, melemparkan pancing ke kedung.
JOYO
Hai pemilik Kedung Mayit! Berilah aku seekor bapak!
Menoleh ke Silo, tertawa.
JOYO
Soalnya tadi malam aku mimpi hari ini akan mendapat seekor bapak. Bapak, umpannya dimakan, ya! Tapi hanya cacing. Bukan daging.
Silo sibuk memasang umpan. Menjawab tanpa menoleh.
SILO
Kalau aku mendapat seekor bapak, kucekik lehernya. Bapakku galak. Suka memukuli ibuku. Ibuku mungkin sudah mati.
Silo berdiri, melemparkan kail ke kedung.
SILO
Aku ingin mendapat ibu. Bu, umpannya dimakan, ya!
JOYO
Aku tak kenal bapakku. Dalam bayanganku, punya bapak sepertinya enak. Asal kelakuannya jangan seperti bapakmu.
SILO
Walau aku tak yakin mayat ibuku dibuang bapakku ke tempat ini, aku ingin memiliki ibu lagi. Akan kujaga sebaik-baiknya. Kali ini tak akan kubiarkan siapa pun menyakiti.
Makmur dan Ponco datang membawa pancingan. Tangan kiri Makmur menjinjing ember plastik.
PONCO
Sudah dapat? Bapak atau ibu?
SILO
Belum dapat siapa-siapa. Sepi.
PONCO
Berarti dapatnya bapak atau ibu nunggu aku dan Makmur.
Ponco duduk di samping Silo, memasang cacing. Makmur berdiri pinggir jalan setapak, memasang cacing.
SILO
Co, kalau dapat ikan, pilih bapak atau ibu?
PONCO
Sama saja. Aku tak kenal keduanya.
JOYO
Aku juga tak kenal bapakku. Tapi kalau benar ikan-ikan di Kedung Mayit ini bisa berubah jadi manusia jika kena pancingan, alangkah senangnya. Terserah mau dapat bapak atau ibu. Yang penting punya orang tua.
PONCO
Anak-anak yang tak punya bapak dan ibu pasti sangat bahagia. Mereka bisa memancing di sini. Tinggal milih bapak dan ibu atau kedua-duanya.
SILO
Pasti bapak yang tidak galak yang dipilih. Juga ibu yang sayang pada anaknya.
JOYO
Sayangnya belum ada yang membuktikan ikan-ikan itu berubah menjadi manusia.
SILO
Memang belum ada. Soalnya tidak mudah. Ikan-ikan itu mati sebelum empat puluh hari.
PONCO
Syaratnya harus dipelihara empat puluh hari?
SILO
Katanya sih begitu. Tapi susah. Seringnya ikannya mati sebelum empat puluh hari. Ada-ada saja penyebabnya. Dipatuk ayam, dimakan kucing...
Tiba-tiba Makmur berdiri, menyentakkan kail, lalu berteriak.
MAKMUR
Aku menemukan ibuku! Aku ketemu ibuku!
Makmur mengangkat kail tinggi-tinggi. Seekor ikan nila merah menggelepar-gelepar pada kail.
MAKMUR
Bagaimana ini, Lo? Diapakan? Aku takut lepas!
SILO
Lemparkan ke jalan!
MAKMUR
Dilemparkan?
Makmur mengayunkan ikan pada ujung senar itu ke tepi kedung, lalu cepat-cepat menubruknya. Memegangi erat-erat.
MAKMUR
Terima kasih Tuhan. Hari ini aku punya seorang ibu.
Makmur mengangkat ikan nila merah di atas kepala
SILO
Megangnya jangan kenceng-kenceng! Nanti ibumu mati. Segera masukkan ember!
MAKMUR
Embernya mana?
PONCO
Tu…! Di belakangmu!
Makmur memasukkan ikan ke ember, lalu jongkok, mengamat-amati. Silo berdiri, meninggalkan pancingan, lalu mendekati Makmur.
SILO
Embernya sudah diisi air belum?
Makmur menoleh, lalu kembali mengamati ikan.
MAKMUR
Apa?
SILO
Embernya diisi air! Ibumu ben ora modar! Dasar bocah pekok!
Silo mengambil air dengan botol bekas, memasukkan ke ember, lalu jongkok di samping Makmur, ikut mengamat-amati ikan.
Makmur menoleh ke Silo sambil tersenyum.
MAKMUR
Cantik, kan?
Silo mengangguk.
SILO.
Sangat cantik. Juga gurih.
Silo tertawa. Makmur cemberut.
Ponco dan Joyo mendekat. Ponco jongkok di samping Makmur. Joyo membungkuk. Di bawah pohon, Goro tolah-toleh mencari teman-temannya, lalu ikut mendekati ember. Duduk di samping Silo. Goro sangat gembira, memasukkan kedua tangan ke dalam ember.
GORO
I-i-kan
MAKMUR
Jangan dipegang-pegang! Nanti ibuku mati!
Goro cepat-cepat menarik tangan. memandang Makmur. Ketakutan. Silo dan Joyo tertawa.
SILO
Mati nggak pa pa. Malah bisa dijadikan ikan bakar! Dioles-olesi sambal kecap. Cabai dan bawang merahnya yang banyak. Makannya pakai nasi putih hangat. Yam! Yam! Yam!
Silo mengecap-ngecapkan mulut
Makmur memandangi Silo, matanya melotot
MAKMUR
Enak saja! Ini ibuku! Bakar saja ibumu sendiri!
Makmur berdiri, mengangkat ember, meninggalkan kawan-kawannya.
JOYO
Mau dibawa ke mana, Mur?
MAKMUR
Pulang. Silo sedang kelaparan. Ibuku mau dimakan.
Silo tertawa. Berdiri.
SILO
Mur, di rumah tenda hati-hati, ya! Kalau didatangi Gentho, segera lari! Jaga lubang pantatmu baik-baik!
Makmur berhenti. Menoleh ke Silo.
MAKMUR
Aku tak pernah diapa-apakan Gentho. Hanya diajak bicara.
SILO
Bohong! Jangan dekat dekat homo! Nanti lubang pantatmu kena rudal.
Makmur tak menyahut. melanjutkan langkah. Joyo memandang ke arah Makmur pergi.
JOYO
Makmur beruntung. Sekarang punya ibu.
Ponco memandang ke arah Makmur pergi.
PONCO
Moga-moga besok aku juga mendapatkan ibu. Syukur-syukur sekaligus dengan bapak.
SILO
Tidak perlu iri pada Makmur. Dia itu kan kesayangan danyang Kedung Mayit ini. Kalau tidak, pasti dia sudah mati tenggelam di tempat ini dulu-dulu.
JOYO
Jadi benar Makmur dilahirkan di Kedung Mayit?
SILO
Bukan dilahirkan. Kabarnya, waktu umur dua tahun, Makmur ditemukan orang yang mau berak. Kabarnya lagi, Makmur sedang mengepak-ngepakkan kedua tangannya seperti anak ayam belajar terbang
Silo mengepak-ngepakkan kedua tangan
PONCO
Anak dua tahun mencoba berenang agar tidak tenggelam?
SILO
Kira-kira seperti itu. Penjual pecel itu lalu membatalkan beraknya. Semahir perenang olimpiade, dia lalu melompat ke kedung. Menyelamatkan Makmur.
JOYO
Makmur tidak apa-apa?
SILO
Hampir mati. Perutnya sudah sebesar ini.
Gerakan tangan Silo mengisyaratkan perut yang besar sekali.
SILO
Untungnya cepat ketahuan. Agar air yang sudah terminum itu bisa keluar, penjual pecel itu menjungkirkan tubuh Makmur. Lalu menggoyang-goyangkannya seperti botol kecap yang isinya mau habis.
Silo membuat gerakan mengguncang-guncang botol.
JOYO
Lalu?
SILO
Makmur muntah. Setelah itu menangis keras sekali. Oleh penjual pecel itu, Makmur diangkat sebagai anak. Tapi tiga tahun lalu penjual pecel itu mati. Kena muntaber. Makmur lalu jadi gelandangan
PONCO
Siapa manusia yang tega melemparkan bocoh umur dua tahun ke tengah kedung?
JOYO
Bukan manusia. Tapi iblis. Hanya iblis yang tega melakukan.
Silo tertawa.
SILO
Yang membuang kamu berarti iblis juga, ya?
Joyo memandangi Silo. Melotot.
JOYO
Aku tidak dibuang. Tapi dititipkan ke panti asuhan. Aku minggat. Kehidupan di sana seperti di dalam penjara. Tidak bebas. Terlalu banyak aturan.
SILO
Lalu yang ditemukan tukang becak di tumpukan sampah siapa?
Joyo terlihat sebel.
JOYO
Itu Goro.
SILO
Goro bukannya ditemukan di dekat lubang WC?
JOYO
Itu Ponco
SILO
Bukankah Ponco dibuang orang tuanya ke selokan?
JOYO
Itu kamu
SILO
Aku tidak dibuang. Tapi kabur. Bapakku suka memukul. Aku tak tahan. Ibuku mungkin sudah mati dibunuh bapakku. Bapakku pasti masih hidup. Orang jahat biasanya susah mati.
JOYO
Siapa?
SILO
Bapakku.
Joyo menoleh ke Silo, tersenyum.
JOYO
Maksudku, siapa yang nanya.
SILO
Setan! Kalau tadi kamu tidak bertanya, anggap saja pemberitahuan.
Joyo tertawa.
JOYO
Mancing lagi, ah. Siapa tahu bernasib baik seperti Makmur.
Joyo menuju pohon. Silo, Ponco, dan Goro mengikuti. Goro duduk di samping Ponco. Mengambil ranting. Dimain-mainkan seperti kereta api.
GORO
Tut tut tut, Jes jes jes
Joyo melemparkan kail,
JOYO
Lo, katamu mayat-mayat yang dibuang ke Kedung Mayit banyak sekali? Mestinya ikannya juga banyak.
PONCO
Kamu benar, Yo. Tidak mungkin bengawan sebesar ini ikannya hanya dua. Kita sudah dua bulan tinggal di kolong Jembatan Mayit. Tiap sore mancing di sini. Nyatanya hanya Makmur yang dapat ikan.
Silo memasang wajah serius.
SILO
Menurutku ada beberapa alasan. Bisa jadi ikannya memang sudah tidak ada. Bisa jadi ikan-ikan itu bosan diberi umpan cacing. Mungkin maunya daging. Tapi bisa jadi ikan-ikan itu hanya mau dipancing oleh anak yang sangat menginginkan bapak-ibunya.
PONCO
Aku juga sangat ingin memiliki bapak.
JOYO
Aku sangat ingin punya ibu.
SILO
Tapi keinginan kalian itu tak sebesar keinginan Makmur. Aku sering mendengarnya mengigau saat tidur. Memanggil-manggil bapak-ibunya.
JOYO
Aku tidak pernah mendengarnya.
SILO
Makanya kalau tidur jangan seperti orang mati!
Ponco menyentakkan kail.
PONCO
Aku dapat ikan! Dapat ikan! Besar sekali! Beneran, nih!
Ponco berdiri. Mengangkat kailnya tinggi-tinggi,
PONCO
O aalah! Jebule sampah!
Ponco melepas kaos oblong dari ujung kail. Membentangkan kaos bergambar sebuah partai politik. Melemparkan ke tengah kedung.
PONCO
Setan! Bikin deg-degan saja. Tak kira ikan.
Silo dan Joyo tertawa.
SILO
Sudah pas itu. Yang mancing sampah. Ketika mancing, dapatnya sampah juga.
Joyo menyentakkan kail.
JOYO
Yang ini baru ikan beneran! Wuih, sepertinya besar sekali!
Joyo berdiri. Kerepotan menarik pancing.
JOYO
Semoga mendapat bapak atau ibu.
Joyo mengangkat kail. Ternyata mengait sandal jepit
JOYO
Oalah, jebule juga sampah! Dasar setan! Tak kira ikan!
Silo tertawa.
SILO
Apa tadi kubilang? Kita ini sekumpulan sampah. Jatah untuk kita tentu hanya sampah.
Silo mengambil batu, melemparkan ke tengah kedung.
SFX : Byur
SILO
Ikan-ikan goblok! Dikasih makan gratis tak mau.
Silo berdiri, mendekati Goro, lalu menepuk kepala Goro.
SILO
Ro, pulang! Nanti dimakan setan!
Ponco berdiri, mengikuti Silo, pancingan dibawa dengan tangan kiri.
PONCO
Biarkan saja! Setan tidak doyan bocah goblok!
Joyo berdiri, membawa pancing, mengikuti Ponco.
JOYO
Paling-paling Goro hanya dikunyah-kunyah, lalu dimuntahkan lagi. Dagingnya tidak enak!
Silo, Joyo, dan Ponco meninggalkan Kedung Mayit. Goro berjalan paling belakang, memegang kayu. Dimainkan seperti pistol. Tiba-tiba Goro berhenti. Berlagak mencari-cari sasaran tembak.
GORO
Dor-Dor-Dor! Ma-ma-ti ka-ka-u!
FADE OUT