Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tunggal, Ika, dan Ikan-Ikan di Kedung Mayit
Suka
Favorit
Bagikan
12. 12
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator


1.     INT. KEDUNG MAYIT – SIANG

Joyo dan Silo duduk di bawah pohon, Memasang cacing pada pancing. Pakaian mereka kotor. Goro memainkan botol plastik, menganggap mobil-mobilan. Menirukan bunyi mobil.


GORO

Ngeng! Ngeng! Ngeng!


Joyo berdiri, melemparkan pancing ke kedung.


JOYO

Hai pemilik Kedung Mayit! Berilah aku seekor bapak!


Menoleh ke Silo, tertawa.


JOYO

Soalnya tadi malam aku mimpi hari ini akan mendapat seekor bapak. Bapak, umpannya dimakan, ya! Tapi hanya cacing. Bukan daging.


Silo sibuk memasang umpan. Menjawab tanpa menoleh.


SILO

Kalau aku mendapat seekor bapak, kucekik lehernya. Bapakku galak. Suka memukuli ibuku. Ibuku mungkin sudah mati.


Silo berdiri, melemparkan kail ke kedung.


SILO

Aku ingin mendapat ibu. Bu, umpannya dimakan, ya!


JOYO

Aku tak kenal bapakku. Dalam bayanganku, punya bapak sepertinya enak. Asal kelakuannya jangan seperti bapakmu.


SILO

Walau aku tak yakin mayat ibuku dibuang bapakku ke tempat ini, aku ingin memiliki ibu lagi. Akan kujaga sebaik-baiknya. Kali ini tak akan kubiarkan siapa pun menyakiti.


Makmur dan Ponco datang membawa pancingan. Tangan kiri Makmur menjinjing ember plastik.


PONCO

Sudah dapat? Bapak atau ibu?


SILO

Belum dapat siapa-siapa. Sepi.


PONCO

Berarti dapatnya bapak atau ibu nunggu aku dan Makmur.


Ponco duduk di samping Silo, memasang cacing. Makmur berdiri pinggir jalan setapak, memasang cacing.


SILO

Co, kalau dapat ikan, pilih bapak atau ibu?


PONCO

Sama saja. Aku tak kenal keduanya.




JOYO

Aku juga tak kenal bapakku. Tapi kalau benar ikan-ikan di Kedung Mayit ini bisa berubah jadi manusia jika kena pancingan, alangkah senangnya. Terserah mau dapat bapak atau ibu. Yang penting punya orang tua.


PONCO

Anak-anak yang tak punya bapak dan ibu pasti sangat bahagia. Mereka bisa memancing di sini. Tinggal milih bapak dan ibu atau kedua-duanya. 


SILO

Pasti bapak yang tidak galak yang dipilih. Juga ibu yang sayang pada anaknya.


JOYO

Sayangnya belum ada yang membuktikan ikan-ikan itu berubah menjadi manusia.


SILO

Memang belum ada. Soalnya tidak mudah. Ikan-ikan itu mati sebelum empat puluh hari.


PONCO

Syaratnya harus dipelihara empat puluh hari?


SILO

Katanya sih begitu. Tapi susah. Seringnya ikannya mati sebelum empat puluh hari. Ada-ada saja penyebabnya. Dipatuk ayam, dimakan kucing...


Tiba-tiba Makmur berdiri, menyentakkan kail, lalu berteriak.


MAKMUR

Aku menemukan ibuku! Aku ketemu ibuku!


Makmur mengangkat kail tinggi-tinggi. Seekor ikan nila merah menggelepar-gelepar pada kail.


MAKMUR

Bagaimana ini, Lo? Diapakan? Aku takut lepas!


SILO

Lemparkan ke jalan!


MAKMUR

Dilemparkan?


Makmur mengayunkan ikan pada ujung senar itu ke tepi kedung, lalu cepat-cepat menubruknya. Memegangi erat-erat.


MAKMUR

Terima kasih Tuhan. Hari ini aku punya seorang ibu.


Makmur mengangkat ikan nila merah di atas kepala


SILO

Megangnya jangan kenceng-kenceng! Nanti ibumu mati. Segera masukkan ember!


MAKMUR

Embernya mana?


PONCO

Tu…! Di belakangmu!


Makmur memasukkan ikan ke ember, lalu jongkok, mengamat-amati. Silo berdiri, meninggalkan pancingan, lalu mendekati Makmur.


SILO

Embernya sudah diisi air belum?


Makmur menoleh, lalu kembali mengamati ikan.


MAKMUR

Apa?


SILO

Embernya diisi air! Ibumu ben ora modar! Dasar bocah pekok!


Silo mengambil air dengan botol bekas, memasukkan ke ember, lalu jongkok di samping Makmur, ikut mengamat-amati ikan.


Makmur menoleh ke Silo sambil tersenyum.


MAKMUR

Cantik, kan?



Silo mengangguk.


SILO.

Sangat cantik. Juga gurih.


Silo tertawa. Makmur cemberut.


Ponco dan Joyo mendekat. Ponco jongkok di samping Makmur. Joyo membungkuk. Di bawah pohon, Goro tolah-toleh mencari teman-temannya, lalu ikut mendekati ember. Duduk di samping Silo. Goro sangat gembira, memasukkan kedua tangan ke dalam ember.


GORO

I-i-kan


MAKMUR

Jangan dipegang-pegang! Nanti ibuku mati!


Goro cepat-cepat menarik tangan. memandang Makmur. Ketakutan. Silo dan Joyo tertawa.


SILO

Mati nggak pa pa. Malah bisa dijadikan ikan bakar! Dioles-olesi sambal kecap. Cabai dan bawang merahnya yang banyak. Makannya pakai nasi putih hangat. Yam! Yam! Yam!


Silo mengecap-ngecapkan mulut


Makmur memandangi Silo, matanya melotot


MAKMUR

Enak saja! Ini ibuku! Bakar saja ibumu sendiri!


Makmur berdiri, mengangkat ember, meninggalkan kawan-kawannya.


JOYO

Mau dibawa ke mana, Mur?


MAKMUR

Pulang. Silo sedang kelaparan. Ibuku mau dimakan.


Silo tertawa. Berdiri.




SILO

Mur, di rumah tenda hati-hati, ya! Kalau didatangi Gentho, segera lari! Jaga lubang pantatmu baik-baik!


Makmur berhenti. Menoleh ke Silo.


MAKMUR

Aku tak pernah diapa-apakan Gentho. Hanya diajak bicara.


SILO

Bohong! Jangan dekat dekat homo! Nanti lubang pantatmu kena rudal.


Makmur tak menyahut. melanjutkan langkah. Joyo memandang ke arah Makmur pergi.


JOYO

Makmur beruntung. Sekarang punya ibu.


Ponco memandang ke arah Makmur pergi.


PONCO

Moga-moga besok aku juga mendapatkan ibu. Syukur-syukur sekaligus dengan bapak.


SILO

Tidak perlu iri pada Makmur. Dia itu kan kesayangan danyang Kedung Mayit ini. Kalau tidak, pasti dia sudah mati tenggelam di tempat ini dulu-dulu.


JOYO

Jadi benar Makmur dilahirkan di Kedung Mayit?


SILO

Bukan dilahirkan. Kabarnya, waktu umur dua tahun, Makmur ditemukan orang yang mau berak. Kabarnya lagi, Makmur sedang mengepak-ngepakkan kedua tangannya seperti anak ayam belajar terbang


Silo mengepak-ngepakkan kedua tangan


PONCO

Anak dua tahun mencoba berenang agar tidak tenggelam?




SILO

Kira-kira seperti itu. Penjual pecel itu lalu membatalkan beraknya. Semahir perenang olimpiade, dia lalu melompat ke kedung. Menyelamatkan Makmur.


JOYO

Makmur tidak apa-apa?


SILO

Hampir mati. Perutnya sudah sebesar ini.


Gerakan tangan Silo mengisyaratkan perut yang besar sekali.


SILO


Untungnya cepat ketahuan. Agar air yang sudah terminum itu bisa keluar, penjual pecel itu menjungkirkan tubuh Makmur. Lalu menggoyang-goyangkannya seperti botol kecap yang isinya mau habis.


Silo membuat gerakan mengguncang-guncang botol.


JOYO

Lalu?


SILO

Makmur muntah. Setelah itu menangis keras sekali. Oleh penjual pecel itu, Makmur diangkat sebagai anak. Tapi tiga tahun lalu penjual pecel itu mati. Kena muntaber. Makmur lalu jadi gelandangan


PONCO

Siapa manusia yang tega melemparkan bocoh umur dua tahun ke tengah kedung?


JOYO

Bukan manusia. Tapi iblis. Hanya iblis yang tega melakukan.


Silo tertawa.


SILO

Yang membuang kamu berarti iblis juga, ya? 


Joyo memandangi Silo. Melotot.


JOYO

Aku tidak dibuang. Tapi dititipkan ke panti asuhan. Aku minggat. Kehidupan di sana seperti di dalam penjara. Tidak bebas. Terlalu banyak aturan.


SILO

Lalu yang ditemukan tukang becak di tumpukan sampah siapa?


Joyo terlihat sebel. 


JOYO

Itu Goro.


SILO

Goro bukannya ditemukan di dekat lubang WC?


JOYO

Itu Ponco


SILO

Bukankah Ponco dibuang orang tuanya ke selokan?


JOYO

Itu kamu


SILO

Aku tidak dibuang. Tapi kabur. Bapakku suka memukul. Aku tak tahan. Ibuku mungkin sudah mati dibunuh bapakku. Bapakku pasti masih hidup. Orang jahat biasanya susah mati.


JOYO

Siapa? 


SILO

Bapakku. 


Joyo menoleh ke Silo, tersenyum.


JOYO

Maksudku, siapa yang nanya.


SILO

Setan! Kalau tadi kamu tidak bertanya, anggap saja pemberitahuan.


Joyo tertawa.


JOYO

Mancing lagi, ah. Siapa tahu bernasib baik seperti Makmur.


Joyo menuju pohon. Silo, Ponco, dan Goro mengikuti. Goro duduk di samping Ponco. Mengambil ranting. Dimain-mainkan seperti kereta api.


GORO

Tut tut tut, Jes jes jes


Joyo melemparkan kail,


JOYO

Lo, katamu mayat-mayat yang dibuang ke Kedung Mayit banyak sekali? Mestinya ikannya juga banyak.


PONCO

Kamu benar, Yo. Tidak mungkin bengawan sebesar ini ikannya hanya dua. Kita sudah dua bulan tinggal di kolong Jembatan Mayit. Tiap sore mancing di sini. Nyatanya hanya Makmur yang dapat ikan.


Silo memasang wajah serius.


SILO

Menurutku ada beberapa alasan. Bisa jadi ikannya memang sudah tidak ada. Bisa jadi ikan-ikan itu bosan diberi umpan cacing. Mungkin maunya daging. Tapi bisa jadi ikan-ikan itu hanya mau dipancing oleh anak yang sangat menginginkan bapak-ibunya.


PONCO

Aku juga sangat ingin memiliki bapak.


JOYO

Aku sangat ingin punya ibu.


SILO

Tapi keinginan kalian itu tak sebesar keinginan Makmur. Aku sering mendengarnya mengigau saat tidur. Memanggil-manggil bapak-ibunya.


JOYO

Aku tidak pernah mendengarnya.


SILO

Makanya kalau tidur jangan seperti orang mati!


Ponco menyentakkan kail.


PONCO

Aku dapat ikan! Dapat ikan! Besar sekali! Beneran, nih!


Ponco berdiri. Mengangkat kailnya tinggi-tinggi,


PONCO

O aalah! Jebule sampah!


Ponco melepas kaos oblong dari ujung kail. Membentangkan kaos bergambar sebuah partai politik. Melemparkan ke tengah kedung.


PONCO

Setan! Bikin deg-degan saja. Tak kira ikan.


Silo dan Joyo tertawa.


SILO

Sudah pas itu. Yang mancing sampah. Ketika mancing, dapatnya sampah juga.


Joyo menyentakkan kail.


JOYO

Yang ini baru ikan beneran! Wuih, sepertinya besar sekali!


Joyo berdiri. Kerepotan menarik pancing.


JOYO

Semoga mendapat bapak atau ibu.


Joyo mengangkat kail. Ternyata mengait sandal jepit


JOYO

Oalah, jebule juga sampah! Dasar setan! Tak kira ikan!


Silo tertawa.



SILO

Apa tadi kubilang? Kita ini sekumpulan sampah. Jatah untuk kita tentu hanya sampah.


Silo mengambil batu, melemparkan ke tengah kedung.


SFX : Byur


SILO

Ikan-ikan goblok! Dikasih makan gratis tak mau.


Silo berdiri, mendekati Goro, lalu menepuk kepala Goro.


SILO

Ro, pulang! Nanti dimakan setan!


Ponco berdiri, mengikuti Silo, pancingan dibawa dengan tangan kiri.


PONCO

Biarkan saja! Setan tidak doyan bocah goblok!


Joyo berdiri, membawa pancing, mengikuti Ponco.


JOYO

Paling-paling Goro hanya dikunyah-kunyah, lalu dimuntahkan lagi. Dagingnya tidak enak!


Silo, Joyo, dan Ponco meninggalkan Kedung Mayit. Goro berjalan paling belakang, memegang kayu. Dimainkan seperti pistol. Tiba-tiba Goro berhenti. Berlagak mencari-cari sasaran tembak.


GORO

Dor-Dor-Dor! Ma-ma-ti ka-ka-u!


FADE OUT



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar