Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Perjalanan Dinas (Bagian 3: Persinggahan Terakhir)
Suka
Favorit
Bagikan
14. JAKARTA - 3

88. (JAKARTA) INT. KANTOR - DAY


Alfi mendekati Christie sambil membawa selembar kertas.


ALFI
Ini, ya?


Christie menerima kertas tersebut dan mengamatinya.


ALFI
Kalo dari Kementerian Infrastruktur ke Kementerian Perencanaan Wilayah, pasti diproses dan diterima. Tapi kalo sebaliknya, baru susah.

PAK IWAN
Jelas itu. Itu karena si Rudi butuh massa. (mendengkus kesal) Jangankan balik ke Kementerian Infrastruktur. Lah, itu Rina aja mau resign dipersulit.

CHRISTIE
Oh, iya. Rina ditempatkan di Ditjen 2 sini, kan?

PAK IWAN
Iya. Dan dia kekeuh mau resign. Tapi Pak Rudi juga nggak mau melepas. Saya sampai dipanggil karena Pak Rudi keliatan bingung, katanya, “Pak Iwan, bagaimana ini? Kenapa dia mau resign padahal dia ini pegawai dengan potensi besar?”

CHRISTIE
Kalo orangnya udah nggak mau kerja lagi, kita mau apa?

ALFI
Itulah, Bu. Ada orang-orang tertentu, yang entah kenapa, merasa berkuasa untuk menentukan dan memutuskan nasib orang lain. Kita ada di sini pun berkat keputusan orang lain.


Christie tampak tertegun mendengar kata-kata Alfi. 


ALFI
Faktanya, sebagian besar memang pengen balik ke Kementerian Infrastruktur. Tapi, kalau banyak yang mengajukan pindah, akan ketahuan kalau proses mutasinya bermasalah. Para pejabat tinggi yang terhormat itu mana mau mengakui kesalahan mereka?


Christie menunduk.


ALFI (CONT’D)
Jadi, semua permohonan pindah ke Kementerian Infrastruktur ditahan. Demi menjaga perasaan bapak-bapak yang terhormat itu. Biar nggak pada malu.


Pak Iwan lagi-lagi tertawa.


ALFI
Bu, copy suratnya mau dibawa atau gimana?


Christie tersentak.


ALFI
Ibu simpan saja nggak apa-apa. Saya masih ada copy yang lain. (menyerahkan sebuah map)


Christie menerima map tersebut dan menaruh suratnya ke dalam map.


CUT TO


89. (JAKARTA) INT. KANTOR - DAY


Christie tampak termenung sambil menatap map di tangannya.


ALFI
Raffi sama Iqbal tetap di Kementerian Infrastruktur, ya?

CHRISTIE
Yah … mereka, kan, bagian dari tim khusus bentukannya Pak Ferdi. Kalo nggak ada mereka, siapa yang mau menyusun organisasi badan untuk fungsi perencanaan di Kementerian Infrastruktur. Mereka yang jadi andalan untuk menyusun kementerian baru. Jadi, kalo cuma buat menyusun satu organisasi setingkat eselon I, pasti gampang lah....

ALFI
Padahal perasaan Iqbal yang paling vokal pengen pindah.


Christie tertawa sinis.


ALFI
Lucu aja. Raffi sama Iqbal, yang paling menguasai konsep kementerian baru, eh, malah tetap di kementerian lama.


CHRISTIE
Namanya juga “pegawai potensial”. Beda lah sama yang pegawai biasa-biasa saja. Pegawai potensial pasti masuk “Tim Khusus” dan jadi prioritas.

ALFI
Tapi, kenapa Bu Christie malah memilih di sini? Kan, Ibu termasuk tim khusus juga?


Christie tidak menjawab. Matanya melah menyapu seisi ruangan yang tampak luas itu. Terlihat para pegawai hampir semuanya sibuk membereskan berkas dan barang yang masih berantakan.


CUT TO


90. (JAKARTA) INT. KANTOR - DAY


Ruangan kerja tampak berantakan. Para pegawai di sana masih sibuk membereskan berkas-berkas dan barang-barang pindahan dari tempat lama.

Salah seorang pegawai menyalakan televisi menggunakan remote control. Christie spontan menoleh ketika televisi di belakangnya menyala.


ALFI
Jadi kenapa, Bu?

CHRISTIE
(kembali menatap Alfi) Kamu tahu, apa hakekat sebenarnya menjadi PNS?


Alfi mengernyit. Air mukanya terlihat bingung.


CHRISTIE
Menjadi PNS itu … adalah pengabdian. (menatap Alfi) Dan pengabdian adalah bentuk lain dari tanggung jawab moral. (menghela napas) Hanya saja, tanggung jawab moral kadang tidak selalu sejalan dengan keputusan formal.


Alfi semakin menunjukkan raut penuh kebingungan.


CHRISTIE
Mungkin di sinilah kesalahan saya yang sebenarnya. (menunduk) Saya terlalu mengikuti aturan formal. (menengadah) Sampai lupa kalau yang saya hadapi adalah orang … dan urusan yang menyangkut orang tidak melulu urusan formal.


Pak Iwan menatap Christie dengan terdiam.


CHRISTIE
Fitra benar. Dia bukan robot tanpa perasaan. (kembali menunduk) Kita juga bukan.


Alfi pun ikut terdiam dan menunduk.


CHRISTIE
Sepertinya adalah kesalahan besar kementerian yang waktu itu mengangkat saya menjadi kepala bagian kepegawaian. (tertawa getir) Saya masih terlalu muda dan naif untuk menghadapi masalah sebesar itu. (menunduk)


Alfi berdiri dan memeluk Christie dari belakang.


ALFI
Enggaklah, Bu. (tersenyum) Menurut saya, Bu Christie adalah pimpinan terbaik yang pernah kita punya. (menoleh ke Pak Iwan) Ya nggak, Pak?


Pak Iwan tertawa.


CUT TO


91. (JAKARTA) INT. KANTOR - DAY


Ruangan masih disibukkan oleh orang-orang yang menata berkas dan barang. Christie, Pak Iwan, dan Alfi masih duduk berhadap-hadapan di salah satu sisi sambil mengobrol.


ALFI
Terus, Mbak Fitra sekarang di mana? Dengar-dengar dia berhasil pindah, ya? (kembali duduk)

CHRISTIE
Fitra ingin jadi dosen. Artinya, kalaupun pindah, dia tidak pindah ke Kementerian Infrastruktur.

ALFI
Owh! (menaikkan alisnya) Pantesan!

CHRISTIE
Fitra sudah mengambil keputusannya sendiri. (tersenyum) 

PAK IWAN
Untung Mbak Christie langsung memprosesnya, ya? Mumpung waktu itu Mbak Christie masih jadi Kabag Kepegawaian.

CHRISTIE
Prosesnya juga alot, Pak. (tertawa pelan) Saya harus pasang badan karena waktu itu pun pintu mutasi sebenarnya ditutup sampai perpindahan benar-benar selesai. Saya sampai berdebat habis soal klausul 2N+1. Kalau Fitra ditempatkan di Kementerian Perencanaan Wilayah, 2N+1 itu harusnya gugur karena perjanjian dia adalah dengan Kementeian Infrastruktur. Makanya saya ngotot. Semua aturan udah ditabrak, kenapa yang ini nggak tabrak aja sekalian? (tertawa)


Alfi tertawa


CHRISTIE (CONT’D)
(menunduk) Setidaknya ada yang bisa saya perjuangkan di akhir masa jabatan saya waktu itu. Sesuatu … (menengadah menatap Pak Iwan) yang bukan melulu soal formalitas. (kembali tersenyum) 


CUT TO


92. (JAKARTA) INT. KANTOR - DAY


Ruangan kerja yang luas itu masih tampak berantakan dan sedikit riuh dengan para pegawai yang tengah sibuk membereskan berkas. 


PAK IWAN
Yah, namanya juga manusia, Mbak. Selama yang kita hadapi manusia, aturan seperti apapun pasti ada saja celahnya untuk dilanggar. Nggak mungkin manusia itu sempurna, dikasih aturan lalu nurut. Jangankan aturan bikinan manusia. Aturan Tuhan saja sering dilanggar.

CHRISTIE
(tertawa) Tapi, justru ketidaksempurnaan itulah yang membuat manusia jadi sempurna, sebagai manusia.

ALFI
Sebenarnya Mbak Fitra itu salah apa, sih?


Christie dan Pak Iwan menoleh menatap Alfi.


ALFI (CONT’D)
Mbak Fitra cuma nggak pengen dimutasi. Sama kayak Mbak Rina. Atau orang lain yang berusaha pindah lagi ke instansi lama. Tapi, kenapa kita seolah memperlakukan mereka kayak penjahat?


Christie dan Pak Iwan terdiam.


ALFI (CONT’D)
Padahal, di sisi lain, ada yang melakukan kesalahan lebih besar, mengakali peraturan lebih fatal, demi mengeruk keuntungan pribadi. Tapi, apa ada yang berani bilang mereka salah?


Christie lagi-lagi terdiam.


CUT TO


93. (JAKARTA) INT. KANTOR - DAY


Christie tampak termenung di kursinya. Pak Iwan terlihat diam. Begitu juga dengan Alfi.

Televisi yang menyala di ruangan kerja lalu memperdengarkan sebuah siaran reportase berita. 


REPORTER (OS)
Pemirsa. Pelaku teror penyerangan terhadap pos polisi di Purbalingga akhirnya tertangkap. Tak disangka, pelaku ternyata selama ini bersembunyi di Purwokerto. Setelah melakukan penyelidikan mendalam, aparat segera melakukan penggerebekan. Ditemukan berbagai barang bukti di TKP….


Christie sontak membalik badan menatap layar televisi.

Tampak di layar televisi seorang pria tengah digiring oleh aparat.

Christie pun terkejut.


CHRISTIE
Loh? Itu, kan…? (melongo sambil menatap layar)

PAK IWAN
(ikut menatap televisi) Kenapa, Mbak?


Christie tidak menjawab. Raut wajahnya mendadak tegang. Tetapi sekaligus juga lega.

CU layar televisi yang menampilkan seorang pria dengan tangan terborgol ke belakang dan diapit dua orang polisi. Itu adalah pria yang pernah ditemui Christie, Fitra, dan Gya di Purwokerto.


DISSOLVE TO



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar