Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
The Less I Know the Better by Tame Impala (Instrumental) starts playing
EXT. DI DEPAN HOTEL ORPI — PAGI BUTA
Langit pagi masih temaram. Sepasang sepatu terlihat melangkah keluar dari lantai keramik lobi menuju aspal.
Sebuah tas ransel menempel mapan di punggung sesosok orang.
Sebuah tangan meraih masuk ke dalam kantong dada baju. Korek api Anikka ditarik keluar dari kantong.
Sebatang rokok yang terpasang di bibir sedang disulut.
Langit pagi temaram, burung-burung terbang rendah, asap rokok membumbung pelan.
Bibir yang sama terlihat tak berekspresi, sebuah helaan nafas pasrah keluar dari sana.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — PAGI
Mata AMELIA terbuka lebar. Wajahnya segar, ia mengulet dalam posisi berbaring sambil menggosok-gosok mata, melenguh halus merasakan nikmatnya bangun pagi.
Sebuah amplop terlihat di atas meja. Matahari bersinar masuk di antara celah gorden.
Amelia duduk di kasur, dan menoleh ke kanan ke kasur tempat Bara tidur.
AMELIA
Amelia terkejut. Kasur Bara sudah rapi, tidak terlihat seperti pernah digunakan. Amelia terus melihat ke arah kasur, ekspresinya tak bisa berkata-kata.
Sinar matahari dari celah gorden mendekat, cahayanya jatuh di permukaan amplop.
SLOW FADE TO:
INTERCUT SCENE(S) Bara/Amelia:
SUBTITLE: wandering/wondering
EXT. MUSEUM ROKOK — SIANG
Suara pesawat mendarat. Sepasang sepatu berhenti melangkah di depan museum rokok. Dari bawah ke atas terlihat BARA berdiri dengan wajah harap cemas.
Bara mengeluarkan smartphone, melihat jam. Di layar terlihat tab notifikasi 11 missed call dari nama kontak Amelia Kantor. Ekspresinya penuh rasa bersalah. Bara mematikan layar smartphone.
Ia memasukkan korek api Anikka ke kantung dada, dan menepuknya dua kali, Bara berjalan masuk.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG
Terlihat AMELIA mematikan layar smartphone. Amelia terlihat belum mandi, masih menggunakan piyama yang sama. Wajahnya terlihat bingung, ia beranjak duduk di kursi.
Amelia menghela nafas frustasi, tatapannya jatuh ke amplop di meja, sinar matahari menyinari semua permukaan amplop.
INT. MUSEUM ROKOK — SIANG
BARA terlihat berdiri di tempat lemari kaca berisi berbagai macam bungkus rokok. Tatapannya melihat ke lemari tetapi tidak benar-benar melihat, bola matanya lebih fokus ke pantulan samar orang-orang yang lewat di belakangnya.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG
Tangan AMELIA mengambil amplop, dan mengeluarkan tumpukan foto. Foto yang pertama menunjukkan gambar boneka tali yang sedang dimainkan di antara kerumunan orang. Amelia mulai membalik-balikkan tumpukan foto.
INT. MUSEUM ROKOK — SIANG
BARA terlihat berjalan melihat-lihat isi museum. Matanya mengekori setiap sosok perempuan berambut pendek yang hadir di museum. Cemas.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG
AMELIA menatap lekat-lekat sebuah foto. Ekspresinya bingung bercampur terkejut. Foto itu menunjukkan Bara dan Anikka berpose di tempat penyewaan identik seperti Amelia dan Bara beberapa hari lalu.
Amelia melihat foto lain. Foto menunjukkan Anikka berpose di dalam Aula Teater Amphi membelakangi panggung dari tempat duduk.
INT. MUSEUM ROKOK — SIANG
BARA berdiri di depan sebuah etalase warung rokok pameran di dalam museum, matanya terpaku ke bungkusan rokok yang Anikka konsumsi. Persis rokok yang ia baru beli kemarin.
Bara berdiri lama di depan area souvenir, melihat-lihat jajaan barang. menatap barisan korek yang identik dengan korek di kantung bajunya. Wajah terlihat melankolis.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG
AMELIA mengambil foto lain, kali ini terlihat Anikka sedang menulis dalam bus, tidak melihat ke arah kamera.
Amelia mengalihkan pandangan ke foto-foto lain.
Foto Anikka sedang dipasangkan jas hujan di ruang tunggu Terowongan Banyu oleh karyawan atraksi.
Foto Anikka sedang duduk di kasur menyantap sarapan.
Foto Anikka dari samping sedang mencium, penuh senyum, hampir seperti menggigit bunga anggrek (Sarcochilus Falcatus) yang mekar ke bawah (seperti lukisan Proud Maisie).
Alis Amelia bersimpul tebal, sedikit amarah terlihat.
EXT. MUSEUM ROKOK — SORE
Terlihat Bara sedang beranjak naik ke sebuah bus tur keliling kota, berjalan di lorong antar kursi dan duduk di kursi dekat jendela.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG
AMELIA masih membalik-balikkan tumpukan foto. Badannya tegang tidak bersandar di kursi.
Foto Anikka memotret ke arah kamera di atas danau.
Foto Anikka dan Bara penuh keringat dengan orang-orang di trotoar.
Foto Anikka dan Bara dengan make-up badut di lantai hotel. Bara tersenyum sangat lebar di foto itu.
Raut wajah Amelia melembut melihat ekpresi Bara.
INT. BUS TUR KELILING KOTA — SORE
Mata BARA bergerak tak berhenti melihat keluar jendela selama bus berkeliling ke tiap sudut kota, mencari-cari wajah di antara kerumunan orang banyak. Wajahnya lelah tapi masih penuh determinasi.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG
AMELIA duduk bersandar di kursi. Ia memegang sebuah foto. Mata Amelia melirik ke foto di atas meja, foto Anikka dan Bara dengan make-up badut.
Mata Amelia kembali ke foto di tangannya. Foto sebuah kasur hotel yang rapi seperti tidak pernah digunakan, tapi samar-samar seakan ada sosok orang yang seharusnya ada di sana. Persis seperti yang ia lihat tadi pagi.
Amelia melirik kembali foto di atas meja, melihat senyum Bara versi badut. Amelia menghelas nafas dalam dari mulut, badannya merosot pelan masih di kursi. Ia memandang langit-langit kamar selama beberapa saat. Stoic, tidak terlihat amarah sama sekali. Amelia melirik ke arah foto Bara badut, Amelia menghela nafas dari hidung, senyum penuh ketulusan dan pengertian mengembang tipis.
Sebuah foto terlihat di antara tumpukan foto lain. Foto Bara dan Amelia berpose dengan sepeda tandem. Bara di sisi kiri, Amelia di sisi kanan. Setengah foto terlihat rusak dengan warna saling tertimpa seperti salah cetak, sisi Amelia.
EXT. SEBUAH BUKIT — SORE
BARA turun dari bus, dia berjalan ke arah yang berbeda dari rombongan. Ekspresinya tiba-tiba berubah terkejut. Terlihat hamparan kota yang begitu luas dan padat di bawahnya. Wajahnya berubah merah, marah, menyadari kebodohan dan kenaifan dirinya.
Bara kembali naik ke dalam bus, duduk di tempat yang sama. Selama perjalanan selanjutnya, wajah Bara terlihat sadrah, matanya tidak lagi mencari-cari.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — MALAM
Dari atas hanya terlihat sebuah kertas persegi berwarna hitam, alat tulis spidol, dan gunting di meja. Sepasang tangan terlihat, tangan bersih dan lentik, tangan seorang perempuan.
Tangan itu mengambil kertas dan mulai melipatnya. Melipat, melipat, dan terus melipat. Kemudian tangan itu mengambil gunting dan memotong kertas yang telah terlipat dalam bentuk tertentu. Gunting di taruh kembali. Tangan itu membuka lipatan kertas, wujud kertas sekarang berupa segilima dengan banyak garis lipatan.
Tangan ini mengambil spidol. Pop. Suara tutup spidol yang terbuka menggema. Tangan itu mulai menuliskan sesuatu di atas kertas. Tidak terlihat apa yang ditulisnya.
EXT. SEBUAH TAMAN — MALAM
Sebuah tangan bergoyang-goyang di samping badan seseorang yang sedang berjalan. Terang gelap bergantian dibawah naungan lampu taman temaram. Tangan itu menggengam sebuah bungkus rokok dengan merk yang sama seperti yang Anikka tinggalkan. Bungkus rokok itu sudah terbuka, isinya tidak penuh, bungkusnya tidak terlihat baru dan penuh bekas-bekas kusut.
INT. KAMAR HOTEL ORPI — MALAM
Tangan yang sama terlihat sedang melipat kertas yang sebelumnya telah dipotong. Tangan itu lanjut melipat, tidak menunjukkan apa tulisan yang telah tertoreh di atas kertas. Tangan itu terus melipat, melipat, dan melipat hingga kertas menjelma menjadi menjadi bintang dengan lima ujung lancip.
Tangan itu memegang bintang hitam, lalu mengangkatnya pelan dan menempelkannya di dekat dada. Motif bunga-bunga dapat terlihat samar di baju yang menempel di badan asal tangan itu. Tidak terlihat wajah pemiliknya.
EXT. SEBUAH TAMAN — MALAM
Sebatang rokok menggantung di bibir dalam kegelapan, tidak terlihat wajah sama sekali. Sebuah korek di dekatkan ke rokok, gambar pabrik samar terlihat di sisi korek itu.
Korek dihidupkan membakar ujung rokok, apinya memberikan penerangan kecil memperlihatkan wajah si perokok. Perokok itu adalah BARA. Ia menghisap rokoknya dalam. Api di ujung rokok berpendar.
EXT. SEBUAH SUNGAI — MALAM
Sepasang tangan terlihat sedang menaruh lentera air di sungai yang beriak-riak. Api dalam lentera memberi penerangan lemah, terpantul di permukaan air.
Tangan itu terlihat akan memasukkan sebuah bintang kertas, namun tangan itu berhenti di udara, membiarkan api lentera menyentuh salah satu sudut bintang. Tangan itu lalu mengangkat bintang di atas lentera air, membiarkannya terbakar, abu-abu bintang kertas itu jatuh ke dalam lentera.
Saat bintang hampir terbakar habis, tangan itu menaruh dengan halus sisa bintang di tangannya ke atas api lentera, dan melepas genggaman. Tangan itu lalu dengan berlahan mendorong sisi lentera air agar terbawa arus sungai.
EXT. SEBUAH TAMAN — MALAM
BARA duduk di sebuah bangku taman. Tangan memegang bintang kertas hijau di salah satu ujung lancipnya. Lampu taman di dekatnya mati, namun lampu-lampu taman lain masih hidup agak terang. Tas punggung Bara berada di sebelahya, dan ia menyandarkan satu tangan di atas tas itu. Bara menghisap dan menghembuskan rokok lemah, ia terlihat larut dalam pikiran sendiri.
Postur tubuh Bara bersandar agak menunduk, terlihat lemas, terkalahkan. Namun, ekspresi Bara terlihat tenang, seperti tengah memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Ia menghisap rokoknya, melihat sebuah titik imajiner di rumput taman, dan menghembuskannya ke titik itu.
Bara menempelkan tubuhnya lebih dekat dengan sandaran bangku taman. Ia lalu menengadah ke atas, tangan tergantung di atas masing-masing lutut. Bara terlihat berhenti berpikir, ia mulai memperhatikan langit. Matanya tidak bisa lepas dari bintang-bintang. Bintang itu terus bersinar dan berkerlap-kerlip.
SLOW DISSOLVE TO:
EXT. SEBUAH SUNGAI — MALAM
Deretan sinar lemah berpendar jarang-jarang, seakan mengalir terbawa arus. Sumber sinar itu menjadi lebih jelas, terlihat banyak lentera air bergerak pelan di atas sungai.
Sebuah punggung seseorang yang memakai baju bunga-bunga terlihat sedang duduk di atas rumput menghadap ke sungai yang tidak jauh di bawah. Dari belakang, perempuan itu terlihat menaruh tangannya melipat di atas kedua lutut yang rapat, dagunya ia taruh di atas kedua tangannya.
EXT. SEBUAH TAMAN — MALAM
BARA masih duduk dengan posisi yang sama, Ekspresinya lebih melankolis walaupun pembawaannya masih terlihat tenang. Bara mengangkat rokok mendekati mulut namun berhenti tepat saat rokok hampir menyentuh bibirnya.
Bara menjatuhkan kembali tangannya perlahan. Ia mengepalkan tangan dengan bintang, menggengam benda itu dengan lembut. Bara lanjut melihat langit. Kerlap-kerlip bintang-bintang terpantulkan samar di bola matanya.
EXT. SEBUAH SUNGAI — MALAM
Sosok depan perempuan baju motif bunga-bunga terlihat dari jauh. Wujudnya perlahan-lahan terlihat lebih jelas dan lebih dekat. Perempuan itu adalah AMELIA. Amelia sedang menumpu dagu di antara dua lutut, ia terlihat seperti sedang memeluk kakinya.
Bagian bawah wajah Amelia tidak terlhat dengan jelas, namun matanya tampak jelas menatap tanpa ekspresi ke arah sungai. Lentera-lentera air yang berpendar lemah di atas sungai terpantulkan jelas di bola matanya.
EXT. SEBUAH TAMAN — MALAM
BARA terlepas dari lamunan, ia terkejut, abu rokok baru jatuh di atas jarinya. Bara refleks menggenggam bintang lebih keras membuatnya lebih kusut. Sekejap kemudian Bara sadar dia meremas bintang kertas dan langsung membuka genggaman menjatuhkan bintang.
Bara melihat bintang tergeletak dekat kakinya dengan tatapan kosong. Ia mematikan rokok dan membuangnya ke tempat sampah sebelum mengambil kembali bintang hijau itu.
Bara memegang kedua sisi bintang kertas dengan kedua tangan, sambil menatap nanar. Bara menarik nafas sangat dalam, dan menghembuskannya tak kalah dalam. Ia mulai membuka lipatan bintang kertas.
Mata Bara terlihat seakan mengikuti huruf demi huruf yang tertuliskan di kertas. Tidak terlihat apa yang tertulis di sana. Ekspresi Bara berubah menjadi bingung, alisnya kusut, namun ia merasa lebih campur aduk. Tak lama berbagai emosi terlintas di wajah Bara, sedikit amarah terpancar di mata, banyak pertimbangan tersimpul di alisnya, kesedihan bergetar di bibir setengah terbuka. Namun, tiba-tiba wajah Bara menjadi tenang, stoic, tanpa emosi, lalu secercah senyum tipis khas miliknya terkembang, matanya penuh pasrah dan kasih sayang. Bara paham apa yang tertotehkan di atas kertas itu.
Bara kembali menyandarkan badan ke bangku, badannya lebih rileks seakan baru terlepas dari bebas. Bara memasukkan kertas hijau tadi ke saku jeans dan mengeluarkan smartphone dari saku yang sama.
Bara membuka daftar kontak di smartphone miliknya. Kontak bernama Amelia Kantor berada di urutan paling atas. Bara menekan nama itu, menelepon Amelia.
EXT. SEBUAH SUNGAI — MALAM
AMELIA masih duduk memeluk lutut di tempat yang sama. Ekspresinya semakin tidak terlihat jelas.
Suara ringtone dan getaran terdengar, sebuah cahaya kecil berpendar di sebelah Amelia. Telepon masuk, nama penelepon Bara Kantor.
Amelia hanya menatap smartphone, membiarkan ringtone berbunyi dua kali, baru mengambilnya dangan sebelah tangan. Amelia terlihat mempertimbangkan sesuatu sambil melihat nama dan dua tombol di depan wajahnya, tombol merah dan tombol hijau.
Ringtone terus berbunyi. Amelia terlihat sudah memutuskan sesuatu. Amelia menekan sebuah tombol di layar smartphone. Tidak jelas tombol mana yang Amelia pilih pada akhirnya.
EXT. SEBUAH TAMAN — MALAM
BARA terlihat berdiri di sebuah aliran air. Ia sedang melipat sebuah kertas origami merah.
Di pinggiran aliran air yang mendesir halus, Bara menaruh perahu kertas berwarna merah. Bara kemudian memasukkan tangan ke kantong jaketnya, mengeluarkan bintang hijau kertas yang penuh kerutan dan korek api dengan gambar pabrik tua.
Bara memposisikan bintang di atas korek api. Gir korek dipantik, percikan api merekah, dan bintang hijau mulai terbakar. Bara menaruh tangan di bawah bintang yang sedang terbakar, menumpuk abu sisa.
Bara menaruh abu itu ke dalam perahu kertas, dan mengangkat perahu ke atas aliran air, masih sambil memegangnya. Bara lalu menaruh korek api tadi di atas perahu.
Jari Bara sedikit bergetar, seakan belum rela melepas perahu tersebut, namun tak lama jari itu tidak lagi menyentuh permukaan kertas. Perahu itu belayar lambat, berayun ke kanan lalu kiri mengikuti aliran air. Damai, bebas, tanpa beban. Perahu terus saja berlayar, semakin kecil, semakin jauh, semakin bebas.