Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
melancholic traces of ghost
Suka
Favorit
Bagikan
7. Hari 5 (1)

INT. HOTEL ORPI — PAGI

Suara pintu diketuk.

PEGAWAI HOTEL ORPI

Permisii! Selamat pagi!


Mata BARA terbuka lebar. Ia langsung menghadap ke arah suara, pintu kamarnya. Bara bangkit berjalan setengah sadar, ia tidak memakai sandal hotel di sebelah tempat tidur. Pintu dibuka pelan.


PEGAWAI HOTEL ORPI

Selamat pagi, pak. Ini sarapannya saya antar.


BARA

(setengah sadar)

Hmm?


PEGAWAI HOTEL ORPI

Ini sarapannya saya antar, tadi saat ditanya sarapannya ingin diantar atau tidak, katanya diantar saja kalau sampai jam 9 belum turun.

(memberi nampan ke Bara)


BARA

(mulai sedikit lebih sadar)

Ohhh, begitu. Terima kasih ya.

(mengambil nampan)


PEGAWAI HOTEL ORPI

(menggangguk tersenyum, lalu beranjak pergi)


BARA berbalik badan. Ia bisa melihat ANIKKA masih tidur telungkup dengan satu tangan di sebelah telepon kamar, Anikka memakai piyama garis-garis. Bara sadar bahwa ia ketiduran semalam, matanya baru merasa silau memproses cahaya yang merembes dari balik gorden, ekspresinya sedikit kecewa. Bara menyayangkan bahwa ia melewatkan waktu untuk berbicara dengan Anikka, dan ini membingungkan dirinya yang masih setengah sadar.

Bara menaruh nampan di atas meja kabinet antara dua ranjang, Bara dengan lembut mengangkat tangan Anikka ke sebelah badan Anikka. Bara lalu menggoyangkan bahu Anikka dengan penuh perhatian. Anikka mengeluarkan suara geraman manis, ia membuka sebelah mata, sosok di depannya bertransisi dari buram menjadi terang. Anikka sadar sosok itu adalah Bara, ia menyunggingkan senyum terkulum yang tulus.


BARA

(tertegun, ekspresi datar, alis terangkat sepersekian saat)

Sarapan.


Anikka

(masih tersenyum)

Hmmm. Oh iya.

(membuka kedua mata)

Ayo makan.


Anikka bangkit dari tempat tidur, memakai sandal hotel, dan beranjak ke kamar mandi mencuci muka.

Bara duduk bersila di kasur. Masih setengah sadar. Matanya mencari-cari dengan lemah titik imaginer yang selalu ia perhatikan, namun ia masih tidak menemukannya, senyuman Anikka dan gerak mata Anikka berkelebat di mata Bara.

Suara pintu kamar mandi. Kepala Bara refleks menoleh ke arah suara, kesadarannya mulai kembali.


ANIKKA

(menepuk pelan wajah dengan dua tangan, berjalan)

Duh, masih ngantuk nih.


Sambil menatap Anikka, Bara membuat gestur orang yang sedang makan, lalu menempel telapak tangan dan memposisikannya di sebelah pipi, gestur tidur. Mata Anikka terbuka lebar begitu juga senyumnya, tapi wajahnya masih terlihat mengantuk.

Mereka berdua makan di atas tempat tidur masing-masing dengan khidmat tanpa bicara, sesekali mereka bertukar melirik dan menatap satu sama lain juga bebagi senyuman hingga mereka selesai makan.

Setelah menaruh nampan di atas meja Anikka langsung menarik selimut hingga kepala, kembali tidur. Bara juga lanjut beranjak tidur, ia berbaring menyamping menatap ke arah Anikka, matanya menatap lemah dan pelan-pelan menutup penuh damai.


FADE TO BLACK TO:


INT. KAMAR HOTEL ORPI — SIANG

Suara keran diputar. Curah air dari shower melemah. Uap air mulai menghilang. BARA berpakaian lengkap berdiri di depan cermin menyisir rambut ikal dengan tangan sekenanya saja.

Bara membuka pintu kamar mandi. ANIKKA masih tidur, Bara membangunkan Anikka dan menunjuk ke arah kamar mandi saat Anikka membuka mata. Anikka tersenyum dan langsung bangun dari tempat tidur, mengambil beberapa barang dari ranselnya dan beranjak ke kamar mandi. Bara mulai membereskan isi tasnya.

Isi tas Bara sudah tersusun rapi, suara shower masih terdengar halus. Bara tidak tahu harus melakukan apa selagi menunggu Anikka.

Bara kemudian duduk di kursi putar, ia mulai menggoyangkan kursi itu ke kiri dan kanan. Matanya melirik ke tempat tidur Anikka di sebelah kiri. Bara mulai menggoyangkan kursi ke kiri dan ke kanan lebih kencang.

Ia terlihat memikirkan sesuatu, mata Bara terlihat berbinar. Kursinya sudah setengah berputar.

Raut Bara terlihat bersyukur. Kursinya sudah berputar penuh pelan, senyuman tipis muncul di wajah Bara.

Kursi berputar lebih kencang, senyum Bara merekah lebih lebar, di kepalanya terlintas wajah Anikka di semua momen mereka berdua berbincang-bincang.

Suara pintu kamar mandi terbuka. Kilasan mata Bara yang masih berputar di kursi menatap ceria ke arah suara.


CUT TO:

EXT. TAMAN MAKAM RATU PENDAMAN — SIANG

BARA, ANIKKA, dan segerombolan orang berjalan mengikuti seorang GUIDE di sebuah taman yang penuh semak juga bunga berbagai jenis.

Mereka melewati sebuah gerbang kerangka besi kecil yang dililit tanaman menuju area pepohonan yang ditumbuhi anggrek. Terdapat tulisan "SEMUA ADA MASANYA" di bagian atas kerangka.

Bara dan Anikka berjalan di tengah barisan gerombolan. Di kiri-kanan jalan setapak dari bebatuan terdapat papan peringatan yang berbeda-beda, masing-masing berjarak 10 meter.

Papan terdekat dari Bara dan Anikka, bertuliskan "MOHON JANGAN KELUAR DARI JALAN SETAPAK".

Papan selanjutnya di depan bertuliskan "MOHON TIDAK MEMETIK ATAU MENCABUT TANAMAN".

Papan selanjutnya "MOHON TIDAK MEMINDAHKAN APAPUN YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI TAMAN", masih ada beberapa papan lain di depan namun tulisannya tidak terlihat jelas.

Bara dan Anikka melihat-lihat ke sekeliling, tidak terlalu memperhatikan apa yang Guide sampaikan.

GUIDE

Jadi, ini ada bunga anggrek Dendrophylax lindenii. Bunga ini unik karena...


Mata Anikka menangkap sesuatu di sisi kanan taman, ia berhenti, menatap ke arah sana. Bara berjalan beberapa langkah sebelum sadar Anikka tidak lagi di sampingnya. Bara berhenti, menoleh ke belakang, melihat Anikka berdiri.

Ekspresi Anikka bingung, seperti ekspresi Bara yang bingung melihat Anikka. Bara membiarkan dirinya dilewati oleh sisa gerombolan orang, sebelum berjalan ke Anikka.

Bara berdiri di samping Anikka, masih lanjut menatap bingung, lalu melihat ke arah tatapan Anikka. Terlihat sebuah patung batu kecil berbentuk manusia jatuh menelungkup.


BARA

Kenapa? Itu apa?


ANIKKA

(terlihat penuh pikiran)

Hmmm..

Suara Guide mulai sayup-sayup.

GUIDE

Papan ini sebenarnya bukan sekadar larangan. Ada hubungannya dengan...


ANIKKA

Kasian, dia jatuh.


Anikka melangkah keluar dari jalan setapak. Tangan Bara refleks ingin menahan bahu Anikka, tapi geraknnya berhenti di udara saat hampir menyentuh bahu.

Anikka mencoba mengangkat patung, hanya setengah terangkat, ia melihat ke Bara, ekspresinya menarik bibir tertutup lebar-lebar, matanya meminta pertolongan.

Ekspresi Bara tidak setuju, Bara melihat ke arah kiri, sudah tidak terlihat ada seorang pun, Bara melihat ke Anikka kembali, ekspresi Anikka semakin intens minta dibantu.

Bara akhirnya mengangkat patung bersama Anikka hingga patung itu berdiri tegak. Anikka tersenyum berseri-seri melihat wajah patung yang terhiasi tanah, senyum Bara perlahan-lahan mengembang tipis menatap wajah Anikka.

Ekspresi Anikka kembali bingung dan cemberut, ia melangkah ke pohon dan menghabiskan waktu beberapa saat mencabut setangkai bunga berwarna coklat layu. Papan kecil bertuliskan Gastrodia bamboo terlihat di bawah bunga tersebut.

ANIKKA

(sambil tersenyum)

Biar yang lain ga ikut layu.


Ekspresi Bara terlihat kagum mendengar ucapan Anikka. Anikka berjalan melewati Bara sambil menggoyang-goyang bunga di tangan, Bara menyusul Anikka dan menyamakan langkah.

Dari kejauhan, di belakang Bara dan Anikka terlihat Staf Pengurus Taman menidurkan kembali patung.

Satu baris di dalam buku Anikka dicoret dengan dua garis.


EXT. DANAU ADORES — SORE

BARA dan ANIKKA mengapung damai di atas perahu karet bundar. Perahu bergerak pelan terbawa angin danau yang tak beriak, dayung bersandar di dinding perahu karet.

Bara dan Anikka bersandar di sisi bersebrangan, kaki lurus di samping satu sama lain, kepala melihat ke langit di atas, langit cerah tapi awan menutup tepat di atas mereka, menyejukkan, menenangkan, santai.

CEKREK! CEKREK! Suara dua kamera dalam waktu bersamaan. Bara dan Anikka melihat satu sama lain. Mereka berdua ternyata sama-sama memfoto sesuatu di langit sana.

Anikka

(mengangkat kamera ke samping wajah)

Ayo foto bareng.


BARA

Boleh.

(setengah beranjak ke sisi Anikka)


ANIKKA

(membentuk gestur stop dengan tangan)

Kamu di situ aja, kita saling foto waktu motoin satu sama lain gitu maksud aku. Gimana?


BARA

(ekspresi bingung sesaat)

oh boleh juga, bagusan gitu ya?


ANIKKA

(mengangguk dua kali dengan semangat)


Bara dan Anikka memasang kamera di depan wajah masing-masing. Mereka menyorot ke arah satu sama lain. Senyum Bara dan Anikka dua-duanya terkembang. Mereka tidak tahu fokus foto satu sama lain.

Bara memfoto dengan Anikka di tengah hampir memenuhi layar, pemandangan di belakang terlihat sedikit di sisi-sisi, Bara memfokuskan foto di alis mata tertutup Anikka.

Foto Anikka lebih banyak mencakup pemandangan di belakang Bara, Bara hanya memenuhi sepertiga layar viewfinder, titik fokus Anikka adalah rambut ikal Bara.


ANIKKA

Hitungan ketiga ya.


BARA

Satu...


ANIKKA

Dua...


BARA

Tiga!

Anikka

Tiga!


CEKREK! CEKREK! Cahaya Flash kamera memutihkan pandangan sementara.


DISSOLVE TO:


ANIKKA (INAUDIBLE)

(berbicara dengan semangat dan gestur tangan berlebihan)


BARA (INAUDIBLE)

(mendengarkan sambil memperhatikan satu per satu objek di wajah Anikka, lalu berganti berbicara)


FADE TO:



EXT. PINGGIR DANAU ADORES — SORE

Bara terlihat berbincang-bincang dengan penjaga kedai sewa perahu, Anikka tidak terlihat. Bara pamit lalu berjalan pergi, ia melihat Anikka berjongkok di depan dagangan penjual kaki lima tidak jauh dari tempat Bara berada.

Anikka menoleh, ia melihat Bara mendekat. Anikka berdiri dan berlari-lari kecil ke arah Bara, ia memegang sesuatu di tangan. Sesampainya di depan Bara, Anikka tersenyum lebar mengibar-ngibarkan benda di tangannya.

BARA

Itu apa?


ANIKKA

Mainan Make-up. Hihi.


BARA

(ekspresi bingung)

Oh?


ANIKKA

Main ini mau ga? Jadi ntar kita make-up satu sama lain, ga boleh liat cermin, trus foto. Lucu kan?


BARA

(sedikit ragu dan bingung)

Bo..leh.

(keraguannya hilang)

btw, tadi aku dikasih tau ada karnaval gitu di daerah sini. Mau ke situ ga?


ANIKKA

Karnavalnya cuma hari ini?


BARA

Engga sih, masih sampe semingguan lagi katanya.


ANIKKA

Ya udah, besok aja gimana dari pagian gitu, biar sorean langsung nyari lampion, malem ini nyimpen tenaga aja

(sambil menunjuk-nunjuk mainan make-up)


BARA

(membuat tanda oke dengan tangan kanan)

Ayo makan.


Bara dan Anikka jalan berdampingan. Anikka membuka catatan dan dua garis kembali ia torehkan ke atas satu baris lain.


CUT TO:

INT. KAMAR HOTEL ORPI — MALAM

BARA dan ANIKKA duduk di lantai. Ada beberapa botol minuman di dekat mereka, beberapa sudah dibuka beberapa masih tertutup. Mainan make-up juga sudah terbuka, mereka tengah merias wajah satu sama lain.

INTERCUT Bara/Anikka

Bara tidak menggunakan banyak warna. Ia merias wajah Anikka dengan gerak yang sangat lembut dan penuh perhatian, seakan Anikka boneka keramik yang rapuh. Bara memulai dari mata, kiri lalu kanan, menggunakan warna merah dan sedikit oranye. Kemudian hidung, juga warna merah, ia menyentuhkan ujung kuas perlahan-lahan ke ujung hidung Anikka. Terakhir bibir, masih dengan warna merah, gerak kuas Bara lebih lembut. lebih hati-hati, lebih terbawa sendu ruang yang agak temaram.

Anikka lebih bersemangat, ia menggunakan banyak variasi warna. Gerak kuasnya bagai maestro yang sedang menyelesaikan sebuah magnum opus. Anikka memulai dari pipi Bara, dengan rona merah tipis. Ia berlanjut ke mata Bara, menghiasi bagian bawah kedua mata dengan warna hitam, setelah itu Anikka mengganti warna menjadi kuning, lalu biru untuk bagian atas mata Bara. Sesekali Anikka menggeser dengan halus rambut ikal Bara yang menutupi dahi. Senyum tipis selalu muncul saat Anikka menyentuh rambut itu. Kuas Anikka turun ke area hidung Bara, membentuk lingkaran besar di area itu dan mengisinya dengan warna merah terang. Terakhir Anikka menghiasi area bibir Bara tidak kalah lebar dengan saat ia menghias hidung Bara. Anikka memegang dagu Bara saat menghiasi bibir, jari telunjuknya ikut bersandar di pipi Bara.

Selang waktu cukup lama. Mereka tidak memperhatikan jam. Wajah tetap dirias, botol tetap diminum, objek di depan mata terus dipandang sepenuh hati. Mereka hampir tidak berbicara, hanya memberi tahu satu sama lain untuk tidak bergerak atau tertawa, terlepas itu mata mereka fokus hanya melihat ke mana kuas jatuh menyentuh kulit. Sesekali lirikan mata mereka bertemu dan mereka berhenti mengagumi mata masing-masing, dalam sunyi, lalu lanjut memperhatikan ujung kuas.


FADE OUT TO:

Bara dan Anikka memegang kenop pnitu kamar mandi, tangan Bara berada di atas menggenggam tangan Anikka.


ANIKKA

Satu...

BARA

Satu...


ANIKKA

Dua...

BARA

Dua...


ANIKKA

Tiga!

BARA

Tiga!


Mereka menggeser kenop pintu bersamaan. Tawa mereka berdua meledak melihat bayangan di depan cermin kamar mandi. Selama nyaris satu menit penuh Anikka dan Bara terguling-guling tertawa di depan kamar mandi. Mereka berdua sama-sama merias satu sama lain sebagai badut.

Bara terlebih dahulu masuk dan memperhatikan riasannya dengan seksama. Bentuk bibir merah yang terbuka lebar, rias rona pipi penuh malu, area hidung yang bulat besar merah, segitiga hitam di bawah kedua mata, api kuning di alis mata yang satu, dan lingkaran biru di alis lain, ditutup satu toreh garis hitam yang membelah di tengah mata. Bara lanjut tertawa melihat sosoknya yang jenaka, ia merasa terlihat sebagai orang yang ceria dan menyenangkan.

Anikka lalu masuk ke dalam dan berdiri di sebelah Bara. Anikka juga dirias sebagai badut, tapi badut yang sudah mempesona cukup dengan kehadirannya bahkan sebelum tersenyum menghasilkan tawa. Anikka memperhatikan wajahnya di cermin dengan seksama penuh senyuman, Bara menoleh memperhatikan senyuman di wajah Anikka. Segitiga merah lancip bagai taring menghiasi bagian bawah mata kiri Anikka dengan ruam-ruam oranye mengelilinginya, mata kanan Anikka juga terhiasi pola yang sama hanya saja kali ini bagian kelopak mata bukan kantung mata, dengan ujung lancip seakan membelah menembus alis. Ujung hidungnya hanya terias merah mengikuti kontur, tidak seperti pada wajah Bara. Begitu pula di bibir Anikka, warna itu tidak melewati area bibir, hanya sedikit pola lancip yang dibubuhkan Bara di ujung bibir Anikka.

Mereka berdua lalu berbaring di lantai kamar, memegang kamera berswafoto bersama.

CEKREK!CEKREK!CEKREK!CEKREK!

Dua foto dengan kamera Anikka, dua foto dengan kamera Bara. Senyum mereka tidak pudar dan suara tawa hanya hilang sesaat sebelum muncul kembali lebih semangat, lebih senang, lebih intim.

Mereka terus menghabiskan minuman sambil menunjuk-nunjuk wajah satu sama lain dengan penuh senang karena bisa beride sama merias ala badut. Mereka tertidur pulas di lantai, terbawa mabuk, ditemani rasa senang, diselimuti rasa nyaman.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar