Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
melancholic traces of ghost
Suka
Favorit
Bagikan
8. Hari 6 (1)

INT. KAMAR HOTEL ORPI — PAGI

Segaris cahaya matahari masuk melewati sela-sela gorden. Cahaya itu jatuh di dekat wajah BARA. Bara masih tertidur pulas dengan riasan badut sedikit pudar tersapu tangan. Wajah Bara tenang. Garis cahaya pelan-pelan mendekati kepala Bara dan akhirnya berada tepat di mata Bara. Ekspresi Bara kusut, ia membuka mata, dan bangkit duduk di lantai.

Bara menarik nafas dan melihat sekelilingnya. Botol berserakan, kuas dan riasan tak karuan, kamera bergeletakan. Bara menyentuh pipi dan melihat ada yang menempel di jari-jarinya. Bubuk putih dan sedikit warna merah. Bara celingak-celinguk. Ia tidak melihat ANIKKA.

Bara berdiri tegak dengan cepat. Sebuah nafas lega keluar dari hidungnya. Bara melihat Anikka. Anikka tidur dengan setengah badan di atas kasur dan setengah lagi di lantai, bagai dalam posisi berlutut, tangan Anikka terentang lurus ke depan seakan berusaha menarik tubuhnya ke atas, sebagian riasan Anikka menempel di seprai ranjang.

Bara menggoyangkan bahu Anikka. Anikka terbangun membalikkan badan dengan lemah. Anikka tertawa serak lemah melihat wajah badut Bara, Bara ikut tertawa kecil. Mereka berdua mencuci muka bersamaan di wastafel kamar mandi, khusyuk melihat riasan wajah sendiri perlahan luntur di cermin memperlihatkan kembali kulit telanjang bersih. Bara menoleh ke wajah Anikka saat Anikka tidak melihat. Anikka juga menoleh melihat rambut ikal Bara saat Bara tidak meihat. Bara dan Anikka keluar kamar untuk sarapan tanpa berganti baju.


CUT TO:


EXT. JALAN KARNAVAL — SIANG

Karnaval belum dimulai, tapi jalanannya sudah mulai ramai. Jumlah pedagang, pelukis, dan bermacam-macam street artist di trotoar jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang yang datang menonton karnaval. Dekorasi penuh warna menghiasi tiang-tiang di pinggir jalan.

BARA dan ANIKKA melangkah berdampingan, tapi tidak sejajar, Anikka sedikit di depan. Mereka menyusuri jalan lurus nan panjang yang tidak terlihat ujungnya. Mereka memperhatikan manusia-manusia patung dan lukisan yang terjaja. Anikka melihat seorang penyeketsa muda tidak jauh dari tempatnya berada. Anikka menepuk pundak Bara tanpa melihat dan langsung melangkah cepat ke tempat penyeketsa tanpa menunggu respon Bara. Bara mengikuti Anikka di belakang tanpa mengganti kecepatan langkahnya.

ANIKKA

(menunduk melihat sketsa di bawahnya)

Hmm.Hmm.


BARA

(memperhatikan wajah Anikka lekat-lekat)

Mau digambar ga Nik?


ANIKKA

(menoleh ke Bara)

Hmm?

(menoleh ke sketsa kembali)


BARA

(ke penyeketsa)

Saya minta tolong sketsa dia satu ya

(menunjuk Anikka)


ANIKKA

(masih fokus ke sketsa)

hmm?


Bara memegang kedua bahu Anikka dan mendudukkannya lembut di bangku tinggi milik penyeketsa. Bara duduk di bangku di belakang penyeketsa.

PENYEKETSA

Mau gimana, kak?


ANIKKA

(menoleh ke Bara)

Mau gimana?


Anikka membuat pose bercanda menaruh satu tangan di kepala dan satu tangan di pinggang. Bara tertawa kecil melihat gelagat Anikka


ANIKKA

(berganti-ganti pose)

Gimana? Gimana? Apa mau kayak model perancis?


BARA

(masih tertawa, lalu tersenyum)

Senyamannya kamu aja.


Anikka berhenti gonta-ganti pose dan menatap mata Bara lekat-lekat untuk sesaat. Wajah Anikka tidak berekspresi menimbang-nimbang sesuatu. Anikka kemudian menaruh kaki kanannya di sandaran kaki bangku, kaki kirinya meregang lurus agak ke samping, kedua tangannya ia tumpu di bangku, pandangannya menghadap kanan tidak menoleh ke arah penyeketsa. Penyeketsa memberi tanda oke.

Anikka menahan pose itu dengan mantap, ia tidak bergerak, bahkan terlihat seakan tidak bernafas. Anikka sama sekali tidak melirik ke arah Bara. Penyeketsa sudah menggambar outline dan siluet kasar Anikka.

ANIKKA

(membuyarkan pose lalu menghadap ke penyeketsa)

Saya boleh ganti pose ga? Saya ga sanggup lama-lama gini kayaknya.


Penyeketsa mengganguk-angguk tidak keberatan. Anikka mengganti pose lebih nyaman, ia menaikkan salah satu kaki ke bangku, menaruh satu tangan di lutut kaki tersebut lalu agak membungkuk ke depan menempel pipinya ke atas tangan tadi menghadap ke arah penyeketsa. Penyeketsa menghapus sketsa sebelumnya dengan remah roti, lalu lanjut menggambar ulang Anikka.

Jumlah pengunjung sudah lebih ramai. Bara memperhatikan sketsa dengan detil, ia lalu menoleh ke Anikka, menatapnya lekat-lekat. Ekspresi Anikka lebih halus, lebih friendly, lebih... manis. Bara tidak bisa melepaskan pandangannya dari Anikka. Walaupun demikian, ekspresi mata Anikka sebenarnya dingin, seakan menatap sesuatu tetapi tidak mengganggap apa yang dilihatnya.

Penyeketsa menyadari itu, tapi ia mengubah sedikit ekspresi Anikka di sketsanya untuk menyesuaikan pose Anikka yang terlihat lembut. Bara tidak menyadari itu. Sketsa wajah Anikka menempel lebih kuat di pikirannya.

Jumlah pengunjung semakin bertambah, tidak lama lagi karnaval di mulai. Saat Bara memperhatikan penyeketsa, Anikka kadang melirik ke arah Bara, masih dengan pandangan menimbang-nimbang seperti saat menanyakan pose.

ANIKKA

(ke penyeketsa)

Saya boleh minta kertas sama pensil juga ga?

Penyeketsa awalnya bingung, lalu ia memberikan barang yang diinginkan Anikka. Bara juga terlihat bingung.

ANIKKA

(menggestur dengan mata ke samping penyeketsa)

Bara, duduk di situ dong. Biar aku gambarin juga.

Ekspresi Bara semakin bingung, tapi kemudian ia tersenyum tipis senang. Di hati Bara tiba-tiba bertumbuh bunga (anggrek) yang ia bahkan tidak tahu bibitnya pernah ada. Bara memindahkan kursi sesuai keinginan Anikka, ia lalu menaikkan alis berekspresi tanya, tanda meminta intstruksi pose.

ANIKKA

(tersenyum tipis)

Senyamannya kamu aja.


Penyeketsa merasa bulu kuduknya merinding mendengar kalimat manis Anikka yang entah kenapa tak sarat kelembutan sama sekali. Penyeketsa melirik ke arah Bara. Ekspresi Bara menunjukkan dia tidak menyadari hal yang sama dengan si penyeketsa.

Bara duduk berpose menghadap Anikka. Ia menyandarkan kedua kakinya di sandaran kaki bangku, duduk lebar, satu telapak menggenggam lutut, telapak lain terbuka menopang dagu dan pipi, menyunggingkan senyum tipis khas miliknya.

Penyeketsa menggambar Anikka. Anikka mensketsa Bara tanpa mengubah posenya. Bara menatap ke arah Anika menjaga pose dan senyumnya. Karnaval sudah dimulai. Orang-orang sudah baris membentuk pagar melihat arak-arak yang mulai lewat.

Penyeketsa, Anikka, dan Bara duduk beku tidak terpengaruh suasana memperhatikan objek penglihatan masing-masing. Karnaval yang melintas di dekat mereka tidak melintas sama sekali di pikiran masing-masing.


DISSOLVE TO:


EXT. JALANAN — SORE

Langit terlihat ungu, tidak lama lagi malam akan turun. BARA dan ANIKKA berjalan kaki pulang ke hotel. Mereka berdampingan tidak sejajar, kali ini Bara yang sedikit di depan. Tangan mereka masing-masing memegang kantong belanja.

Trotoar lebar terlihat sepi pejalan kaki saat Bara dan Anikka berjalan dalam diam, mereka tidak berbicara tapi mereka terlihat menikmati kehadiran masing-masing, terutama Bara.

Setelah melewati perempatan dan berbelok, ekspresi Bara dan Anikka berubah, menunjukkan bahwa mereka tiba-tiba tahu kenapa jalanan cukup sepi. Tidak jauh dari mereka ada kumpulan orang-orang terlihat sedang berdansa bebas di trotoar nan lebar, suara musik samar-samar masuk ke telinga mereka berdua.

Anikka mulai melangkah lebih bersemangat, tidak lagi berjalan di belakang Bara, Bara masih menjaga tempo langkahya saat menuju ke kerumunan itu walau Anikka berjalan melewatinya.

Anikka menyandarkan kantong belanjanya di fire hydrant merah menyala sebelum ikut bergabung menari dengan kerumunan mengikuti irama dari bluetooth speaker. Bara berhenti di sebelah fire hydrant tadi, memandang ke arah Anikka penuh perhatian

Anikka menari masuk ke dalam kerumunan dengan gerak pundak menyeret ke kiri dan ke kanan bergantian dengan kedua tangan ia taruh di belakang pinggang, seperti atlet figure skating, namun lebih lembut lemah gemulai. Orang-orang dapat merasakan energi yang merembes keluar dari Anikka, mereka membuka jalan sehingga Anikka bisa berada di tengah. Saat berada di tengah lingkaran, Anikka mengganti gerakan, energinya seakan menyirami orang-orang di sekitarnya.

Awalnya Anikka melakukan gerak menyapu dari bagian depan ke belakang kepala dengan tangan kanan, tangan kirinya lurus ke depan seperti perempuan yang menunggu tangannya dikecup pemuda abad 18, pinggulnya bergerak minimal, lalu ia melakukan gerak serupa mengangkat barbel di depan dada berkali-kali, tidak hanya gerak yang mirip aerobik 70an ini yang Anikka mampu replikasi, namun juga energi juga senyum penuh kegirangan dan optimisme. Anikka terus menari mengikuti irama berganti dari satu gaya dansa ke gaya lain, tidak memperdulikan orang yang melihatnya, juga tidak memperdulikan Bara.

Get Down on it by Kool & the Gang starts playing.

Bara masih memperhatikan betapa berkilaunya Anikka dari luar area dansa. Orang-orang yang sebelumnya sudah berdansa bergerak semakin bersemangat, orang-orang yang tadinya hanya menonton ikut berdansa. Kerumunan itu penuh gerak tadi yang tidak serupa dan sinkron antara satu sama lain, tapi semuanya bergerak sesuai irama, semuanya merasakan eenergi yang sama.

Lama sekali Bara hanya memandang dari luar lingkaran. Bara tanpa sengaja menangkap lirikan mata Anikka yang masih berdansa dengan semangat ke dirinya. Bara pun menaruh kantung belanjanya di sebelah milik Anikka lalu beranjak menuju kerumunan dengan gerak dansa agak canggung dan belum sepenuhnya sesuai irama. Anikka sebenarnya tidak melirik Bara, yang ada di kepalanya hanya menikmati dansa.

Saat sudah berada di dekat Anikka, Bara mulai lebih percaya diri dan bisa menangkap tempo irama. Bara memulai dansa ala Rick Astley lalu ia melakukan gerak yang lebih bebas tidak terbatas pola tertentu.

Energi dari Bara mulai terlihat meledak-ledak seperti orang-orang di sekitarnya, Anikka mulai memperhatikan Bara. Anikka mulai menghadap Bara, berdansa bebas di depannya, gerak mereka berdua perlahan-lahan bertransisi menjadi serupa dan akhirnya berdansa berdampingan dengan penuh sinkronasi dan keserasian.

Dari langit yang sedikit temaram hingga jatuh kelam malam, mereka terlihat terus berdansa dikelilingi kumpulan orang.


CUT TO:

EXT. TERAS CAFE HOTEL ORPI — MALAM

ANIKKA duduk di kursi cafe tidak menghadap ke meja. Ia memutar arah kursinya sedikit agar bisa menatap ke bawah kerlap-kerlip cahaya kendaraan dan rumah-rumah di kejauhan. Di jarinya terselip sebatang rokok, korek berada di genggaman tangannya yang lain, sesekali Anikka menyesapnya penuh khidmat, ekspresinya tidak pernah berubah.

BARA datang membawakan dua gelas kecil berisi minuman. Anikka menoleh ke Bara dan memberi senyuman manis tanda terima kasih, Bara membalas dengan mengangguk sedikit ke atas. Mereka berdua duduk terpisah oleh meja, meja itu terlihat berjarak padahal diameternya hanya sepanjang tangan saja.

Bara ikut memperhatikan kerlap-kerlip sambil menyesap minum pelan-pelan, Anikka masih merokok dan belum menyentuh gelas. Mereka kembali terselimuti diam seperti biasa. Namun, kali ini ekspresi Bara seakan ingin membicarakan sesuatu ke Anikka, seakan tidak lagi terbiasa dengan kesunyian, namun Bara juga terlihat tidak yakin ingin berkata apa. Bara mulai mencuri-curi pandang ke Anikka. Anikka sadar bahwa Bara mencuri-curi pandang tapi ia tidak menoleh atau balas melirik ke arah Bara.

Bara mengambil sebatang rokok dari bungkus yang tergeletak di atas meja.

BARA

Anikka.

(menyelipkan rokok ke bibir)


ANIKKA

(menoleh pelan melihat Bara)

Hmm? Iya?


BARA

(membuat gestur menghidupkan korek)

Korek.


ANIKKA

(menghisap rokok sesaat, lalu menghembuskannya, rokok masih di bibir)

Sini.


Anikka setengah berdiri mendekatkan wajahnya ke wajah Bara, ia menempelkan ujung rokoknya yang terbakar ke ujung rokok Bara yang masih baru. Bara menyesap, mengusahakan rokoknya menyala, awalnya ia hanya melihat ke ujung rokok, namun ia sekilas menatap dalam ke mata Anikka. Pandangan Anikka sendiri fokus ke dua ujung rokok yang sedang bertemu. Rokok Bara akhirnya memiliki bara apinya sendiri dan Anikka pun kembali ke posisi duduk sebelumnya dan menaruh korek di atas meja.

Bara dan Anikka kemudian menghembuskan satu tiupan asap bersamaan, melihat ke kerlap-kerlip, tidak melirik satu sama lain, dengan ekspresi seakaan beban diri ikut menghilang seiring menipisnya hembusan asap tadi. Mereka kembali berada dalam diam. Sunyi yang kembali nyaman untuk Bara.

ANIKKA

Bara.


BARA

(menoleh ke Anikka)


ANIKKA

(menghisap habis rokok yang sudah pendek)

Aku mandi duluan ya, nanti habis mandi kita langsung nyiapin buat festival lampion besok.

(menghembus asap ke samping agar tidak mengenai Bara)


BARA

(menaruh kunci di atas meja)

Oke, nanti aku susul. Habis ini.

(mengangkat tangan menunjukkan rokok)


Anikka

(mematikan puntung rokok ke asbak)

Aku bawa sekalian ya.


Anikka bangkit dari duduk dan meminum habis isi gelasnya sekali teguk, ia mengambil kantung belanja miliknya juga milik Bara sambil melambaikan tangan sedikit ke Bara saat Bara tidak melihat, lalu Anikka beranjak pergi.

Bara memperhatikan Anikka hingga wujudnya hilang terhalangi tembok, lalu kembali menatap kerlap-kerlip, namun kali ini Bara menatap kerlap-kerlip bintang di atas.

Ekspresi Bara menunjukkan ia larut dalam sebuah ruminasi, terkadang wajahnya tenang tanpa ekspresi, lalu sekilas muncul senyuman tipis khasnya, namun tak lama berganti ke kerutan halus berisi cemas.

Bintang-bintang berkelip indah, memunculkan bayang Anikka di pikiran Bara. Senyum tipis kembali muncul, untuk sesaat bintang yang Bara pandang hilang tertutup awan, ekspresi Bara berubah menjadi tidak nyaman.

Bara merasa ia harus berbincang-bincang dengan Anikka, namun ia masih tidak tahu apa, wajahnya terlihat sedang memformulasikan kalimat apa yang akan ia keluarkan dari mulutnya nanti. Sebuah gladi resik.

Kerlipan bintang perlahan-lahan hilang, kumpulan awan besar muncul di langit, dan rintik-rintik hujan mulai turun. Rokok Bara panjangnya masih lebih dari setengah, ia mulai mencoba menyesap dengan lebih cepat.

Perhatian Bara teralihkan, ia melihat korek Anikka di meja dan mengambilnya. Bara menatap lekat-lekat pola-pola khas yang menghiasi salah satu sisi korek, ia lalu memutar-mutar korek namun ekspresinya menunjukkan bahwa pikirannya tidak sedang memperhatikan korek tersebut.

Satu tetesan air lewat di depan mata Bara. Bara melihat ke atas, awan terlihat akan memuntahkan hujan deras. Bara menghisap pendek rokok lalu mematikannya di asbak. Rokok Bara masih setengah. Ia bangkit, memasukkan korek ke kantung bajunya, mengambil bungkus rokok Anikka, dan beranjak ke kamar.


CUT TO:


INT. KAMAR HOTEL ORPI — MALAM

BARA masuk ke kamar. ANIKKA sengaja tidak mengunci pintu. Suara shower menderu halus. Bara menutup pintu, menaruh sepatunya di rak tepat di sebelah sepatu Anikka lalu memakai sandal hotel.

Bara berjalan menuju kantong belanja di sebelah kaki ranjangnya. Ia memasukkan tangan berusaha mengambil sesuatu, mengeluarkan isi kantong belanja dalam prosesnya. Setumpuk kertas lampion berwarna-warni, kerangka lampion berbentuk persegi dengan bagian bawah beralas, gunting, kertas-kertas penghias, alat tulis warna-warni.

Bara mengambil kertas sketsa. Kertas itu menampilkan sosok Anikka secara utuh, mulai dari sebagian kaki bangku hingga ubun-ubun. Bara memandangnya dengan lekat. Tungkai yang tertekuk, pipi yang tertempel di lutut, untaian rambut-rambut halus di dahi, telinga menyembul di balik tirai rambut, dan tatapan mata nan lembut. Sosok Anikka terlihat memukau, dan senyum tipis Bara mengakuinya.

Bara lalu mengambil kertas sketsa lain, kali ini yang berisi dirinya. Sketsa itu belum selesai juga tidak sepiawai sketsa sebelumnya. Sosok Bara tergambarkan dari dada hingga ujung kepala, tangannya yang menopang dagu terpotong di bagian pergelangan. Guratan garis-garisnya terlihat kasar tapi penuh perhatian, terutama bagian rambut-rambut ikal Bara, bagian itu memiliki porsi detail yang jauh lebih intens daripada bagian lain. Senyum tipis Bara tergambarkan dengan sempurna. Wajah Bara belum sepenuhnya selesai, area mata hanya tertoreh dua garis lurus untuk outline, dua garis lurus yang lebih tebal dari garis lainnya. Bara menatap lekat-lekat gambar tersebut, senyum tipisnya berkembang sedikit lebih lebar.

Bara mengambil kertas lampion berwarna merah, dan mulai melipat. Bara mengambil gunting dan memotongnya. Bara lalu mengambil alat tulis dan mulai menulis di atas kertas segi lima dengan banyak bekas lipatan. Badan Bara berhenti bergerak, ia terlihat memikirkan sesuatu, tangannya setengah melayang memegang alat tulis.

SEMOGA RASA SENANG INI BERTAHAN SELAMANYA. Bara menggeleng, mencoret tulisan itu dan menulis ulang di bawah. SEMOGA HINGGA AKHIR TETAP BISA BERSENANG-SENANG BERSAMA ANIKKA. Bara menatap ulang tulisannya dan mengernyit penuh pikiran. Bara mencoret lagi tulisannya. SEMOGA SEMUA BERJALAN LEBIH LANCAR DAN BAIK-BAIK SAJA. Bara terlihat sedikit ragu, bibirnya ditekan, ia mengangguk-ngangguk pelan.

Suara deru shower tidak lagi terdengar. Bara menoleh ke arah kamar mandi. Bara lalu melipat kertas di tangannya tanpa terburu-buru, tak lama kertas itu berubah wujud menjadi bentuk bintang dengan 5 sudut.

Anikka keluar dari kamar mandi sudah menggunakan piyama bergaris-garis. Ia masih menggosok-gosok kepala dengan handuk, mulutnya menguap lebar. Bara berdiri menghadap Anikka dengan handuk di bahu, tangannya memegang bintang kertas.


BARA

Anikka.


ANIKKA

Hmm?


BARA

Nanti ngobrol sebentar ya.


Kantuk terlihat lenyap di wajah Anikka. Ia menjadi tidak berekspresi, menatap Bara dengan ekspresi menimbang-nimbang. Tatapannya menelaah seakan sedang menembus relung jiwa Bara yang terdalam. Anikka melirik ke gulungan sketsa di dekat kaki ranjang, lalu melirik ke bintang kertas di tangan Bara. Nafas pendek lolos dari hidung Anikka. Ekspresinya kembali seperti saat keluar kamar mandi.

ANIKKA

Okee. Mandi dulu. Jangan lama-lama ya.

Anikka kembali berjalan sambil menggosok-gosok rambut, mulutnya kembali menguap. Bara membuat tanda oke dan beranjak ke kamar mandi. Ia menaruh bintang di atas kasur.


FADE TO:


INT. KAMAR MANDI — MALAM

Uap air hangat menutup sebagian wajah BARA yang basah. Rambutnya jatuh lepek di dahi. Mulut Bara bergerak-gerak kecil seakan mengulang sesuatu. Kulit di jari-jari tangan Bara sudah berkerut. Bara menengadah ke atas melihat kepala shower, dan menerima dengan khidmat butir-butir air yang jatuh ke mata dan wajahnya.


FADE TO:


INT. KAMAR HOTEL ORPI — MALAM

BARA keluar dari kamar mandi sudah berganti baju dan menggosok-gosok rambut. Suara hujan terdengar dan bulir-bulirnya menghiasi jendela. Bara melihat ANIKKA sudah tertidur di ranjang, tangannya memegang bintang kertas hijau.

Bara tersenyum tipis. Ia memasukkan bahan-bahan ke dalam kantong belanja, Bara mengambil gulungan sketsa juga bintangnya, ia lanjut mengambil bintang hijau dengan sangat perlahan dari tangan Anikka. Bara lalu menaruh gulungan sketsa di sebelah tas miliknya, bintang kertas itu ia taruh menumpuk di meja, bintang merah di atas. Bungkus rokok dan korek Anikka juga terlihat di situ.

Suara hujan mulai deras. Bara mematikan lampu dan membiarkan hanya lampu tidur yang hidup. Ia bersiap-siap tidur di atas kasur, awalnya ia tidur menyamping menghadap Anikka namun ia berbalik badan memunggungi ranjang Anikka. Tak lama setelah menutup mata Bara langsung tertidur pulas.

Lampu tidur di sisi Anikka berkedip-kedip lalu mati mendadak, sosok Anikka terlihat samar dalam remang-remang. Hujan meraung-raung semakin deras.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar