Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
melancholic traces of ghost
Suka
Favorit
Bagikan
16. Hari 5 (2)

EXT. TAMAN MAKAM RATU PENDAMAN — SIANG

Terlihat wajah BARA dengan alisnya sedikit tersimpul, sedang melihat sesuatu di arah bawah. Di belakang Bara terlihat sekelompok orang berjalan melewati Bara.

Setelah semua orang lewat, AMELIA muncul di samping Bara, berdiri dan ikut melihat ke arah tatapan Bara. Terlihat sebuah patung manusia batu kecil menelungkup.

Alis Bara tidak lagi bersimpul, ia mengangkat langkah kakinya dari jalan setapak. Sebelum tapak sepatu Bara menyentuh tanah, tangan Amelia jatuh di pundak Bara.

AMELIA

Jangan, Bara.


Amelia menggeleng, lalu berbalik badan beranjak mengikuti gerombolan. Alis Bara kembali menyimpul, terlihat sedikit amarah di raut wajah Bara.

Bara menoleh kembali ke arah patung, ekspresinya terlihat menyadari sesuatu. Dari sudut pandang Bara terlihat bunga anggrek coklat (Gastrodia bamboo) yang pernah Anikka cabut.

AMELIA

Ayo, Bara.


Bara menoleh ke arah suara, ia diam sejenak, lalu beranjak berjalan, kepalanya menoleh sebentar ke belakang melirik bunga tersebut terakhir kalinya.

Bara berjalan pelan menyusul Amelia yang terus berjalan, langkahnya kembali berhenti. Ia melihat bunga anggrek putih mekar ke bawah (Sarcochilus Falcatus), dan menatapnya lekat-lekat.

Bara beranjak mendekat, tapak sepatunya sudah menyentuh tanah, tangannya bergerak meraih. Sebuah tangan menggenggam tangan Bara yang hampir menyentuh bunga. Bara menoleh, ia melihat wajah Amelia dengan alis menyimpul.

AMELIA

Jangan, Bara.

Amelia menunjuk ke sebuah papan, lalu menatap Bara sambil tersenyum tulus dan membaca tulisannya.

AMELIA

Semua ada masanya.

Amelia berjalan, menarik pelan Bara yang masih dalam genggaman tangan. Badan Bara pasrah mengikuti Amelia, alisnya kembali menyimpul, wajahnya tidak berekspresi banyak, tapi sedikit amarah terpancar dari sana.


DISSOLVE TO:


EXT. DANAU ADORES — SORE

Matahari bersinar terang. Awan-awan mengambang berceceran. Jaring-jaring payung terlihat dari bawah. Seikat rambut ikal menempel di dahi sedikit mengkilap oleh keringat.

Sebuah tangan feminim menyapu keringat dengan tisu di dahi lain.

Sebuah tangan maskulin memegang kamera di atas paha, memain-mainkan tombol flash di bagian depan.

Sebuah tangan feminim menumpu santai di atas permukaan perahu karet terlindungi bayang, sisi terang perlahan-lahan mendekati.

Angin berdesir lembut, semilirnya dapat terdengar.

BARA dan AMELIA terlihat sedang duduk santai di atas perahu karet di danau. Masing-masing bersandar santai di ujung yang berseberangan, masing-masing memiliki payung. Amelia agak menunduk mengagumi permukaan air, Bara agak menengadah ditelan langit.

Terlihat awan-awan bergerak sangat lamban di hamparan langit.

AMELIA

Kamu tau ga, ada lebih dari satu versi cerita Terowongan Banyu?

Sepasang mata menatap ke atas seakan terhipnotis.

BARA

Ohya?

Jari-jari maskulin masih memain-mainkan tombol flash.

AMELIA

Iya...

Posisi awan-awan tidak bergeser jauh.

AMELIA

Ada versi... Cuma salah satu dari pasangan yang jatuh, beda dari cerita di tempat atraksi kemarin.


Riak-riak air bergelombang jinak di dekat dinding perahu karet, pantulan awan terlihat di permukaannya.


AMELIA

Di satu versi, si Pemuda selamat... Titian di jurang mulai retak sebelum mereka ketemu di tengah. Gelang talinya putus tersentak karena dia tiba-tiba berhenti. Ragu buat nyebrang balik.


Sepasang mata masih terhipnotis awan yang seakan enggan berpindah.


AMELIA

Di versi lain, si Pemudi yang begitu. Ragu... Di sumber lain, titian baru runtuh waktu Pemuda sudah hampir sampai di ujung. Sekejap, satu tiarap di atas, satu bergantung melayang di udara. Singkat cerita, talinya diputus. Ada versi yang bilang tali diputus Pemuda, ada juga yang bilang Pemudi. Ada versi Pemudi yang nyebrang duluan.


Jari telunjuk maskulin masih memain-mainkan tombol flash.

AMELIA

Ada cerita yang bilang, kalau Pemuda balik ke titian karena Pemudi ga sampai setelah ditunggu berjam-jam. Makanya Pemuda nyebrang ulang. Di tengah titian ada ujung tali, ga putus tapi dilepas. Pemudi hilang, entah ke mana. Pemuda jatuh ke jurang.


Bola mata yang tadinya terhipnotis, bergeser cepat menatap objek di depan pemiliknya. Jari maskulin melayang tertahan di atas tombol flash.


AMELIA

Tafsiran lain bilang... Pemudi berhasil nyebrang, tapi Pemuda ga keliatan, ujung tali dilepas. Pemudi balik pulang, Pemudi jatuh ke jurang.


Sepasang bibir feminim menyesap air dari botol minuman, otot lehernya bergerak menelan air.

Bara terlihat menatap ke arah Amelia tanpa ekspresi, dadanya kembang-kempis perlahan. Amelia menutup botol dan menaruhnya di samping badan.


AMELIA

(tersenyum)

Versi mana yang bener, ga ada yang tau. Tapi tiap versi ada benernya, kata yang cerita.


Tatapan Bara tidak seintens sebelumnya, Bara mengeluarkan nafas dari hidung, membalas senyum lemah. Awan-awan di langit belum bergerak jauh dari posisi awalnya.

AMELIA

Ayo foto bareng. Mulai panas nih.

Bara langsung memasang kamera di depan wajahnya.

AMELIA

Sini aja. Bareng.


Bara sedikit menurunkan kamera dari wajahnya, masih memproses apa yang baru saja didengarnya. Melihat respon Bara, Amelia beranjak ke sisi Bara.

Bara menaruh kamera bersandarkan botol minum di sisi tempat Amelia berada.

Bara dan Amelia memasang pose, bahu mereka bersentuhan. Terlihat kamera dari depan, perlahan-lahan semakin dekat. terdengar bunyi klik kamera, bergema-gema lalu sayup-sayup menghilang.


FADE TO:


EXT. PINGGIR DANAU ADORES — SORE

BARA terlihat baru selesai berbincang-bincang dengan pemilik toko sewa perahu karet. AMELIA terlihat berjalan mendekati Bara, tangannya memegang sesuatu.

BARA

Itu apa?


AMELIA

Mainan Make-up. Hihi. Lucu. Makanya aku beli.


BARA

(ekspresi bingung, sedikit kaget)

Hmm?


AMELIA

Nanti malam aku coba deh. Keinget waktu kecil dulu.


BARA

(masih sedikit bingung)

Hoo...

(keraguannya hilang)

Oh btw, tadi aku dikasih tau kalo karnaval udah ga ada lagi.


AMELIA

(ekspresi kecewa)

Yaah. Kenapa?


BARA

Kita telat. Karnavalnya minggu lalu ternyata.


AMELIA

Oh ya udah. Tapi besok tetap lewat jalan di situ boleh? Mau liat-liat lukisan aja.


BARA

Iya boleh. Kan masih sejalan ke pasar oleh-oleh juga.


Sekejap Bara terlihat ragu, menahan ingin berkata sesuatu, matanya menyorot ke mainan make-up di samping Amelia. Amelia menyadari arah tatap Bara.

AMELIA

(nada bercanda)

Kenapa? Mau di make-upin juga?


BARA

(sedikit ragu)

Eehh..


AMELIA

Ayolah, buat seru-seruan aja.


Bara

Hmmm... Ya udah deh.


AMELIA

(sedikit panik)

Eh, tadi bercanda doang. Ga maksa beneran.


BARA

Iya, tau kok. Buat seru-seruan aja kan nanti.

Amelia tersenyum, matanya masih terlihat sedikit terkejut.

AMELIA

Oke. Tapi nanti aku foto yaa.


BARA

(menghela napas ringan)

Oke oke.


Bara tersenyum, Amelia tersenyum lebih lebar. Amelia kemudian berbalik badan tanda waktunya berjalan pulang. Bara menghela nafas yang dalam dan berat sebelum berjalan di samping Amelia.


CUT TO:

INT. KAMAR HOTEL ORPI — MALAM

Dua buah botol kaca minuman berdiri di lantai, tutupnya telah terbuka. Bungkus mainan make-up sudah terbuka. Ada jari melayang di atas palette warna, memilih-milih. BARA dan AMELIA duduk di lantai, sedang merias wajah satu sama lain.

INTERCUT Bara/Amelia

Bara memilih banyak warna. Gerak tangannya merias wajah Amelia hangat penuh kehati-hatian, namun ekspresinya dingin, tatapannya fokus seakan menatap menembus Amelia. Bara memulai dari hidung, menggunakan warna hitam, lalu beranjak ke area mata, lalu bibir, sama hitamnya. Ujung kuasnya ia tempelkan perlahan-lahan saat hendak menyentuh permukaan wajah Amelia. Terakhir Bara mengulang prosesnya tadi menggunakan warna merah, lalu oranye, lalu hijau, lalu ungu.

Amelia tidak kalah lembut, gerak tangannya tekun, walau kadang sedikit ragu saat mengoles kuas ke wajah Bara. Ia merias wajah Bara dengan gerak yang sangat lembut dan penuh perhatian, seakan sedang melukis di atas boneka keramik yang rapuh. Gerak kuas Amelia sangat perlahan, ia menghabiskan lebih banyak waktu melihat wajah Bara, menimbang-nimbang estetika yang ia pilih, melawan keraguan di dalam diri. Ujung kuas Amelia hanya menyentuh tiga warna; merah, putih, dan hitam. Anikka memulai dari hidung, membubuhkan warna merah di sana. Lalu di pipi Bara, kuas Amelia berkali-kali di tarik saat bersentuhan dengan pipi kanan Bara, ragu. Amelia memilih berpindah ke pipi kiri, gerak tangannya tidak ragu. Saat kembali ke area pipi kanan, keraguannya mulai terlihat lagi. Ujung kuas Amelia tidak terlihat ragu saat merias bibir ataupun area mata Bara.

Mereka tidak memperhatikan berapa lama waktu telah terlewat. Wajah terus dirias, minuman di dalam botol hanya berkurang sedikit. Mereka tidak perlu berbicara, tidak perlu memberi tahu satu sama lain untuk tidak bergerak atau tertawa. Bara fokus melihat menembus Amelia. Amelia fokus melawan keraguan di kepalanya. Sesekali lirikan mata mereka bertemu dan mereka berhenti menatap mata, dalam sunyi, mencoba menelaah, apakah mata yang menatap tahu isi kepala satu sama lain.


FADE OUT TO:


Bara dan Anikka memegang kenop pintu kamar mandi, tangan Bara berada di atas menggenggam tangan Anikka.

AMELIA

(tersenyum malu-malu)

Siap-siap jadi badut ya.


Bara hanya membalas dengan senyuman yang sama. Suasana canggung, penuh penantian.


AMELIA

Satu...

BARA

Satu...


AMELIA

Dua...

BARA

Dua...


AMELIA

Tiga!

BARA

Tiga!


Mereka menggeser kenop pintu bersamaan. Mereka berdua tercengang melihat bayangan masing-masing, terdiam puluhan detik lamanya. Mereka berdua sama-sama mengira dirias asal-asalan sebagai badut, tidak seperti hasil patulan di kaca.

Amelia terlebih dahulu masuk dan memperhatikan riasannya dengan seksama. Amelia dirias sebagai badut, terlihat kejam, tapi menyiratkan keanggunan, penuh daya tarik ambigu. Amelia memperhatikan wajahnya di cermin dengan seksama, ia melirik ke pantulan Bara yang masih berdiri di dekat pintu. Amelia melihat kembali banyangannya lekat-lekat. Segitiga hitam lancip menghiasi bagian atas dan bawah ke dua mata Amelia. Bibir dirias dengan warna hitam bagai senyum lebar yang terkulum. Area hidung juga berwarna hitam, dirias hanya ujungnya saja. Di sisi setiap riasan dibubuhkan ragam rona warna. Ekspresi Amelia agak ragu, perlahan senyum mengembang dibibirnya, mengapresiasi riasan Bara di wajahnya.

Bara menelaah wajahnya dari kejauhan, ia sedikit tertegun karena mengira akan dirias penuh warna dan kehebohan. Riasannya sederhana tapi menarik perhatian. Sebuah titik besar berwarna di area atas dan bawah kedua matanya, riasan sama merahnya mengikuti kontur hidung, dan riasan di bibir masih berwarna merah hanya di area tengah bibir. Sebuah lambang wajik besar berwarna putih di pipi kanan, sebuah lambang hati besar berwarna hitam, di pipi kiri, dan satu titik merah di masing-masing ujung bibir. 

Mereka berdua lalu berpose di depan cermin kamar mandi, memegang kamera berswafoto bersama. CEKREK!CEKREK! Dua foto dengan kamera Bara, selanjutnya menggunakan smartphone Amelia. Mereka berdua tersenyum, senyum yang tidak sepenuhnya ceria namun intim, sedikit bingung namun menghargai sepenuh hati. Bingung dengan pikiran masing-masing.

Mereka lanjut menghabiskan minuman yang hampir tidak tersentuh sama sekali sebelumnya dan berbincang-bincang ringan. Mereka tertidur bersampingan di lantai. Kepala Amelia menempel di bahu kanan Bara, tangannya tergeletak lembut di atas perut. Wajah Bara menghadap ke kiri, tangan kiri Bara seakan ingin meraih sesuatu di arah yang sama.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar